Cerpen pendek 'He is my love'
Inget cerpen pendek sang idola yang sudah admin posting sebelumnya? Nah, setelah admin baca ulang cerpen He is my love ini admin baru ngeh kalau ternyata temanya sama. Ck ck ck. Tapi nggak papa lah, namanya juga fiksi. So, buat yang mau baca bisa langsung ke bawah aja ya.
"Ya udah, gue pulang dulu ya?"
"Iya, hati -hati di jalan. Da..." balas Irma sambil melambaikan tangannya. Mengantarkan kepergian Rey, sang kekasih setelah seharian ini jalan - jalan. Yah mumpung hari minggu, libur sekolah. Kalau nggak kapan lagi punya waktu buat kencan. Bener gak?
Setelah sosok Rey beneran hilang dari pandangan barulah ia melangkahkan kaki masuk kedalam rumah. Sambil terus melangkah mulutnya tak henti bersenandung kecil. Melantunkan lagu - lagu Cinta. Ciri khas orang yang sedang kasmaran.
Begitu sampai di kamar segera ia rebahkan tubuhnya di atas ranjang. Orang tuanya sedang keluar. Itu artinya ia di rumah sendirian, maklumlah anak tunggal. Setelah berpikir - pikir untuk beberapa saat segera di keluarkan hape dari dalam tasnya. Mencari id contak atas nama Vieta, sahabat terbaiknya. Biasalah cewek kalau ada apa - apa kan memang demen curhat.
Tak terasa satu jam telah berlalu. TM alias TalkMania kartu 'As' nya juga sudah ludes. Mau tak mau pangilan itu harus ia putuskan. Sebagai anak sekolahan ia memang harus belajar hemat, secara uang saku juga masih nyadong sama orang tua. Untuk sejenak Irma memandangi benda elektronik yang ada di tangannya dengan kening berkerut. Dalam hati ia bergumam. Satu jam yang telah berlalu dengan sia - sia. Karena rencannya untuk curhat gagal berantakan. Justru ia yang di jadikan ajang curhat oleh sahabatnya yang satu itu yang 'katanya' sedang naksir seseorang.
Setelah berdiam untuk beberapa saat, akhirnya Irma bangkit berdiri. Sebentar lagi ortunya pasti juga akan segera pulang. Lagi pula sepertinya tubuhnya juga perlu penyegaran. Tak lupa di sambarnya handuk sebelum kemudian ia menghilang di balik pintu kamar mandi.
Keesokan harinya seperti biasa Irma berangkat kesekolah. Awal pagi yang cerah tiba - tiba terasa suram saat matanya mendapati raut berbinar di wajah Vieta. Gadis itu langsung bisa mendebak kalau acara curhatanya kemaren pasti masih ada lanjutanya. Persis seperti cerpen berseri yang akan terus berlanjut yang di tulis oleh salah satu teman dunia mayanya, Ana merya.
"Iya Irma, pokoknya dia itu keren banget. Gue sekarang jadi percaya kalau love at first sight itu beneran ada."
Irma hanya mampu tersenyum hambar yang benar - benar terasa hambar. Sebuah senyuman yang dipaksain. Secara kalimat itu sudah lebih dari dua puluh kali di ulang - ulang oleh sahabatnya. Sampai - sampai ia merasa itu kalimat sudah sangat familiar di telinga.
"Terus kenapa kemaren nggak langsung loe tembak aja," komentar gadis itu ngasal.
"Ya ela, loe pikir gue udah gila apa. Masa baru kenalan gue langsung nembak dia. Lagian belum ada sejarahnya cewek nembak duluan," bantah Vieta sebel.
"Sapa bilang, ini kan udah jaman emansipasi wanita. Sah - sah aja donk. Lagian bukannya sejarah nabi kita, bunda Siti khadijah duluan yang melamar?" sambung Irma lagi.
Sejenak Vieta bungkam, dalam hati ia membenarkan ucapan sahabatnya itu. "He he he.... ia juga sih. Tapi tetep aja gue nggak bisa nembak duluan. Bisa di kira gila beneran gue."
"Bukannya loe emang udah gila dari sononya ya?"
Dengan cepat sebuah jitakan mendarat di kepala Irma atas balasan ucapannya barusan.
"Eh, Gimana acara kencan loe kemaren?" tanya Vieta mengalihkan pembicaraan. Benar - benar langkah yang bagus, karena wajah Irma langsung sumringah mendengarnya. Sekaligus juga membatalkan niat untuk membalas jitakan yang di terimanya barusan.
"Ah... Pokoknya seru banget. Ternyata dia itu orangnya romantis. Gue kan jadi makin cinta sama dia," kata Irma sambi tersenyum membayangkan ucapanya barusan.
"Bukannya dulu loe bilang, si Jhon Jilidsatu. Pacar loe yang loe bilang memiliki history nama rada nggak jelas gitu orangnya ngebosenin ya?" tanya Vieta terlihat bingung.
"Ya ela. Si John mah udah gue tendang dua minggu yang lalu kaleeee..."
"HA?" Mulut Vieta mangap selebar - lebarnya, Irma hanya menangapinya dengan tatapan sinis sekaligus mencibir. Dalam hati ia mencibir, lebay banget si nie orang?
"Bukannya loe baru jadian tiga minggu yang lalu ya?" sambung Vieta lagi.
"Emang... Tapi karena dia nya ngbosenin mending gue cari yang baru," balas Irma santai.
"Astaga, loe bener - bener deh," Vieta kehilangan kata-kata dan tampak menggeleng - gelengkan kepala tak percaya.
***
"Irma, loe harus bantuin gue, kalau nggak gue bisa patah hati beneran nie."
"Apa lagi si?" tanya Irma sambil menutup bukunya dengan kesel. Apa nggak cukup hampir seminggu ini ia menjadi pendengar setia tentang kisah sang pangeran berkuda putih ala Vieta?
"Gimana donk. Gue beneran naksir berat sama dia."
"Ya udah kalau gitu loe aja yang nyamperin."
"Tapi dia udah punya pacar."
"Terus?"
"Masa terus. Ya gue harus gimana. Loe kasi saran kek. Nggak setia kawan banget si mentang - menatang dia udah punya pacar," gerut Vieta sebel.
"Ya ela, emang kenapa kalau dia udah punya pacar. Belum nikah ini. Yang udah nikah aja bisa cerai kok. Gitu aja ribet."
"Maksut loe, gue harus ngerebut dia gitu?" Vieta tidak yakin akan apa yang baru saja di dengarnya. Irma hanya membalas dengan anggukan kepala mantab.
"Eh, gue belum sejahat itu kali," tolak Vieta lagi.
"Belum bukan berarti enggak kan?" pangkas Irma cepat.
"Tapi masa gue harus ngerebut pacar orang?" tanya gadis itu ragu.
"Salah siapa naksir sama orang yang jelas - jelas udah punya pacar," Irma dengan santai main nyablak. "Lagian nie ya gue pernah denger orang bilang kalau dalam perang dan cinta semuanya sah - sah aja," Irma sok - sokan menasehati.
"Lebay... Lagian siapa juga yang mo perang."
"Eh non, kalau sampe beneran berani ngerebut pacar orang kalau bukan ngajakin perang terus apa namanya?"
"Udah tau kayak gitu, ngapain loe ngasih ide begituan ke gue?"
"Dari pada loe patah hati terus bunuh diri," kata Irma cepat dan langsung mendapat hadiah jitakan di kepalanya.
"Loe kalau ngomong nggak ngenakin banget."
"Kalau mau yang enak, beli in gue kentang goreng," gerut Irma sebel sambil mengusap - usap kepalanya yang terasa berdenyut. Udah jelas - jelas tadi minta saran, giliran di kasi tau bener - bener walau sarannya jelas gak bener (???) eh, malah dijitak. Siapa yang nggak kesel coba.
"Emangnya loe nggak takut kena karma?" tanya Vieta setelah terdiam beberapa saat.
"Maksutnya?" kening Irma tampak berkerut tanda bingung.
"Ya ngerebut pacar orang. Loe nggak takut ya kalau nanti pacar loe juga di ambil orang?"
"Huwahahahaha...." Irma langsung ngakak mendengar pertanyaan yang dianggapnya super konyol.
"Apa ada yang lucu?" gantian kening Vieta yang berkerut melihat sahabatnya masih tertawa. Menurutnya tidak ada yang lucu di sini.
"Ampun deh.... Loe ini ada - ada aja. Sejak kapan hukum karma bisa di pindah tangankan? Yang rencananya mau ngerebut pacar orang kan elo. So, yang harus kena karma elo donk. Nggak ada urusannya sama gue," terang Irma panjang lebar sembari berusaha menahan tawanya.
"Yah, tapi kan itu ide loe."
"Baiklah.... Gue tarik lagi ide gue tadi. Dan elo sebaiknya siap - siap aja patah hati," selesai berkata Irma segera bangkit berdiri. Siap - siap mau pergi.
"Eits, tunggu dulu. Oke, Gue ikuti saran loe. Besok gue akan ajak dia ketemuan. Gue akan bilang kalau gue suka sama dia. Tapi.... Loe harus nemenin gue."
"Oh tidak bisa..... Besok itu hari minggu, jadwal gue kencan" Tolak Irma cepat.
"Jadi loe nolak nemenin gue nie?" tanya Vieta dengan nada datar. Super datar. Tapi tatapan matanya itu lho, Sumpah bikin merinding. Akhirnya dengan amat sangat berat hati Irma mengangguk walau dalam hati terus merutuk. Dia punya salah apa di kehidupan sebelumnya sampai - sampai bisa punya sahabat yang menyeramkan seperti ini.
Dan keesokan harinya seperti yang di janjikan, walau dengan berat hati Irma akhirnya menemani Vieta untuk melakuan aksinya.
"Loe yakin dia bakal datang?" tanya Irma sambil menyesap jus mangganya. Sudah hampir sepuluh menit ia dan Vieta duduk di caffetaria itu menunggu orang yang di taksir Vieta. Tapi yang di tunggu belum menampakkan batang hidungnya.
"Katanya si iya."
"Kalau sampai dia nggak datang beneran gue bunuh loe," ancam Irma serius. Apalagi ia sudah bela - belain membatalkan acara kencan rutinnya pada hari minggu hanya untuk menjadi 'obat nyamuk' sahabatnya itu.
"Dari pada loe ngancem , mending loe kasih suport ke gue. Gila, gue beneran deg degan banget. Mending kita batalin aja yuk?"
"Setelah gue batalin rencana kencan gue, loe mau ngebatalin ini? Coba aja kalau loe berani?" geram Irma tapi Vieta sama sekali tidak mendengarnya karena matanya sudah terlanjur terpaku kearah pintu masuk dimana tampak ada seseorang yang mulai melangkah masuk.
"Irma bantuin gue sekarang, dia udah datang . Gue harus gimana?" kata Vieta terlihat panik.
"Ha? Benarkah? Yang mana orangnya?" tanya Irma sambil berbalik karena kebetulan posisi duduknya tadi membelakangi pintu.
"Itu yang baru masuk. Ya ampun, kalau sampai gue di tolak, gue yakin gue beneran patah hati," Keluh Vieta sementara Irma melotot menatap sosok yang ditunjuk sahabanya.
"Maksut loe yang pake kemeja hitam itu?" tanya Irma tampak tak percaya. Vieta hanya membalas dengan anggukan karena gugub yang tiba - tiba menyerangnya.
"Astaga Vieta, kalau sampai dia nerima elo, gue yang patah hati."
"Maksut loe?" Tanya Vieta binggun.
"Dia itu Rey, pacar gue," sahut Irma lirih tapi bagi Vieta itu bagaikan suara petir di siang bolong disaat hari sedang cerah - cerahnya.
"APA?!".
"Bruk.....".
Hal terakhir yang Vieta ingat adalah suara riuh penghuni Cafe yang mendapatinya tergeletak pingsan di lantai.
END..
Detail Cerpen
"Ya udah, gue pulang dulu ya?"
"Iya, hati -hati di jalan. Da..." balas Irma sambil melambaikan tangannya. Mengantarkan kepergian Rey, sang kekasih setelah seharian ini jalan - jalan. Yah mumpung hari minggu, libur sekolah. Kalau nggak kapan lagi punya waktu buat kencan. Bener gak?
Setelah sosok Rey beneran hilang dari pandangan barulah ia melangkahkan kaki masuk kedalam rumah. Sambil terus melangkah mulutnya tak henti bersenandung kecil. Melantunkan lagu - lagu Cinta. Ciri khas orang yang sedang kasmaran.
Begitu sampai di kamar segera ia rebahkan tubuhnya di atas ranjang. Orang tuanya sedang keluar. Itu artinya ia di rumah sendirian, maklumlah anak tunggal. Setelah berpikir - pikir untuk beberapa saat segera di keluarkan hape dari dalam tasnya. Mencari id contak atas nama Vieta, sahabat terbaiknya. Biasalah cewek kalau ada apa - apa kan memang demen curhat.
Tak terasa satu jam telah berlalu. TM alias TalkMania kartu 'As' nya juga sudah ludes. Mau tak mau pangilan itu harus ia putuskan. Sebagai anak sekolahan ia memang harus belajar hemat, secara uang saku juga masih nyadong sama orang tua. Untuk sejenak Irma memandangi benda elektronik yang ada di tangannya dengan kening berkerut. Dalam hati ia bergumam. Satu jam yang telah berlalu dengan sia - sia. Karena rencannya untuk curhat gagal berantakan. Justru ia yang di jadikan ajang curhat oleh sahabatnya yang satu itu yang 'katanya' sedang naksir seseorang.
Setelah berdiam untuk beberapa saat, akhirnya Irma bangkit berdiri. Sebentar lagi ortunya pasti juga akan segera pulang. Lagi pula sepertinya tubuhnya juga perlu penyegaran. Tak lupa di sambarnya handuk sebelum kemudian ia menghilang di balik pintu kamar mandi.
Keesokan harinya seperti biasa Irma berangkat kesekolah. Awal pagi yang cerah tiba - tiba terasa suram saat matanya mendapati raut berbinar di wajah Vieta. Gadis itu langsung bisa mendebak kalau acara curhatanya kemaren pasti masih ada lanjutanya. Persis seperti cerpen berseri yang akan terus berlanjut yang di tulis oleh salah satu teman dunia mayanya, Ana merya.
"Iya Irma, pokoknya dia itu keren banget. Gue sekarang jadi percaya kalau love at first sight itu beneran ada."
Irma hanya mampu tersenyum hambar yang benar - benar terasa hambar. Sebuah senyuman yang dipaksain. Secara kalimat itu sudah lebih dari dua puluh kali di ulang - ulang oleh sahabatnya. Sampai - sampai ia merasa itu kalimat sudah sangat familiar di telinga.
"Terus kenapa kemaren nggak langsung loe tembak aja," komentar gadis itu ngasal.
"Ya ela, loe pikir gue udah gila apa. Masa baru kenalan gue langsung nembak dia. Lagian belum ada sejarahnya cewek nembak duluan," bantah Vieta sebel.
"Sapa bilang, ini kan udah jaman emansipasi wanita. Sah - sah aja donk. Lagian bukannya sejarah nabi kita, bunda Siti khadijah duluan yang melamar?" sambung Irma lagi.
Sejenak Vieta bungkam, dalam hati ia membenarkan ucapan sahabatnya itu. "He he he.... ia juga sih. Tapi tetep aja gue nggak bisa nembak duluan. Bisa di kira gila beneran gue."
"Bukannya loe emang udah gila dari sononya ya?"
Dengan cepat sebuah jitakan mendarat di kepala Irma atas balasan ucapannya barusan.
"Eh, Gimana acara kencan loe kemaren?" tanya Vieta mengalihkan pembicaraan. Benar - benar langkah yang bagus, karena wajah Irma langsung sumringah mendengarnya. Sekaligus juga membatalkan niat untuk membalas jitakan yang di terimanya barusan.
"Ah... Pokoknya seru banget. Ternyata dia itu orangnya romantis. Gue kan jadi makin cinta sama dia," kata Irma sambi tersenyum membayangkan ucapanya barusan.
"Bukannya dulu loe bilang, si Jhon Jilidsatu. Pacar loe yang loe bilang memiliki history nama rada nggak jelas gitu orangnya ngebosenin ya?" tanya Vieta terlihat bingung.
"Ya ela. Si John mah udah gue tendang dua minggu yang lalu kaleeee..."
"HA?" Mulut Vieta mangap selebar - lebarnya, Irma hanya menangapinya dengan tatapan sinis sekaligus mencibir. Dalam hati ia mencibir, lebay banget si nie orang?
"Bukannya loe baru jadian tiga minggu yang lalu ya?" sambung Vieta lagi.
"Emang... Tapi karena dia nya ngbosenin mending gue cari yang baru," balas Irma santai.
"Astaga, loe bener - bener deh," Vieta kehilangan kata-kata dan tampak menggeleng - gelengkan kepala tak percaya.
***
"Irma, loe harus bantuin gue, kalau nggak gue bisa patah hati beneran nie."
"Apa lagi si?" tanya Irma sambil menutup bukunya dengan kesel. Apa nggak cukup hampir seminggu ini ia menjadi pendengar setia tentang kisah sang pangeran berkuda putih ala Vieta?
"Gimana donk. Gue beneran naksir berat sama dia."
"Ya udah kalau gitu loe aja yang nyamperin."
"Tapi dia udah punya pacar."
"Terus?"
"Masa terus. Ya gue harus gimana. Loe kasi saran kek. Nggak setia kawan banget si mentang - menatang dia udah punya pacar," gerut Vieta sebel.
"Ya ela, emang kenapa kalau dia udah punya pacar. Belum nikah ini. Yang udah nikah aja bisa cerai kok. Gitu aja ribet."
"Maksut loe, gue harus ngerebut dia gitu?" Vieta tidak yakin akan apa yang baru saja di dengarnya. Irma hanya membalas dengan anggukan kepala mantab.
"Eh, gue belum sejahat itu kali," tolak Vieta lagi.
"Belum bukan berarti enggak kan?" pangkas Irma cepat.
"Tapi masa gue harus ngerebut pacar orang?" tanya gadis itu ragu.
"Salah siapa naksir sama orang yang jelas - jelas udah punya pacar," Irma dengan santai main nyablak. "Lagian nie ya gue pernah denger orang bilang kalau dalam perang dan cinta semuanya sah - sah aja," Irma sok - sokan menasehati.
"Lebay... Lagian siapa juga yang mo perang."
"Eh non, kalau sampe beneran berani ngerebut pacar orang kalau bukan ngajakin perang terus apa namanya?"
"Udah tau kayak gitu, ngapain loe ngasih ide begituan ke gue?"
"Dari pada loe patah hati terus bunuh diri," kata Irma cepat dan langsung mendapat hadiah jitakan di kepalanya.
"Loe kalau ngomong nggak ngenakin banget."
"Kalau mau yang enak, beli in gue kentang goreng," gerut Irma sebel sambil mengusap - usap kepalanya yang terasa berdenyut. Udah jelas - jelas tadi minta saran, giliran di kasi tau bener - bener walau sarannya jelas gak bener (???) eh, malah dijitak. Siapa yang nggak kesel coba.
"Emangnya loe nggak takut kena karma?" tanya Vieta setelah terdiam beberapa saat.
"Maksutnya?" kening Irma tampak berkerut tanda bingung.
"Ya ngerebut pacar orang. Loe nggak takut ya kalau nanti pacar loe juga di ambil orang?"
"Huwahahahaha...." Irma langsung ngakak mendengar pertanyaan yang dianggapnya super konyol.
"Apa ada yang lucu?" gantian kening Vieta yang berkerut melihat sahabatnya masih tertawa. Menurutnya tidak ada yang lucu di sini.
"Ampun deh.... Loe ini ada - ada aja. Sejak kapan hukum karma bisa di pindah tangankan? Yang rencananya mau ngerebut pacar orang kan elo. So, yang harus kena karma elo donk. Nggak ada urusannya sama gue," terang Irma panjang lebar sembari berusaha menahan tawanya.
"Yah, tapi kan itu ide loe."
"Baiklah.... Gue tarik lagi ide gue tadi. Dan elo sebaiknya siap - siap aja patah hati," selesai berkata Irma segera bangkit berdiri. Siap - siap mau pergi.
"Eits, tunggu dulu. Oke, Gue ikuti saran loe. Besok gue akan ajak dia ketemuan. Gue akan bilang kalau gue suka sama dia. Tapi.... Loe harus nemenin gue."
"Oh tidak bisa..... Besok itu hari minggu, jadwal gue kencan" Tolak Irma cepat.
"Jadi loe nolak nemenin gue nie?" tanya Vieta dengan nada datar. Super datar. Tapi tatapan matanya itu lho, Sumpah bikin merinding. Akhirnya dengan amat sangat berat hati Irma mengangguk walau dalam hati terus merutuk. Dia punya salah apa di kehidupan sebelumnya sampai - sampai bisa punya sahabat yang menyeramkan seperti ini.
Dan keesokan harinya seperti yang di janjikan, walau dengan berat hati Irma akhirnya menemani Vieta untuk melakuan aksinya.
"Loe yakin dia bakal datang?" tanya Irma sambil menyesap jus mangganya. Sudah hampir sepuluh menit ia dan Vieta duduk di caffetaria itu menunggu orang yang di taksir Vieta. Tapi yang di tunggu belum menampakkan batang hidungnya.
"Katanya si iya."
"Kalau sampai dia nggak datang beneran gue bunuh loe," ancam Irma serius. Apalagi ia sudah bela - belain membatalkan acara kencan rutinnya pada hari minggu hanya untuk menjadi 'obat nyamuk' sahabatnya itu.
"Dari pada loe ngancem , mending loe kasih suport ke gue. Gila, gue beneran deg degan banget. Mending kita batalin aja yuk?"
"Setelah gue batalin rencana kencan gue, loe mau ngebatalin ini? Coba aja kalau loe berani?" geram Irma tapi Vieta sama sekali tidak mendengarnya karena matanya sudah terlanjur terpaku kearah pintu masuk dimana tampak ada seseorang yang mulai melangkah masuk.
"Irma bantuin gue sekarang, dia udah datang . Gue harus gimana?" kata Vieta terlihat panik.
"Ha? Benarkah? Yang mana orangnya?" tanya Irma sambil berbalik karena kebetulan posisi duduknya tadi membelakangi pintu.
"Itu yang baru masuk. Ya ampun, kalau sampai gue di tolak, gue yakin gue beneran patah hati," Keluh Vieta sementara Irma melotot menatap sosok yang ditunjuk sahabanya.
"Maksut loe yang pake kemeja hitam itu?" tanya Irma tampak tak percaya. Vieta hanya membalas dengan anggukan karena gugub yang tiba - tiba menyerangnya.
"Astaga Vieta, kalau sampai dia nerima elo, gue yang patah hati."
"Maksut loe?" Tanya Vieta binggun.
"Dia itu Rey, pacar gue," sahut Irma lirih tapi bagi Vieta itu bagaikan suara petir di siang bolong disaat hari sedang cerah - cerahnya.
"APA?!".
"Bruk.....".
Hal terakhir yang Vieta ingat adalah suara riuh penghuni Cafe yang mendapatinya tergeletak pingsan di lantai.
END..
Detail Cerpen
- Judul cerpen : He is My love
- Penulis : Ana Merya
- Panjang cerita : 1487 words
- Genre : Remaja
- Kategori : Cerpen Pendek