Cerpen Cinta Romantis | Kala Cinta Menyapa ~ 03 / 13
Masih kelanjutan dari cerpen kala cinta menyapa yang kini udah sampe part 3. Ngomong - ngomong kali ini cerpen versi edit ya. Ya nggak banyak yang berubah, hanya berusaha untuk sedikit merapikan aja. Nah, buat yang baru nemu kisah ini biar nyambung mendingan baca dulu bagian sebelumnya pada Kala cinta menyapa bagian 2. Selamat membaca ya....
“Apa. Si Erwin jatuh kedalam got? Loe dapat gosip itu dari mana?”
Langkah Erwin yang berniat untuk kekelasnya langsung terhenti saat telinganya mendengar bisik – bisik teman – temannya. Begitu wajahnya menoleh ia melihat segerombolan teman – temanya yang sepertinya sedang bergosip ria tanpa menyadari kehadirannya.
“Ia, katanya si gitu. Katanya lagi nie ya, yang bantuin dia itu si siapa tu anak sastra yang pake kacamata. Haduh gue sampe lupa namanya?”
“Yang mana nie?” tanya beberapa yang lain.
“Itu lho. Yang biasa bereng sama Irma."
“O... yang itu. Gue tau. Kalau nggak salah namanya Rani. Iya bener deh kayaknya. Jadi dia yang bantuin. Tapi gimana ceritanya."
“Gosip yang beredar si katanya gini. Waktu itu si Erwin mapok terus tetep nekat pake motor. Makanya nabrak. Untung aja nggak mati. Nah waktu itu kebetulan kejadiannya pas didekat rumahnya Rani. Makanya langsung Rani bantuin."
“Ih, masa si Erwin doyan minum? Sampe mabok segala?” tanya yang lain tampak tak percaya.
“Cek cek cek. Kalau gue si percaya aja. Toh tu anak kan memang selama ini terlihat misterius."
Sementara yang lainnya hanya mengangguk – angguk membenarkan. Tanpa menyadari Erwin yang sedari tadi menguping terbuka tanpa suara. Tangannya terkepal dengan erat. Emosinya benar – benar naik saat ini. Gadis itu?... benar – benar sulit di percaya.
Tampangnya aja yang terlihat lugu dan polos. Tapi ternyata. Dengan kesal di pukulnya dinding membuat orang – orang yang sedari tadi mengosip langsung menoleh. Merasa terkejut sekaligus ketakutan ketika melihat yang sedang di gosipkan muncul dengan tiba – tiba. Dan semuanya hanya mampu menunduk terpaku saat Erwin melangkah melewatinya sekali gus merasa lega karena ternyata Erwin tidak melakukan apa – apa. Kalau sampai Erwin beneran ngamuk kan bahaya.
Tepat di belokan kelas Erwin berpapasan dengan Rani yang kebetulan juga lewat dari hadapannya. Tanpa menyadari ada bahaya sedikit pun, dengan santai Rani terus melangkah. Jantung nya terasa mau copot saat tiba – tiba tangannya di tarik, dan Rani merasa lebih kaget lagi saat mendapati wajah Erwin yang menatap seolah – olah akan melahapnya hidup – hidup.
“A... A.... Ada apa?” tanya Rani terbata.
Erwin tidak langsung menjawab. Matanya menyipit membuat Rani makin panas dingin. Ya ampun ini kan masih pagi.
“Loe....” tunjuk Erwin lurus ke arah Rani. Saking merasa keselnya ia sendiri sampai tidak tau harus ngomong apa.
“Lepasin temen gue!” terdengar sebuah suara di susul dorangan tubuh yang di rasakan Erwin. Rasa kesel nya makin meningkat saat mendapati wajah sangar Irma di belakangnya.
“Loe lagi. Mau apa loe? Ini tu bukan urusan loe!” geram Erwin setengah membentak.
“Ho ho ho, belum tau ya? Rani ini sahabat gue. Dan siapa pun yang berusaha nyakitin dia akan jadi urusan gue."
“Heh...” cibir Erwin Sambil melipat kedua tangannya di dada. Matanya menatap sinis kearah Irma. “Jadi loe seorang bodyguard ternyata."
Dan sedetik setelah kata itu terucap dari mulut Erwin...
“Aduh,” jeritan kesakitan terdengar. Erwin melihat kearah kakinya yang masih berdenyut sakit karena di injak sekeras – kerasnya oleh Irma yang kini tampak tersenyum puas.
“Ha ha ha, rasain loe. Makanya kalau ngomong jangan asal nyeplak. Enak aja gue secantik ini di bilang bodyguard, yang ada gue itu pengawal pribadi. Ups, salah maksudnya gue itu sahabat terbaik yang pantes di jadiin teladan semua orang."
“Dasar cewek sarap,” geram Erwin berusaha menahan emosinya.
“Tunggu dulu, kok kalian berdua malah berantem?”
Erwin dan Irma kontan langsung menoleh kearah Rani secara bersamaan. Menatap gadis itu yang terlihat heran sekaligus tidak percaya.
“Dan itu karena elo!” tuding Erwin langsung.
“Gue?” tunjuk Rani kearah wajahnya sendiri. Pikirnya segera melayang. Ia tidak merasa melakukan kesalahan apa pun. Bukannya ia sudah tutup mulut soal Accident yang terjadi pada Erwin kemaren.
“Jangan sok polos,” sambung Erwin lagi. “Loe kan yang nyebarin gosip yang tidak – tidak soal gue?”
“Gosip?” ulang Rani makin bingung.
“Ha ha ha. Yang tidak – tidak? Nggak salah tuh. Bukannya yang iya – iya ya?” potong Irma disela tawanya.
“Diem loe!” bentak Erwin kearah Irma yang masih tertawa. Mata Erwin sedikit menyipit kearah Irma. Sebuah pemikiran baru terlintas di benaknya.
“Jangan bilang ini ulah loe?”
“Tentu saja,” aku Irama nggak tanggung – tanggung. “Loe pikir gadis sepolos Rani mau melakukannya?”
Mulut Erwin terbuka tanpa suara. Sementara Rani justru terlihat makin bingung. Kenapa dia di bawa – bawa?
“Loe....” tunjuk Erwin kearah Irma, Eh bukannya takut Irma justru malah mendekat ke arah Erwin. Jelas terlihat menantang.
“Makanya, jangan pernah berusaha mencari gara – gara sama gue,” balas Irma sebelum kemudian menarik tangan Rani. Mengajaknya berlalu meninggalkan Erwin dengan tampang bodohnya.
“Eh tunggu dulu,” tahan Rani menghentikan langkahnya. Membuat Irma merasa heran. Dan lebih heran lagi saat melihat Rani berbalik, kembali menuju kearah Erwin yang masih diam terpaku.
“Gue lupa mo bilang. Soal kemaren katanya loe yang bantuin gue waktu pingsan. Gue kan belum bilang ma kasih. Ma Kasih ya...” kata Rani sambil tersenyum namun justru malah membuat Erwin makin kesel. Dan sebelum Erwin sempat buka mulut, Irma sudah terlebih dahulu menarik tangan Rani dan membawanya pergi.
“Loe bego apa dodol si? Kenapa loe malah bilang terima kasih sama tu anak?” geram Irma sambil menarik Rani menuju kekelasnya.
“Lho, memangnya ada yang salah? Toh kan loe sendiri yang bilang kalau kemaren itu Erwin yang nolongin gue. Dan dari kecil itu nyokap bokap gue udah ngajarin tentang tatakrama. Nah karena dia yang udah bantuin gue, ya udah seharusnya donk gue bilang ma kasih."
“Terserah loe aja deh,” Irma tak mau ambil pusing.
“Oh ya, gue juga heran. Kenapa loe kemaren nggak masuk? Kasian tau, Rei kemaren nyariin loe,” jelas Rani.
“Rei? Nyariin gue?” tanya Irma heran. Rani hanya membalas dengan anggukan.
“Terus loe bilang apa?”
“Ya gue bilang aja nggak tau. La kan gue emang nggak tau. Tapi abis itu dia ngobrol gitu sama Nandini. Tau deh ngomong apa an. Bukan urusan gue ini."
“Sama Nandini?"
Rani kembali mengangguk. “Tapi gue heran deh, kok loe biarin aja dia deket – deket sama Nandini. Entar kalau mereka jadian beneran apa loe nggak patah hati?”
Mendengar pertanyaan Rani barusan sontak langkah Irma langsung terhenti. Mata Rani juga hanya berkedip – kedip heran menatapnya.
“Kenapa?” tanya Rani lagi.
“Loe bilang apa. Gue patah hati? Kenapa gue harus patah hati?"
“Ya ela, loe kan cinta sama Rei. La nanti kalau Rei jadian Sama Nandini apa loe nggak jadi patah hati."
“Yang bilang gue suka sama Rei siapa?”
“Nggak ada si. Gue nebak aja. Memang nya salah ya?” tanya Rani membuat Irma jadi sedikit salah tingkah.
“Tentu saja salah."
“Jadi loe nggak suka sama Rei donk?” tanya Rani lagi.
“Tentu saja tidak,” balas Irma cepat. Sedikit takut kalau Rani bertanya lebih lanjut. Bukannya apa, ia tau kalau temannya yang satu ini memang bukan ember, tapi ia juga sangat tau kalau mulutnya sangat gampang keceplosan. Bukitnya Erwin aja kena dampaknya.
“Eh, itu bukannya Rei ya?”
Refleks Irma langsung berbalik menatap kearah pandangan Rani. Jantung Irma terasa berhenti berdetak saat mendapati tatapan tajam Rei yang terarah lurus kearahnya sebelum kemudian berlalu pergi tanpa menyapanya sedikit pun. Sementara Rani sendiri hanya angkat bahu dan kembali melanjutkan langkahnya ke kelas.
(Note : Untuk kisah Irma dan Rei bisa di baca selengkapnya dalam serial Dalam Diam Mencintaimu)
Oke guys, bersambung dulu ya. Untuk kelanjutan kisah Rani dan Erwin lanjut ke cerbung Kala Cinta menyapa bagian 4
Detail Cerpen
Kala Cinta Meyapa |
“Apa. Si Erwin jatuh kedalam got? Loe dapat gosip itu dari mana?”
Langkah Erwin yang berniat untuk kekelasnya langsung terhenti saat telinganya mendengar bisik – bisik teman – temannya. Begitu wajahnya menoleh ia melihat segerombolan teman – temanya yang sepertinya sedang bergosip ria tanpa menyadari kehadirannya.
“Ia, katanya si gitu. Katanya lagi nie ya, yang bantuin dia itu si siapa tu anak sastra yang pake kacamata. Haduh gue sampe lupa namanya?”
“Yang mana nie?” tanya beberapa yang lain.
“Itu lho. Yang biasa bereng sama Irma."
“O... yang itu. Gue tau. Kalau nggak salah namanya Rani. Iya bener deh kayaknya. Jadi dia yang bantuin. Tapi gimana ceritanya."
“Gosip yang beredar si katanya gini. Waktu itu si Erwin mapok terus tetep nekat pake motor. Makanya nabrak. Untung aja nggak mati. Nah waktu itu kebetulan kejadiannya pas didekat rumahnya Rani. Makanya langsung Rani bantuin."
“Ih, masa si Erwin doyan minum? Sampe mabok segala?” tanya yang lain tampak tak percaya.
“Cek cek cek. Kalau gue si percaya aja. Toh tu anak kan memang selama ini terlihat misterius."
Sementara yang lainnya hanya mengangguk – angguk membenarkan. Tanpa menyadari Erwin yang sedari tadi menguping terbuka tanpa suara. Tangannya terkepal dengan erat. Emosinya benar – benar naik saat ini. Gadis itu?... benar – benar sulit di percaya.
Tampangnya aja yang terlihat lugu dan polos. Tapi ternyata. Dengan kesal di pukulnya dinding membuat orang – orang yang sedari tadi mengosip langsung menoleh. Merasa terkejut sekaligus ketakutan ketika melihat yang sedang di gosipkan muncul dengan tiba – tiba. Dan semuanya hanya mampu menunduk terpaku saat Erwin melangkah melewatinya sekali gus merasa lega karena ternyata Erwin tidak melakukan apa – apa. Kalau sampai Erwin beneran ngamuk kan bahaya.
Tepat di belokan kelas Erwin berpapasan dengan Rani yang kebetulan juga lewat dari hadapannya. Tanpa menyadari ada bahaya sedikit pun, dengan santai Rani terus melangkah. Jantung nya terasa mau copot saat tiba – tiba tangannya di tarik, dan Rani merasa lebih kaget lagi saat mendapati wajah Erwin yang menatap seolah – olah akan melahapnya hidup – hidup.
“A... A.... Ada apa?” tanya Rani terbata.
Erwin tidak langsung menjawab. Matanya menyipit membuat Rani makin panas dingin. Ya ampun ini kan masih pagi.
“Loe....” tunjuk Erwin lurus ke arah Rani. Saking merasa keselnya ia sendiri sampai tidak tau harus ngomong apa.
“Lepasin temen gue!” terdengar sebuah suara di susul dorangan tubuh yang di rasakan Erwin. Rasa kesel nya makin meningkat saat mendapati wajah sangar Irma di belakangnya.
“Loe lagi. Mau apa loe? Ini tu bukan urusan loe!” geram Erwin setengah membentak.
“Ho ho ho, belum tau ya? Rani ini sahabat gue. Dan siapa pun yang berusaha nyakitin dia akan jadi urusan gue."
“Heh...” cibir Erwin Sambil melipat kedua tangannya di dada. Matanya menatap sinis kearah Irma. “Jadi loe seorang bodyguard ternyata."
Dan sedetik setelah kata itu terucap dari mulut Erwin...
“Aduh,” jeritan kesakitan terdengar. Erwin melihat kearah kakinya yang masih berdenyut sakit karena di injak sekeras – kerasnya oleh Irma yang kini tampak tersenyum puas.
“Ha ha ha, rasain loe. Makanya kalau ngomong jangan asal nyeplak. Enak aja gue secantik ini di bilang bodyguard, yang ada gue itu pengawal pribadi. Ups, salah maksudnya gue itu sahabat terbaik yang pantes di jadiin teladan semua orang."
“Dasar cewek sarap,” geram Erwin berusaha menahan emosinya.
“Tunggu dulu, kok kalian berdua malah berantem?”
Erwin dan Irma kontan langsung menoleh kearah Rani secara bersamaan. Menatap gadis itu yang terlihat heran sekaligus tidak percaya.
“Dan itu karena elo!” tuding Erwin langsung.
“Gue?” tunjuk Rani kearah wajahnya sendiri. Pikirnya segera melayang. Ia tidak merasa melakukan kesalahan apa pun. Bukannya ia sudah tutup mulut soal Accident yang terjadi pada Erwin kemaren.
“Jangan sok polos,” sambung Erwin lagi. “Loe kan yang nyebarin gosip yang tidak – tidak soal gue?”
“Gosip?” ulang Rani makin bingung.
“Ha ha ha. Yang tidak – tidak? Nggak salah tuh. Bukannya yang iya – iya ya?” potong Irma disela tawanya.
“Diem loe!” bentak Erwin kearah Irma yang masih tertawa. Mata Erwin sedikit menyipit kearah Irma. Sebuah pemikiran baru terlintas di benaknya.
“Jangan bilang ini ulah loe?”
“Tentu saja,” aku Irama nggak tanggung – tanggung. “Loe pikir gadis sepolos Rani mau melakukannya?”
Mulut Erwin terbuka tanpa suara. Sementara Rani justru terlihat makin bingung. Kenapa dia di bawa – bawa?
“Loe....” tunjuk Erwin kearah Irma, Eh bukannya takut Irma justru malah mendekat ke arah Erwin. Jelas terlihat menantang.
“Makanya, jangan pernah berusaha mencari gara – gara sama gue,” balas Irma sebelum kemudian menarik tangan Rani. Mengajaknya berlalu meninggalkan Erwin dengan tampang bodohnya.
“Eh tunggu dulu,” tahan Rani menghentikan langkahnya. Membuat Irma merasa heran. Dan lebih heran lagi saat melihat Rani berbalik, kembali menuju kearah Erwin yang masih diam terpaku.
“Gue lupa mo bilang. Soal kemaren katanya loe yang bantuin gue waktu pingsan. Gue kan belum bilang ma kasih. Ma Kasih ya...” kata Rani sambil tersenyum namun justru malah membuat Erwin makin kesel. Dan sebelum Erwin sempat buka mulut, Irma sudah terlebih dahulu menarik tangan Rani dan membawanya pergi.
“Loe bego apa dodol si? Kenapa loe malah bilang terima kasih sama tu anak?” geram Irma sambil menarik Rani menuju kekelasnya.
“Lho, memangnya ada yang salah? Toh kan loe sendiri yang bilang kalau kemaren itu Erwin yang nolongin gue. Dan dari kecil itu nyokap bokap gue udah ngajarin tentang tatakrama. Nah karena dia yang udah bantuin gue, ya udah seharusnya donk gue bilang ma kasih."
“Terserah loe aja deh,” Irma tak mau ambil pusing.
“Oh ya, gue juga heran. Kenapa loe kemaren nggak masuk? Kasian tau, Rei kemaren nyariin loe,” jelas Rani.
“Rei? Nyariin gue?” tanya Irma heran. Rani hanya membalas dengan anggukan.
“Terus loe bilang apa?”
“Ya gue bilang aja nggak tau. La kan gue emang nggak tau. Tapi abis itu dia ngobrol gitu sama Nandini. Tau deh ngomong apa an. Bukan urusan gue ini."
“Sama Nandini?"
Rani kembali mengangguk. “Tapi gue heran deh, kok loe biarin aja dia deket – deket sama Nandini. Entar kalau mereka jadian beneran apa loe nggak patah hati?”
Mendengar pertanyaan Rani barusan sontak langkah Irma langsung terhenti. Mata Rani juga hanya berkedip – kedip heran menatapnya.
“Kenapa?” tanya Rani lagi.
“Loe bilang apa. Gue patah hati? Kenapa gue harus patah hati?"
“Ya ela, loe kan cinta sama Rei. La nanti kalau Rei jadian Sama Nandini apa loe nggak jadi patah hati."
“Yang bilang gue suka sama Rei siapa?”
“Nggak ada si. Gue nebak aja. Memang nya salah ya?” tanya Rani membuat Irma jadi sedikit salah tingkah.
“Tentu saja salah."
“Jadi loe nggak suka sama Rei donk?” tanya Rani lagi.
“Tentu saja tidak,” balas Irma cepat. Sedikit takut kalau Rani bertanya lebih lanjut. Bukannya apa, ia tau kalau temannya yang satu ini memang bukan ember, tapi ia juga sangat tau kalau mulutnya sangat gampang keceplosan. Bukitnya Erwin aja kena dampaknya.
“Eh, itu bukannya Rei ya?”
Refleks Irma langsung berbalik menatap kearah pandangan Rani. Jantung Irma terasa berhenti berdetak saat mendapati tatapan tajam Rei yang terarah lurus kearahnya sebelum kemudian berlalu pergi tanpa menyapanya sedikit pun. Sementara Rani sendiri hanya angkat bahu dan kembali melanjutkan langkahnya ke kelas.
(Note : Untuk kisah Irma dan Rei bisa di baca selengkapnya dalam serial Dalam Diam Mencintaimu)
Oke guys, bersambung dulu ya. Untuk kelanjutan kisah Rani dan Erwin lanjut ke cerbung Kala Cinta menyapa bagian 4
Detail Cerpen
- Judul Cerbung : Kala Cinta Menyapa
- Penulis : Ana Merya
- Twitter : @ana_merya
- Status : Complete
- Genre : Remaja, Romatis
- Panjang : 1.139 Words