Cerpen cinta "Dalam diam mencintaimu" End
#EditVersion. Nah, ini adalah cerpen dalam diam mencintaimu bagian ending untuk versi editnya. Jalan cerita masih sama, secara adminnya kan cuma mau ngerapiin. Kalau masih ada yang ketinggalan bisa bantu ngoreksi juga nggak papa. Adminnya malah bilang ma kasih.
Nah biar nyambung sama jalan ceritanya, bisa baca dulu bagian sebelumnya disini. Oke guys, happy reading.
“Oh ya, kita mau kemana nie?” tanya Rey setelah Irma duduk dengan nyaman di belakang jok motornya.
“Kemana aja deh. Yang penting hari ini kita seneng – seneng," balas Irma tanpa berpikir.
“Gimana kalau kita nonton?” tanya Rey lagi.
“Nonton itu enaknya kalau malam. Siang – siang gini mana seru," tolak Irma berserta alasannya.
“E,... kalau ketaman hiburan gimana? Toh belum tutup juga. Masih ada sampe dua hari mendatang katanya," usul Rey lagi.
Irma terdiam. Tiba – tiba ia jadi teringat acara jalan mereka yang gagal kemaren. Memang atas kebodohannya juga si. Tapi...
“Jangan deh, di sana terlalu berisik. Loe kan tau gue abis sakit,” tolak Irma lagi. Membuat Rey terdiam sambil berpikir kemana tujuan mereka sekarang. Dan tau – tau motor mereka sudah terparkir di dekat kolam raja telaga bening. #adanya cuma di Selatpanjang lho. Kalau mau liad, ke sana aja.
“Ya sudah kita duduk di sini aja,” ajak Rey sambil mengajak Irma duduk di bangku santai di bawah pohon beringin pas di pinggir kolam.
Sejenak Irma menatap kesekeliling. Menikmati udara sore bersama seseorang yang di sukai di tempat sedamai ini sepertinya bukan sebuah ide yang buruk. Tanpa pikir panjang di darat kan pantatnya di bangku itu. Menghirup udara dalam dalam.
“Irma, Maafin gue ya?”
Refleks Irma menoleh. Menatap Rey yang duduk disampingnya.
“Maaf? Memangnya loe punya salah apa sama gue?” tanya Irma heran.
“Banyak...” ujar pria itu tanpa menoleh.
“He?" kerutan di kening Irma semakin bertambah.
Terlebih Rey juga sama sekali tidak menatapnya. Justru menunduk menatap kearah kolam. Memang si, dulu sepulang dari kursus di Widya Informatika Irma sangat suka memperhatikan ikan yang berseliweran kesana kemari di dalam kolam. Tapi kan, itu kesukaannya, bukan kesukaan Rey. Lagi pula ini kesannya kenapa justru seperti ikan ternyata lebih menarik ketimbang dirinya. -___________-
“Misalnya?” tanya Irma karena Rey masih larut dalam lamunannya.
“Gue lupa kalau loe hari ini ulang tahun."
“O, soal itu,” Irma mengangguk – angguk paham “Tapi kan sekarang loe udah ingat. Ya udah lah, jangan di pikirin. Lagian ulang tahun gue kan belum berakhir itu artinya secara teknis loe nggak beneran lupa,” kata Irma sambil tersenyum.
“Tapi gue nggak punya kado."
“Bisa ngerayain bareng loe itu udah merupakan kado terindah bagi gue,” balas Irma lirih.
“ya?” tanya Rey karena ucapan Irma terlalu lirih.
“Nggak, maksud gue nggak usah terlalu di pikirin lagi,” ralat Irma cepat.
“Gue juga mau minta maaf atas sikap gue beberapa hari ini,” sambung Rey masih dengan wajah menunduk.
“Beberapa hari ini? Oh nggak papa. Gue bisa maklum,” balas Irma lagi. Tetap dengan senyuman di bibir.
“Maklum?” ulang Rey dengan nada bertanya.
Irma membalas dengan anggukan. Sejujurnya untuk saat ini ia sama sekali tidak ingin membahasnya karena ia menyadari kalau ujung – ujungnya hatinya pasti akan terasa sakit. Padahal tadi ia sudah memutuskan untuk bersenang – senang. Setidaknya sampai hari ini berakhir. Tapi melihat raut tanya di wajah Rey tak urung membuat mulut Irma kembali berujar.
“Loe kan lagi deket saja Vhany jadi wajar saja kalau....”
“Gue nggak deket sama dia,” potong Rey cepat.
Irma menoleh, perasaannya saja atau nada ucapan Rey terdengar ketus.
“Irma, apa gue boleh nanya sesuatu sama loe?” tanya Rey setelah beberapa saat keduanya sempat terdiam.
“Sejak kapan loe mau nanya pake minta izin duluan?” balas Irma balik bertanya.
“Kali ini gue serius."
“Ehem,” Irma terdiam sejenak “Boleh, apa?” sambung Irma H2C.
“Apa loe beneran berharap gue deket sama Vhany?”
“Apa?” ulang Irma tak yakin dengan apa yang baru saja di dengarnya.
“Apa loe bahagia kalau melihat gue deket sama Vhany?” ulang Rey mempertegas.
Irma kembali terdiam. Mencerna ucapan yang baru saja terlontar dari mulut Rey. Bahagia? Astaga, sepertinya istilah ‘bunuh diri’ yang di ucapkan Fadly kemaren lebih tepat. Bagaimana mungkin ia bahagia jika harus kehilangan orang yang di sukai untuk bersama orang lain.
“Bahagia?," ulang gadis itu dengan nada mengambang. "Mungkin tidak. Loe sahabat gue yang paling deket. Yang selama ini selalu bersama dan ngertiin gue. Jujur saja, gue nggak mau kehilangan sahabat terbaik seperti loe. Tapi, gue juga nggak bisa bersikap egois dengan menahan loe untuk terus disisi gue kan?” balas Irma panjang lebar.
“Jadi itu artinya loe mendukung hubungan gue sama Vhany?" Rey mencoba menegaskan maksutnya.
Irma terdiam. Dadanya terasa makin nyesek. Sepertinya harapan untuk menjadikan hari ini adalah hari yang menyenangkan untuknya gagal sudah.
“Gue akan mendukung apapun keputusan loe."
“Termasuk nggak mau lagi jadi sahabat loe?"
“Apa?” tanya Irma kaget. Menoleh kearah Rey yang kini juga sedang menatapnya lurus.
“Gue suka sama Vhany dan gue nggak mau lagi jadi sahabat loe. Karena gue mau pacaran sama dia. Jadi LOE GUE END! Kalau gitu selamat tinggal,” kata Rey tanpa basa basi sambil berlalu meninggalkan Irma sendirian.
Sepi
Hening
Kemudian...
End...
Wkwkwkwk, Gimana Irma, puas loe? Emang gni kan yang seharusnya? Kisah mu memang menyedihkan #dihajar.
He he he, tapi tunggu dulu. Aku gak sekejam itu kok. Kan aku udah bilang aku itu orangnya baik hati, tidak sombong , rajin menabung serta berbakti pada orang tua #Amin. Paragrap di atas kita ralat ya. Anggap aja gak ada. Abis kayaknya sifat jahil ku lagi kumat. ‘Peace’
“Apa?” tanya Irma kaget. Menoleh kearah Rey yang kini juga sedang menatapnya lurus.
Saat mendapati tiada kata yang keluar dari mulut Rey sebagai jawaban, Irma kembali mengalihkan tatapannya. Mengerjap – ngerjapkan mata yang tiba – tiba terasa panas. Sebisa mungkin ia menahan diri untuk tidak menangis. Dan itu benar – benar membutuhkan tenaga ekstra.
“Apa loe tau kalau beberapa hari ini gue marah sama loe?” tanya Rey beberapa saat kemudian.
“Gue memang merasa sikap loe sedikit berubah. Tapi....” Irma tidak mampu melanjutkan ucapannya. Tengorokannya benar – benar terasa tercegat. Tidak tau lagi apa yang harus ia katakan.
“Gue suka sama loe,” kata Rey lirih. Berbanding balik dengan Irma yang justru terlihat kaget setengah hidup.
“Dari dulu gue udah suka sama loe. Dan gue benar – benar merasa sangat kesal dan marah saat justru tau kalau loe malah terlihat berusaha menjodohkan gue sama sahabat loe. Kalau loe memang nggak suka sama gue oke, tapi nggak gini juga caranya,” sambung Rey lagi.
Irma terpekur kaku. Ia tidak salah dengar kan. Atau mungkin ia sedang bermimpi sama seperti mimpinya tadi malam saat bertemu dengan pangeran Robert? Mustahil Rey menyukainya. Ia. Bener, Ini pasti hanya mimpi. Atau justru Rey hanya bercanda. Tapi, ini sama sekali tidak lucu.
“Irma, kalau seandainya gue bilang gue mau persahabatan kita berakhir. Gue nggak mau lagi jadi sahabat loe, tapi gue berharap gue bisa jadi pacar loe. Apa tanggapan loe sekarang?” tanya Rey lagi.
Mulut Irma terbuka. Tapi tak ada sepatah katapun yang keluar dari sana. Lidahnya tiba – tiba terasa kelu. Tanpa sadar air mata menetes dari wajahnya. Tentu saja itu bukan air mata duka. Malah sebaliknya. Ia menangis bahagia. Rey ternyata juga menyukainya. Ini benar – benar hal yang paling membahagiakan untuknya. Benar – benar kado terindah yang ia dapatkan di hari ulang tahunnya.
Melihat air mata yang menetes di wajah Irma membuat hati Rey mencelos. Refleks tangannya terulur untuk menghapusnya. Menyadari hal itu sontak membuat Irma tersadar. Sengera di alihkan tatapannya yang entah sejak kapan ternyata sedari tadi menghadap kearah Rey. Dengan cepat di usapnya air mata dengan punggung tangannya. Sementara Rey sendiri terdiam terpaku. Merasakan penolakan dari sikap Irma barusan.
“Gue....”
Irma tak melanjutkan ucapnnya. Ia masih bingung dengan apa yang harus ia katakan selanjutnya.
“Gue nggak berani berharap kalau loe juga punya rasa yang sama. Gue hanya ingin loe tau yang sebenarnya. Tapi gue mohon, walau loe tau hal ini please jangan menghindar ataupun benci sama gue. Gue nggak yakin gue siap kalau harus menjauh dari loe."
“Kenapa?”
“Apa?” tanya Rey bingung mendengar satu kata tanya yang keluar dari mulut Irma.
“Kenapa loe baru ngomong sekarang?” Irma menghela nafas untuk sejenak. Tatapannya menerawang jauh. “Kenapa loe nggak ngomong dari dulu? Apa loe tau, membiarkan loe jalan bareng Vhany itu tindakan bunuh diri sebenernya."
“Maksutnya?” tanya Rey lagi. Masih belum mengerti maksut dari ucapan sahabatnya itu.
“Dasar bodoh. Apa loe tau kalau sebenernya selama ini gue juga suka sama loe?”
“Ha?” kali ini Rey melongo. Terserah deh kalau wajahnya benar – benar terlihat seperti orang bodoh.
Untuk sejenak Irma menarik nafas. Meyakinkan dirinya sendiri sebelum kemudian Menoleh kearah Rey yang kini sedang menatapnya dan berucap dengan nada tegas.
“Rey, gue juga suka sama loe. Nggak, nggak. Maksut gue, gue Cinta sama loe."
Untuk sejenak suasana hening.
"Jadi loe juga suka sama gue?" ulang Rey lirih, yang mirip gumaman. Bukan saja untuk meyakinkan pendengarannya tapi juga hatinya. Ia hampir tidak percaya itu. Irma hanya menunduk malu.
“Ehem. Oke, jadi mulai sekarang kita resmi pacaran kan?” tanya Rey menegaskan.
Irma menoleh. Menatap kearah Rey yang kini menatapnya. Tatapan yang menenangkan. Tanpa sadar gadis itu mengangguk mantab.
“Jatuh cinta sama sahabat....” gumam Rey lirih.
“Ternyata bukan hal yang buruk,” sambung Irma melanjutkan ucapan Rey barusan. Kali ini senyuman bahagia benar – benar terlukis di wajah mereka.
Nah, sekarang baru ending beneran...
For Irma : Oma, Yang pentingkan HAPPY ENDING kan???!!!!!. Sekarang akuilah betapa baiknya diriku. Tidak seperti dirimu yang justru menciptakan cerpen ‘tragis’ untukku. Ha ha ha #Kabuuuuuuuuuuuuurrrrrrrrr...........!!!!!!!!
Oh iya lupa, mungkin ini terlalu cepet. Ehem sangat cepet malah. Tapi berhubung niat awalnya ini cerpen adalah kado ulang tahun untuk oma. Ku ucapkan duluan deh. Bukan kah lebih cepat itu lebih baik?.
Selamat ulang tahun ya oma. Semoga panjang umur and sehat selalu.
Detail Cerpen
Nah biar nyambung sama jalan ceritanya, bisa baca dulu bagian sebelumnya disini. Oke guys, happy reading.
Dalam Diam Mencintaimu |
“Oh ya, kita mau kemana nie?” tanya Rey setelah Irma duduk dengan nyaman di belakang jok motornya.
“Kemana aja deh. Yang penting hari ini kita seneng – seneng," balas Irma tanpa berpikir.
“Gimana kalau kita nonton?” tanya Rey lagi.
“Nonton itu enaknya kalau malam. Siang – siang gini mana seru," tolak Irma berserta alasannya.
“E,... kalau ketaman hiburan gimana? Toh belum tutup juga. Masih ada sampe dua hari mendatang katanya," usul Rey lagi.
Irma terdiam. Tiba – tiba ia jadi teringat acara jalan mereka yang gagal kemaren. Memang atas kebodohannya juga si. Tapi...
“Jangan deh, di sana terlalu berisik. Loe kan tau gue abis sakit,” tolak Irma lagi. Membuat Rey terdiam sambil berpikir kemana tujuan mereka sekarang. Dan tau – tau motor mereka sudah terparkir di dekat kolam raja telaga bening. #adanya cuma di Selatpanjang lho. Kalau mau liad, ke sana aja.
“Ya sudah kita duduk di sini aja,” ajak Rey sambil mengajak Irma duduk di bangku santai di bawah pohon beringin pas di pinggir kolam.
Sejenak Irma menatap kesekeliling. Menikmati udara sore bersama seseorang yang di sukai di tempat sedamai ini sepertinya bukan sebuah ide yang buruk. Tanpa pikir panjang di darat kan pantatnya di bangku itu. Menghirup udara dalam dalam.
“Irma, Maafin gue ya?”
Refleks Irma menoleh. Menatap Rey yang duduk disampingnya.
“Maaf? Memangnya loe punya salah apa sama gue?” tanya Irma heran.
“Banyak...” ujar pria itu tanpa menoleh.
“He?" kerutan di kening Irma semakin bertambah.
Terlebih Rey juga sama sekali tidak menatapnya. Justru menunduk menatap kearah kolam. Memang si, dulu sepulang dari kursus di Widya Informatika Irma sangat suka memperhatikan ikan yang berseliweran kesana kemari di dalam kolam. Tapi kan, itu kesukaannya, bukan kesukaan Rey. Lagi pula ini kesannya kenapa justru seperti ikan ternyata lebih menarik ketimbang dirinya. -___________-
“Misalnya?” tanya Irma karena Rey masih larut dalam lamunannya.
“Gue lupa kalau loe hari ini ulang tahun."
“O, soal itu,” Irma mengangguk – angguk paham “Tapi kan sekarang loe udah ingat. Ya udah lah, jangan di pikirin. Lagian ulang tahun gue kan belum berakhir itu artinya secara teknis loe nggak beneran lupa,” kata Irma sambil tersenyum.
“Tapi gue nggak punya kado."
“Bisa ngerayain bareng loe itu udah merupakan kado terindah bagi gue,” balas Irma lirih.
“ya?” tanya Rey karena ucapan Irma terlalu lirih.
“Nggak, maksud gue nggak usah terlalu di pikirin lagi,” ralat Irma cepat.
“Gue juga mau minta maaf atas sikap gue beberapa hari ini,” sambung Rey masih dengan wajah menunduk.
“Beberapa hari ini? Oh nggak papa. Gue bisa maklum,” balas Irma lagi. Tetap dengan senyuman di bibir.
“Maklum?” ulang Rey dengan nada bertanya.
Irma membalas dengan anggukan. Sejujurnya untuk saat ini ia sama sekali tidak ingin membahasnya karena ia menyadari kalau ujung – ujungnya hatinya pasti akan terasa sakit. Padahal tadi ia sudah memutuskan untuk bersenang – senang. Setidaknya sampai hari ini berakhir. Tapi melihat raut tanya di wajah Rey tak urung membuat mulut Irma kembali berujar.
“Loe kan lagi deket saja Vhany jadi wajar saja kalau....”
“Gue nggak deket sama dia,” potong Rey cepat.
Irma menoleh, perasaannya saja atau nada ucapan Rey terdengar ketus.
“Irma, apa gue boleh nanya sesuatu sama loe?” tanya Rey setelah beberapa saat keduanya sempat terdiam.
“Sejak kapan loe mau nanya pake minta izin duluan?” balas Irma balik bertanya.
“Kali ini gue serius."
“Ehem,” Irma terdiam sejenak “Boleh, apa?” sambung Irma H2C.
“Apa loe beneran berharap gue deket sama Vhany?”
“Apa?” ulang Irma tak yakin dengan apa yang baru saja di dengarnya.
“Apa loe bahagia kalau melihat gue deket sama Vhany?” ulang Rey mempertegas.
Irma kembali terdiam. Mencerna ucapan yang baru saja terlontar dari mulut Rey. Bahagia? Astaga, sepertinya istilah ‘bunuh diri’ yang di ucapkan Fadly kemaren lebih tepat. Bagaimana mungkin ia bahagia jika harus kehilangan orang yang di sukai untuk bersama orang lain.
“Bahagia?," ulang gadis itu dengan nada mengambang. "Mungkin tidak. Loe sahabat gue yang paling deket. Yang selama ini selalu bersama dan ngertiin gue. Jujur saja, gue nggak mau kehilangan sahabat terbaik seperti loe. Tapi, gue juga nggak bisa bersikap egois dengan menahan loe untuk terus disisi gue kan?” balas Irma panjang lebar.
“Jadi itu artinya loe mendukung hubungan gue sama Vhany?" Rey mencoba menegaskan maksutnya.
Irma terdiam. Dadanya terasa makin nyesek. Sepertinya harapan untuk menjadikan hari ini adalah hari yang menyenangkan untuknya gagal sudah.
“Gue akan mendukung apapun keputusan loe."
“Termasuk nggak mau lagi jadi sahabat loe?"
“Apa?” tanya Irma kaget. Menoleh kearah Rey yang kini juga sedang menatapnya lurus.
“Gue suka sama Vhany dan gue nggak mau lagi jadi sahabat loe. Karena gue mau pacaran sama dia. Jadi LOE GUE END! Kalau gitu selamat tinggal,” kata Rey tanpa basa basi sambil berlalu meninggalkan Irma sendirian.
Sepi
Hening
Kemudian...
End...
Wkwkwkwk, Gimana Irma, puas loe? Emang gni kan yang seharusnya? Kisah mu memang menyedihkan #dihajar.
He he he, tapi tunggu dulu. Aku gak sekejam itu kok. Kan aku udah bilang aku itu orangnya baik hati, tidak sombong , rajin menabung serta berbakti pada orang tua #Amin. Paragrap di atas kita ralat ya. Anggap aja gak ada. Abis kayaknya sifat jahil ku lagi kumat. ‘Peace’
“Apa?” tanya Irma kaget. Menoleh kearah Rey yang kini juga sedang menatapnya lurus.
Saat mendapati tiada kata yang keluar dari mulut Rey sebagai jawaban, Irma kembali mengalihkan tatapannya. Mengerjap – ngerjapkan mata yang tiba – tiba terasa panas. Sebisa mungkin ia menahan diri untuk tidak menangis. Dan itu benar – benar membutuhkan tenaga ekstra.
“Apa loe tau kalau beberapa hari ini gue marah sama loe?” tanya Rey beberapa saat kemudian.
“Gue memang merasa sikap loe sedikit berubah. Tapi....” Irma tidak mampu melanjutkan ucapannya. Tengorokannya benar – benar terasa tercegat. Tidak tau lagi apa yang harus ia katakan.
“Gue suka sama loe,” kata Rey lirih. Berbanding balik dengan Irma yang justru terlihat kaget setengah hidup.
“Dari dulu gue udah suka sama loe. Dan gue benar – benar merasa sangat kesal dan marah saat justru tau kalau loe malah terlihat berusaha menjodohkan gue sama sahabat loe. Kalau loe memang nggak suka sama gue oke, tapi nggak gini juga caranya,” sambung Rey lagi.
Irma terpekur kaku. Ia tidak salah dengar kan. Atau mungkin ia sedang bermimpi sama seperti mimpinya tadi malam saat bertemu dengan pangeran Robert? Mustahil Rey menyukainya. Ia. Bener, Ini pasti hanya mimpi. Atau justru Rey hanya bercanda. Tapi, ini sama sekali tidak lucu.
“Irma, kalau seandainya gue bilang gue mau persahabatan kita berakhir. Gue nggak mau lagi jadi sahabat loe, tapi gue berharap gue bisa jadi pacar loe. Apa tanggapan loe sekarang?” tanya Rey lagi.
Mulut Irma terbuka. Tapi tak ada sepatah katapun yang keluar dari sana. Lidahnya tiba – tiba terasa kelu. Tanpa sadar air mata menetes dari wajahnya. Tentu saja itu bukan air mata duka. Malah sebaliknya. Ia menangis bahagia. Rey ternyata juga menyukainya. Ini benar – benar hal yang paling membahagiakan untuknya. Benar – benar kado terindah yang ia dapatkan di hari ulang tahunnya.
Melihat air mata yang menetes di wajah Irma membuat hati Rey mencelos. Refleks tangannya terulur untuk menghapusnya. Menyadari hal itu sontak membuat Irma tersadar. Sengera di alihkan tatapannya yang entah sejak kapan ternyata sedari tadi menghadap kearah Rey. Dengan cepat di usapnya air mata dengan punggung tangannya. Sementara Rey sendiri terdiam terpaku. Merasakan penolakan dari sikap Irma barusan.
“Gue....”
Irma tak melanjutkan ucapnnya. Ia masih bingung dengan apa yang harus ia katakan selanjutnya.
“Gue nggak berani berharap kalau loe juga punya rasa yang sama. Gue hanya ingin loe tau yang sebenarnya. Tapi gue mohon, walau loe tau hal ini please jangan menghindar ataupun benci sama gue. Gue nggak yakin gue siap kalau harus menjauh dari loe."
“Kenapa?”
“Apa?” tanya Rey bingung mendengar satu kata tanya yang keluar dari mulut Irma.
“Kenapa loe baru ngomong sekarang?” Irma menghela nafas untuk sejenak. Tatapannya menerawang jauh. “Kenapa loe nggak ngomong dari dulu? Apa loe tau, membiarkan loe jalan bareng Vhany itu tindakan bunuh diri sebenernya."
“Maksutnya?” tanya Rey lagi. Masih belum mengerti maksut dari ucapan sahabatnya itu.
“Dasar bodoh. Apa loe tau kalau sebenernya selama ini gue juga suka sama loe?”
“Ha?” kali ini Rey melongo. Terserah deh kalau wajahnya benar – benar terlihat seperti orang bodoh.
Untuk sejenak Irma menarik nafas. Meyakinkan dirinya sendiri sebelum kemudian Menoleh kearah Rey yang kini sedang menatapnya dan berucap dengan nada tegas.
“Rey, gue juga suka sama loe. Nggak, nggak. Maksut gue, gue Cinta sama loe."
Untuk sejenak suasana hening.
"Jadi loe juga suka sama gue?" ulang Rey lirih, yang mirip gumaman. Bukan saja untuk meyakinkan pendengarannya tapi juga hatinya. Ia hampir tidak percaya itu. Irma hanya menunduk malu.
“Ehem. Oke, jadi mulai sekarang kita resmi pacaran kan?” tanya Rey menegaskan.
Irma menoleh. Menatap kearah Rey yang kini menatapnya. Tatapan yang menenangkan. Tanpa sadar gadis itu mengangguk mantab.
“Jatuh cinta sama sahabat....” gumam Rey lirih.
“Ternyata bukan hal yang buruk,” sambung Irma melanjutkan ucapan Rey barusan. Kali ini senyuman bahagia benar – benar terlukis di wajah mereka.
Nah, sekarang baru ending beneran...
For Irma : Oma, Yang pentingkan HAPPY ENDING kan???!!!!!. Sekarang akuilah betapa baiknya diriku. Tidak seperti dirimu yang justru menciptakan cerpen ‘tragis’ untukku. Ha ha ha #Kabuuuuuuuuuuuuurrrrrrrrr...........!!!!!!!!
Oh iya lupa, mungkin ini terlalu cepet. Ehem sangat cepet malah. Tapi berhubung niat awalnya ini cerpen adalah kado ulang tahun untuk oma. Ku ucapkan duluan deh. Bukan kah lebih cepat itu lebih baik?.
Selamat ulang tahun ya oma. Semoga panjang umur and sehat selalu.
Detail Cerpen
- Judul Cerpen : Dalam Diam Mencintaimu
- Nama Penulis : Ana Merya
- Part : 01 / 04
- Status : Finish
- Ide cerita : Curhatan Irma Octa Swifties tentang kisah hidupnya
- Panjang cerita : 1.570 kata
- Genre : Remaja