Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerpen pendek Love like Choklat ~ 01/03

Ini produk lama. Cerpen love like choklat yang awalnya cuma satu part aja yang gue tulis akhir tahun 2012 lalu. Cuma kini gue rewrite ulang biar lebih enak di baca. Sekalian benerin typo sama tanda bacanya. Kalau masih ada yang kelewat bisa tolong dikoreksi ya. Salah satu alasan kenapa gue nggak mau baca karya gue sendiri yang udah end adalah karena bawaanya itu pengen balikin semuanya kedraf semula, baru kemudian di renov ulang. Elaaahhh. Intinya happy reading aja ya...

Love like Choklat
Love like Choklat

"Huft, tahun baru udah di depan mata. Tapi kok gue masih belum punya pacar ya?" gumam Naraya sembari merebahkan kepalanya di atas meja.

"Salah sendiri, pemilih banget jadi orang. Siapa coba yang kemaren nolak pas di tembak," Alda, rekan sebangku Naraya langsung menyambar. Sepertinya ia mendengar gumaman lirih Naraya barusan.

"Gue bukannya pemilih Alda," masih dengan kepala yang tetap rebahan menyamping di meja, Naraya menatap kearah sahabatnya. "Gue itu cuma merasa belum nemu yang cocok aja. Secara yang nembak, bukan tipe gue banget. Masa iya gue asal comot aja," sambungnya yang hanya di balas cibiran oleh Alda. Jelas, sahabatnya itu tidak setuju dengan kalimat pembalaan dirinya barusan.

"Pagi guys!"

Alda menoleh, sementara Naraya refleks mengangkat wajahnya dari meja saat mendapati Merlin, rekan sekelasnya yang kini segera duduk menempati kursi tepat didepan Alda.

"Pagi," balas Naraya tak bersemangat baru kemudian kembali merebahkan kepalanya diatas meja. Bersiap - siap kembali memikirkan nasip jomblonya.

"Dia kenapa?" tanya Merlin sembari menoleh kearah Naraya dan Alda secara bergantian yang dibalas angkat bahu oleh Alda.

"Kaya orang nggak punya semangat gitu," sambung Merlin lagi. Naraya memilih acuh tak acuh.

"Kebetulan nih gue punya kabar bagus. Biar semangat loe balik. Makanya sini dengerin."

"Apaan?" tanya Naraya masih ogah - ogahan namun tak urung ia memperbaiki duduknya. Menatap lekat kearah Merlin.

"Tau nggak, di kelas kita bakal ada mahasiswa baru."

"Oh ya? Serius loe?"

Tak hanya alis Merlin yang terangkat, mata Alda juga terlihat menyipit kerah Naraya. Pasalnya gadis itu menangapinya terlalu antusias. Sampe bangkit berdiri segala. Lebay nggak sih?

"Anaknya keren nggak?" sambung Naraya lagi. Menyadari reaksinya terkesan berlebihan ia kembali duduk di bangkunya.

"Emangnya kalau keren kenapa?" Alda lebih dahulu menyambar sebelum Merlin sempat membuka mulut.

"Kan kali aja bisa jadi love at first sight gue. Sedih tau ngejomblo dari lahir," Naraya sengaja memasang ekpresi sedih yang justru malah membuatnya mendapat jitakan di kepala.

"Lebay loe," cibir Alda. Naraya jelas sewot. Bukan karena cibiran Alda, tapi karena jitakan di kepalanya.

Lagian punya temen sadis banget. Dari dulu Alda suka gitu, nggak cuma mulut, tangannya juga bisa berkomunikasi. Kadang jitak, kadang nyubit, kadang nepuk. Heran aja, biar gitu mereka masih betah temenan. Kalo udah gini yang bego siapa coba?

"Sama sama lebay kok saling ngatain," Merlin segera buka mulut sebelum kedua temannya makin aneh. "Ngomong - ngomong, sebenernya gue juga nggak tau si anak barunya itu keren apa nggak. Secara gue juga belum liat. Tapi yang jelas dia cowok, yang semoga aja single biar Naraya punya kecengan."

Naraya tau kalau Merlin meledek. Mentang mentang tu anak udah punya pacar. Tapi tak urung ia tetap menjawab. "Dan dia harus keren. Jangan lupa."

Mulut Alda sudah terbuka. Siap untuk menginterupsi omongan Naraya barusan kalau saja matanya tidak terlebih dahulu melihat Dosen mereka masuk dari pintu depan.

"Pagi semuanya."

"Pagi, Bu," sahutan koor terdengar mengisi seantaro kelas.

"Wow, masih pagi kenapa raut mukanya pada kusut gitu. Jangan ikutan kemakan virus I hate monday ya. Nggak baik. Masih mudah harus semangat berkarya. Kebetulan ni, pasti udah pada tau kan kalau ada mahasiswa baru. Jadi langsung saja, Antoni silahkan masuk."

Selang beberapa saat kemudian, semua perhatian tertuju kearah pintu. Menatap sosok yang baru saja melangkah masuk. Disaat bersamaan, Alda mati - matian menahan diri untuk tidak tertawa ngakak saat itu juga. Pasalnya, Naraya _ sahabatnya yang menyandang status jomblo dari lahir _ kini terlihat shok. Shock yang beneran shock.

"What the hell!" Raut geli di wajah Alda raib tak bersisa. Di gantikan rasa kaget. Siapa yang nggak kaget, kalau tau tau Naraya tiba - tiba teriak nggak jelas sampe bangkit berdiri segala.

Punya temen kenapa bisa super lebay gini sih?

"Ada apa Naraya?"

Kalimat tanya Bu Elena, Dosen sastra di kelasnya membuat Naraya segera menyadari situasi saat ini. Terlebih perhatian seisi kelas juga kini tertuju kepadanya. Membuatnya salah tingkah dalam sejenak.

"Eh nggak, Bu. Maaf, nggak ada apa - apa," Naraya buru - buru minta maaf sambil menunduk. Dalam hati sibuk merutuki tingkah memalukannya barusan.

"Sumpah, perut gue sakit nahan ketawa," bisik Alda setelah perhatian semuanya kembali tertuju kehadapan. Sekilas ia sempat melirik kearah mahasiswa baru itu sebelum kemudian dipersilahkan duduk di meja depan. "Tampang loe lucu banget. Frustasi karena pangeran yang loe harapin nggak muncul tapi justru malah jadi kodok buruk rupa. Kesian."

"Diem loe!"

"Tapi gue juga kaget lho. Serius, tadinya gue juga mikir kalau cowok keren yang bakalan muncul. Eh taunya malah cowok cupu. Mana pake kacamata gitu lagi. Ck, culun banget," Merlin ikut berkomentar. Bahkan gadis itu bela belain diam diam menoleh kebelakang saat melihat Ibu Elena sedang fokus di papan tulis depan.

"Tapi tetep aja. Lebay loe dikit dikit mendingan di kurangi. Pake teriak segala. Ngapain coba," cibir Alda. Merlin tak urung terliha mengangguk setuju.

"Gue teriak tadi itu bukan karena dia itu jelek."

"Tapi?" kejar Alda. Dari nada yang Naraya ucapkan barusan ia yakin masih ada kalimat lanjutannya.

"Dia itu tetangga gue. Ayolah, nggak mungkin kan ini jadi tetangga ku, Idolaku. Memangnya gue si Irma?" keluh Naraya frustasi.

Sementara Alda dan Merlin hanya mampu saling lempar pandang. Nggak ngerti sama sekali kenapa Naraya bertingah begitu. Memang dimana bagian anehnya kalau tetangga mu ternyata rekan sekampusmu?

***********

Begitu kelasnya selesai, Naraya bangkit berlalu. Kalimat Alda dan Merlin sama sekali tidak ia indahkan. Sekilas Naraya masih sempat melirik kearah Antoni. Seminggu ini kesabarannya di uji. Pasalnya pria itu selalu mengikutinya sejak pertama kali masuk kelas. Jelas tingah laku itu sangat tidak baik untuk kondisi jantungnya. Padahal ia sudah bersikap pura - pura tidak kenal. Pertanyaan Merlin dan Alda aja selalu ia cuekin.

"Ups, jaga jarak! Jangan coba - coba loe deketin gue," Naraya setengah berterik saat mendapati Antoni mengekor di belakangnya. Heran, perasaan tadi ia sudah buru - buru, masih juga terkejar.

"Kenapa sih loe kayaknya nggak seneng banget gue samperin. Kita kan temen?" tanya Antoni polos sambil membenarkan letak kacamata yang di kenakannya.

"Suka suka gue. Yang jelas jauh jauh loe dari gue," selesai berkata Naraya langsung berlalu. Nyaris berlari malahan.

Padahal harusnya ia tidak perlu melakukan itu. Karena di tempatnya, Antoni hanya berdiri mematung. Terkejut mendapati reaksi penolakan terang - terangan dari Naraya. Padahal biasanya gadis itu hanya melipir, atau diam saja jika melihat ia di dekatnya. Cenderung menganggap ia tidak ada. Tapi kini?

Antoni hanya bisa menghela nafas. Ntah dari mana, rasa nyesek mendadak mampir ke ronga hatinya.

"Nggak usah di masukin hati. Naraya emang suka gitu. Tapi dia baik kok orangnya."

Antoni menoleh. Menyadari kalau kini masih ada dua orang rekan sekelasnya yang ia tau bernama Alda dan Merlin yang datang menghampiri. Tanpa di beri tahu, Antoni sudah bisa menebak kalau kedua orang itu adalah sahabat Naraya. Terbukit dengan keberadaan mereka yang selama ini selalu bersama.

"Mungkin Naraya lagi buru - buru," Merlin menambahkan. Mau tak mau Antoni tersenyum maklum.

"Oh ya, ngomong - ngomong loe beneran tetanggaan sama Naraya?"

"Loe tau?" sama seperti kebiasaan kebanyakan orang - orang, Antoni lebih memilih balik melemparkan pertanyaan saat di tanya.

"Naraya yang bilang."

Jawaban Alda membuat Antoni menatapnya heran sekaligus sedikit terkejut. Melihat sikap Naraya yang sepertinya selalu anti saat melihat dirinya tentu saja ia tidak menduga bahwa gadis itu akan jujur pada kedua sahabatnya.
"Cuma gue heran, kalau kalian memang tetanggan kenapa tu anak selalu kabur ya kalo pas ada loe. Gue malah nggak pernah liat kalian ngobrol bareng."

Pertanyaan Alda tak urung membuat senyum pahit terbit diwajah Antoni. "Terus terang gue juga nggak tau."

"Apa mungkin secara nggak sadar loe dulu pernah bikin salah ya?"

"Menurut loe gitu?" Antoni menatap kearah Alda. Yang di tatap hanya angkat bahu. Tadi kan ia hanya asal tebak.

"Menurut gue, loe suka dia!"

Merlin melotot kearah Alda. Jawaban gadis itu sama sekali nggak nyambung. Mungkin lebih baik mereka saling melempar tanya dari pada menjawab bebas. Tapi yang lebih membuat Merlin kaget adalah kalimat yang meluncur dari mulut Antoni selanjutnya.

"Keliatan jelas ya?"

"Lah dia langsung ngaku! Ha ha ha," Alda ngakak ditempat. Mengabaikan sama sekali raut Antoni yang terlihat malu sambil tampak mengaruk kepalanya yang tidak gatal. Sementara Merlin masih betah bengong. Sama sekali belum kebagian dialog.

"Tunggu dulu, jadi loe suka sama sahabat gue?" akhirnya Merlin kebagian peran, sementara Antoni makin salah tingkah.

"Be de We, gue baru ngeh. Ternyata loe keren."

Lagi, Merlin melongo. Ia nyaris lupa. Alda selain lebay, kalau ngomong juga suka random. Loncat loncat dari satu topik ke topik yang lainnya tanpa aba - aba. Lagipula belum seminggu. Merlin nggak mungkin amnesia. Ia masih ingat dengan jelas komentar Alda pas Antoni muncul pertama kali. Emp, dia bilang tu cowok kodok buruk rupa kan ya?

"Sebentar," sebelum mulut Antoni sempat terbuka gadis itu sudah lebih dahulu mengangkat tangannya. Menatap lekat kearah Antoni dengan tatapan menilai secara menyeluruh. Tak hanya Antoni yang di buat keki, Merlin juga ikut ikutan di buat kaget. Gawat, Alda nggak punya niat untuk menjadikan Antoni sebagai selingkuhannya kan?

"Kalau loe mau mendapatkan hatinya Naraya. Saran gue, yang pertama harus loe lakuian adalah rubah dulu penampilan loe ini. Terus terang, loe keliatan kayak anak cupu sasaran bully yang ada di tipi - tipi. Lagi pula..." jeda sesaat di gunakan Alda untuk mendekatkan wajahnya tepat kewajah Antoni. Bahkan tanpa permisi tangannya terulur melepaskan kacamatan yang pria itu kenakan. Membuat Antoni menahan napas secara mendadak. Tidak menduga akan menemukan gadis seagresif ini. "Kulit loe halus, pandangan loe tajam. Bulu mata loe bahkan lebih lentik dari bulu mata gue. Jadi meningan loe lepas ni kacamata, terus loe ganti pake soflens bening. Jangan lupa loe rubah sedikit gaya rambut loe ini, gue jamin. Nggak cuma Naraya yang klepek - klepek, cewek - cewek lain pasti gitu juga."

Bukannya gembira, Antoni justru malah menampilkan wajah sedih. Tangannya terulur guna mengambil kembali kacamatanya untuk ia kenakan kembali. Tingkahnya itu tak urung membuat Alda menelan ludahnya. Gawat, jangan - jangan ni cowok tersinggung karena kesotoyannya.

"Jadi gue harus berubah dulu baru Naraya bisa suka?" Antoni menampilkan senyum sinis ntah gimana bisa membuat Alda bergidik. "Gue nggak yakin itu lebih baik. Gimana pun gue masih berharap, Naraya bisa suka sama gue yang apa adanya."

"Basi!" Merlin langsung nyolot. "Nerima apa adanya itu cuma buat orang yang nggak mau usaha. Nggak usah sok ngedrama apalagi sinetron, kalo loe emang suka sama Naraya berjuang donk."

"Lagian kalau loe emang serius kita pasti bantuin kok." Alda yang melihat semangat Merlin barusan kembali buka mulut. Membuat Antoni menatapnya dengan tatapan menyipit.

"Udah, percaya aja sama kita. Nunggu Naraya menerima loe apa adanya itu sama aja kayak biarin aja cowok lain nyamber dia. Yakin loe siap ditikung?"

"Tapi..." Antoni menghentikan niatnya untuk protes ketika melihat tatapan laser dua gadis itu. Untuk itu ia memutuskan menolak rasa keberatannya dan ganti bertanya.

"Kenapa loe mau bantuin gue?"

Alda dan Merlin saling pandang baru kemudian Merlin menjawab.

"Karena bentar lagi tahun baru!"

Jawaban Merlin tidak lantas membuat kerutan dikening Antoni menghilang.

"Dan kita udah bosen dengerin Naraya mengeluh!" sambung Alda sambil bertos ria dengan Merlin yang sudah mengangkat tangannya. Baru kemudian keduanya serentak tertawa bersama. Sama sekali mengabaikan Antoni yang masih kebingungan karena merasa itu bukan jawaban dari pertanyaannya.

Next Love Like Choklat Part 2
Detail Cerbung
Ana Merya
Ana Merya ~ Aku adalah apa yang aku pikirkan ~