Cerpen The Prince, The Princess & Mis. Cinderella~14 {Update}
Akhirnya lanjutan dari The Prince, The princess and Mis. Cinderella bisa muncul juga. Ngomong nomong, next adalah part terakhir. So buat yang udah penasaran sama kelanjutan ceritanya, bisa langsung simak kebawah. Dan biar nyambung, sebaiknya baca dulu bagian sebelumnya disini. Happy reading...
"Lagi sedih ya?"
Refleks aku menoleh sebelum kemudian kembali menunduk. Merasa sedikit malu saat mendapati sebuah senyum manis di wajah tampan itu. Berbanding balik dengan raut wajah ku yang jelas - jelas berurain air mata.
"Tadinya aku ingin menawarkan sapu tangan, tapi sepertinya kau lebih membutuhkan bahuku untuk bersandar."
Dan kali tangis ku pecah dan aku benar - benar menangis di bahunya. Dari dulu Jimmy memang selalu bisa di andalkan. Ia sudah persis seperti malaikat pelindungku.
"Menangislah, menangislah sepuasmu. Menangislah sampai kau merasa lega. Aku masih disini untuk membantumu menghapusnya."
"Ma kasih Jimmy," hanya itu kata yang mampu keluar dari mulutku.
"Tapi berjanjilah, setelah ini tiada lagi air mata yang akan kau buang percuma."
Aku menoleh. Menatap lurus kearah mata bening yang ada di hadapaku. Dan merasakan damai saat tangan kokohnya menghapus air mata di pipi ini. Walau tidak yakin, aku mencoba mengangguk.
"Dan aku juga berjanji akan membantumu untuk melakukan itu," tambah Jimmy lagi.
Aku tidak menyahut. Kembali terhanyut dalam tangisan ini. Sungguh, demi apapun. Aku tidak pernah menyangka perlakuan Kevin akan berdampak seperti ini padaku. Hei, ayolah aku tidak mungkin mencintainya kan?
Entah berapa lama waktu yang ku habiskan untuk mengangis, aku pun tak tau. Namun saat melihat baju Jimmy yang sedikit basah karena air mata, aku sadar kalau aku telah menghabiskan waktu yang tidak sedikit untuk menangis. Walau begitu kali ini aku merasa sedikit lega.
"Thanks Jimmy. Ma kasih untuk semuanya," ujar ku tulus.
"Never mind. I'll make you smile again. This is my promise," balas Jimmy sambil tersenyum.
Kejadiannya begitu cepat. Bahkan belum sempat bibir ini membalas senyuman Jimmy, aku sudah terlebih dahulu terlonjak kaget saat mendapati Jimmy yang kini terkapar di rumput sambil mengusap wajahnya yang kini terlihat memar.
"Kevin apa - apa an loe!" aku setengah berteriak saat tau kalau itu adalah ulah Kevin yang kini jelas sedang berdiri di hadapanku.
"Loe!" tunjuk Kevin lurus kearah Jimmy yang masih belum beranjak. "Apa yang udah loe lakuin sama Riani sampai dia nangis begitu," sambungnya terlihat... emosi?
Jimmy tidak menjawab justru malah mencibir sinis. Perlahan ia bangkit berdiri.
"Gue? Bikin dia nangis?" tanya Jimmy sejenak melirikku yang masih terpaku. "Nggak kebalik?" sambung Jimmy lagi.
"Maksut loe apa?" tanya Kevin.
Kali ini Jimmy melemparkan tatapan tajam sekaligus sinis kearah Kevin membuat sosok itu langsung kembali mengayunkan tangannya yang sedari tadi terkepal erat. Tapi, kali ini Jimmy sudah lebih waspada. Dengan sigap, di tahannya tangan Kevin dan di pelintir kebelakang. Membuat suara mengaduh terlontar dari mulutnya. Sudah kah ku katakan kalau Jimmy itu jago bela diri?.
"Cukup... apa - apa an ini!" Aku segera angkat bicara. Kan gawat kalau membiarkan ini terus berlanjut.
Walau terlihat masih marah, akhirnya Jimmy melepaskan cekalannya sambil mendorong tubuh Kevin. Sepertinya tenaganya cukup kuat karena mampu membuat Kevin gantian terdampar di rumput.
"Ayo Riani, kita pergi dari sini," ajak Jimmy sambil menarik tanganku untuk berlalu.
"Lagi sedih ya?"
Refleks aku menoleh sebelum kemudian kembali menunduk. Merasa sedikit malu saat mendapati sebuah senyum manis di wajah tampan itu. Berbanding balik dengan raut wajah ku yang jelas - jelas berurain air mata.
"Tadinya aku ingin menawarkan sapu tangan, tapi sepertinya kau lebih membutuhkan bahuku untuk bersandar."
Dan kali tangis ku pecah dan aku benar - benar menangis di bahunya. Dari dulu Jimmy memang selalu bisa di andalkan. Ia sudah persis seperti malaikat pelindungku.
"Menangislah, menangislah sepuasmu. Menangislah sampai kau merasa lega. Aku masih disini untuk membantumu menghapusnya."
"Ma kasih Jimmy," hanya itu kata yang mampu keluar dari mulutku.
"Tapi berjanjilah, setelah ini tiada lagi air mata yang akan kau buang percuma."
Aku menoleh. Menatap lurus kearah mata bening yang ada di hadapaku. Dan merasakan damai saat tangan kokohnya menghapus air mata di pipi ini. Walau tidak yakin, aku mencoba mengangguk.
"Dan aku juga berjanji akan membantumu untuk melakukan itu," tambah Jimmy lagi.
Aku tidak menyahut. Kembali terhanyut dalam tangisan ini. Sungguh, demi apapun. Aku tidak pernah menyangka perlakuan Kevin akan berdampak seperti ini padaku. Hei, ayolah aku tidak mungkin mencintainya kan?
Entah berapa lama waktu yang ku habiskan untuk mengangis, aku pun tak tau. Namun saat melihat baju Jimmy yang sedikit basah karena air mata, aku sadar kalau aku telah menghabiskan waktu yang tidak sedikit untuk menangis. Walau begitu kali ini aku merasa sedikit lega.
"Thanks Jimmy. Ma kasih untuk semuanya," ujar ku tulus.
"Never mind. I'll make you smile again. This is my promise," balas Jimmy sambil tersenyum.
Kejadiannya begitu cepat. Bahkan belum sempat bibir ini membalas senyuman Jimmy, aku sudah terlebih dahulu terlonjak kaget saat mendapati Jimmy yang kini terkapar di rumput sambil mengusap wajahnya yang kini terlihat memar.
"Kevin apa - apa an loe!" aku setengah berteriak saat tau kalau itu adalah ulah Kevin yang kini jelas sedang berdiri di hadapanku.
"Loe!" tunjuk Kevin lurus kearah Jimmy yang masih belum beranjak. "Apa yang udah loe lakuin sama Riani sampai dia nangis begitu," sambungnya terlihat... emosi?
Jimmy tidak menjawab justru malah mencibir sinis. Perlahan ia bangkit berdiri.
"Gue? Bikin dia nangis?" tanya Jimmy sejenak melirikku yang masih terpaku. "Nggak kebalik?" sambung Jimmy lagi.
"Maksut loe apa?" tanya Kevin.
Kali ini Jimmy melemparkan tatapan tajam sekaligus sinis kearah Kevin membuat sosok itu langsung kembali mengayunkan tangannya yang sedari tadi terkepal erat. Tapi, kali ini Jimmy sudah lebih waspada. Dengan sigap, di tahannya tangan Kevin dan di pelintir kebelakang. Membuat suara mengaduh terlontar dari mulutnya. Sudah kah ku katakan kalau Jimmy itu jago bela diri?.
"Cukup... apa - apa an ini!" Aku segera angkat bicara. Kan gawat kalau membiarkan ini terus berlanjut.
Walau terlihat masih marah, akhirnya Jimmy melepaskan cekalannya sambil mendorong tubuh Kevin. Sepertinya tenaganya cukup kuat karena mampu membuat Kevin gantian terdampar di rumput.
"Ayo Riani, kita pergi dari sini," ajak Jimmy sambil menarik tanganku untuk berlalu.