Cerpen Cinta Romantis | Kala Cinta Menyapa ~ 10 / 13
Lanjutan dari cerpen Remaja kala cinta menyapa akhirnya bisa muncul ke permukaan juga. Jadi gimana? Masih adakah yang penasaran sama kisah Erwin dan Rani ini? Kalau jawabannya iya, monggo langsung simak ke bawah. Oh, sama satu lagi. Biar nyambung sama jalan ceritanya mendingan baca dulu bagian sebelumnya disini. Happy reading...
Dengan hati - hati Rani melangkah melewati pintu gerbang kampusnya. Matanya secara awas mengawasi sekeliling. Mencari tau keberadaan sosok Erwin yang mendadak menjadi orang yang paling ia takuti terkait acara "tembak" langsungnya.
"Rani?"
Rani terlonjak kaget. Untuk sejenak terpaku saat mendapati orang yang sedari tadi ia hindari berdiri tak jauh darinya. Bahkan jelas - jelas memanggil namanya. Dan saat sosok itu melangkah mendekat mulutnya langsung terbuka untuk memperingatkan.
"Stop, disitu aja. Jangan mendekat."
"Ha? Kenapa memangnya?" Erwin mengerutkan kening bingung. Namun tak urung ia menghentikan langkahnya.
"Soalnya loe kan suka sama gue," sahut Rani lirih sambil melirik sana sini. Takut ada yang mendengar ucapannya.
"Astaga. Apa hubungannya?" tanya Erwin terlihat frustrasi. Hei, memangnya sebegitu menyeramkannya ya di taksir sama dia?.
"Ya pokoknya nggak boleh deket - deket," Rani ngotot.
Erwin angkat bahu. Kembali melanjutkan langkahnya menghampiri Rani yang terlihat ... Ketakutan?.
"Loe beneran takut sama gue?" tanya Erwin memastikan.
Sejenak Rani terdiam sambil berfikir.
"Emangnya wajah gue menyeramkan ya?" tambah Erwin lagi karena Rani masih belum menjawab pertanyaannya.
"Nggak juga si. Secara wajah loe kan cakep," aku Rani yang mau tak mau membuat Erwin terpaksa menahan diri untuk tidak tersenyum lebar. Hari ini siapa sih orangnya yang nggak seneng di puji oleh orang yang di sukai?
"Kalau memang gue cakep terus kenapa loe malah takut?"
"Soalnya karena wajah loe cakep, fans loe banyak. Nah, gue itu takut sama fans loe sebenernya. Irma bilang, kalau gue deket deket sama loe entar gue di hajar sama mereka," terang Rani dengan polosnya.
"Astaga, dan loe percaya?"
"Tentu saja. Walau irma itu suka gosip, tapi dia gak mungkin bohongkan?" Rani memberi perbandingan.
"Oke, kalau gitu sekarang gue nanya. Selama ini ada yang ganguin loe?" tanya Erwin. Dengan cepat Rani mengeleng.
"Ya udah kalau gitu loe nggak usah takut."
"Jadi maksut loe Irma bohongin gue?"
"Dia bukan bohongin elo. Dia cuma nakut - nakutin."
"Yeee... Emangnya gue anak kecil apa pake di takut - takutin segala," protes Rani sebel.
"La itu buktinya elo takut," Erwin mengingatkan.
"Ah bener juga," Rani tampak mengangguk - angguk bingung.
"Jadi mulai sekarang loe nggak boleh takut lagi sama gue. Ngerti?" kata Erwin persis seperti guru Tk yang ngajarin anak didiknya.
Walau awalnya Rani masih merasa ragu namun tak urung akhirnya ia mengangguk setuju. Membuat senyum di wajah Erwin kembali mengembang.
"Walau gue nggak takut lagi sama loe, tapi tetap. Gue nggak mau jadi pasangan loe."
"Eh?" senyum di wajah Erwin raib digantikan raut kaget sekaligus heran. "Kenapa?"
"Karena nggak ada satupun yang bisa gue jadiin alasan kenapa gue harus mau jadi pasangan loe kecuali kenyataan kalau loe suka sama gue."
Erwin terdiam. Matanya menatap lurus kearah Rani yang kini juga sedang menatapnya. Setelah terlebih dahulu menghela nafas mulutnya berujar.
"Loe yakin loe nggak suka sama gue?"
Tanpa berfikir Rani langsung mengangguk membenarkan. Membuat Erwin kembali menghempuskan nafas. Kenapa mendadak rasanya nyesek gini ya?.
"Oke lah kalau memang begitu. Mulai sekarang gue nggak akan ganggu loe lagi."
Selesai berkata Erwin segera berbalik. Meninggalkan Rani dengan keterpakuannya. Melihat raut kecewa yang tergambar di wajah Erwin tadi entah kenapa Rani merasa sedikit terenyuh. Mungkin itu hanya rasa kasihan. Nggak lebih, pikirnya. urung untuk memikirkan lebih jauh, Rani segera berlalu
"Seminggu setelah kau pergi
Teman silih berganti, menghibur ku...
Berkata semua teratasi, dan terus sembunyi
dibalik senyum palsu
ku dengar dirimu tak sendiri lagi..."
Lagu "Betapa" miliknya Sheila on 7 terus mengalun di kedua headset yang tersemat di kedua telinga Rani. Menemani lamunannya yang melayang jauh. Sejauh tatapannya yang terjurus pada sepasang muda - mudi yang duduk dibangku taman yang jelas berada di bawah gedung perpustakaan kampusnya. Dimana ia duduk di dekat jendela.
"Hufh," untuk kesekian kalinya Rani menghembuskan nafas berat. Mendadak rasa sesak. Sulit untuk bernafas dengan benar.
"Loe sebenernya suka sama dia kan?"
Kali ini Rani menoleh. Astaga, saking asiknya melamun ia sampai lupa kalau Irma sedari tadi ada di sampingnya.
"Maksut loe?" Rani balik bertanya. Tangannya melepaskan headset yang sedari tadi ia dengarkan. Menggulung dan memasukannya kedalam tas selempang yang ia bawa.
Irma tidak menjawab. Ia hanya mengisaratkan Rani untuk menatap keluar. Tepat kearah objek yang sedari tadi menarik perhatian Rani.
Rani tidak membantah namun juga tidak membenarkan. Mulutnya masih terkatup rapat. Sejujurnya ia sendiri juga tidak tau apa yang ia rasakan.
"Gue tau kalau Erwin itu anaknya emang kadang suka songong. Tapi walau berat buat gue akui, gue juga tau tu anak bukan playboy."
Rani menoleh. Bingung mendengar kalimat yang keluar dari mulut Irma barusan. Tu anak maunya apa si? Kemaren nakut - nakutin, la sekarang....
"Kalau loe emang suka sama dia harusnya loe bilang kalau loe itu suka?" tambah Irma lagi.
"Tapi bukannya kemaren loe bilang kalau gue nggak boleh deket - deket sama Erwin?"
Irma tidak langsung menjawab. Dihelanya nafas untuk sejenak.
"Itu karena gue kemaren sama sekali gak menduga kalau loe beneran suka sama dia."
"Tapi gue kan nggak pernah bilang kalau gue suka sama dia," bantah Rani bernada protes.
"Loe nggak bilang bukan berarti loe nggak suka kan?" balas Irma mebalikan ucapan Rani.
"Jadi sekarang gue harus gimana? Loe tau kan gosip yang beredar. Katanya Erwin sekarang deket sama Syintiya?" gumam Rani lirih.
"Itu kan baru gosip. Belum tentu salah, kan kali aja emang bener. Tuh buktinya," sahut Irma sambil menunjuk ke luar yang membuat Rani memberengut sebel.
"Ha ha ha, udah santai aja. Gue cuma bercanda," kata Irma di sela tawanya yang gemes melihat wajah kesel sahabatnya. "Nggak usah terlalu serius gitu. Tapi kalau gue boleh kasi saran si, mending loe sekarang deketin dia. Kali aja nasip loe bisa seberuntung gue. Bisa jadian sama Rei."
"Gue deketin dia? Tapi kan dia kemaren udah gue tolak?"
"Astaga Rani. Nggak ada peraturannya kali orang yang udah nolak nggak boleh balik nembak."
Rani terdiam sambil mengangguk - angguk membenarkan. Sementara Irma justru mati - matian menahan diri untuk tidak tertawa. Ya ampun, temannya itu beneran bego apa stupid si? Kok gampang banget di kibulin.
"Gimana ide gue? Oke?" tanya Irma menegaskan.
"SYIP!" tak perlu berfikir dua kali Rani langsung setuju.
Sepulang kuliah, Rani sengaja menunggu Erwin di dekat motor nya di parkir. Berniat untuk langsung melancarkan ide Irma tadi siang. Balik menembak Erwin. Selang beberapa saat yang di tunggu muncul, berdiri dengan kening berkerut menatap lurus kearah Rani yang mendadak merasa keki.
"Hai," sapa Rani canggung. Tak tau harus berbuat apa.
Erwin tidak menjawab. Ia hanya berusaha melemparkan senyum paksa.
"Ngapai loe disini?"
"Nungguin loe."
"Gue?" tujuk Erwin kearah wajahnya sendiri. Kali ini Rani membalas dengan anggukan.
"Kenapa?"
Rani tidak menjawab. Kepalanya menunduk , sama sekali tak berani mengangkat wajah saat ia tau dengan pasti di hadapannya Erwin jelas menatapnya lurus.
"Gue....."
"Erwin"
Secara serentak Rani dan Erwin menoleh, mendapati Syintia yang tampak berjalan menghampiri mereka. Mendadak Rani merasa kesel akan kehadiran gadis itu. Apalagi saat mendapati Erwin yang justru malah tersenyum. Jangan bilang kalau Erwin sudah nggak suka sama dia lagi?.
"Eh, Ada Rani. Hai Ran," sapa Syintia ramah.
Rani tidak membalas. Hanya berusaha untuk tersenyum paksa sambil mengangguk.
"Oh ya, tadi katanya loe mau ngomong. Mau ngomong apa?" tanya Erwin kearah Rani.
Untuk sejenak Rani menghela nafas. Kepalanya mengeleng berlahan sambil mulutnya berujar "Nggak jadi. Nggak ada yang penting juga kok."
"Eh?" kening Erwin berkerut heran.
"Ya sudah, Kalau gitu gue duluan ya. Da," pamit Rani segera berlalu tanpa sempat di cegah lagi.
Lanjut ke Cerpen Kala Cinta Menyapa ~ 11
Detail Cerpen
Dengan hati - hati Rani melangkah melewati pintu gerbang kampusnya. Matanya secara awas mengawasi sekeliling. Mencari tau keberadaan sosok Erwin yang mendadak menjadi orang yang paling ia takuti terkait acara "tembak" langsungnya.
"Rani?"
Rani terlonjak kaget. Untuk sejenak terpaku saat mendapati orang yang sedari tadi ia hindari berdiri tak jauh darinya. Bahkan jelas - jelas memanggil namanya. Dan saat sosok itu melangkah mendekat mulutnya langsung terbuka untuk memperingatkan.
"Stop, disitu aja. Jangan mendekat."
"Ha? Kenapa memangnya?" Erwin mengerutkan kening bingung. Namun tak urung ia menghentikan langkahnya.
"Soalnya loe kan suka sama gue," sahut Rani lirih sambil melirik sana sini. Takut ada yang mendengar ucapannya.
"Astaga. Apa hubungannya?" tanya Erwin terlihat frustrasi. Hei, memangnya sebegitu menyeramkannya ya di taksir sama dia?.
"Ya pokoknya nggak boleh deket - deket," Rani ngotot.
Erwin angkat bahu. Kembali melanjutkan langkahnya menghampiri Rani yang terlihat ... Ketakutan?.
"Loe beneran takut sama gue?" tanya Erwin memastikan.
Sejenak Rani terdiam sambil berfikir.
"Emangnya wajah gue menyeramkan ya?" tambah Erwin lagi karena Rani masih belum menjawab pertanyaannya.
"Nggak juga si. Secara wajah loe kan cakep," aku Rani yang mau tak mau membuat Erwin terpaksa menahan diri untuk tidak tersenyum lebar. Hari ini siapa sih orangnya yang nggak seneng di puji oleh orang yang di sukai?
"Kalau memang gue cakep terus kenapa loe malah takut?"
"Soalnya karena wajah loe cakep, fans loe banyak. Nah, gue itu takut sama fans loe sebenernya. Irma bilang, kalau gue deket deket sama loe entar gue di hajar sama mereka," terang Rani dengan polosnya.
"Astaga, dan loe percaya?"
"Tentu saja. Walau irma itu suka gosip, tapi dia gak mungkin bohongkan?" Rani memberi perbandingan.
"Oke, kalau gitu sekarang gue nanya. Selama ini ada yang ganguin loe?" tanya Erwin. Dengan cepat Rani mengeleng.
"Ya udah kalau gitu loe nggak usah takut."
"Jadi maksut loe Irma bohongin gue?"
"Dia bukan bohongin elo. Dia cuma nakut - nakutin."
"Yeee... Emangnya gue anak kecil apa pake di takut - takutin segala," protes Rani sebel.
"La itu buktinya elo takut," Erwin mengingatkan.
"Ah bener juga," Rani tampak mengangguk - angguk bingung.
"Jadi mulai sekarang loe nggak boleh takut lagi sama gue. Ngerti?" kata Erwin persis seperti guru Tk yang ngajarin anak didiknya.
Walau awalnya Rani masih merasa ragu namun tak urung akhirnya ia mengangguk setuju. Membuat senyum di wajah Erwin kembali mengembang.
"Walau gue nggak takut lagi sama loe, tapi tetap. Gue nggak mau jadi pasangan loe."
"Eh?" senyum di wajah Erwin raib digantikan raut kaget sekaligus heran. "Kenapa?"
"Karena nggak ada satupun yang bisa gue jadiin alasan kenapa gue harus mau jadi pasangan loe kecuali kenyataan kalau loe suka sama gue."
Erwin terdiam. Matanya menatap lurus kearah Rani yang kini juga sedang menatapnya. Setelah terlebih dahulu menghela nafas mulutnya berujar.
"Loe yakin loe nggak suka sama gue?"
Tanpa berfikir Rani langsung mengangguk membenarkan. Membuat Erwin kembali menghempuskan nafas. Kenapa mendadak rasanya nyesek gini ya?.
"Oke lah kalau memang begitu. Mulai sekarang gue nggak akan ganggu loe lagi."
Selesai berkata Erwin segera berbalik. Meninggalkan Rani dengan keterpakuannya. Melihat raut kecewa yang tergambar di wajah Erwin tadi entah kenapa Rani merasa sedikit terenyuh. Mungkin itu hanya rasa kasihan. Nggak lebih, pikirnya. urung untuk memikirkan lebih jauh, Rani segera berlalu
"Seminggu setelah kau pergi
Teman silih berganti, menghibur ku...
Berkata semua teratasi, dan terus sembunyi
dibalik senyum palsu
ku dengar dirimu tak sendiri lagi..."
Lagu "Betapa" miliknya Sheila on 7 terus mengalun di kedua headset yang tersemat di kedua telinga Rani. Menemani lamunannya yang melayang jauh. Sejauh tatapannya yang terjurus pada sepasang muda - mudi yang duduk dibangku taman yang jelas berada di bawah gedung perpustakaan kampusnya. Dimana ia duduk di dekat jendela.
"Hufh," untuk kesekian kalinya Rani menghembuskan nafas berat. Mendadak rasa sesak. Sulit untuk bernafas dengan benar.
"Loe sebenernya suka sama dia kan?"
Kali ini Rani menoleh. Astaga, saking asiknya melamun ia sampai lupa kalau Irma sedari tadi ada di sampingnya.
"Maksut loe?" Rani balik bertanya. Tangannya melepaskan headset yang sedari tadi ia dengarkan. Menggulung dan memasukannya kedalam tas selempang yang ia bawa.
Irma tidak menjawab. Ia hanya mengisaratkan Rani untuk menatap keluar. Tepat kearah objek yang sedari tadi menarik perhatian Rani.
Rani tidak membantah namun juga tidak membenarkan. Mulutnya masih terkatup rapat. Sejujurnya ia sendiri juga tidak tau apa yang ia rasakan.
"Gue tau kalau Erwin itu anaknya emang kadang suka songong. Tapi walau berat buat gue akui, gue juga tau tu anak bukan playboy."
Rani menoleh. Bingung mendengar kalimat yang keluar dari mulut Irma barusan. Tu anak maunya apa si? Kemaren nakut - nakutin, la sekarang....
"Kalau loe emang suka sama dia harusnya loe bilang kalau loe itu suka?" tambah Irma lagi.
"Tapi bukannya kemaren loe bilang kalau gue nggak boleh deket - deket sama Erwin?"
Irma tidak langsung menjawab. Dihelanya nafas untuk sejenak.
"Itu karena gue kemaren sama sekali gak menduga kalau loe beneran suka sama dia."
"Tapi gue kan nggak pernah bilang kalau gue suka sama dia," bantah Rani bernada protes.
"Loe nggak bilang bukan berarti loe nggak suka kan?" balas Irma mebalikan ucapan Rani.
"Jadi sekarang gue harus gimana? Loe tau kan gosip yang beredar. Katanya Erwin sekarang deket sama Syintiya?" gumam Rani lirih.
"Itu kan baru gosip. Belum tentu salah, kan kali aja emang bener. Tuh buktinya," sahut Irma sambil menunjuk ke luar yang membuat Rani memberengut sebel.
"Ha ha ha, udah santai aja. Gue cuma bercanda," kata Irma di sela tawanya yang gemes melihat wajah kesel sahabatnya. "Nggak usah terlalu serius gitu. Tapi kalau gue boleh kasi saran si, mending loe sekarang deketin dia. Kali aja nasip loe bisa seberuntung gue. Bisa jadian sama Rei."
"Gue deketin dia? Tapi kan dia kemaren udah gue tolak?"
"Astaga Rani. Nggak ada peraturannya kali orang yang udah nolak nggak boleh balik nembak."
Rani terdiam sambil mengangguk - angguk membenarkan. Sementara Irma justru mati - matian menahan diri untuk tidak tertawa. Ya ampun, temannya itu beneran bego apa stupid si? Kok gampang banget di kibulin.
"Gimana ide gue? Oke?" tanya Irma menegaskan.
"SYIP!" tak perlu berfikir dua kali Rani langsung setuju.
Sepulang kuliah, Rani sengaja menunggu Erwin di dekat motor nya di parkir. Berniat untuk langsung melancarkan ide Irma tadi siang. Balik menembak Erwin. Selang beberapa saat yang di tunggu muncul, berdiri dengan kening berkerut menatap lurus kearah Rani yang mendadak merasa keki.
"Hai," sapa Rani canggung. Tak tau harus berbuat apa.
Erwin tidak menjawab. Ia hanya berusaha melemparkan senyum paksa.
"Ngapai loe disini?"
"Nungguin loe."
"Gue?" tujuk Erwin kearah wajahnya sendiri. Kali ini Rani membalas dengan anggukan.
"Kenapa?"
Rani tidak menjawab. Kepalanya menunduk , sama sekali tak berani mengangkat wajah saat ia tau dengan pasti di hadapannya Erwin jelas menatapnya lurus.
"Gue....."
"Erwin"
Secara serentak Rani dan Erwin menoleh, mendapati Syintia yang tampak berjalan menghampiri mereka. Mendadak Rani merasa kesel akan kehadiran gadis itu. Apalagi saat mendapati Erwin yang justru malah tersenyum. Jangan bilang kalau Erwin sudah nggak suka sama dia lagi?.
"Eh, Ada Rani. Hai Ran," sapa Syintia ramah.
Rani tidak membalas. Hanya berusaha untuk tersenyum paksa sambil mengangguk.
"Oh ya, tadi katanya loe mau ngomong. Mau ngomong apa?" tanya Erwin kearah Rani.
Untuk sejenak Rani menghela nafas. Kepalanya mengeleng berlahan sambil mulutnya berujar "Nggak jadi. Nggak ada yang penting juga kok."
"Eh?" kening Erwin berkerut heran.
"Ya sudah, Kalau gitu gue duluan ya. Da," pamit Rani segera berlalu tanpa sempat di cegah lagi.
Lanjut ke Cerpen Kala Cinta Menyapa ~ 11
Detail Cerpen
- Judul Cerbung : Kala Cinta Menyapa
- Penulis : Ana Merya
- Twitter : @ana_merya
- Instagram : @anamerya
- Status : Complete
- Genre : Remaja, Romatis
Post a Comment for "Cerpen Cinta Romantis | Kala Cinta Menyapa ~ 10 / 13"
Belajar lah untuk menghargai sesuatu mulai dari hal yang paling sederhana...