Cerpen cinta terbaru "Take My Heart ~ 10"
Oke, Akhirnya aku bisa melanjutkan cerpen cinta Take My Heart part 10 juga. He he he. Kelamaan ya?.
Gak papa deh. Yang penting kan di lanjut. Abis kalo mau lanjutin cerpen cinta kala cinta menyapa gak bisa. Mendadak idenya mentok lagi di jalan. Baru selesai tiga limbar. Ck ck ck.
Dari pada banyak bacod, mending langsung baca yuks..
Biar gak bingung baca dulu cerpen part sebelumnya di "
-} Cerpen cinta Take My Heart part 09
Kita tidak bisa melupakan seseorang hanya karena kita ingin
Sebagaimana kita tidak bisa terus mengingatnya saat kita sedang lupa.
Sebagaimana kita tidak bisa terus mengingatnya saat kita sedang lupa.
"Hei, Muka loe kenapa kusut gitu?" tanya Renold.
"Pasti karena Vio" Tebak Aldy langsung.
"Kenapa?. Loe belum berhasil mengaet hatinya ya. Ah gadis itu memang luar biasa. Sepertinya dia memang kebal terhadap pesona loe" Andra menimpali.
"Atau mungkin loe memang sudah tidak mempersona lagi. Ha ha ha..." Tebak Renold sambil tertawa.
"Nggak lucu" Gerut Ivan singkat.
"Tapi...".
"Gue lagi nggak mau bahas dia" Pangkas Ivan cepat sebelum Aldy kembali bersuara.
"Ngomong - ngomong, gue bbm loe kok pending si al" tanya Ivan mengalihkan pembicaraan.
"BB gue rusak. Nie" kata Aldy sambil mengeluarkan BB dari saku bajunya. Tangan Ivan terulur meraih benda mungil itu yang tampak sama sekali tidak menunjukan aktifitas apa - apa. Hanya layar hitam tanpa gambar.
"Udah rongsok gini. Ganti aja sono".
"Sialan loe" Gerut Aldy, Ivan hanya nyengir kuda.
"Sttt, Coba liat tu cewek" Tunjuk Aldy tiba - tiba kearah seseorang yang berdiri tak jauh darinya.
Seorang gadis dengan dress putih, dipadu sepatu dengan warna senada. Ditambah dengan rambutnya yang ikal tergerai bebas berserta jepitan kupu - kupu tersemat di kepalanya. Benar - benar gadis yang imut sekaligus mengemaskan.
"Kenapa memangnya?" Renol bertanya heran.
"Ivan, Gelar loe masih playboy kan?" Bukannya menjawab Aldy malah balik bertanya.
Ivan tidak menjawab. Hanya matanya menatap penuh tanya kearah Aldy. Mencari tau apa maksut dari ucapannya barusan.
"Nah, kalau gitu loe bisa nggak dapatin nomor hape tu cewek. Kalau perlu pin BB nya sekalian".
Lagi - lagi Ivan terdiam. Mencoba mencerna tawaran Aldy barusan. Ah sepertinya itu juga bukan ide yang buruk. Sejak mengenal Vio, ia memang tidak pernah mengencani gadis lain lagi.
Mengingat nama Vio mau tak mau juga mengingatkan Ivan akan rasa bersalahnya. Atau mungkin rasa yang ia miliki untuk gadis itu. Dengan berlahan kepalanya menggeleng, Membantah kata hatinya sendiri kalau ia jatuh cinta pada gadis itu.
"Kok nggak mau?".
"Eh?" Ivan heran. Ia kan belum menjawab. Saat menoleh kearah ke tiga sahabatnya. Raut heran juga tergambar di wajah mereka. Kenyataan itu menyadarkan Ivan kalau sepertinya mereka telah salah mengartikan gelengan kepala yang ia lakukan barusan.
"Oke. Syip. Tapi apa taruhannya?" tanya Ivan akhirnya.
Ketiga orang itu terlihat saling pandang. Kemudian Aldy mengambil inisiatif. Mengeluarkan lembaran seratus ribu dari dalam dompetnya. Ia juga mengisaratkan pada Andra dan Renold untuk melakukan hal yang sama.
"Tiga ratus ribu hanya utnuk nomor handphon dan Pin BB, sepertinya itu berlebihan" Gumam Ivan lirih. Membuat ketiga sahabatnya serentak mencibir sinis. Apa apaan itu. Memangnya semudah itu meminta informasi dari seorang cewek cantik?.
"Terus mau loe apa?" Akhirnya Renold buka mulut.
Sejenak Ivan terdiam. Jujur saja ia mau melakukan taruhan itu bukan karena uang. Terlebih untuk dirinya sendiri. Untuk memastikan kalau ia masih tertarik pada gadis lain. Bahwasannya gelar playboy masih melekat pada dirinya sendiri. Sesungguhnya rasa yang ia miliki untuk Vio hanya sebatas empati dan rasa belas kasihan saja. Tidak lebih.
"BB loe mati, itu artinya loe harus beli baru kan?" tanya Ivan kearah Aldy.
"Gue masih ragu si. Kalau memang masih bisa di perbaiki kayaknya mending gue perbaiki aja deh" Balas Aldy walau ia bingung.
Ivan menyegir sinis sambil menimbang - nimbang BB di tangannya.
"Baiklah, karena ini semua ide loe. Gue mau BB ini sebagai taruhannya. Sekalian gue juga pengen bantuin loe kalau loe nggak perlu ragu lagi untuk mencari BB yang baru".
"Maksut loe?" tanya Aldy makin heran.
Ivan tidak menjawab. Ia segera melangkah meninggalkan ketiga temannya yang masih duduk di meja makan mall itu. Tergesa menghampiri gadis yang mereka targetkan saat mendapati gadis itu yang mulai melangkah menuju tangga exsalator. Sepertinya ia ingin menuju kelantai bawah.
Seolah tidak sengaja padahal memang itu niatnya Ivan menabrakan diri pada tubuh gadis itu. Gengaman tangannya ia lepas. Dan mulut Aldy hanya mampu mengangga tanpa suara. Ia langsung pahan maksut Ivan tentang "membantunya" saat melihat BB kesayangannya melunjur mulus menuruni tangga. Sepertinya tiada harapan lagi benda mungil itu untuk kembali berfungsi.
"Ya ampun, BB gue" Kata Ivan sambil pasang tampang tak percaya kearah Benda elektornik yang tampak berhamburan di bawahnya.
Saat menoleh kearah samping, Gadis itu tampak sedang menelan ludah. Entah ekspresi apa yang tergambar di wajahnya. Tapi Ivan jelas - jelas menahan diri untuk tidak tersenyum. Raut panik itu jelas mengelitik hatinya. Membuatya mati - matian menahan diri untuk tidak langsung tertawa saat itu juga. Ia yakin pasti gadis itu ketakutan kalau harus menganti BB nya yang berkecai di bawah sana.
"Bukan karena gue kan?" tanya Gadis itu takut - takut saat tatapan Ivan sama sekali tidak teralih darinya.
"Memangnya gue sebodoh itu ya sampe harus membuang BB gue sendiri" Ivan sengaja bergumam seolah kalimat itu untuk dirinya sendiri. Membuat gadis itu kembali membatu. Dan tanpa kata Ivan segera meluncur ke bawah, mengumpulkan kepingan - kepingan bagian dari BB Aldy.
"Sory, Gue tadi beneran nggak tau. Oh maksut gue, gue juga gue nggak bilang kalau loe bego buang BB loe sendiri. Cuma...".
Ivan mengangkat wajahnya. Gadis itu jelas ikut berjongkok di hadapannya. Tatapan orang - orang di sekeliling sama sekali tidak ia indahkan. Yang jelas, moment seperti ini menyenangkan untuknya.
"Nggak papa kok. Semuanya sudah terjadi. Mau gimana lagi" Ivan mengendikan bahu sambil tersenyum pasrah. Membuat gadis itu semakin bersalah.
"Apa gue harus menganti rugi?" tanya gadis itu lagi.
"Nggak usah. Gue akan membawa ini ke counter dulu aja".
"E,,,.. Tapi....".
"Kalau loe nggak keberatan loe bisa ngasi gue nomor handphone atau Pin BB Mungkin?" Kata Ivan lagi.
"Kalau loe keberatan juga nggak papa kok. Tenang aja, gue nggak akan minta ganti. Gue minta nomor kontak loe cuma buat ngabarin loe nantinya soal kelanjutan BB ini. Masih berfungsi atau nggak. Biar loe nggak merasa bersalah" Sambung Ivan lagi sambil pasang senyum andalannya saat mendapati raut ragu di wajah gadis itu.
"Tentu saja gue nggak keberatan" Balas Gadis itu cepat. Kemudian di keluarkannya hanphone dari dalam tas sandang yang ia bawa. Samar sebuah senyum tergambar di bibir Ivan. "Kena loe" gumamnya dalam hati.
"Gue boleh tau namanya?" tanya Ivan sambil mencatat nomor yang di sebutkan.
"Lala" Balas Gadis itu sambil mengulurkan tangannya.
"Ivan" Balas Ivan singkat.
"Oh ya, gue duluan ya. Nggak enak gue sama temen gue. Tadi gue ada janji sama mereka soalnya" Pamit Ivan kemudian.
"Oh tentu saja. Sekali lagi maaf ya. Gue tadi beneran nggak tau. Tapi ngomong - ngomong loe kan belom punya Pin BB gue" Lala mengingatkan.
"Iya juga ya. Hampir aja gue lupa" Ivan terlihat pura - pura lupa. Membuat Lala sama sekali tidak menyadari kalau itu hanya akal - akalannya.
Menurut Ivan. Merayu cewek itu sama seperti bermain layangan. Kau tidak bisa terus menariknya, Bisa - bisa layang itu putus dan kabur hilang terbawa angin.Untuk itu kau harus punya tekniknya, mengulur benangnya terlebih dahulu baru kemudian menariknya. Simple bukan. #Penulis ngakak guling - guling waktu denger kalimat ini benar - benar meluncur dari mulut playboy yang penulis kenal. Ha ha ha.
Setelah basa - basi sedikit Ivan kembali melangkah kearah ke tiga sahabatnya sambil tersenyum puas.
"Kalian percaya kan kalau gue itu masih bergelar "Playboy" tanya Ivan langsung.
"Menukar Nomor telpon dengan BB. Bukanya itu lebih terkesan berlebihan?" Gumam Aldy jelas menyindir.
"Ha ha ha. Ah elo. Namanya juga BB, Barang Bekas. Gitu aja loe pikirin. Tinggal beli lagi kan gampang. Sudah rusak juga" Balas Ivan santai.
"Tapi kan tadi rusaknya nggak separah ini" Gumam Aldy sambil menatap kepingan kepingan yang ada di hadapannya dengan tatapan miris.
"Mau sedikit mau banyak, tetep aja rusak. Di bawa ke counter, di benerin. terus ujung - ujungnya harus bayar".
Kali ini Aldy terdiam. Menurutnya percuma adu debat bersama IVan. Ia jelas akan kalah. Sementara Renold dan Andra hanya tertawa menyaksikan ulah keduannya sampai bergumam dalam hati.
"Sampai kapanpun belum ada yang menang melawan Ivan. Dari segi apapun".
To be continue.........
Lanjutannyaaaaaa dunkzzz....
ReplyDeleteWaduh, to be continue lagi. . .
ReplyDeleteLanjut Min.....
@nia Lanjutannya macet yak?...xi xi xi
ReplyDelete@januar Iya nih, kok to be continue lagi ya?...
Kapan lagi nieeee dilanjutin....
ReplyDeleteUdah Penasaran pake buanget.
Nggak tau juga si...
ReplyDeleteLagi mau ngetik kala cinta menyapa dulu soalnya,,...
^_^
Mmmm...
ReplyDeleteGak papa siihhh....
Kan sama ajah...
Karyanya kak ana ugah....
~ Gan ba teeeee ~