Cerpen Cinta Romantis "Kenalkan Aku Pada Cinta" ~ 02 / 19

Guys, yang masih nungguin lanjutan dari cerpen Kenalkan aku pada Cinta akhirnya bisa bernapas lega. Pede gila euy, ada yang nungguin. Intinya, yang penasaran bisa lanjut baca lanjutannya di bawah. Buat reader baru, ataupun yang udah terlanjur lupa sama jalan ceritanya bisa lebih dahulu baca bagian sebelun pada cerpen Kenalkan aku pada Cinta ~ 01 . Happy reading guys...

"Jatuh cinta itu mudah,
Yang sulit adalah bagaimana untuk mempertahankannya"...

Mata Astri terus bergerak dari kanan kekiri seiring lembar demi lembar komik di tangannya yang terus ia balik. Tanpa sadar ia tersenyumsendiri. Sepertinya imaginya benar - benar mengikuti alur yang di ciptakan oleh sang pembuat komik. Sementara mulutnya tak henti mengunyah coklat yang ada di sebelah tangannya. Dan sebelum Potongan terakhir itu masuk kedalam mulutnya, benda coklat itu sudah terlebih dahulu berpindah tangan. Membuat Astri refleks menoleh. Mulutnya maju dua senti saat mendapati wajah tak bersalah seseorang yang telah merampok coklatnya kini dengan santai duduk di sampingnya sambil meraih remot di meja. Menyalakan TV yang ada di hadapan.

"Kak Rendi...." ujar Astri terdengar kesel.

"Kenapa? Nggak boleh. Ya udah ni ambil lagi," Kata Rendi, kakak satu satunya Astri sambil membuka mulutnya. Menghadap lurus kearah Astri yang langsung di dorong menjauh.

"Ih Jorok," gerut Astri makin kesel sementara Rendi justru malah tertawa karena telah berhasil mengerjai adiknya.

"Ha ha ha. Lagian loe si. Masa makan coklat mulu. Tau nggak si, Katanya makan coklat itu bisa bikin jerawatan lho," kasehat Randi terdengar bijak.

"Kata siapa emang?" tanya Astri terdengar menantang.

"E..." Rendi tampak berpikir. "Nggak tau juga si kata siapa."

Balasan yang keluar dari mulut Rendi membuat Astri kembali mencibir.

"Lagian loe kayak anak - anak aja. Bacaannya komik," tambah Rendi sambil memencet - mencet tombol remote yang ada di tangannya. Kurang puas karena tidak ada siaran menarik yang di tayangkan.

"Biarin. Kisahnya romantis tau. So sweet."

"Ah itu mah fiktif belaka. Kebanyakan bohongnya. Mendingan juga langsung alamin sendiri. Keluar kencan bareng pacar misalnya."

"Ye... Itu mah kakak. Kita beda kali," sungut Astri cuek. Rendi hanya mengendikan bahu menangapinya.

"Ngomong ngomong, kok tumben kakak jam segini udah pulang. Gak jalan bareng kak siapa tu pacar kakak yang sekarang. Kak Resti, atau Lestari ya?" tanya Astri sambil mengingat - ingat.

"Udah Gue putusin. Ngejombo lagi sekarang. Abis tu anak ngebosenin si," balas Rendi santai. Berbanding balik dengan reaksi adiknya yang jelas terlihat kaget.

"HA? Putus? Lagi? Bukannya kalian baru jadian dua minggu?"

"Ya udah nggak cocok ngapain dipertahanin. Mendingan juga gue cari yang baru. Bener nggak si?"

"Dasar playboy," sunggut Astri yang hanya di sambut tawa oleh kakaknya.

"Terus loe ndiri? Kapan nih ada yang minta izin sama gue buat ngajakin loe jalan?" tanya Rendi yang jelas terdengar meledek.

"Ye... Astri kan bukan kakak. Hari ini bilang suka, terus jadian. Besok bilang nggak cocok terus putus. Ngejomblo sehari besoknya udah dapat cewek baru," Astri tak mau kalah.

"Itu karena kita hidup cuma sekali. So, kenapa nggak di nikmati."

"Tapi nggak harus gonta ganti pacar juga kali. Cinta itu kan bukan sandal jepit."

"Tapi cinta itu nggak seindah yang di komik," rendi tak mau kalah.

Astri terdiam. Bukan, bukan karena ia merasa ucapan kakaknya itu benar. Ataupun merasa kalau ia salah. Tapi, menurutnya percuma jika harus beradu argumen dengan makhluk yang duduk di sampingnya. Toh, setiap ucapannya pasti akan di pangkah. Mendingan ia diem aja deh.

"Oh ya, mama kemana?" tanya Rendi setelah terdiam beberapa saat.

"Arisan," balas Astri singkat. Matanya kembali beralih kearah bacaannya.

"Oooh... Ya sudah kalau gitu. Nanti kalau mama nanyain bilang aja kakak keluar."

"Lho. Kakak, mau kemana? Tadi katanya udah nggak punya pacar?" tanya Astri heran sambil menoleh kearah kakaknya. Dan ia baru menyadari kalau tampilan kakaknya sudah begitu rapi. Style nya juga terlalu keren kalau untuk di habiskan berdiam diri dirumah.

"Memangnya kalau nggak punya pacar nggak boleh jalan? Gue juga punya temen kali."

"Terus kakak mau pergi sama siapa?. Motor kakak kan masih di bengkel."

"Tuh," Rendi memberi isarat kearah Astri untuk menoleh kearah luar melewati jendela kaca di sampingnya. Tampak Seorang cowok yang baru muncul dengan motornya. Astri hanya mengangguk-angguk paham. Mengenali siapa sosok yang di maksut kakaknya.

"Ya sudah, Gue pergi dulu ya. Hati - hati loe di rumah. Jangan lupa mengunci pintu," kata Rendi sebelum kemudian bangkit berdiri.

Astri hanya mengangguk mengiyakan. Sementara matanya tak lepas dari sosok yang masih menunggu di luar. Bahkan saat sosok itu berlalu pergi bersama kakaknya, matanya masih belum teralihkan. Sepertinya pikirannya juga ikut melayang entah kemana.

Masih mengeliat Astri membuka matanya. Cahaya yang masuk melewati jedela kaca di samping tempat tidur membangunkanya. Matanya melirik jam yang terletak di maja. Seketika matanya melotot. Jam 08:15 menit. Astaga, ia kesiangan. Gara - gara tadi malam keasikan nonton Drama Jepang Itazura na Kiss Love In Tokyo sampai -sampai ia tidur terlalu larut. Dan akibatnya, pagi ini ia kesiangan.

Dengan cepat ia bangkit berdiri. Baiklah, hari ini memang hari minggu. Jadwal kuliahnya libur. Nah karena libur itu lah ia berani membuat janji bersama Alya untuk jalan - jalan ke toko buku. Persedian buku dan komik baru di rumahnya habis. Semuanya sudah selesai ia baca.

Seketika di sambarnya haduk. Keluar kamar menuju kamar mandi yang berada diantara kamarnya dan kamar kakaknya. Karena ia berada di tingkat atas ia memang harus berbagi bersama kakaknya mengenai fasilitas yang satu itu. Sementara kedua orang tuanya berada di lantai bawah.

Tepat saat kakinya mencapai pintu kamar mandi, Kondisi pintu tertutup bersamaan bunyi kran air di dalamnya. Tanpa perlu berpikir genius, Astri sudah bisa menebak kalau ada orang yang terlebih dahulu mendahuluinya. Tanpa berpikir panjang di ketuknya pintu kamar mandi itu. Astri cukup kenal akan sifat kakaknya itu. Jika tidak di ingatkan, cowok yang satu itu pasti akan menghabiskan wakut yang cukup lama di dalam. Astri sendiri cukup heran, memangnya hal menyenangkan apa yang bisa di lakukan di kamar mandi sehingga kakaknya begitu betah berlama - lama di sana?.

"Kak, buruan donk. Astri ada janji sama temen nih," ujar Astri sambil mengetuk daun pintu kamar mandi.

"Lagian kakak, tumben banget si jam segini udah bangun. Biasanya juga masih molor," tambah gadis itu lagi.

Tangannya masih mengetuk - ngetuk pintu kamar mandi. Karena tiada balasan dari dalam, Astri justru malah membuatnya terdengar seperti ketukan drum band. Berirama sembari mulutnya menyanyikan lagu sumbang dengan lirik...

"Kakak..... Please... Buruan....Donk...".

"Tak... dunk dunk dunk tak....dunk dunk tak," tangan Astri makin gencar mengetuk nya.

"Apaan si. Loe pagi - pagi berisik banget."

"Eh?" Astri menoleh bingung.

Daun pintu disebelahnya terbuka. Disebelahnya, bukan di hadapannya. Tampak tampang kusut kakaknya yang baru muncul. Sepertinya ia baru bangun tidur.

Dan belum sempat mulut Astri bertanya lagi, pintu di sampingnya ikutan terbuka. Membuat Astri mengalihkan tatapannya kesampingnya.

"Eh?" matanya yang bening berkedap - kedip dengan mulut melongo. Secepat mungkin ia berpikir_setidaknya secepat yang ia bisa, dengan kapasitas otak pas - pasan yang ia punya.

"Sory, lama ya. Tadi kebetulan lagi kebelet soalnya," kata - kata yang keluar itu langsung menyadarkan Astri dari keterkejutannya. Terlebih saat ia dengan jelas mengenali siapa sosok yang berada disampingnya. Andre, sahabat dekat kakaknya sekaligus senior di kampusnya.

Astri tau kalau sosok yang satu itu sering bermain kerumahnya. Bahkan tak jarang ia yang membukakan pintu saat Andre datang bertamu walau ia memang tidak pernah mengobrol dengannya. Palingan juga sekedar say hello. Tapi ia sama sekali tak menyangka kalau cowok itu juga akan menginap dirumahnya. Dan yang lebih parah, menggunakan kamar mandi dengan gangguan ketukan berisik mengiringi suara sumbanganya. Hei, adakah yang lebih memalukan dari ini?.

"Santai aja bro. Tau ni adek gue yang satu ini. Tumben banget bangun pagi pas hari libur gini. Pake acara berisik berisik lagi."

Astri langsung mendelik mendengar ucapan kakaknya yang jelas memperburuk keadaan. Dan ketika kembali menoleh, ia hanya mampu tersenyum malu saat tau kalau Andre masih menatap tampang kusutnya. Benar - benar kusus sekusut tampang seseorang yang baru bangun tidur tanpa cuci muka. Detik itu juga, Astri benar - benar berharap ia mempunyai kekuatan mistis sehingga bisa menghilang dengan ajaipnya. Ini benar - benar memalukan.

"Maaf, tadi Astri pikir kak Rendi yang didalam. Astri nggak tau kalau justru kak Andre yang lagi make kamar mandinya," kata Astri sambil mendunduk malu. Tak berani menunjukan tampangnya.

Andre hanya tersenyum walau jelas Astri tak melihatnya. Kemudian melangkah melewati pintu. Membari jalan kearah Astri yang langsung melesat kedalam. Menutup pintu rapat - rapat sambil terus meratapi kebodohannya di kamar mandi. Samar ia masih mampu mendengar suara tawa dua orang cowok di luar pintu. Membuat Astri ingin menejedotkan kepalanya didinding saat itu juga.

"Bodoh bodoh bodoh," Astri tak henti mengetuk - ngetuk kepalanya sendiri ketika mengingat kejadian tadi pagi.

Sambil duduk di meja makan ia meraih roti di atas meja, mengoleskan selai dengan hati - hati. Setelah kalang kabut untuk mandi, sempet mempermalukan diri di hadapan sahabat kakaknya. Eh dengan seendak jidatnya, Alya malah membatalkan acara mereka gara - gara ada urusan keluarga. Menyebalkan.

"Katanya tadi buru - buru, kok masih nongkrong di sini?"

Astri meloleh, mendapati kakaknya yang melangkah menghampirinya di meja makan, diikuti Andre yang mengekor di belakang. Keren, puji Astri saat melihat tampilan keduanya.

"Batal," balas Astri singkat.

"Yah, sayang sekali. Padahal sudah cantik begini," puji Rendi sambil tersenym.

Astri menahan diri untuk tidak langsung melemparkan roti itu kearah kakaknya. Hei, itu memang pujian sebenernya, terlebih jika melihat tampilannya saat ini. Rambutnya sengaja ia gerai, tanpa kacamata ataupun kucir kuda seperti tampilannya saat keluar rumah atau pergi kuliah seperti biasa. Bahkan ia sengaja menambahkan bando di kepalanya. Tapi, melihat semirk di wajah kakaknya ia tau kalau Rendi saat ini jelas meledek penampilannya tadi pagi.

"Mama mana?" tanya Rendi sambil duduk disamping Astri. Tak lupa ia mempersilahkan Andre untuk mengikuti jejaknya.

"Keluar sama papa. Nggak tau kemana," balas Astri cuek tapi kemudian berubah kesel saat dengan santai kakaknya meraih roti yang sedari tadi telah ia olesi selai untuk sarapan paginya. Bahkan tanpa rasa bersalah langsung di makan olehnya. Hei, memangnya sejak kapan kakaknya itu beralih profesi jadi perampok makanan.

"Oh ya, tuangin tehnya buat gue donk. Sekalian buat Andre juga," kata Rendi terdengar memerintah.

Sepertinya cowok yang satu itu memang sengaja melakukannya. Ia tau, kalau jika hanya mereka berdua Astri pasti akan menolak melakukannya. Lain ceritanya kalau ada orang ketiga diantara mereka. Ha ha ha, bisa mengerjai adiknya yang satu itu sepertinya menyenangkan. Terlebih saat jelas jelas Rendi menangkap raut cemberut adiknya.

"Mama papa aja yang sudah tua pergi berkencan berdua. Masa adek gue satu satunya justru malah berdiam diri dirumah tanpa ada yang mengajak jalan. Padahal ini kan hari minggu. Ck ck ck, kasian sekali."

Oke. Kesabaran Astri habis. Diraihnya roti di hadapan dan langsung di jejalkan kemulut Rendi. Membuat Cowok itu kontan tersedak, namun beberapa detik kemudian justru malah ngakak.

"Wuah, adik gue ternyata galak. Pantesan sampe sekarang nggak punya pacar."

"Kakak..." Astri melotot, tapi Rendi sama sekali tak gentar justru tawanya malah makin menjadi.

"Ren, udah donk. Kasian tau. Masa adeknya sendiri di ledekin," Andre yang sedari tadi menonton ikutan akhirnya angkat bicara.

"He he he. Gue kan cuma bercanda. Abis gue heran adek gue yang satu ini dari dulu nggak mau pacaran," balas Rendi santai tanpa beban.

"Masa si cantik gini nggak punya pacar?" tanya Andre merasa tak percaya.

Diam - dima Astri tersenyum samar mendengarnya. Merasa sedikit malu di puji seperti itu. Terlebih di puji oleh Andre, seseorang yang selama ini selalu di puji puji oleh sahabat karibnya. Kira - kira gimana ya reaksi sahabatnya itu kalau tau ia sedang sarapan bareng bersama Andre.

Namun rasa seneng di hati Astri tidak bertahan lama. Entah kenapa kakaknya yang satu itu selalu punya cara untuk merusaknya. Terlebih dengan kalimat mengejek yang keluar dari mulutnya.

"Cantik? Iya sih gue aku itu," angguk - angguk Rendi sambil menilai penampilan Astri saat itu. "Tapi itu cuma kalau lagi dirumah. Lain ceritanya kalau ia keluar. Kuliah misalnya. Huwahhahaha," sambung Rendi tak mampu menahan tawanya saat membayang kan apa yang telah ia katakan barusan. Sementara Andre justru malah mengernyit bingung. Tak mengerti maksut dari ucapannya.

"Gue jamin, kalau ketemu pun loe pasti nggak bakal ngenalin dia," tambah Rendi lagi.

"Maksut loe?"

Rendi tidak langsung menjawab. Matanya melirik kearah adiknya yang jelas sedang melemparkan death glare padanya.

"Sudahlah. Lupakan. Loe nggak mau kan besok nemuin berita di koran dengan topik judul utamanya tentang seorang kakak yang menjadi korban mutilasi adik kandungnya?"

Andre mengernyit. Namun saat melihat arah tatapn Rendi yang jelas masih terarah pada adiknya. Ia langsung menangguk paham. Sepertinya ia mengerti maksut ucapannya. Dan memilih untuk tidak melanjutkan ucapannya. Walau tak urung ia masih penasaran.

Ia tidak mengenali Astri? Gadis secantik itu?. Mustahil....

Next to cerpen Kenalkan aku pada Cinta ~ 03

Detail cerpen

• Judul Cerpen : Kenalkan aku pada cinta
• Penulis : Ana Merya
• Twitter: @ana_merya
• Instagram : @AnaMerya
• Genre : Cerbung, Remaja, Romantis
• status : Complete
• words : 2.001 Kata

Lanjut Baca : || ||

Ana Merya ~ Aku adalah apa yang aku pikirkan ~

Share :