Ketika Cinta Harus Memilih ~ 05 | Cerpen Cinta
Ketika Cinta Harus Memilih _ Part 05 . Masih kisah antara Cinta sama Rangga. Di part ini kayaknya udah mulai tumbuh benih - benih cinta di antara mereka berdua... ~Cieela, bahasanya.
Tapi yah tetep. Perjalanan masih cukup jauh untuk sampai ke ending sodara - sodara. Soalnya Cerpen Ketika Cinta Harus Memilih ini terdiri dari 16 part. Ho ho ho, Panjang kan?. Makanya cape ngeditnya. #plaks.
Okelah, dari pada kebanyakan bacod, mending langsung baca aja yuk kelanjutannya. Cekidots.....
Bukannya langsung pulang, Aldi justru malah ntrakir Cinta makan. Sambil makan mereka tak henti mengobrol. Dan Cinta baru menyadari satu hal. Ternyata Aldi orang nya asik. Anaknya nyambung di ajak ngobrol. Beda banget sama Rangga yang biasanya hanya terlihat sopan jika ada orang lain di sekelilingnya.-,-
"Oh ya, Abis ini loe mo kemana?" tanya Aldi lagi.
"Gue langsung pulang aja deh."
"Gimana kalau kita jalan dulu."
"Lain kali aja ya. Soalnya ini udah sore. Atau kalau nggak biar gue pulang sendiri aja" tolak Cinta halus sambil melirik jam yang melingkar di tangannya. Pukul 5 kurang seperempat. Hatinya langsung terasa was - was. Ia baru sadar kalau sekarang sudah sore. Sebentar lagi pasti papanya pulang.
"Nggak bisa gitu juga donk. Tadi kan gue bilang pengen nganterin loe pulang."
"Kalau gitu kita bisa langsung pulang sekarang gak?"
"Bisa sih. Tapi kenapa si, kok tampang loe jadi kayak orang cemas gitu?"
"Gak kenapa - napa. Ayo kita pulang" elak Cinta sambil beranjak bangun. Walaupun masih sedikit heran tapi Aldi milih diam dan tidak berkomentar apa - apa.
Sesampainya di depan rumah dengan cepat Cinta keluar dari dalam mobil, sedikit basa - basi pada Aldi sebelum kemudian ia berlalu pergi.
"Hufh.... Untung saja" Cinta tampak menghebuskan nafas lega saat melirik ke dalam pelataran rumahnya. Mobil papanya belum terlihat itu artinya ia selamat. Nggak kebayang deh kalau seandainya papanya tau ia pulang diantar cowok.
"Baru pulang Cinta"...
Cinta terlonjak kaget. Langsung menoleh. Heran saat mendapati Rangga yang duduk di atas motorya diseberang jalan tak jauh darinya dengan tatapan tajam yang jelas terhunjam padanya. Mungkin karena sedari tadi ia mengcemaskan papanya sampai - sampai ia tidak menyadari kehadiran Rangga.
"Rangga, kok loe ada di sini?" tanya Cinta beberapa saat kemudian.
"Harus nya gue yang nanya. Kenapa loe tadi pulang duluan tapi baru jam segini sampai kerumah?" tanya Rangga datar.
"He?Itu bukan urusan loe kan?" balas Cinta.
Dan ia dengan susah payah menelan ludahnya sendiri yang terasa pahit saat mendapati tatapan Rangga yang mengintimidasinya. Oke, baiklah. Sepertinya selain tidak bisa berkata 'tidak' ia juga harus mengakui satu hal lagi bahwa ia tidak akan pernah menang melawan tatapan tajam Rangga.
"Karena loe tadi lama, ya udah gue pulang nya bareng Aldi. Kebetulan tadi dia nawarin diri nganter gue" sahut Cinta akhirnya.
"Jadi gitu. Kalau ada siapapun yang nawarin diri buat ngantar loe, loe dengan gampangnya langsung ngikut?"
"Apa?!" Tanya Cinta setengah berteriak. Bohong banget dia kalau bilang tidak tersinggung mendengar kalimat pedes Rangga barusan.
"Loe pikir gue cewek gampangan?" geram Cinta. Rangga tidak membalas. Hanya melemparkan tatapan mencibir.
"Eh denger ya, Gue mau pergi sama siapa pun itu bukan urusan loe!" Tambah cinta lagi. Dan sebelum mulut Rangga terbuka ia sudah terlebih dahulu menambahkan.
"Dan untuk masalah setatus pacaran kita. Itu hanya sandiwara di hadapan orang - orang sebagaiman elo yang hanya bersikap baik sama gue jika ada orang lain. Jadi berhenti mencapuri urusan pribadi gue."
"Cinta...."
Cinta dan Rangga langsung menoleh. Dan jantung Cinta terasa seperti berhenti berdetak saat menapati papanya berdiri tak jauh darinya.
"Papa....." Gumam Cinta lirih.
"Sedang apa kamu di sini?" tanya papa dengan tampang menginterogasi. Cinta menunduk sejenak sebelum kemudian memberanikan diri menjawabnya.
"Nggak ngapa - ngapain kok pa. Ini juga aku mau masuk."
Tapi sebelum itu Mata cinta melirik tajam kearah Rangga. Mengisaratkannya untuk segera berlalu pergi.
"Kamu dari mana?"
"Kuliah pa" Cinta menghentikan langkahnya dan segera berbalik.
"Jam segini baru pulang. Dan anak ini siapa?. Mau apa dia kesini."
"Kenalin om. Nama aku Rangga. Aku temennya Cinta" Rangga tampak menunduk hormat, tangannya terulur untuk berjabatangan.
“Dan aku kesini karena...."
"Aku tidak bertanya dengan mu" potong papa. "Cinta, Siapa dia?. Pacar kamu?!."
"Bukan kok pa, Dia cuma temen" balas Cinta cepat sambil terus menunduk takut. Sama sekali tidak berani menatap wajah sangar papanya.
"Teman seperti apa yang baru membawa kamu pulang sesore ini?!"
Bentakan papa membuat Rangga sedikit terlonjak. Sama sekali sambutan yang tidak pernah terfikirkan olehnya.
"Ada apa ini?" tanya mama yang baru muncul dari dalam rumah karena mendengar suara berisik.
"Lihat anak mu. Sudah mulai pinter sekarang. Masih kuliah berani - beraninya membawa pria ke rumah ini."
"Pa, Cinta itu sudah gede. Dia tau apa yang terbaik untuknya. Lagi pula apa salahnya di pacaran."
"Apa salahnya?. Kau bilang apa salahnya. Dengar, Aku membiayainya untuk kuliah. Bukan untuk menjadi perempuan yang nggk tau malu" Suara papa terdengan mengelegar.
"Pa, Cukup. Jangan keterlaluan" Mama balas membentak.
Cinta tampak mengusap air mata yang entah sejak kapan telah membasahi pipinya. Ditatapnya Rangga yang masih terdiam terpaku. Antara marah, malu, sedih, kesel yang menguasai hatinya.
"Rangga, loe pulang sekarang" kata Cinta lirih. Rangga menoleh. Baru menyadari Cinta masih di sampingnya.
"Tapi..."
"Gue bilang loe pulang sekarang. SE-KA-RANG" Balas Cinta lagi. Walaupun di ucapkan dengan lirih namun penuh dengan penekanan.
"Baiklah" Rangga akhirnya mengalah. "Om, tante, Maaf aku permisi dulu" Pamit Rangga sebelum kemudian berlalu pergi.
"Lihat..." Tunjuk Papa ke arah punggung Rangga yang mulai menjauh. "Apa begitu cara nya...".
"Pa, Ma, Cukup. Kalau kalian memang masih pengen berantem paling nggak bisa kalian lanjutin di dalam rumah. Jadi nggak perlu menjadi tontonan seperti ini" Selesai berkata Cinta segera berlari masuk kedalam rumahnya.
Untuk sejenak papa dan mama terdiam. Dengan ekor matanya mereka meneliti sekeliling dan mereka baru menyadari kalau saat ini telah menjadi objek tontonan tetangga kiri kanan rumahnya. Dengan masih kesal papa melangkah masuk kedalam rumahnya di ikuti mama yang mengekor di belakang.
Setelah mengunci pintu kamarnya, Cinta segera menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Air mata semakin deras mengalir saat dengan jelas telinganya menangkap suara pertengkaran kedua orang tuanya yang ternyata masih berlanjut. Dan ia hanya mampu bertanya, "Sampai kapan semua ini akan berakhir?”
***Ketika cinta harus memilih ***
Sudah hampir lima belas menit Rangga berdiri terpaku menatap kearah pintu rumah Cinta. Sebentar - sebentar ia melirik jam yang melingkar di tangannya. Tumben banget Cinta belum keluar untuk berangkat kuliah. Atau jangan - jangan ia libur lagi karena kejadian kemaren. Tepat saat ia memutuskan untuk menekan bel, mama Cinta tampak muncul dari balik pintu. Tampak heran saat mendapati kehadirannya.
"Pagi tante" Sapa Rangga.
"Pagi"
"Cinta nya nggak kuliah tante?" tanya Rangga lagi.
"Cinta?. Kuliah sih. Tapi dia sudah berangkat. Mungkin dia masih di halte bus. Soalnya perginya juga belum lama."
"Oh kalau gitu ma kasih tante. Kalau gitu aku permisi dulu" Pamit Rangga dan mama Cinta hanya membalas dengan anggukan.
Dengan cepat Rangga mengendarai motornya menuju tempat yang di maksut. Ternyata benar, matanya menangkap sosok Cinta yang tampak sedang duduk merenung di sebuah bangku sambil menunggu bus yang akan mengantarnya kekampus. Dan sebelum gadis itu sempat menginjakkan kaki di pintu bus, Tangan Rangga sudah terlebih dahulu menahannya. Menariknya mejauh menuju kearah motornya di parkir.
"Lepasin" Geram Cinta berusaha memberontak. Rangga baru menurut setelah melihat bus telah berlalu pergi.
"Loe mau kemana?" tanya Rangga kemudian.
"Pertanyaan bodoh apa yang baru saja loe lontarkan?" tanya Cinta terdengar sinis.
"Kalo loe emang niat kuliah. Mendingan cepet - cepet loe buang jauh - jauh. Karena hari ini kita bolos. Loe ikut sama gue. Kita jalan."
"Apa?. Loe pikir loe siapa?. Gue pernah bilang kan loe nggak bisa seenaknya buat ngatur hidup gue. So gue mau pergi. Dan elo nggak punya alasan buat tetap nahan gue" Kata Cinta penuh penekanan.
"Mata loe udah kayak mata panda. Jadi gue pikir itu sudah lebih dari cukup untuk di jadiin alasan."
Cinta tampak memalingkan wajah mendengarnya. Tanpa banyak kata ia berniat untuk segera berlalu. Tapi lagi - lagi Rangga berhasil menahannya.
"Kita jalan - jalan dulu oke. Cari hiburan sekedar untuk refresing" Ajak Rangga lagi.
Kali ini nada suaranya terdengar lembut. Cinta sendiri sempat ragu akan pendengarannya. Sejak kapan Rangga bisa berbicara selembut itu disaat mereka hanya ditinggal berdua?. Tapi saat matanya menatap senyum tulus di wajah Rangga, Tanpa sadar kepala Cinta mengangguk. Mengikuti jejak Rangga yang membawanya mengendarai motor entah kemana.
*** Ketika cinta harus memilih ***
"Danau?" Tanya Cinta dengan kening berkerut saat mendapati Rangga memarkirkan motornya.
"Kenapa loe ngajak gue kesini?" tanya Cinta lagi karena Rangga tidak menjawab pertanyaan nya, Justru malah melangkah dan kemudian dengan santai duduk diatas rumput rumput hanya beralaskan sepatu yang ia lepaskan. Tanpa banyak berpikir Cinta mengikuti jejaknya dan duduk di sampingnya.
"Tadinya gue pengen ngajak elo ke taman hiburan. Tapi karena penampilan loe tidak mendukung jadinya gue bawa ke sini deh. Di sini kan sunyi jadi nggak ada yang memperhatiin."
"Maksut loe?"
Rangga hanya angkat bahu. Cinta Balik memberengut sebel. Baru nyadar kalau Rangga jelas - jelas meledek penampilannya. Dengan kesel diarahkan pandangannya ke arah danau. Memperhatikan air di sana dalam diam. Sama sekali tidak merasa kalau tempat itu bisa menghiburnya.
"Cinta, loe baik - baik aja kan?" tanya Rangga memecah kesunyian setelah beberapa saat mereka terdiam.
"Baik"Balas Cinta singkat.
"Soal kemaren, gue minta maaf ya?"
Cinta segera menoleh. Matanya langsung bertubrukan dengan Rangga yang juga ternyata sedang menatapnya. Setelah menarik nafas untuk sejenak ia kembali mengalihkan tatapn ke arah danau di hadapannya.
"Bukan salah loe, kenapa loe harus minta maaf?"
"Tapi kemaren karena gue orang tua loe jadi berantem dan...."
"Tenang aja. Itu bukan karena loe. Mereka cuma melakukan rutinitas harian aja kok. Jadi loe nggak perlu merasa bersalah" Potong Cinta bahkan sebelum Rangga sempat menyelesaikan ucapannyaa. Tatapannya menerawang jauh.
"Cinta, gue akui gue bukan pacar yang ideal. Bahkan selama ini gue juga cuma memanfaatkan hubungan kita untuk kepentingan gue sendiri. Tapi gue bisa jamin kalau gue adalah pendengar yang baik. Jadi kalo loe punya masalah atau unek - unek di hati, loe bisa melampiaskannya ke gue."
Cinta hanya mencibir mendengarnya. Sejak kapan Rangga bisa berubah sok dewasa begini?, pikirnya.
"Lagian kalau loe mau berbagi, mungkin beban loe akan terasa sedikit lebih ringan" Sambung Rangga lagi.
"Walaupun loe nggak percaya, tapi gue serius. Dan gue nggak pernah bermain - main sama kata - kata gue" Sambung Rangga lagi karena Cinta masih terdiam.
"Gue tau....." Balas Cinta lirih.
Saking lirihnya bahkan Rangga hampir tidak mendengarnya. "Karena loe nggak pernah main - main makanya gue ada di sini?. Ya kan?" sambung Cinta lagi. Kali ini Rangga menbalasnya dengan sebuah senyuman di bibirnya.
"Sejak gue masih kecil, papa sama mama selalu saja berantem. Bahkan untuk hal paling kecil sekali pun pasti akan memicu pertengkaran di antara mereka. Gue juga nggak tau semua itu berawal dari apa. Yang gue tau mereka berdua nggak pernah akur. Tapi gue juga nggak mungkin rela kalau sampai mereka berdua berpisah. Makanya gue tetap bertahan untuk tinggal di rumah. Walau sebenernya gue juga udah nggak tahan dengan semua ini. Bahkan jujur saja, gue penah berniat untuk ikut kak Rio. Minggat dari rumah. Tapi gue tetap nggak bisa ngelakuin itu semua. Karena mama pernah bilang satu- satunya alasan mama tetap bertahan sama papa karena gue" Dan tanpa sadar cerita itu meluncur dari mulut Cinta.
"Rio?" tanya Rangga kemudian.
"Kakak gue. Yang milih pergi dari rumah karena nggak tahan sama sikap mama sama papa. Dan ninggalin gue sendirian" Terang Cinta sambil mengusap air matanya yang entah sejak kapan telah membasahi pipinya.
Tanpa di komando tangan Rangga terangkat. Menarik tubuh Cinta untuk bersandar di pundaknya. Membiarkan Gadis itu menangis sepuasnya. Dan Rangga menyadari. Mungkin inilah alasan gadis itu selalu terlihat dingin. Dan alasannya benar - benar di luar perkirannya.
"Dengar cinta. Mulai sekarang loe nggak boleh ngerasa sendirian lagi. Karena sekarang loe punya gue. Yang akan selalu siap menjaga elo dan menghibur elo kalo lagi sedih. Loe juga boleh cerita apa pun ke gue. Dan gue jamin gue nggak akan membocorkannya pada siapa pun. Dan gue juga janji, kalau gue akan selalu ada buat loe. Oke" Bisik Rangga lirih namun jelas terdengar tegas.
Oke, To Be Continue lagi ya. Bersambung ke part selanjutnya aja biar afdhol. #halakh
Hanya mengingkatkan, untuk info sekaligus ajang buat nanya - nanya, ntu juga kalau ada yang mau nanya. Bisa langsung hubungi admin di fanpage ya. At LovelyStarNight.
Tapi yah tetep. Perjalanan masih cukup jauh untuk sampai ke ending sodara - sodara. Soalnya Cerpen Ketika Cinta Harus Memilih ini terdiri dari 16 part. Ho ho ho, Panjang kan?. Makanya cape ngeditnya. #plaks.
Okelah, dari pada kebanyakan bacod, mending langsung baca aja yuk kelanjutannya. Cekidots.....
Bukannya langsung pulang, Aldi justru malah ntrakir Cinta makan. Sambil makan mereka tak henti mengobrol. Dan Cinta baru menyadari satu hal. Ternyata Aldi orang nya asik. Anaknya nyambung di ajak ngobrol. Beda banget sama Rangga yang biasanya hanya terlihat sopan jika ada orang lain di sekelilingnya.-,-
"Oh ya, Abis ini loe mo kemana?" tanya Aldi lagi.
"Gue langsung pulang aja deh."
"Gimana kalau kita jalan dulu."
"Lain kali aja ya. Soalnya ini udah sore. Atau kalau nggak biar gue pulang sendiri aja" tolak Cinta halus sambil melirik jam yang melingkar di tangannya. Pukul 5 kurang seperempat. Hatinya langsung terasa was - was. Ia baru sadar kalau sekarang sudah sore. Sebentar lagi pasti papanya pulang.
"Nggak bisa gitu juga donk. Tadi kan gue bilang pengen nganterin loe pulang."
"Kalau gitu kita bisa langsung pulang sekarang gak?"
"Bisa sih. Tapi kenapa si, kok tampang loe jadi kayak orang cemas gitu?"
"Gak kenapa - napa. Ayo kita pulang" elak Cinta sambil beranjak bangun. Walaupun masih sedikit heran tapi Aldi milih diam dan tidak berkomentar apa - apa.
Sesampainya di depan rumah dengan cepat Cinta keluar dari dalam mobil, sedikit basa - basi pada Aldi sebelum kemudian ia berlalu pergi.
"Hufh.... Untung saja" Cinta tampak menghebuskan nafas lega saat melirik ke dalam pelataran rumahnya. Mobil papanya belum terlihat itu artinya ia selamat. Nggak kebayang deh kalau seandainya papanya tau ia pulang diantar cowok.
"Baru pulang Cinta"...
Cinta terlonjak kaget. Langsung menoleh. Heran saat mendapati Rangga yang duduk di atas motorya diseberang jalan tak jauh darinya dengan tatapan tajam yang jelas terhunjam padanya. Mungkin karena sedari tadi ia mengcemaskan papanya sampai - sampai ia tidak menyadari kehadiran Rangga.
"Rangga, kok loe ada di sini?" tanya Cinta beberapa saat kemudian.
"Harus nya gue yang nanya. Kenapa loe tadi pulang duluan tapi baru jam segini sampai kerumah?" tanya Rangga datar.
"He?Itu bukan urusan loe kan?" balas Cinta.
Dan ia dengan susah payah menelan ludahnya sendiri yang terasa pahit saat mendapati tatapan Rangga yang mengintimidasinya. Oke, baiklah. Sepertinya selain tidak bisa berkata 'tidak' ia juga harus mengakui satu hal lagi bahwa ia tidak akan pernah menang melawan tatapan tajam Rangga.
"Karena loe tadi lama, ya udah gue pulang nya bareng Aldi. Kebetulan tadi dia nawarin diri nganter gue" sahut Cinta akhirnya.
"Jadi gitu. Kalau ada siapapun yang nawarin diri buat ngantar loe, loe dengan gampangnya langsung ngikut?"
"Apa?!" Tanya Cinta setengah berteriak. Bohong banget dia kalau bilang tidak tersinggung mendengar kalimat pedes Rangga barusan.
"Loe pikir gue cewek gampangan?" geram Cinta. Rangga tidak membalas. Hanya melemparkan tatapan mencibir.
"Eh denger ya, Gue mau pergi sama siapa pun itu bukan urusan loe!" Tambah cinta lagi. Dan sebelum mulut Rangga terbuka ia sudah terlebih dahulu menambahkan.
"Dan untuk masalah setatus pacaran kita. Itu hanya sandiwara di hadapan orang - orang sebagaiman elo yang hanya bersikap baik sama gue jika ada orang lain. Jadi berhenti mencapuri urusan pribadi gue."
"Cinta...."
Cinta dan Rangga langsung menoleh. Dan jantung Cinta terasa seperti berhenti berdetak saat menapati papanya berdiri tak jauh darinya.
"Papa....." Gumam Cinta lirih.
"Sedang apa kamu di sini?" tanya papa dengan tampang menginterogasi. Cinta menunduk sejenak sebelum kemudian memberanikan diri menjawabnya.
"Nggak ngapa - ngapain kok pa. Ini juga aku mau masuk."
Tapi sebelum itu Mata cinta melirik tajam kearah Rangga. Mengisaratkannya untuk segera berlalu pergi.
"Kamu dari mana?"
"Kuliah pa" Cinta menghentikan langkahnya dan segera berbalik.
"Jam segini baru pulang. Dan anak ini siapa?. Mau apa dia kesini."
"Kenalin om. Nama aku Rangga. Aku temennya Cinta" Rangga tampak menunduk hormat, tangannya terulur untuk berjabatangan.
“Dan aku kesini karena...."
"Aku tidak bertanya dengan mu" potong papa. "Cinta, Siapa dia?. Pacar kamu?!."
"Bukan kok pa, Dia cuma temen" balas Cinta cepat sambil terus menunduk takut. Sama sekali tidak berani menatap wajah sangar papanya.
"Teman seperti apa yang baru membawa kamu pulang sesore ini?!"
Bentakan papa membuat Rangga sedikit terlonjak. Sama sekali sambutan yang tidak pernah terfikirkan olehnya.
"Ada apa ini?" tanya mama yang baru muncul dari dalam rumah karena mendengar suara berisik.
"Lihat anak mu. Sudah mulai pinter sekarang. Masih kuliah berani - beraninya membawa pria ke rumah ini."
"Pa, Cinta itu sudah gede. Dia tau apa yang terbaik untuknya. Lagi pula apa salahnya di pacaran."
"Apa salahnya?. Kau bilang apa salahnya. Dengar, Aku membiayainya untuk kuliah. Bukan untuk menjadi perempuan yang nggk tau malu" Suara papa terdengan mengelegar.
"Pa, Cukup. Jangan keterlaluan" Mama balas membentak.
Cinta tampak mengusap air mata yang entah sejak kapan telah membasahi pipinya. Ditatapnya Rangga yang masih terdiam terpaku. Antara marah, malu, sedih, kesel yang menguasai hatinya.
"Rangga, loe pulang sekarang" kata Cinta lirih. Rangga menoleh. Baru menyadari Cinta masih di sampingnya.
"Tapi..."
"Gue bilang loe pulang sekarang. SE-KA-RANG" Balas Cinta lagi. Walaupun di ucapkan dengan lirih namun penuh dengan penekanan.
"Baiklah" Rangga akhirnya mengalah. "Om, tante, Maaf aku permisi dulu" Pamit Rangga sebelum kemudian berlalu pergi.
"Lihat..." Tunjuk Papa ke arah punggung Rangga yang mulai menjauh. "Apa begitu cara nya...".
"Pa, Ma, Cukup. Kalau kalian memang masih pengen berantem paling nggak bisa kalian lanjutin di dalam rumah. Jadi nggak perlu menjadi tontonan seperti ini" Selesai berkata Cinta segera berlari masuk kedalam rumahnya.
Untuk sejenak papa dan mama terdiam. Dengan ekor matanya mereka meneliti sekeliling dan mereka baru menyadari kalau saat ini telah menjadi objek tontonan tetangga kiri kanan rumahnya. Dengan masih kesal papa melangkah masuk kedalam rumahnya di ikuti mama yang mengekor di belakang.
Setelah mengunci pintu kamarnya, Cinta segera menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Air mata semakin deras mengalir saat dengan jelas telinganya menangkap suara pertengkaran kedua orang tuanya yang ternyata masih berlanjut. Dan ia hanya mampu bertanya, "Sampai kapan semua ini akan berakhir?”
***Ketika cinta harus memilih ***
Sudah hampir lima belas menit Rangga berdiri terpaku menatap kearah pintu rumah Cinta. Sebentar - sebentar ia melirik jam yang melingkar di tangannya. Tumben banget Cinta belum keluar untuk berangkat kuliah. Atau jangan - jangan ia libur lagi karena kejadian kemaren. Tepat saat ia memutuskan untuk menekan bel, mama Cinta tampak muncul dari balik pintu. Tampak heran saat mendapati kehadirannya.
"Pagi tante" Sapa Rangga.
"Pagi"
"Cinta nya nggak kuliah tante?" tanya Rangga lagi.
"Cinta?. Kuliah sih. Tapi dia sudah berangkat. Mungkin dia masih di halte bus. Soalnya perginya juga belum lama."
"Oh kalau gitu ma kasih tante. Kalau gitu aku permisi dulu" Pamit Rangga dan mama Cinta hanya membalas dengan anggukan.
Dengan cepat Rangga mengendarai motornya menuju tempat yang di maksut. Ternyata benar, matanya menangkap sosok Cinta yang tampak sedang duduk merenung di sebuah bangku sambil menunggu bus yang akan mengantarnya kekampus. Dan sebelum gadis itu sempat menginjakkan kaki di pintu bus, Tangan Rangga sudah terlebih dahulu menahannya. Menariknya mejauh menuju kearah motornya di parkir.
"Lepasin" Geram Cinta berusaha memberontak. Rangga baru menurut setelah melihat bus telah berlalu pergi.
"Loe mau kemana?" tanya Rangga kemudian.
"Pertanyaan bodoh apa yang baru saja loe lontarkan?" tanya Cinta terdengar sinis.
"Kalo loe emang niat kuliah. Mendingan cepet - cepet loe buang jauh - jauh. Karena hari ini kita bolos. Loe ikut sama gue. Kita jalan."
"Apa?. Loe pikir loe siapa?. Gue pernah bilang kan loe nggak bisa seenaknya buat ngatur hidup gue. So gue mau pergi. Dan elo nggak punya alasan buat tetap nahan gue" Kata Cinta penuh penekanan.
"Mata loe udah kayak mata panda. Jadi gue pikir itu sudah lebih dari cukup untuk di jadiin alasan."
Cinta tampak memalingkan wajah mendengarnya. Tanpa banyak kata ia berniat untuk segera berlalu. Tapi lagi - lagi Rangga berhasil menahannya.
"Kita jalan - jalan dulu oke. Cari hiburan sekedar untuk refresing" Ajak Rangga lagi.
Kali ini nada suaranya terdengar lembut. Cinta sendiri sempat ragu akan pendengarannya. Sejak kapan Rangga bisa berbicara selembut itu disaat mereka hanya ditinggal berdua?. Tapi saat matanya menatap senyum tulus di wajah Rangga, Tanpa sadar kepala Cinta mengangguk. Mengikuti jejak Rangga yang membawanya mengendarai motor entah kemana.
*** Ketika cinta harus memilih ***
"Danau?" Tanya Cinta dengan kening berkerut saat mendapati Rangga memarkirkan motornya.
"Kenapa loe ngajak gue kesini?" tanya Cinta lagi karena Rangga tidak menjawab pertanyaan nya, Justru malah melangkah dan kemudian dengan santai duduk diatas rumput rumput hanya beralaskan sepatu yang ia lepaskan. Tanpa banyak berpikir Cinta mengikuti jejaknya dan duduk di sampingnya.
"Tadinya gue pengen ngajak elo ke taman hiburan. Tapi karena penampilan loe tidak mendukung jadinya gue bawa ke sini deh. Di sini kan sunyi jadi nggak ada yang memperhatiin."
"Maksut loe?"
Rangga hanya angkat bahu. Cinta Balik memberengut sebel. Baru nyadar kalau Rangga jelas - jelas meledek penampilannya. Dengan kesel diarahkan pandangannya ke arah danau. Memperhatikan air di sana dalam diam. Sama sekali tidak merasa kalau tempat itu bisa menghiburnya.
"Cinta, loe baik - baik aja kan?" tanya Rangga memecah kesunyian setelah beberapa saat mereka terdiam.
"Baik"Balas Cinta singkat.
"Soal kemaren, gue minta maaf ya?"
Cinta segera menoleh. Matanya langsung bertubrukan dengan Rangga yang juga ternyata sedang menatapnya. Setelah menarik nafas untuk sejenak ia kembali mengalihkan tatapn ke arah danau di hadapannya.
"Bukan salah loe, kenapa loe harus minta maaf?"
"Tapi kemaren karena gue orang tua loe jadi berantem dan...."
"Tenang aja. Itu bukan karena loe. Mereka cuma melakukan rutinitas harian aja kok. Jadi loe nggak perlu merasa bersalah" Potong Cinta bahkan sebelum Rangga sempat menyelesaikan ucapannyaa. Tatapannya menerawang jauh.
"Cinta, gue akui gue bukan pacar yang ideal. Bahkan selama ini gue juga cuma memanfaatkan hubungan kita untuk kepentingan gue sendiri. Tapi gue bisa jamin kalau gue adalah pendengar yang baik. Jadi kalo loe punya masalah atau unek - unek di hati, loe bisa melampiaskannya ke gue."
Cinta hanya mencibir mendengarnya. Sejak kapan Rangga bisa berubah sok dewasa begini?, pikirnya.
"Lagian kalau loe mau berbagi, mungkin beban loe akan terasa sedikit lebih ringan" Sambung Rangga lagi.
"Walaupun loe nggak percaya, tapi gue serius. Dan gue nggak pernah bermain - main sama kata - kata gue" Sambung Rangga lagi karena Cinta masih terdiam.
"Gue tau....." Balas Cinta lirih.
Saking lirihnya bahkan Rangga hampir tidak mendengarnya. "Karena loe nggak pernah main - main makanya gue ada di sini?. Ya kan?" sambung Cinta lagi. Kali ini Rangga menbalasnya dengan sebuah senyuman di bibirnya.
"Sejak gue masih kecil, papa sama mama selalu saja berantem. Bahkan untuk hal paling kecil sekali pun pasti akan memicu pertengkaran di antara mereka. Gue juga nggak tau semua itu berawal dari apa. Yang gue tau mereka berdua nggak pernah akur. Tapi gue juga nggak mungkin rela kalau sampai mereka berdua berpisah. Makanya gue tetap bertahan untuk tinggal di rumah. Walau sebenernya gue juga udah nggak tahan dengan semua ini. Bahkan jujur saja, gue penah berniat untuk ikut kak Rio. Minggat dari rumah. Tapi gue tetap nggak bisa ngelakuin itu semua. Karena mama pernah bilang satu- satunya alasan mama tetap bertahan sama papa karena gue" Dan tanpa sadar cerita itu meluncur dari mulut Cinta.
"Rio?" tanya Rangga kemudian.
"Kakak gue. Yang milih pergi dari rumah karena nggak tahan sama sikap mama sama papa. Dan ninggalin gue sendirian" Terang Cinta sambil mengusap air matanya yang entah sejak kapan telah membasahi pipinya.
Tanpa di komando tangan Rangga terangkat. Menarik tubuh Cinta untuk bersandar di pundaknya. Membiarkan Gadis itu menangis sepuasnya. Dan Rangga menyadari. Mungkin inilah alasan gadis itu selalu terlihat dingin. Dan alasannya benar - benar di luar perkirannya.
"Dengar cinta. Mulai sekarang loe nggak boleh ngerasa sendirian lagi. Karena sekarang loe punya gue. Yang akan selalu siap menjaga elo dan menghibur elo kalo lagi sedih. Loe juga boleh cerita apa pun ke gue. Dan gue jamin gue nggak akan membocorkannya pada siapa pun. Dan gue juga janji, kalau gue akan selalu ada buat loe. Oke" Bisik Rangga lirih namun jelas terdengar tegas.
Oke, To Be Continue lagi ya. Bersambung ke part selanjutnya aja biar afdhol. #halakh
Hanya mengingkatkan, untuk info sekaligus ajang buat nanya - nanya, ntu juga kalau ada yang mau nanya. Bisa langsung hubungi admin di fanpage ya. At LovelyStarNight.