Cerpen Pendek Arti Sebuah Senyuman

All, masih inget Short Story be friends forever nggak?. Itu lho, yang kisahnya si Natasya sama si Arya. Nah, Arti sebuah senyuman ini masih lanjutannya cerpen yang itu. Rencananya sih mau di jadiin series kalau pas ada kejadian yang membekas di hati. Iya... Rencananya sih gitu. Nah, gimana ceritanya? Yuks kita langsung simak ke bawah.

Entah berapa lama Natasa duduk diam seperti itu, ia sendiri juga tidak tau. Yang jelas ice cream yang ada dimangkuk dihadapannya sudah mencair semua. Bahkan tanpa ia cicipi sedikit pun. Yang ia lakukan sedari tadi hanyalah mengaduk aduknya sembari melamun.

"Hufh..."

Untuk kesekian kalinya ia menghembuskan nafas berat. Sesak. Hanya itu yang bisa ia rasakan saat ini. Tadinya ia berharap dengan mungunjungi "Kaffe pelangi" sembari memesan ice cream kesukaannya suasana hatinya bisa sedikit membaik. Namun sepertinya tidak. Rasa sakit itu masih cukup membekas dihati, memberikan rasa perih disekujur tubuhnya. Kehilangan sahabat sekaligus orang yang ia cintai itu sangat menyakitkan. Terlebih sahabatnya pergi untuk cinta yang baru.

"Aku mau kita putus."

Natasa menoleh perlahan saat mendengar kalimat yang mengusik perhatiannya. Dari ekor matanya Natasa mendapati sepasang kekasih yang tampak seumuran dengannya duduk di meja tak selang didepannya.

"Kenapa? Apa aku punya salah?"

Sejujurnya Natasya tidak berniat untuk menguping sama sekali, tapi tak di pungkiri hal itu menarik perhatiannya. Bahkan tanpa sadar ia justru malah ikut menahan nafas menanti jawaban yang akan keluar dari mulut gadis sebelumnya. Terlebih saat Natasya menangkap ekspresi datar di wajah pria itu.

"Maaf."

"Aku tidak ingin mendengar kata maaf darimu. Aku hanya ingin tahu kenapa?"

Untuk sejenak gadis itu tampak menghela nafas.

"Karena aku menyukai sahabat mu, dan aku baru tau kalau ternyata dia juga menyukai ku."

Skak mat. Natasya sendiri hampir tidak mempercayai alasan yang baru saja di dengar olehnya. Gadis itu pasti sudah gila. Apa dia berniat untuk bunuh diri? Atau nggak punya hati? Bukan hanya memutuskan kekasihnya tapi juga mengatakan bahwa ia menyukai pria lain di saat yang sama. Bahkan apa tadi katanya? Sahabatnya.

Tidak ada seorangpun yang berhak menyandang kata 'Sahabat' jika berani merebut kekasih sahabatnya sendiri!!.

Namun diatas semua itu Natasya lebih tertarik akan reaksi yang akan di berikan pria itu. Kira - kira apa yang akan di lakukannya? Mencaci makinya? Atau malah menamparnya? Tapi menurutnya, hanya seorang banci yang berani menyakiti seorang wanita. Benar bukan?.

"Jadi begitu? Baiklah, kalau begitu kita putus. Kau bebas sekarang, dan kau bisa jadian dengannya."

Natasya melongo. Bukan hanya karena kalimat santai yang di lontarkan, tapi juga karena senyum manis di wajahnya. Natasya berani bertaruh dengan semua rasa sakit yang dideritanya, pria itu pasti tidak mencintai gadisnya. Iya sangat yakin akan hal itu.

Dengan perlahan Natasya bangkit berdiri. Berjalan menuju kearah kasir guna membayar ice cream pesanannya. Mengabaikan pasangan kekasih yang baru putus itu. Namun, sebelum benar - benar berlalu sekali lagi Natasya menoleh, memastikan apa yang baru saja terjadi di hadapannya adalah nyata. Barulah kemudian pada detik berikutnya ia benar - benar berlalu.

Pantai menjadi pilihan terakhirnya. Semilir angin yang menerpa memainkan anak rambutnya. Seolah tiada tenaga lagi di dalam dirinya, tubuhnya merosot turun. Terduduk di antara pasir putih. Tanpa bisa di cegah air matanya menetes.

Kadang hidup ini terasa tidak adil bukan? Apa yang kita inginkan, tidak selalu kita dapatkan. Apa yang kita harapkan, sangat jauh dari kenyataan.

"Kau tidak berniat untuk bunuh diri bukan?"

Natasya mendongakan kepalanya. Mencari tau siapa yang baru saja berbicara padanya. Natasya yakin ia tidak mengenalinya kecuali kenyataan kalau orang itu adalah orang yang sama yang ia lihat di kaffe tadi.

"Kau...?" telunjuk Natasya terarah lurus.

"Kau mengenalku?" pertanyaan bernada heran itu terlontar sebagai balasan dari ucapan Natasya.

"Tidak," balas Natasya menarik kembali tangannya sembari memalingkan wajah. Mengusap air mata di pipinya. "Dan aku sama sekali tidak tertarik untuk mengenalmu," sambungnya dalam hati.

"Pasti lagi patah hati ya?"

Kali ini Natasya hanya membalas dengan senyum mencibir. Patah hati? Tentu saja. Dia bukan tipe orang yang akan santai saja saat diputuskan oleh kekasihnya hanya untuk pacaran dengan seseorang yang berstatus sahabatnya.

"Diputusin pacar?" tebak pria itu lagi, kali ini sambil duduk disampingnya. Sementara Natasya tetap bungkam.

"Ah, kalau begitu sama. Aku juga baru di pututsin kekasihku," akunya lagi tanpa di minta.

"Karena kekasih mu ternyata naksir sama sahabatmu sendiri. Dan parahnya, sahabatmu ternyata juga suka sama dia. Iya kan?" Natasya akhirnya buka bicara walau ia sama sekali tidak bisa menjaga nada suaranya untuk tidak terdengar sinis.

"Kok tau?" Pria itu terlihat kaget, tapi lagi - lagi Natasya hanya membalas dengan cibiran.

"Baiklah, aku tidak perduli kau tau dari mana. Tapi tidakah kau berpikir kalau kisah ku cukup menyedihkan?"

"Tidak."

"Tidak?" ulang pria itu lagi. "Apa jangan - jangan kisahmu lebih me..."

"Tidak, dengan melihatmu bersikap sesantai itu," potong Natasya menjelaskan alasannya.

"Ha ha ha. Terus aku harus bagaimana? Menangis sambil meratapi nasip? Berteriak sambil memohon mohon sama dia untuk tidak memutuskanku? Atau aku harus menghajar sahabat ku sediri? Heh, bukannya itu malah terlihat menyedihkan?"

"Itu mungkin karena kau tidak menyukainya."

"Aku menyukainya!" potong pria itu cepat. Membuat Natasya merasa sedikit terkejut. Tapi ia diam saja, memberi kesempatan untuknya guna melanjutkan ucapannya.

"Tapi tetap, aku tidak bisa memaksanya untuk tinggal hanya karena aku ingin. Dia berhak untuk menentukan kebahagiaannya sendiri. Dan aku sama sekali tidak berhak untuk menghalangi."

Kali ini Nataysa menoleh. Hatinya terenyuh saat mendapati rasa rapuh di raut wajah itu. Sesuatu yang tidak ia temukan saat melihatnya di kaffe tadi. Sedikit banyak rasa bersalah menghampirinya. Apa mungkin raut datar dan santai yang ia lihat tadi hanyalah kamuflase belaka. Sama seperti senyuman yang ia berikan saat Arya meninggalkannya.

"Begitukah? Ah, kalau begitu kau benar - benar orang ya kuat. Aku tidak yakin aku bisa setegar itu jika berada di posisimu."

"Itu benar. Kau memang tidak mungkin sekuat aku. Buktinya kau datang kesini untuk menangis sendirian bukan?" komentar pria itu tanpa merasa bersalah. Membuat Natasya merasa kesel namun tidak membantah. Lagipula apa yang dikatakannya itu benar kan?.

"Ngomong - ngomong, kau ingin tau tidak. Obat paling ampuh untuk menyembuhkan luka di hatimu?"

"Apa?" tanya Natasya jelas merasa tertarik. Pria itu tampak tersenyum sebelum kemudian bibirnya berujar.

"Kau, hanya perlu jatuh cinta lagi."

Mulut Natasya terbuka untuk berbicara. Namun tiada kata yang terlontar sehinga ia mengatupkan mulutnya lagi. Kepalanya menunduk. Mencoba mencerna kalimat yang baru saja di dengarnya. Dan saat ia menoleh.

"Devrin."

"Ya?" kening Natasya berkerut bingung. Tapi pria itu hanya mengoyankan tangannya yang terulur. Setelah beberapa saat barulah Natasya mengerti. Tangannya ikut terulur menyambutnya sembari mulutnya bergumam lirih.

"Natasya."

"Natasya" ulang Devrin menyebutkan namanya. "Senang berkenalan denganmu," sambung Devrin sambil tersenyum.

Dan saat Natasa melihat senyum itu, tanpa di komando bibirnya juga ikut tersenyum. Namun ia yakin, itu bukan senyum kamuflase seperti yang ia lakukan kemaren, bukan pula senyum meledek seperti saat ia pertama melihat Devrin menghampirinya. Yang ia tau saat ini ia hanya ingin tersenyum.Hanya tersenyum. Titik!!!.

Ending....

Gak jelas ya? Ha ha ha. Berhubung bikin cerpen itu lebih asik dari pada nulis curhatan makanya cerpen ini bisa tercipta. Sengaja nggak di bikin berpart - part biar nggak di kejar - kejar. Kapan kapan kalau ada kejadian baru lagi, baru di lanjutin. Itu juga nggak janji. Yang jelas ini cuma cerpen selingan. Oke...

Detail Cerpen

• Judul Cerpen : Arti Sebuah senyuman
• Penulis : Ana Merya
• Instagram : @anamerya
• Status : Serial Short Stories
• Genre : Cerpen, Remaja, Cerpen pendek, Cerpen sahabat
• Words : 1.072 Kata

Lanjut Baca : || ||

Ana Merya ~ Aku adalah apa yang aku pikirkan ~

Share :