Dari di tabrak, gue di tembak kenapa bisa masuk kedalam kategori
Cerpen cinta sejati, adminnya juga nggak tau. Apa karena akhirnya mereka jadian, atau karena ngejar keyword doank. Akh, entahlah.
Okelah, nggak usah kebanyakan bacod. Mending langsung aja yuk kita baca lanjutannya. Oh ya, untuk part sebelumnya bisa di baca
disini.
Sudah hampir seminggu berlalu. Kaki Cha cha juga sudah mulai membaik. Dan selama kurun waktu itu, Kelvin selalu datang dan menjemputnya untuk pulang - pergi kuliah.
"Oh ya, besok loe nggak usah datang jemput gue lagi ya," kata Cha cha saat keduanya sudah duduk didalam mobil yang mulai melaju.
"Kenapa?" tanya Kelvin lirih.
"Ya kaki gue kan udah baikan, jadi gue bisa pergi sendiri," balas Cha cha singkat.
Kelvin terdiam dengan pandangan kedepan. Untuk sejenak suasana terasa hening. Cha cha sendiri sempat merasa heran. Setelah seminggu ini ia selalu di antar jemput, Kelvin tidak pernah kehabisan bahan obrlolan. Selalu ada saja yang mereka bicarakan. Tapi kenapa sekarang beda? Sedikit banyak hal itu menganggunya. Membuat Cha cha merasa cangung karenanya.
"Gue cukup merasa berterima kasih kok sama loe atas sikap loe selama ini. Cuma gue jadi ngerasa nggak enak aja ngerepotin loe lama lama."
Mobil yang melaju langsung terhenti seiring dengan kalimat yang meluncur dari mulut Cha cha barusan. Membuat gadis itu menoleh dan berhadapan langsung dengan tatapan tajam Kelvin yang menatapnnya.
"Kenapa?" tanya Cha cha menyuarakan rasa ingin tahunya.
"Gue nggak ngerasa di repotin sama sekali."
"Walaupun elo enggak ngerasa, tapi gue kan iya," balas Cha cha santai.
"Gimana kalau yang gue rasa itu sebaliknya?"
"Ya?"
"Gimana kalau gue malah seneng loe repotin?"
"Maksutnya?" Cha cha makin terlihat keheranan.
"Gue suka sama loe."
Santai namun terdengar tegas, jelas dan lugas. Membuat Cha cha langsung terpaku. Mulutnya sudah terbuka namun tiada kata yang terlontar. Ia sama sekali tidak menduga akan mendengar kalimat yang baru saja di dengarnya.
"Loe mau kan jadi pacar gue?"
Tembakan langsung kali ini memperburuk keadaan. Cha cha sama sekali tidak tau apa yang harus di lakukannya.
"Loe tinggal jawab ia, dan kita pacaran sekarang. Atau loe bilang iya nanti, biar kita pacaran belakangan. Yang jelas, gue nggak ngarepin jawaban 'tidak' untuk pertanyaan barusan," sambung Kelvin lagi.
Untuk sejenak suasana hening. Cha cha masih belum tau apa yang harus di lakukannya. Saat melihat Cha cha yang terdiam tanpa kata, Kelvin akhirnya mengambil inisiatif. Melanjutkan kembali laju mobilnya menuju kekampus. Dan selama selang waktu itu, bahkan sampai Cha cha melangkah keluar dari mobilnya. Tiada sepatah katapun yang terkontar.
"Terima kasih sebelumnya" kata Cha cha sebelum kemudian benar benar berlalu meningglkan Kelvin yang masih duduk dibelakang stir mobilnya.
"Masih pagi udah begong. Mo bikin ayam tetangga pada mati ya?"
Cha cha menoleh, mendapati Tinie yang kini duduk disampingnya. Sepertinya gadis itu baru tiba.
"Gue habis ditembak."
"Ha, kok masih hidup?" Tinie pasang tampang kaget yang dibalas cibiran oleh sahabatnya. Hari gini masih ada gitu orang yang pura pura oon.
"Please deh ya. Nggak usah pura pura oon."
"Ya elo sih. Abis ditembak bukannya cerah malah tu wajah ditekuk mulu. Emang loe di tembak sama siapa? Kan harusnya loe seneng. Secara loe udah nggak jomblo lagi sekarang."
"Kelvin."
"Kelvin?" ulang Tinie tak percaya.
Cha cha hanya membalas dengan anggukan.
"Wah, selamat ya. Loe bener - bener beruntung."
"Haaa?" Cha cha pasang tampang cengo.
"Iya donk. Secara Kelvin gitu lho. Baik, tinggi, pinter, kaya lagi. Paket lengkap deh. Dan yang paling penting, doi itu cakep. Kan loe sendiri yang bilang, cowok cakep itu emang harusnya di taksir. Kalo menurut gue sih, jangan cuma di taksir. Mending langsung aja di pacarin."
"Tapi gue nggak pacaran sama dia," sahut Cha cha setengah bergumam.
"Lho kenapa? Loe nolak dia?"
Kali ini Cha cha menggeleng.
"Terus?"
"Gue belum ngasi jawaban."
Diluar dugaan jitakan mendarat dikepala Cha cha. Membuat gadis itu mengerti kenapa kalimat mengaduh keluar dari mulut Kelvin kemaren. Ternyata dijitak itu rasanya sakit.
"Elo itu bego atau stupid si? Atau oon di pelihara? Anak anak pada antri deketin dia, loe malah pake acara sok sokan jual mahal. Doi nemu cewek baru, nangis bombai deh loe."
"Jadi sekarang gue harus gimana?"
"Ini yang oon siapa sih?" kata Tinie setengah bergumam pada dirinya sendiri. "Ya loe suka nggak sama dia?" tanya Tinie.
"Kayaknya sih," sahut Cha cha antara iya dan tidak.
"Kalo suka ya suka. Kalo enggak ya enggak. Nggak ada istilah kayaknya. Loe pikir kita lagi main tebakan."
"Oke deh, gue juga suka sama dia. Kayak yang loe bilang, dia itu pinter, tinggi, baik kaya dan cakep," sahut Cha cha mengulang apa yang Tinie ucapkan tadi yang justru malah membuat gadis itu mencibir sinis. Ternyata bener, yang ada dipikiran Cha cha cuma penampilan, bukan...
"Tapi diatas semua itu, yang paling penting dia suka sama gue," sambung Cha cha sambil tersenyum. Mendengar itu mau tak mau Tinie juga tersenyum.
"Jadi sekarang gue harus gimana?"
"Tau. Pikirin aja sendiri. Gue kan cuma temen loe, bukan dokter cinta."
Cha cha mendengus. Jawaban macam apa itu, dan belum sempat mulutnya terbuka untuk protes, Tinie sudah terlebih dahulu buka mulut.
"Dan sebagai temen yang baik, kayaknya gue cuma bisa ngingetin deh, kalau..." Tinie tampak mengantungkan ucapannya sambil melirik kearah sahabatnya. Membuat gadis itu penasaran akan saran lanjutannya.
"Pak Gono udah didepan tuh. Keluarin buku loe gih."
Kepala Cha cha dengan cepat menoleh. Menatap lurus kedepan. Benar saja, Pak Gono, salah satu dosennya kini sudah berada disana. Lengkap dengan spidol ditangan. Dengan malas dikeluarkannya buku dan pulpen dari dalam tas.
Selama pelajaran berlangsung angan Cha cha terus melayang. Bingung menentukan apa yang harus ia lakukan. Meminta bantuan Tinie jelas mustahil karena gadis itu telah dengan tegas menolaknya.
"Oh iya, Adit," gumam Cha cha sambil tersenyum senyum sendiri. Diam diam dikeluarkannya handphone dari dalam saku baju. Mengetikan sebaik kata demi kata sebelum kemudian mensendnya.
***
Sudah hampir lima menit Cha cha duduk sendiri di kafe langanannya. Sebentar sebentar ia melirik kearah jam yang melingkar di tangan.
"Tu anak mana sih?" gumam Cha cha sendiri sambil menoleh ke belakang dimana pintu masuk kaffe berada. Selang beberapa saat munculah sosok yang sedari tadi ditunggunya.
"Lama amat sih loe. Udah telat 5 menit 60 detik tau."
"Busyed, gue baru telat 6 menit aja sewot, gimana kalau tadi itu gue ogah datang kesini ya?" balas Adit sambil duduk di hadapan Cha cha.
"Emang ada apaan sih loe nyariin gue? Loe pasti butuh bantuan? Secara loe mana mau nyariin gue kalo bukan karena ada maunya?” tanya Adit langsung.
Cha cha mencibir walau tak urung dalam hati membenarkan. Ia mencari sepepunya itu kan memang kalau ia sedang butuh aja. Dan berhubung doi sudah bertanya, tanpa di minta dua kali ia segera menceritakan apa yang di alaminya. Tanpa di kurangi sedikitpun walau jelas di tambahi sana sini.
“Jadi menurut loe gue harus gimana?” tanya Cha cha di akhir ceritanya.
“Ya loe tinggal bilang suka juga sama dia. Selesai,” sahut Adit simple walau tak sesimple menrealisasikannya.
“Tapi kan...”
“Atau loe bisa nyesel belakangan ketika dia udah nemu cewek lain,” sambung Adit lagi. Kali ini Cha cha megernyit sembari mengingat – ingat. Kenapa kesannya tu kalimat mirip apa yang Tinie katakan ya? Apa mungkin mereka jodoh. Ah, haruskan ia menjadi mak comblang untuk mereka berdua. Sahabat dan sepupunya. Toh mereka berdua sama. Sama – sama jomblo.
“Jadi gue harus ngungkapin juga ni?” tanya Cha cha mengabaikan niat untuk menjadi mak comblang mereka. Adit dengan cepat mengangguk.
“Ya iya lah. Memang apa susahnya si tinggal bilang ‘gue juga suka sama loe’. Udah selesai.”
Untuk sejenak Cha cha menghela nafas. Setelah beberapa saat terdiam, matanya menatap lurus kearah Adit.
“Gue juga suka sama loe,” kata Cha cha tegas.
Dan seiring dengan kalimat itu rasa lega merambati hatinya. Ternyata mengucapkan kata itu tidak sesulit yang ia bayangkan. Jadi nanti, ia tinggal menemu Kelvin untuk mengulang kata yang sama.
“Jadi loe suka sama dia?”
Merasa mengenali suara barusan, dengan cepat kepala Cha cha menoleh ke belakang. Rasa lega yang dirasakan beberapa saat yang lalu langsung raib, hilang tak berbekas. Diganti rasa kaget, malu juga bingung. Ditambah sedikit rasa bersalah saat mendapati wajah kecewa Kelvin yang entah sejak kapan kini berada di belakangnya. Jangan bilang kalau pria itu salah paham dengan kalimat yang ia ucapkan barusan.
“Dia cowok yang loe bilang nembak loe tadi pagi?”
Kepala Cha cha kembali memutar kearah hadapannya. Menatap kearah Adit yang baru saja melontarkan pertanyaan padanya. Bola matanya tampak berkedap kedip dengan mulut yang masih terkunci. Sepertinya efek kaget tadi masih melekat.
“Doi udah pergi tuh. Kayaknya dia ngira kalo loe suka sama gue deh. Loe nggak niat mau ngejelasin?” pertanyaan kedua yang keluar dari mulut Adit menyadarkan Cha cha. Dan saat kepalanya menoleh ke belakang ia baru menyadari kalau Adit benar. Sekilas matanya menangkap punggung Kelvin yang baru saja melewati pintu.
“Astaga, Kelvin,” gumam Cha cha sambil menepuk jidatnya sendiri. Tanpa kata ia segera bangkit berdiri. Berlari mengerjar Kelvin. Meninggalkan Adit yang menatapnya kesel karena di tinggal gitu aja. Lebih kesel lagi saat melihat makanan yang ada di hadapnnya. Janjinya kan Cha cha yang bayarin, kenapa sekarang ia main kabur sembarangan. Hadeeee
“Kelvin, tunggu,” kata Cha cha menghadang Kelvin dan berdiri tepat di hadapannya. Napasnya sedikit ngos ngosan karena berlari tadi.
“Soal yang tadi...”
“Soal yang tadi pagi, gue boleh narik cuapan gue lagi nggak?” potong Kelvin mendahului.
“Ya?” tanya Cha cha kaget.
Menarik ucapannya lagi? Maksutnya, Kelvin mau bilang kalau ia nggak jadi suka sama dia? Nggak nggak nggak, itu nggak boleh terjadi. Masalahnya dia kan juga suka.
“Kayaknya gue lebih suka loe jawab ‘tidak’ deh, dari pada loe bilang suka tapi untuk cowok lain.”
“Oh, Syukurlah,” Cha cha bergumam lega. Berbanding balik dengan reaksi Kelvin yang mendengarnya. Pria itu jelas benar terlihat kecewa. Tanpa kata ia segera berniat untuk berlalu sebelum kemudian Cha cha segera menyadari ucapannya.
“Bukan itu. Maksut gue, syukurlah. Loe nggak narik ucapan loe soal loe suka sama gue. Karena sebenernya gue juga suka sama loe.”
“Ya?” dari kecewa kini Kelvin pasang tampang kaget.
“Loe nggak boleh salah paham soal yang tadi. Cowok yang tadi itu sepupu gue. Gue bukan suka sama dia. Gue sama dia kesini cuma karena gue mau minta tolong aja. Gimana caranya gue bilang sama loe kalau ternyata gue juga sama loe. Gitu,” sahut Cha cha cepat.
“Loe juga suka sama gue?” tanya Kelvin menegaskan.
“Eh?” seolah baru sadar dengan apa yang di ucapakannya barusan, Cha cha mendunduk malu. Dalam hati ia tak berhenti merutuki kebodohannya. Astaga, malunye.
“Jadi bener loe suka sama gue?” ulang Kelvin, kali ini sambil menahan senyum di wajahnya.
“Ya begitu lah,” sahut Cha cha sambil menunduk. Tak berani menatap Kelvin sama sekali.
“Ya sudah, kalau gitu mulai sekarang kita pacaran,” kata Kelvin sambil meraih tangan Cha cha. Membuat gadis itu mau tak mau mengangkat wajahnya. Mendapati senyum di wajah Kelvin yang mau tak mau membuat bibirnya ikut tersenyum.
“Tapi kan..”
Belum selesai Cha cha menyelesaikan ucapannya, Kelvin sudah terlebih dahulu memotong dengan kalimat tegasnya.
“Nggak ada tapi, yang jelas kita pacaran. Titik”
Ending....
Detail Cerpen Dari ditabrak gue di tembak
Lucu kak ana. so sweet gitu.
ReplyDeleteendingnya aku suka