Cerpen Cinta Galau 'Saranghae'
Cerita berlanjut. Wkwkwkwk. Tadinya nggak niat lanjutin, cuma tiba – tiba aja ide ini mampir begitu saja. And akhirnya cerpen cinta sedih saranghae di lanjut deh. Kalau sebelumnya kan ‘versi’ Naomi, kali ini kita bikin versi nya si Chacha pula. Ke ke ke . Eits tapi tunggu dulu, kalau ada yang ngarep kalau ini bakal berakhir bahagia, mending buang jauh – jauh deh pikiran ntu. Secara liat aja judul nya no, cerpen cinta galau ‘Saranghae’, Masih sebelas dua belas aja kayak versi sebelumnya. Jadi harusnya nggak jauh beda donk ceritanya. Yah harusnya sih gitu
So biar lebih jelas, ya mendingan baca sendiri aja deh. Oke guys…
Kata ‘bahagia’ saja sepertinya belum cukup untuk mengambarkan suasana hati Chacha saat ini. Punya kesempatan bisa duduk bareng dengan orang yang ia suka sama sekali belum pernah terlintas dalam angannya akan bisa menjadi nyata. Mungkin benar kata Naomi, ia tipe orang yang lebay. Tapi memangnya siapa yang bisa membohongi hati, dan walaupun memang bisa. Ia tidak ingin, paling tidak ia tidak ingin membohongi hatinya sendiri yang merasa senang karena bisa di jemput oleh Adit saat ini.
Yups, Adit. Pria yang sudah ia taksir sejak pertama kali ia ketemu sekitar 2 tahun yang lalu. Saat kakaknya mengajak datang kerumah setelah kuliah. Sudah cukup lama memang, tapi hingga kini rasa itu masih ia pendam. Ia memang lebih memilih untuk menyimpannya dalam hati walau dulu Naomi sering bilang untuk mengungakapkan saja. Tapi karena selalu ia bantah sepertinya gadis itu juga sudah menyerah untuk menasehati. Dan kini hanya memilih menjadi pendengar setia. Akh, Chacha memang merasa beruntung punya sahabat sebaik itu.
“Ma kasih ya kak Adit, karena udah repot – repot jemput gue,” kata Chacha sambil melepaskan helmnya dan segera menyodorkannya pada Adit.
“Iya sama sama. Nggak repot kok. Lagian loe kan adiknya Reihan, itu artinya loe adik gue juga,” balas Adit sambil tersenyum.
Chacha ikut tersenyum. Tepatnya tersenyum paksa. Ini nih salah satu alasan kenapa ia tidak mau mengungkapkannya. Karena selama ini, sebaik apapun Adit padanya pria itu selalu mengatakan kalau ia hanyalah sebatas ‘adik’. Sesuatu yang tidak pernah Chacha ceritakan kepada Naomi, sahabatnya.
“Ya sudah, kalau gitu gue pergi dulu ya. Masih ada kelas soalnya,” kata Adit lagi. Kali ini Chacha hanya membalas dengan anggukan.
Keesokan harinya, seperti biasa Chacha pasang senyum gembira. Rasanya tak sabar hati untuk membagi rasa gembiranya itu pada Naomi, sahabat terbaik yang pernah ia punya. Tapi belum sempat mulutnya terbuka keningnya sudah terlebih dahulu mengernyit saat melihat wajah Naomi. Wajah gadis itu terlihat sedikit pucat dengan lingkaran hitam di matanya. Membuatnya mengurungkan niat untuk bercerita yang justru malah ia ganti menjadi kalimat tanya.
“Naomi, loe kenapa? Loe sakit?”
Sekilas Chacha mendapati kalau gadis itu meliriknya sebelum kemudian kembali menatap buku yang ada di hadapan. Kepalanya mengeleng tanpa kata sama sekali.
“Tapi muka loe pucat gitu,” tambah Chacha lagi, jelas merasa khawatir.
“Gue nggak papa kok. Cuma cape aja,” balas Naomi, kali ini gadis itu mencoba meleparkan senyuman yang sangat Naomi yakini sebagai senyum paksa.
“Memangya loe abis ngapain?” tanya Chacha hati – hati.
“Yah banyak,” sahut Naomi ngambang. “Oh ya, ngomong – ngomong kemaren gimana? Kak Adit beneran jemput loe?”
Mendengar nama ‘Adit’ yang di sebut, wajah Chacha langsung berubah. Gadis itu sama sekali tak mampu menahan senyum untuk segera mengembang di wajahnya. Bahkan sepertinya ia juga sudah lupa dengan kondisi sahabatnya karena mulutnya langsung terbuka dengan lebar untuk menyerocos tanpa henti. Tentu saja tentang perasaan yang ia punya selama ini. Tak urung ia juga mengungkapkan tentang opininya tentang ke mungkinan Adit menyukainya dengan mengabaikan bagian kalau pria itu hanya menganggap dirinya hanya sebatas ‘adik.
“Kalau loe emang beneran suka sama dia, dan loe yakin kalau dia itu memang suka sama loe kenapa nggak loe tembak aja dia langsung sih?” potong Naomi tiba – tiba ketika Chacha sedang asik dengan ceritanya.
Chacha terdiam dan merasa sedikit heran. Sudah cukup lama Naomi tidak mengungkit masalah ini. Kenapa tiba – tiba ia kembali mengatakannya.
“Karena sebenernya gue nggak yakin kalau dia juga suka sama gue,” aku Chacha lirih, nyaris tidak terdengar.
Naomi tanpak menghebuskan nafas berat. Chacha menduga kalau gadis itu pasti merasa jengah dengan dirinya.
“Loe percaya sama gue kan?” tanya Naomi. Walau heran, Chacha tetap mengangguk. Ia memang mempercayai Naomi. Ia mempercayai gadis itu bahkan melebihi dirinya sendiri. Karena ia tau, selama ia mengenal Naomi, ia belum pernah melihat gadis itu berbohong. Bahkan ‘berbohong demi kebaikan’ sekalipun tidak ada dalam kamus hidupnya.
“Kalau gitu loe juga harus percaya kalau dia juga suka sama loe.”
“Tapi…”
“Kalau dia nggak suka sama loe, untuk apa dia cape-cape jemput loe kemaren?”
“Itu karena gue adik sahabatnya,” balas Chacha lirih.
“Kenapa selama ini dia baik sama loe?”
“Itu karena gue adik sahabatnya,” balas Chacha lagi.
“Please deh Cha, itu bukan alasan. Dia melakukan itu bukan karena loe adik sahabatnya, tapi karena dia suka sama loe.”
Chacha mengernyit heran. Bukan saja heran dengan apa yang Naomi katakan. Tapi juga dengan nada pengucapannya. Naomi benar – benar terlihat yakin saat mengucapkan hal itu. Sangat berbeda jauh dengan Naomi yang selama ini ia kenal. Naomi yang selalu mengatakan kalau ia tidak boleh merasa ke Ge-Eran atas perhatian Adit padanya selama ini.
“Tapi Naomi, gue…”
“Atau loe akan menyesalinya ketika loe sudah nggak punya kesempatan itu lagi. Ketika akhirnya dia menemukan wanita lain yang lebih pantas menurutnya tanpa tau kalau selama ini loe menyukainya.”
Kali ini Chacha benar – benar terbungkam. Sama sekali tidak bisa membalas. Atau ia tidak tau harus membalas apa. Jauh di dalam sudut hatinya yang terdalam, ia mengakui kalau apa yang Naomi katakan ada benarnya. Oke, saat ini ia tau kalau Adit memang belum punya pacar. Setidaknya itu yang ia dengar dari kakaknya. Lantas bagaimana nanti kalau ternyata Adit benar – benar menemukan orang yang ia sukai? Akankah ia menghilang begitu saja?
“Jadi menurut loe, gue harus mengaku padanya?” tanya Chacha setelah lama terdiam. Naomi hanya membalas dengan anggukan mantab. Hanya anggukan, tapi itu sudah lebih dari cukup untuk meyakin kan Chacha kalau gadis itu serius.
So biar lebih jelas, ya mendingan baca sendiri aja deh. Oke guys…
Cerpen Cinta Galau 'Saranghae' |
Mencintainya itu sulit, tapi ternyata untuk tidak jatuh cinta padanya jauh lebih sulit.
Kata ‘bahagia’ saja sepertinya belum cukup untuk mengambarkan suasana hati Chacha saat ini. Punya kesempatan bisa duduk bareng dengan orang yang ia suka sama sekali belum pernah terlintas dalam angannya akan bisa menjadi nyata. Mungkin benar kata Naomi, ia tipe orang yang lebay. Tapi memangnya siapa yang bisa membohongi hati, dan walaupun memang bisa. Ia tidak ingin, paling tidak ia tidak ingin membohongi hatinya sendiri yang merasa senang karena bisa di jemput oleh Adit saat ini.
Yups, Adit. Pria yang sudah ia taksir sejak pertama kali ia ketemu sekitar 2 tahun yang lalu. Saat kakaknya mengajak datang kerumah setelah kuliah. Sudah cukup lama memang, tapi hingga kini rasa itu masih ia pendam. Ia memang lebih memilih untuk menyimpannya dalam hati walau dulu Naomi sering bilang untuk mengungakapkan saja. Tapi karena selalu ia bantah sepertinya gadis itu juga sudah menyerah untuk menasehati. Dan kini hanya memilih menjadi pendengar setia. Akh, Chacha memang merasa beruntung punya sahabat sebaik itu.
“Ma kasih ya kak Adit, karena udah repot – repot jemput gue,” kata Chacha sambil melepaskan helmnya dan segera menyodorkannya pada Adit.
“Iya sama sama. Nggak repot kok. Lagian loe kan adiknya Reihan, itu artinya loe adik gue juga,” balas Adit sambil tersenyum.
Chacha ikut tersenyum. Tepatnya tersenyum paksa. Ini nih salah satu alasan kenapa ia tidak mau mengungkapkannya. Karena selama ini, sebaik apapun Adit padanya pria itu selalu mengatakan kalau ia hanyalah sebatas ‘adik’. Sesuatu yang tidak pernah Chacha ceritakan kepada Naomi, sahabatnya.
“Ya sudah, kalau gitu gue pergi dulu ya. Masih ada kelas soalnya,” kata Adit lagi. Kali ini Chacha hanya membalas dengan anggukan.
Keesokan harinya, seperti biasa Chacha pasang senyum gembira. Rasanya tak sabar hati untuk membagi rasa gembiranya itu pada Naomi, sahabat terbaik yang pernah ia punya. Tapi belum sempat mulutnya terbuka keningnya sudah terlebih dahulu mengernyit saat melihat wajah Naomi. Wajah gadis itu terlihat sedikit pucat dengan lingkaran hitam di matanya. Membuatnya mengurungkan niat untuk bercerita yang justru malah ia ganti menjadi kalimat tanya.
“Naomi, loe kenapa? Loe sakit?”
Sekilas Chacha mendapati kalau gadis itu meliriknya sebelum kemudian kembali menatap buku yang ada di hadapan. Kepalanya mengeleng tanpa kata sama sekali.
“Tapi muka loe pucat gitu,” tambah Chacha lagi, jelas merasa khawatir.
“Gue nggak papa kok. Cuma cape aja,” balas Naomi, kali ini gadis itu mencoba meleparkan senyuman yang sangat Naomi yakini sebagai senyum paksa.
“Memangya loe abis ngapain?” tanya Chacha hati – hati.
“Yah banyak,” sahut Naomi ngambang. “Oh ya, ngomong – ngomong kemaren gimana? Kak Adit beneran jemput loe?”
Mendengar nama ‘Adit’ yang di sebut, wajah Chacha langsung berubah. Gadis itu sama sekali tak mampu menahan senyum untuk segera mengembang di wajahnya. Bahkan sepertinya ia juga sudah lupa dengan kondisi sahabatnya karena mulutnya langsung terbuka dengan lebar untuk menyerocos tanpa henti. Tentu saja tentang perasaan yang ia punya selama ini. Tak urung ia juga mengungkapkan tentang opininya tentang ke mungkinan Adit menyukainya dengan mengabaikan bagian kalau pria itu hanya menganggap dirinya hanya sebatas ‘adik.
“Kalau loe emang beneran suka sama dia, dan loe yakin kalau dia itu memang suka sama loe kenapa nggak loe tembak aja dia langsung sih?” potong Naomi tiba – tiba ketika Chacha sedang asik dengan ceritanya.
Chacha terdiam dan merasa sedikit heran. Sudah cukup lama Naomi tidak mengungkit masalah ini. Kenapa tiba – tiba ia kembali mengatakannya.
“Karena sebenernya gue nggak yakin kalau dia juga suka sama gue,” aku Chacha lirih, nyaris tidak terdengar.
Naomi tanpak menghebuskan nafas berat. Chacha menduga kalau gadis itu pasti merasa jengah dengan dirinya.
“Loe percaya sama gue kan?” tanya Naomi. Walau heran, Chacha tetap mengangguk. Ia memang mempercayai Naomi. Ia mempercayai gadis itu bahkan melebihi dirinya sendiri. Karena ia tau, selama ia mengenal Naomi, ia belum pernah melihat gadis itu berbohong. Bahkan ‘berbohong demi kebaikan’ sekalipun tidak ada dalam kamus hidupnya.
“Kalau gitu loe juga harus percaya kalau dia juga suka sama loe.”
“Tapi…”
“Kalau dia nggak suka sama loe, untuk apa dia cape-cape jemput loe kemaren?”
“Itu karena gue adik sahabatnya,” balas Chacha lirih.
“Kenapa selama ini dia baik sama loe?”
“Itu karena gue adik sahabatnya,” balas Chacha lagi.
“Please deh Cha, itu bukan alasan. Dia melakukan itu bukan karena loe adik sahabatnya, tapi karena dia suka sama loe.”
Chacha mengernyit heran. Bukan saja heran dengan apa yang Naomi katakan. Tapi juga dengan nada pengucapannya. Naomi benar – benar terlihat yakin saat mengucapkan hal itu. Sangat berbeda jauh dengan Naomi yang selama ini ia kenal. Naomi yang selalu mengatakan kalau ia tidak boleh merasa ke Ge-Eran atas perhatian Adit padanya selama ini.
“Tapi Naomi, gue…”
“Atau loe akan menyesalinya ketika loe sudah nggak punya kesempatan itu lagi. Ketika akhirnya dia menemukan wanita lain yang lebih pantas menurutnya tanpa tau kalau selama ini loe menyukainya.”
Kali ini Chacha benar – benar terbungkam. Sama sekali tidak bisa membalas. Atau ia tidak tau harus membalas apa. Jauh di dalam sudut hatinya yang terdalam, ia mengakui kalau apa yang Naomi katakan ada benarnya. Oke, saat ini ia tau kalau Adit memang belum punya pacar. Setidaknya itu yang ia dengar dari kakaknya. Lantas bagaimana nanti kalau ternyata Adit benar – benar menemukan orang yang ia sukai? Akankah ia menghilang begitu saja?
“Jadi menurut loe, gue harus mengaku padanya?” tanya Chacha setelah lama terdiam. Naomi hanya membalas dengan anggukan mantab. Hanya anggukan, tapi itu sudah lebih dari cukup untuk meyakin kan Chacha kalau gadis itu serius.
Post a Comment for "Cerpen Cinta Galau 'Saranghae' "
Belajar lah untuk menghargai sesuatu mulai dari hal yang paling sederhana...