Cerpen Galau "Sakitnya tuh disini!" ~ 01
Ada yang tau lagu sakitnya tuh disini milik Cita Citata? Akh pasti tau donk. Secara tu lagu kayaknya lagi ngetrend - ngetrendnya sekarang. Nah pas dengerin lagi itulah tiba - tiba cling ada ide dadakan. Yang jelas ceritanya nggak sama kayak lagunya. Nggak ada istilah selingkuh - selingkuhan. Secara adminnya kan jomblo #gubrak.
Oke deh biar nggak makin ngaco kesana kemari kita langsung lirik cerpen galau sakitnya tuh disini yuk guys. Semoga aja pada suka....
Karena merasa kakinya sudah cukup pegel, Icha memilih mendaratkan tubuhnya di bangku kosong di dekat Time zone. Sementara matanya tetap terjurus kearah Laily yang masih asik mencocokan kakinya dengan deretan sepatu yang ada di hadapan. Dalam hati Icha mengertutu, gadis itu nggak kenal rasa lelah apa ya? Tak ingin memikirkan lebih jauh, Icha meraih hanphond yang ada disaku. Memeriksa satu demi satu akun sosmed yang ia punya. Kebanyakan updatan status -status nggak penting atau juga sekedar inbox say hallo. Membuatnya semakin merasa jengah. Hari gini facebook benar benar menjadi sarana serba bisa ya. Bisa di jadikan ajang Narsis. Bisa buat tempat mengeluh , menyindir, ngatain orang, berdoa and etc lah pokoknya. Bahkan belakangan sudah di penuhi dengan promo promo nggak jelas. And yang paling ekstrim sekalian bikin heboh malah ada yang masuk penjara segala. Bener - bener sesuatu banget.
Tak tertarik dengan facebook, Icha memilih beralih keakun tumblr. Dari sebanyak - banyak akun sosmed yang ia punya sepertinya 'rumah' yang satu ini masih cukup nyaman untuknya. Terlebih dengan akun akun yang ikuti juga kebetulan menarik minatnya. Karena terlalu asik dengan gedget yang ada di tangannya Icha sama sekali tidak menyadari kehadiran Laily yang kini berada tepat didepannya.
"Ya ampun Icha. Please donk ya. Kalau loe emang cuma mau main sama hanphond ngapain kita harus ke mall segala. Mendingan juga santai di rumah kali, bisa sambil tiduran," kata Laily kesel.
Icha menoleh. Melihat raut kesel Laily, Icha hanya nyengir. "Gue udah cape tau. Dari tadi kita tuh udah keliling kesana kemari. Tapi loe belum juga beli satu barang sama sekali. Gue heran, sebenernya loe niat mau beli nggak sih?"
"Ya elah loe ini. Kayak bapak bapak aja. Namanya juga cewek, dimana mana juga suka belanja. Menjelajah dari sana kesini kan nggak harus beli."
"Iya Laily. Tapi gue cape, sumpah deh. Gue heran, kaki loe kayaknya tahan banget. Jangan jangan loe orang tahanan lagi."
Dan jitakan langsung mendarat di kepala Icha sebagai jawaban atas komentar ngawurnya. Icha yang berniat untuk marah segera mengurungkan niatnya ketika Laily justru malah langsung menarik tangannya.
"Kita mau kemana lagi?" tanya Icha sambil terus berjalan.
"Cari baju?"
"Ha? Baju? Lagi? Bukannya minggu kemaren loe udah borong banyak ya?"
"Bukan buat gue, tapi buat loe."
Asli Icha melongo. Sahabatnya yang satu itu kadang emang suka seenak jidatnya saja dalam memutuskan sesuatu. Dan lebih heran lagi kenapa ia masih mau bersahabat dengannya ketika ia tau dengan pasti sikap laily emang begitu?.
"Kenapa gue harus cari baju?"
"Itu karena sampai sekarang loe masih nggak punya pacar!"
Bagus, satu lagi alasan tambahan kenapa sebaiknya Icha segera memutuskan persahabatannya dengan Laily. Selain suka seenaknya gadis itu juga kalau ngomong suka asal njeplak. Secara apa hubungannya baju baru sama nggak punya pacar coba?!
"Please deh Laily, itu sama sekali nggak ada hubunganya dengan setatus kejombloan gue," kesel Icha.
"Oh tentu saja ada. Banyak malah," bantah Laily.
"Baiklah, kalau gitu sebutkan salah satunya."
"Itu karena sekarang loe kelihatan gendut. Jadi baju yang loe kenakan sekarang terkesan kekecilan. Kalau gini gimana mau dapat pacar coba. Udah, loe nurut aja. Kita cari baju buat loe."
"Emangnya kalau gue jomblo kenapa sih? Masalah sama loe?" Icha masih tidak terima.
"Ya jelas aja Icha, loe itu kan sahabat gue," kata Laily yang justru malah membuat Icha hanya memutar mata enek karenannya. Ada gitu sahabat model ginian?
"Karena loe sekarang jomblo, gue jadi nggak bisa ngenalin pacar gue keelo."
"Akh itu dasar elonya aja yang pelit. Udah lebih tiga bulan kalian pacaran, tetep aja gue nggak boleh tau."
"Gue bukan pelit. Cuma jaga - jaga. Secara cowok gue keren. Ntar loe malah jatuh cinta sama dia. Kan nggak lucu kalau gue harus rebutan pacar sama loe."
Icha menghela nafas, ni orang satu bisa lebih menyebalkan lagi nggak sih?
"Please deh Laily. Jangan lebai. Denger ya, nggak ada dalam kamus hidup gue istilah merebut pacar orang, apalagi orang itu sahabat gue sendiri. Catet noh," kesel Icha tegas.
Laily hanya angkat bahu sembari bergumam lirih. "Itu kan karena loe belum pernah punya pacar aja."
Sumpah. Untung aja hubungannya dengan Laily hanya sebatas sahabat. Kalau pacaran, Icha yakin saat itu juga ia akan minta putus. Dan kalau ia suami istri, ia akan langsung minta cerai. Baiklah, ini lebai. Intinya saat ini Icha benar - benar merasa kesel pada Laily.
"Terserah apa kata loe aja deh. Gue pulang," selesai berkata Icha segera berbalik. Bersiap untuk langsung pergi ketika Laily menghadang langkahnya.
"Jangan marah donk cha. Iya deh sory kalau kata kata gue kasar. Cuma maksut gue, kitakan sahabatan. Masa gue bisa seneng seneng pacaran, elo stay sendirian. Terus kalau gue ngenalin loe sama pacar gue sekarang, sementara loe nya sendiri nggak punya pacar kan nggak asik. Gue nggak mau kalau loe entar justru malah merasa kalau loe cuma jadi obat nyamuk doank. Gue juga berharap loe bisa merasakan kebahagiaan seperti apa yang gue rasakan. Gitu doank," kata Laily sambil menunduk dalam.
Icha terdiam. Inilah salah satu alasan kenapa ia tetap bisa bertahan bersahabat dengan Laily, dengan semua kekurangan yang ia punya, Laily kadag juga selalu memikirkan dirinya.
"Iya deh. Gue tau kok. Oke, sekarang kita mau cari baju apa?" tanya Icha kemudian.
"Nah gitu donk," Laily kembali semangat 45, senyuman kembali merekah di bibirnya. "Kalau soal itu, serahin sama gue. Setuju?"
Dua jam kemudian, Icha benar - benar menyasali sikap manutnya. Kesabarannya sudah hampir habis gara gara untuk kesekian kalinya Laily menyodorkan baju untuk ia coba. Dan begitu ia kenakan, hanya gelengan kepala yang ia dapat sebagai jawaban.
"Oke Laily. Ini terakhir kalinya. Kalau menurut loe tetap nggak bagus, gue nggak mau lagi nyoba baju lain."
"Tapi cha...."
"Nggak ada tapi - tapian. Ini terakhir. Titik!" potong Icha. Dengan tanpa kata diraihnya baju yang Laily sodorkan baru kemudian melangkah kearah ruang ganti tanpa menoleh lagi.
"Nah, ginikan cantik. Oke, kita beli ini aja. Kalau pake baju ini loe nggak akan kelihatan kegemukan lagi," komentar Laily begitu Icha menampakan batang hidung di depannya.
Icha hanya angkat bahu sembari menghebuskan nafas lega. Bukan karena ia mendapatkan bajunya, tapi lebih kepada tidak perlunya ia mencoba baju baju yang lainnya.
"Emangnya gue beneran kelihatan ndut ya ly?" tanya Icha saat keduanya sudah duduk santai di dalam bus untuk pulang kerumah.
"Emp sebenernya bukan gendut sih. Cuma nggak seramping dulu lagi. Makanya leo, olah raga. Bakar tuh lemak yang berlebihan."
"Tapi perasaan gue liat biasa - biasa saja."
"Itu karena loe liatnya pake perasaan, coba pake kacamata," komentar Laily santai. "Udah deh, mendingan loe rajin lari marathon deh. Lagian bukannya di komplkes loe banyak yang demen lari ya. Terutama minggu pagi atau tiap sore. Kemaren dulu itu gue sering liat waktu jalan kesono."
"Emang banyak sih. Cuma...."
"Nggak ada cuma - cuma. Tampil cantik itu butuh usaha. Loe kalau gue ngomong nggak pernah manut sih," potong Laily cepat.
Icha hanya mengeleng sembari menahan diri untuk membantah. Percuma juga toh, sepatah ia ngomong, Laily bisa membalas sepuluh kali lipat. Jadi yang ia lakukan hanyalah terdiam.
"Oke, besok gue lari pagi. Puas loe."
"Emang sudah seharusnya. Lagian siapa tau ntar malah sambil menyelam dapat ikan. Niatnya loe lari buat ngurusin badan, eh malah ketemu pangeran tampan. Kayak yang di drama korea atau FTV gitu. Aseeeeeeeekkk."
Dan Icha benar benar lebih memilih bungkam tanpa kata sama sekali.
Menuruti saran dari Laily, pagi itu Icha sudah rapi dengan stelan trainingnya. Setelah terlebih dahulu menghela nafas ia mulai berlari keluar dari rumahnya. Bersiap untuk lansung kejalanan. Dan laily benar. Karena rumahnya kebetulan berada di kawasan dinas perkantoran, jalan sepi dari kendaraan yang berlalu lalang. Sebaliknya justru malah dipenuhi dengan orang - orang yang melakukan hal yang sama seperti dirinya. Olah raga lari di pagi hari.
Baru sekitar tiga pulu menitan lari, Icha sudah merasa pegal di kakiknya. Ini pasti karena untuk pertama kalinya. Lagian ia bodoh sekali, kenapa coba ia harus nurutin saran Laily untuknya. Mana ipodnya ketinggalan lagi. Lari lari sendirian, ia jadi malah merasa udah persis seperti orang hilang.
Memutuskan untuk berhenti, Icha terlebih dahulu menoleh kebelakang. Secepat ia menoleh secepat itu juga ia kembali menatap kedepan. Tiba - tiba jantungnya merasa deg degan. Ntah itu karena ia sudah merasa lelah karena berlari atau karena sosok yang ia lihat barusan adalah pangeran tanpan.
Oh ayolah. Jangan bilang kalau apa yang Laily katakan kemaren jadi kenyataan? Tapi kalau memang itu benar, sebenernya Icha tidak keberatan sih. Akhirnya dengan ragu ragu ia melirik kebelakang, mencoba untuk tidak ketahuan. Dan secara berlahan langkah larinya semakin pelan, mencoba untuk menunggu pria itu lewat di sampingnya.
Ketika suara langkah kaki terdengar makin jelas, Icha sama sekali tidak berani menoleh. Ia lebih memilih sedikit meminggirkan langkah larinya, memberi ruang pria itu untuk lewat di sampingnya. Harapan itu tak perlu menunggu lama, karena beberapa detik kemudian keduanya kini lari berdampingan.
Jantung Icha makin berpacu laju. Kontras dengan langkahnya yang semakin berlahan. Berharap untuk disapa, Icha justru malah di buat melongo. Pria itu sama sekali tidak menoleh kearahnya bahkan terus melaju seolah - olah ia tidak pernah ada.
"What the hell?"
Icha melongo. Secara otomatis kakinya berhenti melangkah dengan mata menatap punggung pria itu yang terus berlari menjauh. Tanpa sadar tangannya terulur menepuk - nepuk pipinya sendiri. Memastikan kalau ia nyata dan ia ada. Tak terima di perlakukan seperti itu, entah dapat dorongan dari mana Icha memutuskan untuk mengejarnya.
Sialnya, langkah pria itu terlalu cepat. Atau tepatnya, ia sudah terlalu lelah. Akhirnya Icha membatalkan niatnya dan lebih memilih mendaratkan pantatnya di atas rumput hijau yang tertanam rapi di tengah pembatas jalan. Napasnya masih ngos - ngosan tapi pandangan tetap ia arahkan kearah pria yang mampu menarik perhatiannya itu. Lihat saja, ia tidak akan menyerah semudah itu...
To Be Continue
Ha ha ha, gimana abis baca? Tetep yang di tanyain lanjutan novel online kazua mencari cinta juga? Wukakakakka, gimana ya. Cerpen ntu emang lagi di ketik sih. Tapi baru dikit - dikit. Cuma, kalo ide dadakan mampir kan sayang noh di biarin aja. Secara ide nulis sekarang mahal. Beneran deh. Apa ntu gara gara masalah mampir mulu ya? #plak, Curcol detect.
Salam ~ Ana Merya ~
Oke deh biar nggak makin ngaco kesana kemari kita langsung lirik cerpen galau sakitnya tuh disini yuk guys. Semoga aja pada suka....
Sakitnya tuh disini! |
Karena merasa kakinya sudah cukup pegel, Icha memilih mendaratkan tubuhnya di bangku kosong di dekat Time zone. Sementara matanya tetap terjurus kearah Laily yang masih asik mencocokan kakinya dengan deretan sepatu yang ada di hadapan. Dalam hati Icha mengertutu, gadis itu nggak kenal rasa lelah apa ya? Tak ingin memikirkan lebih jauh, Icha meraih hanphond yang ada disaku. Memeriksa satu demi satu akun sosmed yang ia punya. Kebanyakan updatan status -status nggak penting atau juga sekedar inbox say hallo. Membuatnya semakin merasa jengah. Hari gini facebook benar benar menjadi sarana serba bisa ya. Bisa di jadikan ajang Narsis. Bisa buat tempat mengeluh , menyindir, ngatain orang, berdoa and etc lah pokoknya. Bahkan belakangan sudah di penuhi dengan promo promo nggak jelas. And yang paling ekstrim sekalian bikin heboh malah ada yang masuk penjara segala. Bener - bener sesuatu banget.
Tak tertarik dengan facebook, Icha memilih beralih keakun tumblr. Dari sebanyak - banyak akun sosmed yang ia punya sepertinya 'rumah' yang satu ini masih cukup nyaman untuknya. Terlebih dengan akun akun yang ikuti juga kebetulan menarik minatnya. Karena terlalu asik dengan gedget yang ada di tangannya Icha sama sekali tidak menyadari kehadiran Laily yang kini berada tepat didepannya.
"Ya ampun Icha. Please donk ya. Kalau loe emang cuma mau main sama hanphond ngapain kita harus ke mall segala. Mendingan juga santai di rumah kali, bisa sambil tiduran," kata Laily kesel.
Icha menoleh. Melihat raut kesel Laily, Icha hanya nyengir. "Gue udah cape tau. Dari tadi kita tuh udah keliling kesana kemari. Tapi loe belum juga beli satu barang sama sekali. Gue heran, sebenernya loe niat mau beli nggak sih?"
"Ya elah loe ini. Kayak bapak bapak aja. Namanya juga cewek, dimana mana juga suka belanja. Menjelajah dari sana kesini kan nggak harus beli."
"Iya Laily. Tapi gue cape, sumpah deh. Gue heran, kaki loe kayaknya tahan banget. Jangan jangan loe orang tahanan lagi."
Dan jitakan langsung mendarat di kepala Icha sebagai jawaban atas komentar ngawurnya. Icha yang berniat untuk marah segera mengurungkan niatnya ketika Laily justru malah langsung menarik tangannya.
"Kita mau kemana lagi?" tanya Icha sambil terus berjalan.
"Cari baju?"
"Ha? Baju? Lagi? Bukannya minggu kemaren loe udah borong banyak ya?"
"Bukan buat gue, tapi buat loe."
Asli Icha melongo. Sahabatnya yang satu itu kadang emang suka seenak jidatnya saja dalam memutuskan sesuatu. Dan lebih heran lagi kenapa ia masih mau bersahabat dengannya ketika ia tau dengan pasti sikap laily emang begitu?.
"Kenapa gue harus cari baju?"
"Itu karena sampai sekarang loe masih nggak punya pacar!"
Bagus, satu lagi alasan tambahan kenapa sebaiknya Icha segera memutuskan persahabatannya dengan Laily. Selain suka seenaknya gadis itu juga kalau ngomong suka asal njeplak. Secara apa hubungannya baju baru sama nggak punya pacar coba?!
"Please deh Laily, itu sama sekali nggak ada hubunganya dengan setatus kejombloan gue," kesel Icha.
"Oh tentu saja ada. Banyak malah," bantah Laily.
"Baiklah, kalau gitu sebutkan salah satunya."
"Itu karena sekarang loe kelihatan gendut. Jadi baju yang loe kenakan sekarang terkesan kekecilan. Kalau gini gimana mau dapat pacar coba. Udah, loe nurut aja. Kita cari baju buat loe."
"Emangnya kalau gue jomblo kenapa sih? Masalah sama loe?" Icha masih tidak terima.
"Ya jelas aja Icha, loe itu kan sahabat gue," kata Laily yang justru malah membuat Icha hanya memutar mata enek karenannya. Ada gitu sahabat model ginian?
"Karena loe sekarang jomblo, gue jadi nggak bisa ngenalin pacar gue keelo."
"Akh itu dasar elonya aja yang pelit. Udah lebih tiga bulan kalian pacaran, tetep aja gue nggak boleh tau."
"Gue bukan pelit. Cuma jaga - jaga. Secara cowok gue keren. Ntar loe malah jatuh cinta sama dia. Kan nggak lucu kalau gue harus rebutan pacar sama loe."
Icha menghela nafas, ni orang satu bisa lebih menyebalkan lagi nggak sih?
"Please deh Laily. Jangan lebai. Denger ya, nggak ada dalam kamus hidup gue istilah merebut pacar orang, apalagi orang itu sahabat gue sendiri. Catet noh," kesel Icha tegas.
Laily hanya angkat bahu sembari bergumam lirih. "Itu kan karena loe belum pernah punya pacar aja."
Sumpah. Untung aja hubungannya dengan Laily hanya sebatas sahabat. Kalau pacaran, Icha yakin saat itu juga ia akan minta putus. Dan kalau ia suami istri, ia akan langsung minta cerai. Baiklah, ini lebai. Intinya saat ini Icha benar - benar merasa kesel pada Laily.
"Terserah apa kata loe aja deh. Gue pulang," selesai berkata Icha segera berbalik. Bersiap untuk langsung pergi ketika Laily menghadang langkahnya.
"Jangan marah donk cha. Iya deh sory kalau kata kata gue kasar. Cuma maksut gue, kitakan sahabatan. Masa gue bisa seneng seneng pacaran, elo stay sendirian. Terus kalau gue ngenalin loe sama pacar gue sekarang, sementara loe nya sendiri nggak punya pacar kan nggak asik. Gue nggak mau kalau loe entar justru malah merasa kalau loe cuma jadi obat nyamuk doank. Gue juga berharap loe bisa merasakan kebahagiaan seperti apa yang gue rasakan. Gitu doank," kata Laily sambil menunduk dalam.
Icha terdiam. Inilah salah satu alasan kenapa ia tetap bisa bertahan bersahabat dengan Laily, dengan semua kekurangan yang ia punya, Laily kadag juga selalu memikirkan dirinya.
"Iya deh. Gue tau kok. Oke, sekarang kita mau cari baju apa?" tanya Icha kemudian.
"Nah gitu donk," Laily kembali semangat 45, senyuman kembali merekah di bibirnya. "Kalau soal itu, serahin sama gue. Setuju?"
Dua jam kemudian, Icha benar - benar menyasali sikap manutnya. Kesabarannya sudah hampir habis gara gara untuk kesekian kalinya Laily menyodorkan baju untuk ia coba. Dan begitu ia kenakan, hanya gelengan kepala yang ia dapat sebagai jawaban.
"Oke Laily. Ini terakhir kalinya. Kalau menurut loe tetap nggak bagus, gue nggak mau lagi nyoba baju lain."
"Tapi cha...."
"Nggak ada tapi - tapian. Ini terakhir. Titik!" potong Icha. Dengan tanpa kata diraihnya baju yang Laily sodorkan baru kemudian melangkah kearah ruang ganti tanpa menoleh lagi.
"Nah, ginikan cantik. Oke, kita beli ini aja. Kalau pake baju ini loe nggak akan kelihatan kegemukan lagi," komentar Laily begitu Icha menampakan batang hidung di depannya.
Icha hanya angkat bahu sembari menghebuskan nafas lega. Bukan karena ia mendapatkan bajunya, tapi lebih kepada tidak perlunya ia mencoba baju baju yang lainnya.
"Emangnya gue beneran kelihatan ndut ya ly?" tanya Icha saat keduanya sudah duduk santai di dalam bus untuk pulang kerumah.
"Emp sebenernya bukan gendut sih. Cuma nggak seramping dulu lagi. Makanya leo, olah raga. Bakar tuh lemak yang berlebihan."
"Tapi perasaan gue liat biasa - biasa saja."
"Itu karena loe liatnya pake perasaan, coba pake kacamata," komentar Laily santai. "Udah deh, mendingan loe rajin lari marathon deh. Lagian bukannya di komplkes loe banyak yang demen lari ya. Terutama minggu pagi atau tiap sore. Kemaren dulu itu gue sering liat waktu jalan kesono."
"Emang banyak sih. Cuma...."
"Nggak ada cuma - cuma. Tampil cantik itu butuh usaha. Loe kalau gue ngomong nggak pernah manut sih," potong Laily cepat.
Icha hanya mengeleng sembari menahan diri untuk membantah. Percuma juga toh, sepatah ia ngomong, Laily bisa membalas sepuluh kali lipat. Jadi yang ia lakukan hanyalah terdiam.
"Oke, besok gue lari pagi. Puas loe."
"Emang sudah seharusnya. Lagian siapa tau ntar malah sambil menyelam dapat ikan. Niatnya loe lari buat ngurusin badan, eh malah ketemu pangeran tampan. Kayak yang di drama korea atau FTV gitu. Aseeeeeeeekkk."
Dan Icha benar benar lebih memilih bungkam tanpa kata sama sekali.
Menuruti saran dari Laily, pagi itu Icha sudah rapi dengan stelan trainingnya. Setelah terlebih dahulu menghela nafas ia mulai berlari keluar dari rumahnya. Bersiap untuk lansung kejalanan. Dan laily benar. Karena rumahnya kebetulan berada di kawasan dinas perkantoran, jalan sepi dari kendaraan yang berlalu lalang. Sebaliknya justru malah dipenuhi dengan orang - orang yang melakukan hal yang sama seperti dirinya. Olah raga lari di pagi hari.
Baru sekitar tiga pulu menitan lari, Icha sudah merasa pegal di kakiknya. Ini pasti karena untuk pertama kalinya. Lagian ia bodoh sekali, kenapa coba ia harus nurutin saran Laily untuknya. Mana ipodnya ketinggalan lagi. Lari lari sendirian, ia jadi malah merasa udah persis seperti orang hilang.
Memutuskan untuk berhenti, Icha terlebih dahulu menoleh kebelakang. Secepat ia menoleh secepat itu juga ia kembali menatap kedepan. Tiba - tiba jantungnya merasa deg degan. Ntah itu karena ia sudah merasa lelah karena berlari atau karena sosok yang ia lihat barusan adalah pangeran tanpan.
Oh ayolah. Jangan bilang kalau apa yang Laily katakan kemaren jadi kenyataan? Tapi kalau memang itu benar, sebenernya Icha tidak keberatan sih. Akhirnya dengan ragu ragu ia melirik kebelakang, mencoba untuk tidak ketahuan. Dan secara berlahan langkah larinya semakin pelan, mencoba untuk menunggu pria itu lewat di sampingnya.
Ketika suara langkah kaki terdengar makin jelas, Icha sama sekali tidak berani menoleh. Ia lebih memilih sedikit meminggirkan langkah larinya, memberi ruang pria itu untuk lewat di sampingnya. Harapan itu tak perlu menunggu lama, karena beberapa detik kemudian keduanya kini lari berdampingan.
Jantung Icha makin berpacu laju. Kontras dengan langkahnya yang semakin berlahan. Berharap untuk disapa, Icha justru malah di buat melongo. Pria itu sama sekali tidak menoleh kearahnya bahkan terus melaju seolah - olah ia tidak pernah ada.
"What the hell?"
Icha melongo. Secara otomatis kakinya berhenti melangkah dengan mata menatap punggung pria itu yang terus berlari menjauh. Tanpa sadar tangannya terulur menepuk - nepuk pipinya sendiri. Memastikan kalau ia nyata dan ia ada. Tak terima di perlakukan seperti itu, entah dapat dorongan dari mana Icha memutuskan untuk mengejarnya.
Sialnya, langkah pria itu terlalu cepat. Atau tepatnya, ia sudah terlalu lelah. Akhirnya Icha membatalkan niatnya dan lebih memilih mendaratkan pantatnya di atas rumput hijau yang tertanam rapi di tengah pembatas jalan. Napasnya masih ngos - ngosan tapi pandangan tetap ia arahkan kearah pria yang mampu menarik perhatiannya itu. Lihat saja, ia tidak akan menyerah semudah itu...
To Be Continue
Ha ha ha, gimana abis baca? Tetep yang di tanyain lanjutan novel online kazua mencari cinta juga? Wukakakakka, gimana ya. Cerpen ntu emang lagi di ketik sih. Tapi baru dikit - dikit. Cuma, kalo ide dadakan mampir kan sayang noh di biarin aja. Secara ide nulis sekarang mahal. Beneran deh. Apa ntu gara gara masalah mampir mulu ya? #plak, Curcol detect.
Salam ~ Ana Merya ~
Post a Comment for "Cerpen Galau "Sakitnya tuh disini!" ~ 01"
Belajar lah untuk menghargai sesuatu mulai dari hal yang paling sederhana...