Cerbung Love Is Sweet, But Unpredictable ~ 02
Mumpung lagi santai kembali bikin lanjutan dari cerbung Love Is Sweet, But Unpredictable, yah mumpung idenya ada sih. Lagian sayang juga kalau blognya nggak di posting. Buat yang penasaran sama ceritanya, bisa langsung simak kebawah.
Oh iya. Karena ini cerbung, so biar nyambung sama jalan ceritanya bagusan kalau baca bagian pertamanya dulu yang bisa langsung di cek disini. Happy Reading ya.....
Vhany merenggangkan otot - otot tubuhnya yang terasa kaku baru kemudian tangannya terulur mematikan jam beker yang berdering nyaring. Senyum tergambar di bibirnya mengingat mimpinya. Mimpi indah dimana ia ditembak oleh pangeran idolanya. Bahkan ia diantar pulang kerumah dan janji untuk dijemput kesekolah segala.
Setelah merapikan tempat tidurnya, Vhany segera beranjak kekamar mandi. Selang beberapa waktu kemudian ia sudah tampil rapi dengan serangam SMAnya. Setelah sarapan, ia segera pamit pada orang tuanya untuk berangkat kesekolah. Dengan langkah ringan, vhany berjalan kearah halte bus yang tak jauh dari rumah. Bus yang akan mengantar ia kesekolah seperti biasa.
Sambil menunggu bus tiba, Vhany mengeluarkan headset dari dalam saku bajunya. Sembari menunggu memang lebih asik kalau sambil mendengarkan musik. Setidaknya dengan begitu ia tidak akan merasa bosan. Tak berapa lama kemudian, bus yang ia tunggu tiba. Tanpa melepaskan headset di telinganya, Vhany melangkah masuk. Namun belum sempat kakinya menginjakkan lantai bus, sebuah tangan sudah terlebih dahulu mencekal pergelangan tangannya baru kemudian menariknya menjauh.
"Kei?!" gumam Vhany seolah tak percaya. Sebelah tangannya segera melepaskan headset yang ia kenakan sembari mengamati raut Kei yang tampak ngos - ngosan, sementara tangan satunya masih berada dalam gengaman Kei.
"Loe ngapain disini?" tanya Vhany heran. Yang ditanya juga mentapnya heran. Emp, sama terlihat sedikit kesel juga.
"Kok ngapain sih, kan kemaren gue udah bilang pergi sekolahnya biar gue yang jemput. Kita perginya barengan. Eh, gue kerumah loe, ternyata loe udah berangkat. Gue teriakin sedari tadi, loe cuek aja."
"Kenapa gue harus pergi bareng loe?" tanya Vhany masih heran.
Kei tidak lantas menjawab. Matanya mengamati Vhany yang berdiri tepat di hadapannya. Kei harus sedikit menundukan kepala ketika berbicara dengan gadis itu karena ternyata Vhany lebih pendek darinya.
"Loe nggak lupa kan kalau kita sekarang pacaran?"
"Pacaran? Kita?"
Kei menatap Vhany dengan tatapan gemes. Terlebih ketika melihat raut bingung di wajah gadis itu. Astaga, memangnya gadis itu amenesia?
Vhany sendiri masih menatap kearah Kei. Perlahan ingatannya kembali ia bawa pada kilas balik hari sebelumnya.
"Jadi kemaren itu beneran ya? Bukannya gue lagi mimpi?" gumam Vhany polos, Kei menganti raut wajahnya menjadi bingung.
"Mimpi?"
"Astaga," Vhany menutup kedua mulutnya dengan tangan. Gadis itu kini yakin kalau apa yang terjadi kemaren itu adalah nyata. Kei memang menyatakan cinta padanya. Dan pria itu juga mengantar ia pulang kerumah. Bahkan berjanji untuk menjemputnya pagi ini.
"Gue kan nembak elonya kemaren? Kok loe baru kagetnya sekarang sih?" tanya Kei dengan nada protes walau senyum tetap menghiasi bibirnya. Vhany masih menatapnya tak berkedip.
"Jadi kita beneran pacaran?" gumam Vhany masih tak percaya.
"Maksut loe?" Kei mengernyit. "Loe keberatan jadi pacar gue?" tambah pria itu terlihat was was.
Secara refleks, Vhany mengeleng dengan cepat. Keberatan? Yang benar saja!
"Ya sudah. Kalau gitu kita emang beneran pacaran. Sekarang kita berangkat yuk. Udah siang, entar loe telat lagi," kata Kei menyadarkan Vhany. Tanpa permisi tangannya kembali terulur meraih tangan gadis itu yang sebelumnya sempat terlepas karena kaget.
Vhany sendiri terus melangkah tanpa bertanya sementara matanya terus menatap kearah tangannya yang kini berada dalam gengaman Kei. Bahkan Vhany sendiri tidak menyadari kalau kini mereka telah tiba di dekat motor Kei yang terparkir sembarangan di pinggir jalan.
"Sekarang loe pake dulu helmnya," perintah Kei sambil menyodorkan helm kearah Vhany. Gadis itu hanya manut tanpa kata. Karena Vhany menggunakan rok, jadi sama seperti kemaren. Gadis itu duduk menyamping. Tak berapa saat kemudian keduanya sudah melaju di jalan raya.
"Ma kasih Kei," kata Vhany sambil menyerahkan helm nya pada Kei. Saat itu keduanya telah tiba di lahan parkir sekolah.
"Santai aja. Nanti pulangnya kita barengan ya," balas Kei sambil tersenyum. Vhany ikut tersenyum sembari mengangguk. Jadi nanti siang ia pulang bareng Kei lagi. Ya ampun, jadi nggak sabar nunggu jam pulang.
"Oke, gue antar loe ke kelas ya."
"Nggak usah," tahan Vhany cepat.
"Kenapa?" tanya Kei heran.
Vhany tidak lantas menjawab. Gadis itu tampak menunduk sembari berpikir. Iya ya? Kenapa Kei tidak boleh mengantar dirinya?
"Ehem, nggak papa. Gue nggak mau ngerepotin. Gue biasanya juga sendiri kok," sahut Vhany setelah terdiam sejenak.
"Biasanya kan beda. Sekarang kan loe udah jadi cewek gue, jadi nggak ada salah nya donk gue anterin. Ayo."
Kali ini Vhany manut tanpa protes lagi. Ia segera melangkah beriringan bersama Kei. Dan Vhany baru menyadari kalau kini mereka berjalan dengan diiringi oleh tatapan seisi sekolah yang menatapnya dengan tatapan aneh. Dan kalau di pikir - pikir emang wajar sih kalau mereka pada merasa heran. Secara selama ini kan ia tidak pernah terlihat ngobrol bareng Kei, apalagi kini sampai barengan. Diantar sampai kekelas lagi.
"Gue balik kekelas gue ya," pamit Kei yang di balas anggukan oleh Vhany. Begitu melihat Kei berlalu, ia segera melangkah menuju kearah bangkunya.
"Vhan, kok loe barusan dianterin sama Kei?" tanya Cha cha langsung. Bahkan tak perlu menunggu Vhany duduk dengan benar.
"Emang Kei kenal sama loe?" Andini menambahkan lengkap dengan gaya sinisnya. Sementara Vhany hanya meliriknya sekilas. Dalam hati gadis itu mencibir, kalau sampai tau mereka jadian, nyaho loe.
"Ya kenal lah. Lagian emang apa aneh nya sih kalau Kei nganterin gue ke sini. Kan dia juga satu sekolah sama kita."
"Jelas aneh lah. Loe kan bukan tuan putri. Ngapain juga dia kurang kerjaan nganterin elo," sambung Andini makin pedes. Jelas banget rasa tidak sukanya.
Untuk sejenak Vhany menghembuskan nafas. Yang benar saja, masa ia baru sampai langsung di interogasi gitu sih. Memangnya dia artis?
"Gue emang bukan tuan putri," aku Vhany akhirnya. "Tapi gue kan pacarnya Kei."
"APA?!"
Teriakan koor seisi kelas sontak membuat Vhany menutup kedua telinganya. Ya ampun, ini kenapa teman - temannya jadi lebay gini sih. Baru juga dia pacaran sama si Kei udah heboh gitu, gimana kalau ia pacaran sama Ji chang wook (???).
"Serius loe Vhan, loe sama Kei beneran pacaran?" tanya Ana yang baru muncul kekelas.
Vhany hanya mengangguk.
"Kok bisa? Loe pake pelet apaan?" tambah Ana masih tak percaya.
Vhany tidak menjawab. Gadis itu justru melemparkan tatapan tajam kearah Ana yang demen banget asal nyablak. Jika ia tidak ingat kalau mereka sudah kenal cukup lama, rasanya dia pengen banget nabok tu anak. Dia tau kalau maksut gadis itu cuma bercanda, tapi kan nggak segitunya. Tambahan lagi sekarang situasi sama kondisi sedang tidak mendukung. Kan gak lucu kalau tiba tiba tersebar rumor kalau dia jadian sama Kei karena tu cowok ia pelet. Nggak elit banget kesannya? Jadi kayak dia itu apaan gitu.
Tepat saat mulut Vhany terbuka untuk membalas, bel sekolah terdengar tanda pelajaran siap di mulai disusul dengan kemunculan Ibu Susi di muka pintu. Mau tak mau, semuanya yang entah sejak kapan ternyata pada ngerubungi meja Vhany satu persatu menuju ke bangkunya masing - masing. Walau jelas mereka masih penasaran, tapi terpaksa mereka menundanya sampai nanti. Secara Ibu Susi walau tampangnya imut gitu, kalau lagi marah lebih galakan dia dari pada ibu tirinya si Lala.
"Loe beneran jadian sama Kei?" bisik Ana yang tak mampu menahan rasa penasarannya. Lebih lagi ia memang duduk tepat disamping Vhany.
"Terus maksut loe apaan nuduh gue pake pelet segala ha?" balas Vhany kesel. Ana hanya nyengir sambil meminta maaf, sadar kalau tadi ia keterlaluan.
"Tapi kok kemaren waktu dikantin loe nggak ada cerita?" tanya gadis itu lagi.
"Waktu itu kita emang belum jadian," balas Vhany dengan tatapan lurus kedepan, kearah Ibu Susi yang sedang menjelaskan tentang teori logika matematika.
"Terus loe jadiannya kapan?"
"Sepulang sekolah."
"Kok bisa?"
"Ya bisa donk. Buktinya sekarang itu kami pacaran."
Ana bersiap untuk membalas ketika Vhany mengangkat jari tulunjuknya kearah mulut, isarat kepada gadis itu untuk tutup mulut. "Bu Susi mandang kesini tuh. Ntar aja kita ngobrolnya."
Walau masih keberatan namun tak urung Ana manut karena sekilas ia melihat kalau Bu Susi memang sedang memberikan perhatian kearah mereka. Terlihat jelas dari tatapannya itu. Membuat Ana harus menahan diri sampai waktu ganti pelajaran.
Namun ternyata, acara menunda untuk bertanya berlanjut. Karena begitu Bu Susi meninggalkan kelasnya, Pak Irwing sudah muncul di muka pintu. Siap untuk mengajarkan pelajaran fisika. Pelajaran yang sumpah, beneran, nggak pake bercanda merupakan pelajaran yang paling tidak Ana suka.
Setelah menunggu dengan tidak rela, akhirnya bel istirahat terdengar. Begitu melihat bayangan Pak Irwing yang hilang dari pandangan, Ana segera menoleh kearah Vhany. Gadis itu sendiri justru malah terlihat pura - pura sibuk membereskan buku - bukunya. Karena ia sangat sadar kalau kini teman - temannya pasti akan kembali mengerubungi dirinya. Dan dia juga sama sekali tidak punya kesempatan untuk mengelak. Tak pernah ia duga kalau pacaran dengan Kei bisa memiliki ekor masalah begini.
"Jadi ceritain ke kita gimana ceritanya Kei bisa jadi pacar loe!" Andini yang pertama sekali muncul tepat di hadapn Vhany.
Vhany hanya menoleh sekilas sebelum kemudian kembali memasukan buku - bukunya kedalam tas. Sengaja bersikap cuek. Lagipula apa coba maksutnya. Suka - suka dia donk mau pacaran sama siapa, kenapa harus cerita cerita segala.
"Eh loe denger gue ngomong nggak sih?" kali ini Andini menaikan nada bicaranya nyaris membentak.
"Kenapa gue harus cerita sama elo? Siapa - siapa gue juga bukan. Nyokap bokap gue aja nyantai," balas Vhany ikut emosi.
"Eh dia nantang. Kenapa? Ngajak berantem loe?"
"Heh," cibir Vhany sinis. "Nggak salah, disini yang mulai duluan siapa sih?"
"Denger ya. Gue emang bukan siapa siapa elo. Lagian males banget kalau gue harus berurusan sama loe. Nggak ada bagus - bagusnya juga," hina Andini. "Tapi kalau berhubungan sama Kei, lain ceritanya. Enak aja loe yang nggak ada apa apanya main rebut dia sembarangan. Jelas aja gue nggak terima."
Vhany mencoba untuk menahan diri walau dalam hati berniat banget untuk ngasi cabe mulut sosok yang berdiri tepat di hadapannya. Emang sih, Andini itu teman sekelasnya dia. Tapi dari dulu ia memang tidak telalu suka pada gadis itu. Dia orangnya suka sok. Sok cantik, sok gaul dan sok kaya juga. Padahal sama aja meh, nggak ada apa apanya juga. Vhany nebak, mungkin tu cewek nggak punya cermin di rumah.
"Kalau Kei nggak jadian sama gue, loe pikir dia mau ngelirik elo?" tanya Vhany berani. Eh sebenarnya nggak berani juga sih. Ia cuma mencoba bersikap berani saja. Terlebih hatinya panas melihat ulah tu cewek satu.
Siapa yang menduga ucapan Vhany barusan membuat Andini kalap. Gadis itu hampir saja melayangkan tangannya kalau teman temannya tidak segera mencegah sembari menariknya menjauh.
"Inget ya Vhan. Urusan kita belum selesai. Gue akan pastiin kalau hidup loe nggak akan tenang kalau loe masih deket deket sama Kei," ancam Andini sebelum kemudian menghilang karena di seret paksa oleh teman temannya.
Vhany hanya mencibir, tanpa membalas. Penting gitu ngurusin ancaman tu anak.
"Ih Andini apa banget sih. Segitunya ngeliat loe jadian sama Kei," komentar Ana beberapa saat kemudian.
"Tau tuh anak. Udik banget," Vhany angkat bahu. Gadis itu kembali membereskan buku - bukunya yang tadi sempat tertunda karena ulah si Andini.
"Tapi loe kan belum cerita gimana loe bisa jadian sama Kei?"
Vhany menoleh kearah Ana dengan tatapan lelahnya. Memangnya harus sekarang ya?
Tepat saat Vhany berniat untuk menjawab, panggilan atas nama dirinya menginterupsi. Mata gadis itu langsung melebar ketika menyadari siapa yang memanggilnya. Yups, Kei, pacar barunya. Pria itu kini sedang berdiri tepat di muka pintu sambil melemparkan senyuman. Senyuman yang _ sampai sekarang _ bagi Vhany manis banget. Atau mungkin bagi anak - anak yang lain juga.
"Udah istirahat kan? Kita kekantin bareng yuks," ajak Kei lagi. Bukannya berjalan menghampiri, ia justru malah bersandar di tiang pintu sambil melipat kedua tangannya. Tatapannya masih lurus kearah Vhany.
Tak langsung menjawab, Vhany justru terlihat ragu. Tapi kemudian kepalanya mengangguk perlahan. "Oke deh," balasnya sambil beranjak menghampiri Kei.
"Temen loe nggak diajak?"
Pertanyaan Kei barusan segera menyadarkan Vhany kalau ia tidak sedang sendirian. Untuk beberapa detik tadi ia memang sempat lupa kalau masih ada Ana disekitarnya. Ketika ia menoleh kearah gadis itu, Ana masih terdiam. Sepertinya efek kaget masih tersisa di wajahnya.
"Oh iya. Ana, loe mau ikut nggak. Kita mau kekantin nih?"
Ajakan Vhany segera menyadarkan Ana dari lamunannya. Astaga, ia masih tak percaya kalau sahabatnya itu kini benar - benar menjadi kekasih Kei. Sepertinya beneran kejatuhan bulan tu anak.
"Yah dia malah melamun," kata Vhany lagi. "Kita mau kekantin nih. Loe mau ikut nggak?"
"Eh, apa? Siapa? Gue?" Ana tampak tergagap. Keterlaluan banget nih Vhany, bikin dia terlihat jadi kayak orang bodoh gitu. Lagian yang benar sajalah dia ikutan. Kalau bener mereka baru jadian jelas aja Kei ngajak karena ingin berduan. Terus kalau dia ikut mau jadi apa? Obat nyamuk.
"Ehem," Ana terlebih dahulu berdehem. "Enggak deh. Duluan aja. Ntar aja kalau mau gue nyusul. Gue mau keperpus dulu soalnya. Mau balikin buku yang kemaren," tolaknya kemudian.
"Ya sudah kalau begitu. Kami duluan ya," pamit Vhany. Ana hanya membalas dengan senyuman sambil melambai. Tak lupa mengangguk kearah Kei yang sejenak menatapnya untuk permisi.
"Yuks," ajak Kei kearah Vhany. Bahkan tanpa permisi tangannya terulur meraih tangan gadis itu dan mengajaknya berjalan beriringan kearah kantin sekolah.
Vhany sendiri hanya terkesiap. Tidak menyangka Kei akan mengandeng tangannya _ lagi. Terlebih ini masih di lingkungan sekolah. Kalau keliatn guru gimana? Belum lagi kini teman - temannya pada melihatnya dengan tatapan aneh. Ya ampun, malu banget. Walaupun begitu, ia tetap tidak protes. Membiarkan Kei mengengam tangannya yang entah kenapa menurutnya terasa hangat.
"Loe mau pesen apa?" tanya Kei setelah keduanya tiba di meja kantin.
"Emp, bakso sama jus jeruk aja kali ya," balas Vhany tanpa perpikir segera menyebutkan pesanannya seperti biasa.
Kei hanya menggangguk. Setelah menyebutkan pesannya dan Vhany pada pelayan ia kembali menatap kearah gadis yang kini duduk dihadapanya sembari menunduk. Entah apa yang ada dalam pikiran gadis itu, Kei sama sekali tidak tau. Yang ia tau, ia merasa senang bisa duduk bersama seperti ini. Karena kalau di pikir lagi, sepertinya ia sudah lama berharap hal itu bisa menjadi kenyatan. Sedikit menyesal kenapa ia baru kemaren berani mendekatinya.
"Jadi loe suka bakso?" Kei membuka pembicaraan. Kali ini Vhany menoleh baru kemudian kembali menunduk.
"Ya begitulah," balas Vhany sambil angkat bahu.
"Kalau gue sih lebih suka mie ayam," jelas Kei tanpa di tanya.
"Terus apa lagi yang loe suka?" tanya Kei lagi.
Kali ini Vhany tidak langsung menjawab. Matanya menatap kearah Kei yang juga sedang menatapnya. Menanti jawabannya dengan penuh minat. Melihat itu, sedikit banyak Vhany merasa seneng. "Apa ya? Gue suka Ice cream, tapi harus rasa stroberry. Roti panggang pake slay. Es Oyen, Emp martabak telur juga. Gue juga suka green tea bubble drink sama Pizza. Terus, apa lagi ya. Pokoknya banyak deh," terang Vhany sambil menerawang membayangkan makanan yang baru saja ia sebutkan. Mendengar itu, Kei tersenyum.
"Kalau loe?" tanya Vhany memberanikan diri.
"Kalau gue sih makanan nggak terlalu milih sebenernya. Asal jangan terlalu manis manis kayaknya gue nggak keberatan. Cuma kalau untuk Ice Cream, gue suka rasa coklat," jawab Kei yang membuat Vhany gantian mengangguk.
Belum sempat ia bertanya lagi, pelayan kantin datang menginterupsi untuk mengantarkan pesanan mereka. Beberapa saat kemudian keduanya pun asik menikmati makanannya sembari sesekali melanjutkan obrolan.
To Be continue....
Detail Cerbung
Oh iya. Karena ini cerbung, so biar nyambung sama jalan ceritanya bagusan kalau baca bagian pertamanya dulu yang bisa langsung di cek disini. Happy Reading ya.....
Love Is Sweet, But Unpredictable |
Vhany merenggangkan otot - otot tubuhnya yang terasa kaku baru kemudian tangannya terulur mematikan jam beker yang berdering nyaring. Senyum tergambar di bibirnya mengingat mimpinya. Mimpi indah dimana ia ditembak oleh pangeran idolanya. Bahkan ia diantar pulang kerumah dan janji untuk dijemput kesekolah segala.
Setelah merapikan tempat tidurnya, Vhany segera beranjak kekamar mandi. Selang beberapa waktu kemudian ia sudah tampil rapi dengan serangam SMAnya. Setelah sarapan, ia segera pamit pada orang tuanya untuk berangkat kesekolah. Dengan langkah ringan, vhany berjalan kearah halte bus yang tak jauh dari rumah. Bus yang akan mengantar ia kesekolah seperti biasa.
Sambil menunggu bus tiba, Vhany mengeluarkan headset dari dalam saku bajunya. Sembari menunggu memang lebih asik kalau sambil mendengarkan musik. Setidaknya dengan begitu ia tidak akan merasa bosan. Tak berapa lama kemudian, bus yang ia tunggu tiba. Tanpa melepaskan headset di telinganya, Vhany melangkah masuk. Namun belum sempat kakinya menginjakkan lantai bus, sebuah tangan sudah terlebih dahulu mencekal pergelangan tangannya baru kemudian menariknya menjauh.
"Kei?!" gumam Vhany seolah tak percaya. Sebelah tangannya segera melepaskan headset yang ia kenakan sembari mengamati raut Kei yang tampak ngos - ngosan, sementara tangan satunya masih berada dalam gengaman Kei.
"Loe ngapain disini?" tanya Vhany heran. Yang ditanya juga mentapnya heran. Emp, sama terlihat sedikit kesel juga.
"Kok ngapain sih, kan kemaren gue udah bilang pergi sekolahnya biar gue yang jemput. Kita perginya barengan. Eh, gue kerumah loe, ternyata loe udah berangkat. Gue teriakin sedari tadi, loe cuek aja."
"Kenapa gue harus pergi bareng loe?" tanya Vhany masih heran.
Kei tidak lantas menjawab. Matanya mengamati Vhany yang berdiri tepat di hadapannya. Kei harus sedikit menundukan kepala ketika berbicara dengan gadis itu karena ternyata Vhany lebih pendek darinya.
"Loe nggak lupa kan kalau kita sekarang pacaran?"
"Pacaran? Kita?"
Kei menatap Vhany dengan tatapan gemes. Terlebih ketika melihat raut bingung di wajah gadis itu. Astaga, memangnya gadis itu amenesia?
Vhany sendiri masih menatap kearah Kei. Perlahan ingatannya kembali ia bawa pada kilas balik hari sebelumnya.
"Jadi kemaren itu beneran ya? Bukannya gue lagi mimpi?" gumam Vhany polos, Kei menganti raut wajahnya menjadi bingung.
"Mimpi?"
"Astaga," Vhany menutup kedua mulutnya dengan tangan. Gadis itu kini yakin kalau apa yang terjadi kemaren itu adalah nyata. Kei memang menyatakan cinta padanya. Dan pria itu juga mengantar ia pulang kerumah. Bahkan berjanji untuk menjemputnya pagi ini.
"Gue kan nembak elonya kemaren? Kok loe baru kagetnya sekarang sih?" tanya Kei dengan nada protes walau senyum tetap menghiasi bibirnya. Vhany masih menatapnya tak berkedip.
"Jadi kita beneran pacaran?" gumam Vhany masih tak percaya.
"Maksut loe?" Kei mengernyit. "Loe keberatan jadi pacar gue?" tambah pria itu terlihat was was.
Secara refleks, Vhany mengeleng dengan cepat. Keberatan? Yang benar saja!
"Ya sudah. Kalau gitu kita emang beneran pacaran. Sekarang kita berangkat yuk. Udah siang, entar loe telat lagi," kata Kei menyadarkan Vhany. Tanpa permisi tangannya kembali terulur meraih tangan gadis itu yang sebelumnya sempat terlepas karena kaget.
Vhany sendiri terus melangkah tanpa bertanya sementara matanya terus menatap kearah tangannya yang kini berada dalam gengaman Kei. Bahkan Vhany sendiri tidak menyadari kalau kini mereka telah tiba di dekat motor Kei yang terparkir sembarangan di pinggir jalan.
"Sekarang loe pake dulu helmnya," perintah Kei sambil menyodorkan helm kearah Vhany. Gadis itu hanya manut tanpa kata. Karena Vhany menggunakan rok, jadi sama seperti kemaren. Gadis itu duduk menyamping. Tak berapa saat kemudian keduanya sudah melaju di jalan raya.
"Ma kasih Kei," kata Vhany sambil menyerahkan helm nya pada Kei. Saat itu keduanya telah tiba di lahan parkir sekolah.
"Santai aja. Nanti pulangnya kita barengan ya," balas Kei sambil tersenyum. Vhany ikut tersenyum sembari mengangguk. Jadi nanti siang ia pulang bareng Kei lagi. Ya ampun, jadi nggak sabar nunggu jam pulang.
"Oke, gue antar loe ke kelas ya."
"Nggak usah," tahan Vhany cepat.
"Kenapa?" tanya Kei heran.
Vhany tidak lantas menjawab. Gadis itu tampak menunduk sembari berpikir. Iya ya? Kenapa Kei tidak boleh mengantar dirinya?
"Ehem, nggak papa. Gue nggak mau ngerepotin. Gue biasanya juga sendiri kok," sahut Vhany setelah terdiam sejenak.
"Biasanya kan beda. Sekarang kan loe udah jadi cewek gue, jadi nggak ada salah nya donk gue anterin. Ayo."
Kali ini Vhany manut tanpa protes lagi. Ia segera melangkah beriringan bersama Kei. Dan Vhany baru menyadari kalau kini mereka berjalan dengan diiringi oleh tatapan seisi sekolah yang menatapnya dengan tatapan aneh. Dan kalau di pikir - pikir emang wajar sih kalau mereka pada merasa heran. Secara selama ini kan ia tidak pernah terlihat ngobrol bareng Kei, apalagi kini sampai barengan. Diantar sampai kekelas lagi.
"Gue balik kekelas gue ya," pamit Kei yang di balas anggukan oleh Vhany. Begitu melihat Kei berlalu, ia segera melangkah menuju kearah bangkunya.
"Vhan, kok loe barusan dianterin sama Kei?" tanya Cha cha langsung. Bahkan tak perlu menunggu Vhany duduk dengan benar.
"Emang Kei kenal sama loe?" Andini menambahkan lengkap dengan gaya sinisnya. Sementara Vhany hanya meliriknya sekilas. Dalam hati gadis itu mencibir, kalau sampai tau mereka jadian, nyaho loe.
"Ya kenal lah. Lagian emang apa aneh nya sih kalau Kei nganterin gue ke sini. Kan dia juga satu sekolah sama kita."
"Jelas aneh lah. Loe kan bukan tuan putri. Ngapain juga dia kurang kerjaan nganterin elo," sambung Andini makin pedes. Jelas banget rasa tidak sukanya.
Untuk sejenak Vhany menghembuskan nafas. Yang benar saja, masa ia baru sampai langsung di interogasi gitu sih. Memangnya dia artis?
"Gue emang bukan tuan putri," aku Vhany akhirnya. "Tapi gue kan pacarnya Kei."
"APA?!"
Teriakan koor seisi kelas sontak membuat Vhany menutup kedua telinganya. Ya ampun, ini kenapa teman - temannya jadi lebay gini sih. Baru juga dia pacaran sama si Kei udah heboh gitu, gimana kalau ia pacaran sama Ji chang wook (???).
"Serius loe Vhan, loe sama Kei beneran pacaran?" tanya Ana yang baru muncul kekelas.
Vhany hanya mengangguk.
"Kok bisa? Loe pake pelet apaan?" tambah Ana masih tak percaya.
Vhany tidak menjawab. Gadis itu justru melemparkan tatapan tajam kearah Ana yang demen banget asal nyablak. Jika ia tidak ingat kalau mereka sudah kenal cukup lama, rasanya dia pengen banget nabok tu anak. Dia tau kalau maksut gadis itu cuma bercanda, tapi kan nggak segitunya. Tambahan lagi sekarang situasi sama kondisi sedang tidak mendukung. Kan gak lucu kalau tiba tiba tersebar rumor kalau dia jadian sama Kei karena tu cowok ia pelet. Nggak elit banget kesannya? Jadi kayak dia itu apaan gitu.
Tepat saat mulut Vhany terbuka untuk membalas, bel sekolah terdengar tanda pelajaran siap di mulai disusul dengan kemunculan Ibu Susi di muka pintu. Mau tak mau, semuanya yang entah sejak kapan ternyata pada ngerubungi meja Vhany satu persatu menuju ke bangkunya masing - masing. Walau jelas mereka masih penasaran, tapi terpaksa mereka menundanya sampai nanti. Secara Ibu Susi walau tampangnya imut gitu, kalau lagi marah lebih galakan dia dari pada ibu tirinya si Lala.
"Loe beneran jadian sama Kei?" bisik Ana yang tak mampu menahan rasa penasarannya. Lebih lagi ia memang duduk tepat disamping Vhany.
"Terus maksut loe apaan nuduh gue pake pelet segala ha?" balas Vhany kesel. Ana hanya nyengir sambil meminta maaf, sadar kalau tadi ia keterlaluan.
"Tapi kok kemaren waktu dikantin loe nggak ada cerita?" tanya gadis itu lagi.
"Waktu itu kita emang belum jadian," balas Vhany dengan tatapan lurus kedepan, kearah Ibu Susi yang sedang menjelaskan tentang teori logika matematika.
"Terus loe jadiannya kapan?"
"Sepulang sekolah."
"Kok bisa?"
"Ya bisa donk. Buktinya sekarang itu kami pacaran."
Ana bersiap untuk membalas ketika Vhany mengangkat jari tulunjuknya kearah mulut, isarat kepada gadis itu untuk tutup mulut. "Bu Susi mandang kesini tuh. Ntar aja kita ngobrolnya."
Walau masih keberatan namun tak urung Ana manut karena sekilas ia melihat kalau Bu Susi memang sedang memberikan perhatian kearah mereka. Terlihat jelas dari tatapannya itu. Membuat Ana harus menahan diri sampai waktu ganti pelajaran.
Namun ternyata, acara menunda untuk bertanya berlanjut. Karena begitu Bu Susi meninggalkan kelasnya, Pak Irwing sudah muncul di muka pintu. Siap untuk mengajarkan pelajaran fisika. Pelajaran yang sumpah, beneran, nggak pake bercanda merupakan pelajaran yang paling tidak Ana suka.
Setelah menunggu dengan tidak rela, akhirnya bel istirahat terdengar. Begitu melihat bayangan Pak Irwing yang hilang dari pandangan, Ana segera menoleh kearah Vhany. Gadis itu sendiri justru malah terlihat pura - pura sibuk membereskan buku - bukunya. Karena ia sangat sadar kalau kini teman - temannya pasti akan kembali mengerubungi dirinya. Dan dia juga sama sekali tidak punya kesempatan untuk mengelak. Tak pernah ia duga kalau pacaran dengan Kei bisa memiliki ekor masalah begini.
"Jadi ceritain ke kita gimana ceritanya Kei bisa jadi pacar loe!" Andini yang pertama sekali muncul tepat di hadapn Vhany.
Vhany hanya menoleh sekilas sebelum kemudian kembali memasukan buku - bukunya kedalam tas. Sengaja bersikap cuek. Lagipula apa coba maksutnya. Suka - suka dia donk mau pacaran sama siapa, kenapa harus cerita cerita segala.
"Eh loe denger gue ngomong nggak sih?" kali ini Andini menaikan nada bicaranya nyaris membentak.
"Kenapa gue harus cerita sama elo? Siapa - siapa gue juga bukan. Nyokap bokap gue aja nyantai," balas Vhany ikut emosi.
"Eh dia nantang. Kenapa? Ngajak berantem loe?"
"Heh," cibir Vhany sinis. "Nggak salah, disini yang mulai duluan siapa sih?"
"Denger ya. Gue emang bukan siapa siapa elo. Lagian males banget kalau gue harus berurusan sama loe. Nggak ada bagus - bagusnya juga," hina Andini. "Tapi kalau berhubungan sama Kei, lain ceritanya. Enak aja loe yang nggak ada apa apanya main rebut dia sembarangan. Jelas aja gue nggak terima."
Vhany mencoba untuk menahan diri walau dalam hati berniat banget untuk ngasi cabe mulut sosok yang berdiri tepat di hadapannya. Emang sih, Andini itu teman sekelasnya dia. Tapi dari dulu ia memang tidak telalu suka pada gadis itu. Dia orangnya suka sok. Sok cantik, sok gaul dan sok kaya juga. Padahal sama aja meh, nggak ada apa apanya juga. Vhany nebak, mungkin tu cewek nggak punya cermin di rumah.
"Kalau Kei nggak jadian sama gue, loe pikir dia mau ngelirik elo?" tanya Vhany berani. Eh sebenarnya nggak berani juga sih. Ia cuma mencoba bersikap berani saja. Terlebih hatinya panas melihat ulah tu cewek satu.
Siapa yang menduga ucapan Vhany barusan membuat Andini kalap. Gadis itu hampir saja melayangkan tangannya kalau teman temannya tidak segera mencegah sembari menariknya menjauh.
"Inget ya Vhan. Urusan kita belum selesai. Gue akan pastiin kalau hidup loe nggak akan tenang kalau loe masih deket deket sama Kei," ancam Andini sebelum kemudian menghilang karena di seret paksa oleh teman temannya.
Vhany hanya mencibir, tanpa membalas. Penting gitu ngurusin ancaman tu anak.
"Ih Andini apa banget sih. Segitunya ngeliat loe jadian sama Kei," komentar Ana beberapa saat kemudian.
"Tau tuh anak. Udik banget," Vhany angkat bahu. Gadis itu kembali membereskan buku - bukunya yang tadi sempat tertunda karena ulah si Andini.
"Tapi loe kan belum cerita gimana loe bisa jadian sama Kei?"
Vhany menoleh kearah Ana dengan tatapan lelahnya. Memangnya harus sekarang ya?
Tepat saat Vhany berniat untuk menjawab, panggilan atas nama dirinya menginterupsi. Mata gadis itu langsung melebar ketika menyadari siapa yang memanggilnya. Yups, Kei, pacar barunya. Pria itu kini sedang berdiri tepat di muka pintu sambil melemparkan senyuman. Senyuman yang _ sampai sekarang _ bagi Vhany manis banget. Atau mungkin bagi anak - anak yang lain juga.
"Udah istirahat kan? Kita kekantin bareng yuks," ajak Kei lagi. Bukannya berjalan menghampiri, ia justru malah bersandar di tiang pintu sambil melipat kedua tangannya. Tatapannya masih lurus kearah Vhany.
Tak langsung menjawab, Vhany justru terlihat ragu. Tapi kemudian kepalanya mengangguk perlahan. "Oke deh," balasnya sambil beranjak menghampiri Kei.
"Temen loe nggak diajak?"
Pertanyaan Kei barusan segera menyadarkan Vhany kalau ia tidak sedang sendirian. Untuk beberapa detik tadi ia memang sempat lupa kalau masih ada Ana disekitarnya. Ketika ia menoleh kearah gadis itu, Ana masih terdiam. Sepertinya efek kaget masih tersisa di wajahnya.
"Oh iya. Ana, loe mau ikut nggak. Kita mau kekantin nih?"
Ajakan Vhany segera menyadarkan Ana dari lamunannya. Astaga, ia masih tak percaya kalau sahabatnya itu kini benar - benar menjadi kekasih Kei. Sepertinya beneran kejatuhan bulan tu anak.
"Yah dia malah melamun," kata Vhany lagi. "Kita mau kekantin nih. Loe mau ikut nggak?"
"Eh, apa? Siapa? Gue?" Ana tampak tergagap. Keterlaluan banget nih Vhany, bikin dia terlihat jadi kayak orang bodoh gitu. Lagian yang benar sajalah dia ikutan. Kalau bener mereka baru jadian jelas aja Kei ngajak karena ingin berduan. Terus kalau dia ikut mau jadi apa? Obat nyamuk.
"Ehem," Ana terlebih dahulu berdehem. "Enggak deh. Duluan aja. Ntar aja kalau mau gue nyusul. Gue mau keperpus dulu soalnya. Mau balikin buku yang kemaren," tolaknya kemudian.
"Ya sudah kalau begitu. Kami duluan ya," pamit Vhany. Ana hanya membalas dengan senyuman sambil melambai. Tak lupa mengangguk kearah Kei yang sejenak menatapnya untuk permisi.
"Yuks," ajak Kei kearah Vhany. Bahkan tanpa permisi tangannya terulur meraih tangan gadis itu dan mengajaknya berjalan beriringan kearah kantin sekolah.
Vhany sendiri hanya terkesiap. Tidak menyangka Kei akan mengandeng tangannya _ lagi. Terlebih ini masih di lingkungan sekolah. Kalau keliatn guru gimana? Belum lagi kini teman - temannya pada melihatnya dengan tatapan aneh. Ya ampun, malu banget. Walaupun begitu, ia tetap tidak protes. Membiarkan Kei mengengam tangannya yang entah kenapa menurutnya terasa hangat.
"Loe mau pesen apa?" tanya Kei setelah keduanya tiba di meja kantin.
"Emp, bakso sama jus jeruk aja kali ya," balas Vhany tanpa perpikir segera menyebutkan pesanannya seperti biasa.
Kei hanya menggangguk. Setelah menyebutkan pesannya dan Vhany pada pelayan ia kembali menatap kearah gadis yang kini duduk dihadapanya sembari menunduk. Entah apa yang ada dalam pikiran gadis itu, Kei sama sekali tidak tau. Yang ia tau, ia merasa senang bisa duduk bersama seperti ini. Karena kalau di pikir lagi, sepertinya ia sudah lama berharap hal itu bisa menjadi kenyatan. Sedikit menyesal kenapa ia baru kemaren berani mendekatinya.
"Jadi loe suka bakso?" Kei membuka pembicaraan. Kali ini Vhany menoleh baru kemudian kembali menunduk.
"Ya begitulah," balas Vhany sambil angkat bahu.
"Kalau gue sih lebih suka mie ayam," jelas Kei tanpa di tanya.
"Terus apa lagi yang loe suka?" tanya Kei lagi.
Kali ini Vhany tidak langsung menjawab. Matanya menatap kearah Kei yang juga sedang menatapnya. Menanti jawabannya dengan penuh minat. Melihat itu, sedikit banyak Vhany merasa seneng. "Apa ya? Gue suka Ice cream, tapi harus rasa stroberry. Roti panggang pake slay. Es Oyen, Emp martabak telur juga. Gue juga suka green tea bubble drink sama Pizza. Terus, apa lagi ya. Pokoknya banyak deh," terang Vhany sambil menerawang membayangkan makanan yang baru saja ia sebutkan. Mendengar itu, Kei tersenyum.
"Kalau loe?" tanya Vhany memberanikan diri.
"Kalau gue sih makanan nggak terlalu milih sebenernya. Asal jangan terlalu manis manis kayaknya gue nggak keberatan. Cuma kalau untuk Ice Cream, gue suka rasa coklat," jawab Kei yang membuat Vhany gantian mengangguk.
Belum sempat ia bertanya lagi, pelayan kantin datang menginterupsi untuk mengantarkan pesanan mereka. Beberapa saat kemudian keduanya pun asik menikmati makanannya sembari sesekali melanjutkan obrolan.
To Be continue....
Detail Cerbung
- Judul cerbung : Love Is Sweet, But Unpredictable
- Penulis : Ana Merya
- Status : Ongoing
- Jumlah kata : 2.430 Words
- Part : 02 / ?
Post a Comment for "Cerbung Love Is Sweet, But Unpredictable ~ 02"
Belajar lah untuk menghargai sesuatu mulai dari hal yang paling sederhana...