Cerpen Cinta "You're My Girl ~ 02"
Tadinya mau posting kazua mencari cinta, eh ternyata tu cerita belum di edit. Covernya juga belom di buat. So, mumpung ol kompi rada sayang kalau nggak ngepost, jadinya mendingan kita posting lanjutan dari cerpen You're My Girl bagian keduanya.
Pada penasaran ingin tau kan? Iya kan saja, biar adminya seneng -,- Kalau gitu tunggu apa lagi, langsung simak ke bawah aja ya. Oh iya, hampir aja lupa. Satu lagi dink, biar yang baca nyambung sama jalang ceritanya jangan lupa untuk baca bagian sebelumnya disini ya....
Sudah hampir setengah jam Shila asik membolak balikan halaman demi halaman buku di tangannya, melihat isi didalamnya sebelum memutuskan untuk membeli atau tidak ketika sebuah tepukan di pundak mengagetkannya.
"Loe?" telunjuk Shila lurus seolah tidak percaya dengan indra penglihatannya.
"Loe...Emp, Shila kan? Cewek yang di hukum hormat bendera bareng gue kemaren?" kata sosok di hadapannya yang tak lain adalah Alfa.
Shila mengangguk. Matanya mengamati tampilan Alfa dari atas kebawah. Melihat dari seragam yang ia kenakan, ia bisa menebak kalau pria itu adalah salah satu karyawan dari toko buku yang kini ia datangi.
"Loe kerja disini?" walau sudah yakin tebakannya benar, Shila tetap memutuskan untuk mempertegas.
Kepala Alfa mengangguk sebagai jawaban. "Gue juga terkejut dan tadi hampir nggak percaya waktu liat cewek yang sedari tadi bolak balikin buku itu elo. Kalau gue nggak salah inget kemaren itu loe di hukum karena nggak pernah ngerjain PR kan? Tumben sekarang yang loe cari buku pelajaran. Kenapa? Udah tobat ya?"
Shila hanya angkat bahu sambil nyengir. "Sebenernya gue juga kaget sih liat loe disini. Secara tampang loe kan agak gimana gitu, kok bisa ya loe kerja disini," balas Shila tak mau kalah.
"Don't judge book by its cover," nasehat Alfa sok bijak, Shila hanya membalas dengan tawa.
"Ssstt..." tangan Alfa terarah ke mulutnya sambil memberi isarat kepada shila untuk melihat kearah tulisan di dinding dimana tertera kalimat "Dilarang Berisik".
"Ups, sorry. Kelepasan. Abisnya gue nggak nyangka kalimat itu bisa keluar dari mulut orang kayak loe," kata Shila, kali ini dengan suara yang lebih perlahan.
"Emangnya menurut loe gue orangnya gimana?"
"Berandalan. Secara mana ada siswa baik baik yang ngotorin apsent dengan 'a' selama sebulan penuh. Mending cuma di jemur, gue heran sekolah nggak langsung ngeluarin loe," balas Shila spontan. Alfa hanya angkat bahu sambil tersenyum.
"Oke deh, loe lanjut nyari bukunya. Ntar kalau perlu bantuan, loe panggil gue aja. Gue masih harus kerja soalnya," pamit Alfa kemudian.
"Syiip."
Shila sedang asik membaca buku dikamarnya ketika sebuah sms masuk. Nama Delon tertera sebagai pengirimnya. Dengan ogah ogahan gadis itu mengecek isinya. Ia sudah menebak kalau isinya pastilah tentang pertanyaan apakah ia sudah mengerjakan PR - nya atau belum.
"Beres bos. Tenang aja..." ketik Shila sebelum kemudian menekan tombol send.
SMS balasan yang muncul sebagai kalimat penegasan sama sekali tidak ia indahkan. Biarkan saja begitu. Lagian tu orang kerajinan banget ngingetin mulu.
"Shila, PR loe udah beneran loe kerjain kan?" kalimat pertama yang keluar dari mulut Delon keesokan harinya. Bahkan pria itu belum sempat duduk di bangku.
Shila menoleh sekilas, seolah enggan mengalihkan tatapannya dari Komik yang sedang ia baca.
"Udah," tak urung gadis itu membalas.
"Mana? Sini gue liat," kejar Delon lagi.
"Enak aja," tolak Shila cepat. "Entar loe contek lagi. Inget, mulai sekarang kita saingan."
Mendengar itu Delon hanya mampu memutar mata. Ngajak saingan tapi yang di baca malah komik. Lagian kerajinan banget sih dia nyontek siswi yang udah di kenal paling dudul di kelasnya? Yang ada dia itu cuma cemas kalau Shila lupa lagi dan ujung ujungnya dia malah di hukum.
"Gue nggak bercanda Shila. Gue nggak mau ntar loe di hukum lagi. Ibu Lastri itu galak lho. Pak Seno mah belum apa apanya. Jadi kalau loe belum ngerjain ini masih sempet. Akuntansi kan jam kedua."
"Loe tenang aja. Nggak usah sok ngekhawtirin gue. Mending loe khawatirin diri loe sendiri. Inget, kalau sampai gue menang loe harus menuhin permintaan gue. Permintaan gue biasanya aneh aneh lho."
"Terserah loe aja deh," balas Delon nyerah. Shila hanya angkat bahu baru kemudian melanjutkan membaca komik di tangannya. Selang beberapa saat kemudian bu Indri masuk. Siap mengajarkan pelajaran bahasa inggris. Tak tanggung tanggung kali ini ia langsung memberikan ulangan dadakan.
Sambil mengerjakan soal ulangannya sebentar sebentar Delon melirik kearah Shila. Tingkah laku gadis itu terlihat sedikit mencurigakan dari biasanya. Bahkan ia sengaja menutupi jawabannya dari dirinya.
"Saya sudah selesai buk, boleh keluar duluan nggak?" tanya Shila memecahkan keheningan di kelasnya. Semua mata kini tertuju kearah dirinya. Tak terkecuali Delon . Memang sih ulangan kali ini pilihan ganda. Tapi ada 50 soal lho. Dan itu bukan berarti ia bisa menjawab asal asalan kan? Sementara Delon sendiri saja baru menyelesaikan 23 soal.
"Loe udah selesai?" bisik Delon lirih. Shila hanya angkat bahu. Dengan acuh ia melangkah kearah depan, menghampiri bu Indri dengan membawa kertas tugasnya. Diikuti tatapan seisi kelas. Ada yang tak percaya, ada juga yang geleng geleng kepala sambil tersenyum. Ulangan kali ini bahasa inggris, bahasa indonesia aja tu anak kelimpungan. Bisa di tebak, jawabannya pasti ngacak.
"Yakin kamu sudah selesai, sebaiknya di periksa dulu," kata Bu Indri mengingatkan.
"Sudah bu, sudah dua kali malah. Atau kalau masih belum yakin, ibu bisa periksa dulu," kata Shila lagi.
Ibu Indri segera menerima kertas ulangan tersebut. Diamatinya dengan seksama. Sekedar mencocokan antara kertas jawaban dengan soal secara acak. Keningnya tampak berkerut ketika mengamati kertas tersebut. Dan semenit kemudian ia menatap kerah Shila dengan tatapan mengamati. Gadis itu sendiri hanya berdiri diam saja di hadapannya.
"Oke, baiklah. Kertas ulangannya ibu terima, dan kamu boleh keluar agar tidak menganggu siswa yang lain."
"Baik bu, terima kasih," pamit Shila langsung kearah pintu keluar. Bahkan ia tidak perlu repot repot pamit dengan Delon yang sedari tadi masih memperhatikannya.
Berbeda dari biasanya, kali ini Delon berusaha untuk menyelesaikan ulangannya dengan cepat. 15 menit sebelum pergantian pelajaran, pria itu menyerahkan kertas ulangannya kearah ibu Indri baru kemudian melesat keluar. Mencari tau keberadaan rekan sebangkunya. 15 menit berlalu, bel ganti pelajaran terdengar ia masih tidak menemukan keberadaan gadis itu. Padahal sudah hampir seluruh penjuru sekolah ia kelilingi. Akhirnya dengan langkah gontai ia kembali kekelas. Di luar dugaan, Shila sudah duduk manis disana. Lengkap dengan komik di tangannya.
"Loe tadi dari mana aja? Sedari tadi gue cariin kok nggak ada?" tanya Delon langsung. Gadis itu hanya angkat bahu tanpa menoleh sama sekali.
"Kalau gue nanya di jawab donk Shil," kata Delon kesel. Direbutnya komik yang ada di tangan Shila sehingga membuat gadis itu mau tak mau menatap kearah dirinya.
"Loe apa banget sih? Perasaan kerjaannya ngerecokin gue mulu deh," keselnya, Delon masih membalas dengan tatapan.
"Ya ela, emangnya gue siapa elo sih sampe kemana mana harus laporan. Tadi itu gue ke perpustakaan. Udah, siniin komik gue," kata Shila sambil menyodorkan tangannya.
"Perpustakaan? Sejak kapan loe mau nginjekin kaki loe kesana?"
"Ya ampun ni anak. Udah kayak satpam aja nanya mulu," keluh Shila merasa gerah. "Sejak gue jadi saingan loe, puas?"
Delon terdiam dan kesempatan itu segera di manfaatkan oleh Shila untuk merebut kembali komiknya.
"Jadi loe tadi beneran baca buku diperpustakaan?" tanya Delon seolah masih tidak percaya.
Kali ini Shila tidak langsung menjawab. Ditutupnya komiknya dengan keras sebagai ungkapan kalau ia sedang emosi. Semempesona apapun pengaruh Usui yang ia baca akan hilang kalau Delon tetap nyerocos.
"Bukan, gue di sono buat tidur," balas Shila. Sebelum Delon kembali bertanya ia sudah lebih dahulu menambahkan. "Tadinya gue mau ke kantin, tapi gue baru inget kalau dompet gue ketinggalan. Karena kebetulan gue ngantuk ya gue ke perpus aja. Kan di sono tenang."
"Tidur?" Delon melongo. "Kenapa nggak di UKS aja yang lebih nyaman?"
"Emangnya gue sakit," cibir gadis itu.
Delon ingin menjawab namun urung ketika melihat Ibu Lastri muncul di depan kelas. Pria itu hanya berbisik lirih kearah Shila "Loe beneran udah ngerjain PR nya kan?"
Shila tidak menjawab hanya tangannya yang sibuk merogoh buku di dalam tasnya. Tanpa kata ia segera maju ke depan kelas karena Bu Lastri sudah memberikan interupsi untuk mengumpulkan tugasnya.
*****
"La, ke kantin yuk," ajak Delon begitu bel istirahat terdengar.
Kepala Shila menggeleng tanpa menoleh.
"Kenapa?" tanya Delon lagi. Hari ini ia merasa sahabatnya itu benar benar terlihat aneh, tidak seperti biasanya.
"Males gue kalau harus bareng loe."
"Apa?" tanya Delon tak yakin dengan apa yang ia dengar barusan. Shila hanya angkat bahu karena tau kalau kalimat yang ia lontar barusan cukup jelas.
"Kenapa?"
"Jujur saja deh," Shila menatap lurus kearah Delon. Kebetulan buku bukunya juga sudah tersusun rapi di dalam laci. "Sebenernya selama ini loe risih kan kalau harus bareng gue terus?"
"Ha?" Delon melongo. Tidak salah lagi, memang ada yang aneh dengan Shila. Jangan jangan gadis itu benar benar sakit. Kalau ngomong mulai ngelindur.
"Gue emang terkenal sebagai sosok yang nggak pinter, tapi gue nggak budek. Gue udah sering banget denger kalau anak anak sering ngegosipin kita. Masa rangking satu temenannya sama anak paling oon? Loe pasti malu kan temenan sama gue, makanya loe suruh gue belajar. Iya kan?"
"Loe kesambet ya? Kok ngomongnya jadi ngaco gitu sih?" Delon terlihat kesal.
"Denger ya Shila," eja Delon persis seperti guru yang ngomong sama anak TK. "Gue emang nggak suka sama omonggan anak anak lain. Tapi itu bukan karena gue deket sama loe. Gue nggak suka karena mereka selalu ngeremehin elo. Bukan karena gue malu deket sama loe."
Mata Shila tampak berkedap kedip. Gadis itu menyadari ada ketulusan dari kalimat yang di lontarkan rekan sebangkunya barusan.
"Nah udah ngertikan. Ayo sekarang kita kekantin. Tenang, gue yang traktir. Okee..."
Lagi lagi Shila tidak bisa menolak karena Delon sudah terlebih dahulu berhasil menyeretnya.
"Loe senyum sama siapa sih?" tanya Delon sambil menoleh kebelakang. Saat ini keduanya sedang duduk berhadapan di salah satu meja kantin sembari menunggu pesanannya.
"Alfa?" gumam Delon sambil kembali menatap kearah Shila.
"Loe kenal dia?" Shila tampak kagum.
"Kita satu sekolah Shila. Walau nggak deket, ya gue tau lah. Justru gue heran, emangnya loe kenal sama dia?" Delon balik bertanya. Shila hanya angkat bahu.
Disekolah mereka memang siapa sih yang nggak tau Shila? Cewek yang sudah di kenal sebagai sosok langganan hukuman dari guru. Entah itu nyapu halaman, beresin toilet, atau hukuman apalah yang harus ia lakukan. Bahkan pernah ia harus keliling lapangan. Terakhir hormat pada bendera ditengah terik matahari.
Walau begitu, setau Delon, Shila tetap tidak memiliki banyak teman. Gadis itu tidak terlalu pandai dalam bergaul. Berbeda dengan dirinya yang hampir seluruh isi sekolah dikenalnya. Bahkan keseharian biasanya waktu Shila di habiskan bersama dirinya ataupun teman teman sekelas yang memang sudah akrab dengan dirinya.
"Tapi loe jangan coba - coba deket sama dia," peringatan Delon menarik perhatian Shila.
"Apa? Kenapa?"
"Tu anak emang cakep Shila. Walau gue cowok, gue tetep ngakui itu. Kelihatannya juga dia itu anak baik. Tapi asal loe tau, dia juga langganan hukuman guru. Terkenal sering bolos sekolah. Makanya loe jangan sampai bergaul sama dia."
Shila tampak mengangguk paham. Jadi tu orang emang terkenal sering bolos? Iya sih, kalau di inget kemaren juga Alfa bilang begitu.
"Tunggu dulu, loe nggak kenal sama dia waktu sama - sama di hukum kan?" tebak Delon tiba - tiba. Di luar dugaan, Shila mengangguk.
"Kemaren pas hormat bendera, gue bareng sama dia. Loe tau, masa dia alpa selama sebulan full. Rekod banget, keren kan? Kayaknya gue ngerasa cocok deh temenan sama dia."
Delon asli melongo.
"Jangan gila Shila. Gue jelas barusan memperingatkan loe buat nggak deket deket sama dia."
"Ck, akh. Temenan sama loe makin lama makin nggak asik ya. Banyak banget aturannya. Ngalahin bokap gue tau nggak sih."
Delon menatap lurus kearah Shila. Ia tau kalau gadis itu beneran sedang kesal padanya. Tapi ia juga serius waktu mengatakan kalau Shila tidak boleh bergaul dengan Alfa. Ayolah, berteman dengan dirinya aja nilai gadis itu anjlok, gimana kalau temenannya sama anak bermasalah juga? Dan akhirnya keduanya melanjutkan menyantap makanannya dalam diam.
Next to You're My Girl Part 3
Detail cerpen
Pada penasaran ingin tau kan? Iya kan saja, biar adminya seneng -,- Kalau gitu tunggu apa lagi, langsung simak ke bawah aja ya. Oh iya, hampir aja lupa. Satu lagi dink, biar yang baca nyambung sama jalang ceritanya jangan lupa untuk baca bagian sebelumnya disini ya....
Cerpen You're My Girl |
Sudah hampir setengah jam Shila asik membolak balikan halaman demi halaman buku di tangannya, melihat isi didalamnya sebelum memutuskan untuk membeli atau tidak ketika sebuah tepukan di pundak mengagetkannya.
"Loe?" telunjuk Shila lurus seolah tidak percaya dengan indra penglihatannya.
"Loe...Emp, Shila kan? Cewek yang di hukum hormat bendera bareng gue kemaren?" kata sosok di hadapannya yang tak lain adalah Alfa.
Shila mengangguk. Matanya mengamati tampilan Alfa dari atas kebawah. Melihat dari seragam yang ia kenakan, ia bisa menebak kalau pria itu adalah salah satu karyawan dari toko buku yang kini ia datangi.
"Loe kerja disini?" walau sudah yakin tebakannya benar, Shila tetap memutuskan untuk mempertegas.
Kepala Alfa mengangguk sebagai jawaban. "Gue juga terkejut dan tadi hampir nggak percaya waktu liat cewek yang sedari tadi bolak balikin buku itu elo. Kalau gue nggak salah inget kemaren itu loe di hukum karena nggak pernah ngerjain PR kan? Tumben sekarang yang loe cari buku pelajaran. Kenapa? Udah tobat ya?"
Shila hanya angkat bahu sambil nyengir. "Sebenernya gue juga kaget sih liat loe disini. Secara tampang loe kan agak gimana gitu, kok bisa ya loe kerja disini," balas Shila tak mau kalah.
"Don't judge book by its cover," nasehat Alfa sok bijak, Shila hanya membalas dengan tawa.
"Ssstt..." tangan Alfa terarah ke mulutnya sambil memberi isarat kepada shila untuk melihat kearah tulisan di dinding dimana tertera kalimat "Dilarang Berisik".
"Ups, sorry. Kelepasan. Abisnya gue nggak nyangka kalimat itu bisa keluar dari mulut orang kayak loe," kata Shila, kali ini dengan suara yang lebih perlahan.
"Emangnya menurut loe gue orangnya gimana?"
"Berandalan. Secara mana ada siswa baik baik yang ngotorin apsent dengan 'a' selama sebulan penuh. Mending cuma di jemur, gue heran sekolah nggak langsung ngeluarin loe," balas Shila spontan. Alfa hanya angkat bahu sambil tersenyum.
"Oke deh, loe lanjut nyari bukunya. Ntar kalau perlu bantuan, loe panggil gue aja. Gue masih harus kerja soalnya," pamit Alfa kemudian.
"Syiip."
Shila sedang asik membaca buku dikamarnya ketika sebuah sms masuk. Nama Delon tertera sebagai pengirimnya. Dengan ogah ogahan gadis itu mengecek isinya. Ia sudah menebak kalau isinya pastilah tentang pertanyaan apakah ia sudah mengerjakan PR - nya atau belum.
"Beres bos. Tenang aja..." ketik Shila sebelum kemudian menekan tombol send.
SMS balasan yang muncul sebagai kalimat penegasan sama sekali tidak ia indahkan. Biarkan saja begitu. Lagian tu orang kerajinan banget ngingetin mulu.
"Shila, PR loe udah beneran loe kerjain kan?" kalimat pertama yang keluar dari mulut Delon keesokan harinya. Bahkan pria itu belum sempat duduk di bangku.
Shila menoleh sekilas, seolah enggan mengalihkan tatapannya dari Komik yang sedang ia baca.
"Udah," tak urung gadis itu membalas.
"Mana? Sini gue liat," kejar Delon lagi.
"Enak aja," tolak Shila cepat. "Entar loe contek lagi. Inget, mulai sekarang kita saingan."
Mendengar itu Delon hanya mampu memutar mata. Ngajak saingan tapi yang di baca malah komik. Lagian kerajinan banget sih dia nyontek siswi yang udah di kenal paling dudul di kelasnya? Yang ada dia itu cuma cemas kalau Shila lupa lagi dan ujung ujungnya dia malah di hukum.
"Gue nggak bercanda Shila. Gue nggak mau ntar loe di hukum lagi. Ibu Lastri itu galak lho. Pak Seno mah belum apa apanya. Jadi kalau loe belum ngerjain ini masih sempet. Akuntansi kan jam kedua."
"Loe tenang aja. Nggak usah sok ngekhawtirin gue. Mending loe khawatirin diri loe sendiri. Inget, kalau sampai gue menang loe harus menuhin permintaan gue. Permintaan gue biasanya aneh aneh lho."
"Terserah loe aja deh," balas Delon nyerah. Shila hanya angkat bahu baru kemudian melanjutkan membaca komik di tangannya. Selang beberapa saat kemudian bu Indri masuk. Siap mengajarkan pelajaran bahasa inggris. Tak tanggung tanggung kali ini ia langsung memberikan ulangan dadakan.
Sambil mengerjakan soal ulangannya sebentar sebentar Delon melirik kearah Shila. Tingkah laku gadis itu terlihat sedikit mencurigakan dari biasanya. Bahkan ia sengaja menutupi jawabannya dari dirinya.
"Saya sudah selesai buk, boleh keluar duluan nggak?" tanya Shila memecahkan keheningan di kelasnya. Semua mata kini tertuju kearah dirinya. Tak terkecuali Delon . Memang sih ulangan kali ini pilihan ganda. Tapi ada 50 soal lho. Dan itu bukan berarti ia bisa menjawab asal asalan kan? Sementara Delon sendiri saja baru menyelesaikan 23 soal.
"Loe udah selesai?" bisik Delon lirih. Shila hanya angkat bahu. Dengan acuh ia melangkah kearah depan, menghampiri bu Indri dengan membawa kertas tugasnya. Diikuti tatapan seisi kelas. Ada yang tak percaya, ada juga yang geleng geleng kepala sambil tersenyum. Ulangan kali ini bahasa inggris, bahasa indonesia aja tu anak kelimpungan. Bisa di tebak, jawabannya pasti ngacak.
"Yakin kamu sudah selesai, sebaiknya di periksa dulu," kata Bu Indri mengingatkan.
"Sudah bu, sudah dua kali malah. Atau kalau masih belum yakin, ibu bisa periksa dulu," kata Shila lagi.
Ibu Indri segera menerima kertas ulangan tersebut. Diamatinya dengan seksama. Sekedar mencocokan antara kertas jawaban dengan soal secara acak. Keningnya tampak berkerut ketika mengamati kertas tersebut. Dan semenit kemudian ia menatap kerah Shila dengan tatapan mengamati. Gadis itu sendiri hanya berdiri diam saja di hadapannya.
"Oke, baiklah. Kertas ulangannya ibu terima, dan kamu boleh keluar agar tidak menganggu siswa yang lain."
"Baik bu, terima kasih," pamit Shila langsung kearah pintu keluar. Bahkan ia tidak perlu repot repot pamit dengan Delon yang sedari tadi masih memperhatikannya.
Berbeda dari biasanya, kali ini Delon berusaha untuk menyelesaikan ulangannya dengan cepat. 15 menit sebelum pergantian pelajaran, pria itu menyerahkan kertas ulangannya kearah ibu Indri baru kemudian melesat keluar. Mencari tau keberadaan rekan sebangkunya. 15 menit berlalu, bel ganti pelajaran terdengar ia masih tidak menemukan keberadaan gadis itu. Padahal sudah hampir seluruh penjuru sekolah ia kelilingi. Akhirnya dengan langkah gontai ia kembali kekelas. Di luar dugaan, Shila sudah duduk manis disana. Lengkap dengan komik di tangannya.
"Loe tadi dari mana aja? Sedari tadi gue cariin kok nggak ada?" tanya Delon langsung. Gadis itu hanya angkat bahu tanpa menoleh sama sekali.
"Kalau gue nanya di jawab donk Shil," kata Delon kesel. Direbutnya komik yang ada di tangan Shila sehingga membuat gadis itu mau tak mau menatap kearah dirinya.
"Loe apa banget sih? Perasaan kerjaannya ngerecokin gue mulu deh," keselnya, Delon masih membalas dengan tatapan.
"Ya ela, emangnya gue siapa elo sih sampe kemana mana harus laporan. Tadi itu gue ke perpustakaan. Udah, siniin komik gue," kata Shila sambil menyodorkan tangannya.
"Perpustakaan? Sejak kapan loe mau nginjekin kaki loe kesana?"
"Ya ampun ni anak. Udah kayak satpam aja nanya mulu," keluh Shila merasa gerah. "Sejak gue jadi saingan loe, puas?"
Delon terdiam dan kesempatan itu segera di manfaatkan oleh Shila untuk merebut kembali komiknya.
"Jadi loe tadi beneran baca buku diperpustakaan?" tanya Delon seolah masih tidak percaya.
Kali ini Shila tidak langsung menjawab. Ditutupnya komiknya dengan keras sebagai ungkapan kalau ia sedang emosi. Semempesona apapun pengaruh Usui yang ia baca akan hilang kalau Delon tetap nyerocos.
"Bukan, gue di sono buat tidur," balas Shila. Sebelum Delon kembali bertanya ia sudah lebih dahulu menambahkan. "Tadinya gue mau ke kantin, tapi gue baru inget kalau dompet gue ketinggalan. Karena kebetulan gue ngantuk ya gue ke perpus aja. Kan di sono tenang."
"Tidur?" Delon melongo. "Kenapa nggak di UKS aja yang lebih nyaman?"
"Emangnya gue sakit," cibir gadis itu.
Delon ingin menjawab namun urung ketika melihat Ibu Lastri muncul di depan kelas. Pria itu hanya berbisik lirih kearah Shila "Loe beneran udah ngerjain PR nya kan?"
Shila tidak menjawab hanya tangannya yang sibuk merogoh buku di dalam tasnya. Tanpa kata ia segera maju ke depan kelas karena Bu Lastri sudah memberikan interupsi untuk mengumpulkan tugasnya.
*****
"La, ke kantin yuk," ajak Delon begitu bel istirahat terdengar.
Kepala Shila menggeleng tanpa menoleh.
"Kenapa?" tanya Delon lagi. Hari ini ia merasa sahabatnya itu benar benar terlihat aneh, tidak seperti biasanya.
"Males gue kalau harus bareng loe."
"Apa?" tanya Delon tak yakin dengan apa yang ia dengar barusan. Shila hanya angkat bahu karena tau kalau kalimat yang ia lontar barusan cukup jelas.
"Kenapa?"
"Jujur saja deh," Shila menatap lurus kearah Delon. Kebetulan buku bukunya juga sudah tersusun rapi di dalam laci. "Sebenernya selama ini loe risih kan kalau harus bareng gue terus?"
"Ha?" Delon melongo. Tidak salah lagi, memang ada yang aneh dengan Shila. Jangan jangan gadis itu benar benar sakit. Kalau ngomong mulai ngelindur.
"Gue emang terkenal sebagai sosok yang nggak pinter, tapi gue nggak budek. Gue udah sering banget denger kalau anak anak sering ngegosipin kita. Masa rangking satu temenannya sama anak paling oon? Loe pasti malu kan temenan sama gue, makanya loe suruh gue belajar. Iya kan?"
"Loe kesambet ya? Kok ngomongnya jadi ngaco gitu sih?" Delon terlihat kesal.
"Denger ya Shila," eja Delon persis seperti guru yang ngomong sama anak TK. "Gue emang nggak suka sama omonggan anak anak lain. Tapi itu bukan karena gue deket sama loe. Gue nggak suka karena mereka selalu ngeremehin elo. Bukan karena gue malu deket sama loe."
Mata Shila tampak berkedap kedip. Gadis itu menyadari ada ketulusan dari kalimat yang di lontarkan rekan sebangkunya barusan.
"Nah udah ngertikan. Ayo sekarang kita kekantin. Tenang, gue yang traktir. Okee..."
Lagi lagi Shila tidak bisa menolak karena Delon sudah terlebih dahulu berhasil menyeretnya.
"Loe senyum sama siapa sih?" tanya Delon sambil menoleh kebelakang. Saat ini keduanya sedang duduk berhadapan di salah satu meja kantin sembari menunggu pesanannya.
"Alfa?" gumam Delon sambil kembali menatap kearah Shila.
"Loe kenal dia?" Shila tampak kagum.
"Kita satu sekolah Shila. Walau nggak deket, ya gue tau lah. Justru gue heran, emangnya loe kenal sama dia?" Delon balik bertanya. Shila hanya angkat bahu.
Disekolah mereka memang siapa sih yang nggak tau Shila? Cewek yang sudah di kenal sebagai sosok langganan hukuman dari guru. Entah itu nyapu halaman, beresin toilet, atau hukuman apalah yang harus ia lakukan. Bahkan pernah ia harus keliling lapangan. Terakhir hormat pada bendera ditengah terik matahari.
Walau begitu, setau Delon, Shila tetap tidak memiliki banyak teman. Gadis itu tidak terlalu pandai dalam bergaul. Berbeda dengan dirinya yang hampir seluruh isi sekolah dikenalnya. Bahkan keseharian biasanya waktu Shila di habiskan bersama dirinya ataupun teman teman sekelas yang memang sudah akrab dengan dirinya.
"Tapi loe jangan coba - coba deket sama dia," peringatan Delon menarik perhatian Shila.
"Apa? Kenapa?"
"Tu anak emang cakep Shila. Walau gue cowok, gue tetep ngakui itu. Kelihatannya juga dia itu anak baik. Tapi asal loe tau, dia juga langganan hukuman guru. Terkenal sering bolos sekolah. Makanya loe jangan sampai bergaul sama dia."
Shila tampak mengangguk paham. Jadi tu orang emang terkenal sering bolos? Iya sih, kalau di inget kemaren juga Alfa bilang begitu.
"Tunggu dulu, loe nggak kenal sama dia waktu sama - sama di hukum kan?" tebak Delon tiba - tiba. Di luar dugaan, Shila mengangguk.
"Kemaren pas hormat bendera, gue bareng sama dia. Loe tau, masa dia alpa selama sebulan full. Rekod banget, keren kan? Kayaknya gue ngerasa cocok deh temenan sama dia."
Delon asli melongo.
"Jangan gila Shila. Gue jelas barusan memperingatkan loe buat nggak deket deket sama dia."
"Ck, akh. Temenan sama loe makin lama makin nggak asik ya. Banyak banget aturannya. Ngalahin bokap gue tau nggak sih."
Delon menatap lurus kearah Shila. Ia tau kalau gadis itu beneran sedang kesal padanya. Tapi ia juga serius waktu mengatakan kalau Shila tidak boleh bergaul dengan Alfa. Ayolah, berteman dengan dirinya aja nilai gadis itu anjlok, gimana kalau temenannya sama anak bermasalah juga? Dan akhirnya keduanya melanjutkan menyantap makanannya dalam diam.
Next to You're My Girl Part 3
Detail cerpen
- Judul Cerpen : You're my girl
- Penulis : Ana Merya
- Twitter : @CerpenStarnight
- Panjang cerita : 1.861 Words
- Genre : Remaja
- Status : Ongoing
lanjut donk kak ana.. :)
ReplyDeleteSyiipp...
DeleteTapi harus antri ya siste,,,... :D
Ya ampun, ini cerita yg mana lg sih kkkk kykny sy sering tersesat deh klo ksini.
ReplyDeleteYa ampun hira....
DeleteKok bisa tersesat sih?
Coba tanya si dora gih, biasanya doi bawa peta... #Ekh