Cerpen Cinta "You're My Girl ~ 03"
Hola halo guys, ketemu lagi nih bareng admin yang kembali muncul dengan lanjutan cerpen You're my girl bagian ke tiga. Pada penasarankan ingin tau gimana kelanjutan ceritanya itu gimana? Kalau jawabannya ia, sebaiknya simak kebawah kalau gitu...
Oh iya, biar nyambung sama jalan ceritanya gimana, sebaiknya sih baca dulu bagian kedua yang sudah admin posting duluan. Biar mudah bisa langsung klik disini. Happy reading ya...
Shila sedang berjalan menuju kekelasnya ketika tak sengaja ia melihat sosok yang dikenalnya sedang beres - beres peralatan di gudang. Itu kan Alfa? Sempet ragu, akhirnya Shila melangkah menghampiri.
"Rajin amat loe beres - beres. Mau jadi siswa teladan ya?"
Sapaan barusan membuat pria itu menoleh. Sebuah senyum ia lemparkan sembari mulutnya menjawab. "Sembarangan, gue lagi di hukum tau."
"Oh ya? Kali ini kenapa? Loe absent lagi?" tanpa diminta tangan Shila terulur mengumpulkan bola bola ke dalam keranjang.
Alfa tidak lantas menjawab. Matanya justru sibuk mengawasi gadis itu. Melihat dari gelagatnya, sepertinya ia sudah terbiasa melakukan hal itu. Tanpa sadar sebuah senyum mangkir di bibirnya.
"Bukan. Tadi pagi gue datang terlambat," balas pria itu sambil kembali melanjutkan tugasnya. Megibas - ngibaskan beberapa peralatan olah raga yang kini berdebu karena sudah lama tidak terpakai.
"Terlambat doank di hukum bersihin gudang? Sadis amat."
"Iya, soalnya gue terlambatnya hampir dua setengah jam."
Mendengar itu tawa Shila langsung pecah. Tawa yang menular, karena Alfa juga ikut tertawa bersamanya.
"Hufh, akhrinya beres juga. Ma kasih ya, karena udah di bantuin. Kerjaan gue jadi selesai lebih cepat dari seharusnya," kata Alfa tulus. Shila hanya angkat bahu, isarat kalau ia sama sekali tidak keberatan melakukan hal itu.
"Masih ada sepuluh menitan lagi nih sebelum bel pelajaran selanjutnya, gue traktir loe minum es dulu yuk," ajak Alfa kemudian.
Sejenak Shila berpikir, baru kemudian kepalanya mengangguk setuju. Kalau di pikir - pikir, tengorokannya juga terasa kering. Jadi ajakan Alfa sepertinya memang tepat sasaran. Dan begitu bel terdengar, ia segera bergegas kekelasnya. Tepat saat ia mendaratkan tubuhnya di bangku, Bu Indri sudah ada di depan kelas.
"Hasil ulangan kemaren, kamu, tolong bagikan," perintah Bu Indri kearah Vivin yang kebetulan duduk tepat di depan meja guru. Tanpa perlu di suruh dua kali, Vivin langsung bergerak. Menyebutkan nama rekan kelasnya satu persatu untuk maju kedepan. Sampai giliran kertas ulangan terakhir yang ia bacakan, pria itu terlihat kaget.
"Shila dapat nilai seratus?"
Seisi kelas sontak menoleh. Bergantian menatap kearah Vivin yang sedang melihat keatas kertas di tangannya atau kepada Shila yang dengan santai maju kedepan.
"Mustahil, mana sini coba gue liat," tanpa permisi Lian yang duduk tepat di samping Vivin merebut kertas ulangan tersebut. Ingrid dan grasia yang duduk di meja samping ikut mendekat. Beberapa teman yang lain juga ikut berdiri, berharap bisa mengintip apa yang tertera disana.
"Akh curang. Loe pasti nyontek sama Delon kan?" tuduh Grasia langsung. Shila mencibir. Dengan kesel di rebutnya kembali kertas ulangan miliknya.
"Nggak mungkin. Tadi gue liat, si Delon nilainya emang paling tinggi. Tapi cuma 86, bukan 100," bantah vivin. Sontak seisi kelas menatap kearah Delon seolah minta penjelasan. Tatapan heran pria itu kearah Shila sudah memberikan jawaban kalau sepertinya ucapan vivian benar.
"Sudah... sudah... Semuanya duduk ke bangkunya masing - masing."
Seolah baru sadar kalau masih ada guru di depan kelas, sontak semuanya balik ke bangkunya masing masing walau tak urung masih pernasaran di balik misteri nilai sempurna yang didapat oleh siswi yang sudah terkenal paling oon di kelasnya.
"Loe dapat nilai sempurna?" bisik Delon kearah Shila, gadis itu hanya angkat bahu.
"Kok bisa?"
Shila mencibir. Perlahan kepalanya menoleh kearah Delon yang masih menatapnya tak berkedip. "Loe terlalu menganggap remeh gue selama ini. Kan kemaren gue udah bilang, gue nggak ngelakuin sesuatu setengah setengah Delon."
"Jadi maksut loe?" kerutan di kening Delon masih belum hilang.
Shila tersenyum manis. Senyum yang lebih manis dari pada senyum yang biasanya ia berikan. "Kita saingan. Gue udah bilang kalau gue akan merebut posisi loe sebagai juara kelas. Jadi sebaiknya, loe juga siap siap dari sekarang. Oke..."
Misteri tentang nilai Shila yang mendadak tinggi berlanjut. Tak hanya pada pelajaran bahasa inggris, bahkan pelajaran lainnya. Nilai sempurna selalu gadis itu dapatkan. Bahkan tak jarang, Shila selalu berhasil melemparkan pertanyaan tentang sesuatu yang bahkan membuat gurunya tidak mampu menjawab. Sesuatu yang jelas mengejutkan untuk semuanya. Seolah Shila benar benar berubah dari sosok yang bukan dirinya.
"Tadinya gue pikir tu anak selalu nyontek Delon tau nggak sih. Tapi jelas itu mustahil, secara nilai Delon aja di bawah dia. Gue jadi curiga, tu anak kok bisa berubah gitu ya," bisik Grasia kasak kusuk bareng teman temannya di kelas.
"Iya juga sih. Atau jangan ... jangan..." semua menatap kearah Iren yang kini mengangungkan ucapannya.
"Jangan - jangan apa?"
"Jangan jangan dia udah dapatin dulu soal ulangannya. Secara kalian juga pasti denger gosipnya kan. Si Shila ternyata beberapa waktu ini deket sama Alfa. Anak kelas II IPA yang terkenal bermasalah itu juga. Bisa aja kan mereka berdua kompakan untuk mencuri soal."
"Heeeee... nggak mungkin," bantah Aldo. Sementara yang lain tidak membalas. Hanya sibuk berpikir sendiri. Melihat dari sistem kerja otak Shila dulu, sepertinya mustahil ia mendadak pinter. Tapi kalau langsung berpikir buruk begitu, bisa bisa jatuhnya malah fitnah.
"Ntar kita selidiki bareng bareng aja yuk. Tu anak bisa pinter dari mana. Secara pada ngeh nggak sih, kok kayaknya guru - guru nggak ada yang curiga sama sekali dengan perubahannya dia," ipan yang sedari tadi mendengarkan kini ikut bicara yang di balas anggukan oleh teman temannya.
"Perasaan gue kalau ketemu sama loe pasti lagi di hukum mulu deh. Kemaren dulu bersihin gudang, terus juga bersihin toilet. Waktu itu juga gue liat loe lari - lari keliling lapangan. Dan kali ini nyapu halaman belakang sekolah. Ck, ngenes banget sih loe," kata Shila sambil menyambar sapu lidi dan ikut menyapu halaman.
Alfa menoleh sambil tersenyum. Belakangan gadis itu memang sering berkeliaran di dekatnya. Entah kebetulan atau memang takdirnya begitu. Yang jelas, biasanya tanpa di minta Shila pasti akan langsung membantunya.
"Loe juga kayaknya udah mulai tobat ya. Secara kalau nggak salah loe itu cewek yang sering di gosipkan sebagai langanan hukuman juga kan? Kok sekarang nggak pernah lagi?" tanya Alfa balik bertanya. Shila hanya angkat bahu.
"Tapi kali ini loe di hukum kenapa. Telat datangnya lagi atau absen kelas tanpa izin?"
"Kemaren abis istirahat gue langsung cabut."
"Oh ya? Kenapa?" walau terlihat tertarik, Shila sama sekali tidak menoleh. Tangannya dengan terampil terus menyapu halaman.
"Nyokap gue sakit lagi. Dan gue harus ngantar beliau berobat."
Kali ini Shila menghentikan kegiatannya. Matanya menatap kearah Alfa yang asik menyapu dedaunan.
"Terus kenapa loe cabut? Kenapa nggak pake minta izin aja?"
"Emp kenapa ya?" Alfa balik bertanya. "Karena gue lebih suka di kenal sebagai anak berandalan langanan hukuman daripada anak miskin kali ya."
Kening Shila berkerut tanda tidak mengerti.
"Ck, gue nggak tau sih kenapa gue harus cerita ini sama loe. Cuma kayaknya ngobrol sama loe itu enak aja. Nyaman," aku Alfa dengan tatapan menerawang. Shila hanya diam mengamati. "Jadi gue itu anak tungal, single parent. Gue tinggal cuma sama nyokap gue aja. Itu juga beliu udah sakit sakitan. Untuk biaya sekolah, gue harus kerja sendiri. Loe pernah liat gue kerja di toko buku kemaren kan? Nah, itu salah satu kerja sambilan gue. Kemaren dulu nyokap gue sempet rawat inap lumayan lama di rumah sakit, jadi butuh biaya tinggi. Makanya gue terpaksa kerja seharian hingga absen selama sebulan full buat bayar biayanya."
Mata Shila tak berkedip menatap kearah Alfa. Cerita itu sangat amat di luar dugaan bisa di dengarnya.
"Yah jangan ngeliat gue kayak gitu donk. Gue jadi nyesal nih cerita," kata Alfa ketika menyadari tatapan Shila masih tertuju kearahnya. "Makanya itu tadi gue bilang kalau gue lebih suka orang ngangep gue sebagai berandalan dari pada di tatap kayak loe tadi. Kesannya kayak hidup gue itu nelangsa banget," terang Alfa sambil tersenyum paksa.
Untuk beberapa saat mata Shila berkedap kedip. Setelah menghembuskan nafas perlahan kepalanya menoleh kearah Alfa sambil mengangguk angguk dan tersenyum. "Iya sih, kayaknya loe emang lebih cocok dengan image berandalan deh. Denger cerita loe barusan aja gue merinding. Serius deh, loe liat nih tangan gue," kata shila sambil menyodorkan tangannya dengan gaya lebay yang di buat buat.
Melihat itu Alfa sontak tertawa. Seperti yang ia duga, tanggapan dari gadis itu tidak akan mengecewakan dirinya.
"Tapi loe jangan cerita sama siapa siapa ya?" bisik pria itu kemudian.
"Tenang, rahasia loe aman sama gue. Oke."
"Shila, loe ngapain disini?"
Belum sempat Alfa membalas, sebuah kalimat sudah terlebih dahulu menginterupsi. Delon yang entah datang dari mana tau tau berjalan menghampiri. Sejenak tatapan tajam ia lemparkan kearah Alfa baru kemudian beralih ke arah Shila.
"Jualan cilok," balas Shila ngasal. Tak bisa ditahan senyum Alfa mengembang mendengarnya. Ni cewek satu sama sekali nggak baca situasi. Siapun yang melihat raut Delon saat ini pasti akan langsung tau kalau ia sedang kesal, tapi sempat sempatnya ia bercanda.
"Shila!" suara Delon terdengar lebih tajam dari yang dimaksudkannya.
"Lagian loe aneh. Nanyain sesuatu yang udah jelas jawabnnya. Loe liat gue lagi megang penyapu kan? ya jelas lah gue lagi nyapu."
"Maksut gue kenapa loe harus nyapu disini?"
"Buat bantuin si Alfa," ujar Shila santai. "Tu anak lagi di hukum. Makanya gue bantuin. Kan kesian kalau dia ngerjain sendiri."
Belum sempat Delon membalas, Shila sudah lebih dahulu menambahkan kalimat yang mampu membuatnya bungkam seribu bahasa.
"Soalnya gue bukan elo, yang cuma bisa liatin aja kalau gue pas lagi di hukum."
Alfa terdiam. Merasa tak enak dengan percakapan yang terjadi di depannya. Terlebih ketika meliahat raut gelap di wajah Delon. Pria itu benar - benar terlihat sedang menahan emosi. Terbukti dengan tangannya yang terkepal erat. Setelah melemparkan tatapan tajam padanya, tampa berkata apa apa ia segera berlalu.
"Shila, dia temen loe ya? Gue jadi nggak enak nih. Loe berantem sama dia gara gara gue," kata Alfa setelah Delon berlalu.
"Biarin. Dia mah emang gitu orangnya. Suka banget ngurusin orang lain. Cuekin aja. Mendingan buruan kita beresin ini yuk, bentar lagi bel masuk kan."
Alfa menutup kembali mulutnya yang sudah terbuka ketika melihat Shila sudah asik kembali dengan kerjaan. Sekali lagi pria itu menatap kearah Delon yang bahkan sudah tidak tampak bayangannya. Sejenak ia menghela nafas, baru kemudian kembali menyapu halaman. Mungkin itu memang bukan urusannya.
To Be Continue....
Next to You're My Girle Part 4
Detail Cerpen
Oh iya, biar nyambung sama jalan ceritanya gimana, sebaiknya sih baca dulu bagian kedua yang sudah admin posting duluan. Biar mudah bisa langsung klik disini. Happy reading ya...
Cerpen You're My Girl |
Shila sedang berjalan menuju kekelasnya ketika tak sengaja ia melihat sosok yang dikenalnya sedang beres - beres peralatan di gudang. Itu kan Alfa? Sempet ragu, akhirnya Shila melangkah menghampiri.
"Rajin amat loe beres - beres. Mau jadi siswa teladan ya?"
Sapaan barusan membuat pria itu menoleh. Sebuah senyum ia lemparkan sembari mulutnya menjawab. "Sembarangan, gue lagi di hukum tau."
"Oh ya? Kali ini kenapa? Loe absent lagi?" tanpa diminta tangan Shila terulur mengumpulkan bola bola ke dalam keranjang.
Alfa tidak lantas menjawab. Matanya justru sibuk mengawasi gadis itu. Melihat dari gelagatnya, sepertinya ia sudah terbiasa melakukan hal itu. Tanpa sadar sebuah senyum mangkir di bibirnya.
"Bukan. Tadi pagi gue datang terlambat," balas pria itu sambil kembali melanjutkan tugasnya. Megibas - ngibaskan beberapa peralatan olah raga yang kini berdebu karena sudah lama tidak terpakai.
"Terlambat doank di hukum bersihin gudang? Sadis amat."
"Iya, soalnya gue terlambatnya hampir dua setengah jam."
Mendengar itu tawa Shila langsung pecah. Tawa yang menular, karena Alfa juga ikut tertawa bersamanya.
"Hufh, akhrinya beres juga. Ma kasih ya, karena udah di bantuin. Kerjaan gue jadi selesai lebih cepat dari seharusnya," kata Alfa tulus. Shila hanya angkat bahu, isarat kalau ia sama sekali tidak keberatan melakukan hal itu.
"Masih ada sepuluh menitan lagi nih sebelum bel pelajaran selanjutnya, gue traktir loe minum es dulu yuk," ajak Alfa kemudian.
Sejenak Shila berpikir, baru kemudian kepalanya mengangguk setuju. Kalau di pikir - pikir, tengorokannya juga terasa kering. Jadi ajakan Alfa sepertinya memang tepat sasaran. Dan begitu bel terdengar, ia segera bergegas kekelasnya. Tepat saat ia mendaratkan tubuhnya di bangku, Bu Indri sudah ada di depan kelas.
"Hasil ulangan kemaren, kamu, tolong bagikan," perintah Bu Indri kearah Vivin yang kebetulan duduk tepat di depan meja guru. Tanpa perlu di suruh dua kali, Vivin langsung bergerak. Menyebutkan nama rekan kelasnya satu persatu untuk maju kedepan. Sampai giliran kertas ulangan terakhir yang ia bacakan, pria itu terlihat kaget.
"Shila dapat nilai seratus?"
Seisi kelas sontak menoleh. Bergantian menatap kearah Vivin yang sedang melihat keatas kertas di tangannya atau kepada Shila yang dengan santai maju kedepan.
"Mustahil, mana sini coba gue liat," tanpa permisi Lian yang duduk tepat di samping Vivin merebut kertas ulangan tersebut. Ingrid dan grasia yang duduk di meja samping ikut mendekat. Beberapa teman yang lain juga ikut berdiri, berharap bisa mengintip apa yang tertera disana.
"Akh curang. Loe pasti nyontek sama Delon kan?" tuduh Grasia langsung. Shila mencibir. Dengan kesel di rebutnya kembali kertas ulangan miliknya.
"Nggak mungkin. Tadi gue liat, si Delon nilainya emang paling tinggi. Tapi cuma 86, bukan 100," bantah vivin. Sontak seisi kelas menatap kearah Delon seolah minta penjelasan. Tatapan heran pria itu kearah Shila sudah memberikan jawaban kalau sepertinya ucapan vivian benar.
"Sudah... sudah... Semuanya duduk ke bangkunya masing - masing."
Seolah baru sadar kalau masih ada guru di depan kelas, sontak semuanya balik ke bangkunya masing masing walau tak urung masih pernasaran di balik misteri nilai sempurna yang didapat oleh siswi yang sudah terkenal paling oon di kelasnya.
"Loe dapat nilai sempurna?" bisik Delon kearah Shila, gadis itu hanya angkat bahu.
"Kok bisa?"
Shila mencibir. Perlahan kepalanya menoleh kearah Delon yang masih menatapnya tak berkedip. "Loe terlalu menganggap remeh gue selama ini. Kan kemaren gue udah bilang, gue nggak ngelakuin sesuatu setengah setengah Delon."
"Jadi maksut loe?" kerutan di kening Delon masih belum hilang.
Shila tersenyum manis. Senyum yang lebih manis dari pada senyum yang biasanya ia berikan. "Kita saingan. Gue udah bilang kalau gue akan merebut posisi loe sebagai juara kelas. Jadi sebaiknya, loe juga siap siap dari sekarang. Oke..."
Misteri tentang nilai Shila yang mendadak tinggi berlanjut. Tak hanya pada pelajaran bahasa inggris, bahkan pelajaran lainnya. Nilai sempurna selalu gadis itu dapatkan. Bahkan tak jarang, Shila selalu berhasil melemparkan pertanyaan tentang sesuatu yang bahkan membuat gurunya tidak mampu menjawab. Sesuatu yang jelas mengejutkan untuk semuanya. Seolah Shila benar benar berubah dari sosok yang bukan dirinya.
"Tadinya gue pikir tu anak selalu nyontek Delon tau nggak sih. Tapi jelas itu mustahil, secara nilai Delon aja di bawah dia. Gue jadi curiga, tu anak kok bisa berubah gitu ya," bisik Grasia kasak kusuk bareng teman temannya di kelas.
"Iya juga sih. Atau jangan ... jangan..." semua menatap kearah Iren yang kini mengangungkan ucapannya.
"Jangan - jangan apa?"
"Jangan jangan dia udah dapatin dulu soal ulangannya. Secara kalian juga pasti denger gosipnya kan. Si Shila ternyata beberapa waktu ini deket sama Alfa. Anak kelas II IPA yang terkenal bermasalah itu juga. Bisa aja kan mereka berdua kompakan untuk mencuri soal."
"Heeeee... nggak mungkin," bantah Aldo. Sementara yang lain tidak membalas. Hanya sibuk berpikir sendiri. Melihat dari sistem kerja otak Shila dulu, sepertinya mustahil ia mendadak pinter. Tapi kalau langsung berpikir buruk begitu, bisa bisa jatuhnya malah fitnah.
"Ntar kita selidiki bareng bareng aja yuk. Tu anak bisa pinter dari mana. Secara pada ngeh nggak sih, kok kayaknya guru - guru nggak ada yang curiga sama sekali dengan perubahannya dia," ipan yang sedari tadi mendengarkan kini ikut bicara yang di balas anggukan oleh teman temannya.
You're My Girl
"Perasaan gue kalau ketemu sama loe pasti lagi di hukum mulu deh. Kemaren dulu bersihin gudang, terus juga bersihin toilet. Waktu itu juga gue liat loe lari - lari keliling lapangan. Dan kali ini nyapu halaman belakang sekolah. Ck, ngenes banget sih loe," kata Shila sambil menyambar sapu lidi dan ikut menyapu halaman.
Alfa menoleh sambil tersenyum. Belakangan gadis itu memang sering berkeliaran di dekatnya. Entah kebetulan atau memang takdirnya begitu. Yang jelas, biasanya tanpa di minta Shila pasti akan langsung membantunya.
"Loe juga kayaknya udah mulai tobat ya. Secara kalau nggak salah loe itu cewek yang sering di gosipkan sebagai langanan hukuman juga kan? Kok sekarang nggak pernah lagi?" tanya Alfa balik bertanya. Shila hanya angkat bahu.
"Tapi kali ini loe di hukum kenapa. Telat datangnya lagi atau absen kelas tanpa izin?"
"Kemaren abis istirahat gue langsung cabut."
"Oh ya? Kenapa?" walau terlihat tertarik, Shila sama sekali tidak menoleh. Tangannya dengan terampil terus menyapu halaman.
"Nyokap gue sakit lagi. Dan gue harus ngantar beliau berobat."
Kali ini Shila menghentikan kegiatannya. Matanya menatap kearah Alfa yang asik menyapu dedaunan.
"Terus kenapa loe cabut? Kenapa nggak pake minta izin aja?"
"Emp kenapa ya?" Alfa balik bertanya. "Karena gue lebih suka di kenal sebagai anak berandalan langanan hukuman daripada anak miskin kali ya."
Kening Shila berkerut tanda tidak mengerti.
"Ck, gue nggak tau sih kenapa gue harus cerita ini sama loe. Cuma kayaknya ngobrol sama loe itu enak aja. Nyaman," aku Alfa dengan tatapan menerawang. Shila hanya diam mengamati. "Jadi gue itu anak tungal, single parent. Gue tinggal cuma sama nyokap gue aja. Itu juga beliu udah sakit sakitan. Untuk biaya sekolah, gue harus kerja sendiri. Loe pernah liat gue kerja di toko buku kemaren kan? Nah, itu salah satu kerja sambilan gue. Kemaren dulu nyokap gue sempet rawat inap lumayan lama di rumah sakit, jadi butuh biaya tinggi. Makanya gue terpaksa kerja seharian hingga absen selama sebulan full buat bayar biayanya."
Mata Shila tak berkedip menatap kearah Alfa. Cerita itu sangat amat di luar dugaan bisa di dengarnya.
"Yah jangan ngeliat gue kayak gitu donk. Gue jadi nyesal nih cerita," kata Alfa ketika menyadari tatapan Shila masih tertuju kearahnya. "Makanya itu tadi gue bilang kalau gue lebih suka orang ngangep gue sebagai berandalan dari pada di tatap kayak loe tadi. Kesannya kayak hidup gue itu nelangsa banget," terang Alfa sambil tersenyum paksa.
Untuk beberapa saat mata Shila berkedap kedip. Setelah menghembuskan nafas perlahan kepalanya menoleh kearah Alfa sambil mengangguk angguk dan tersenyum. "Iya sih, kayaknya loe emang lebih cocok dengan image berandalan deh. Denger cerita loe barusan aja gue merinding. Serius deh, loe liat nih tangan gue," kata shila sambil menyodorkan tangannya dengan gaya lebay yang di buat buat.
Melihat itu Alfa sontak tertawa. Seperti yang ia duga, tanggapan dari gadis itu tidak akan mengecewakan dirinya.
"Tapi loe jangan cerita sama siapa siapa ya?" bisik pria itu kemudian.
"Tenang, rahasia loe aman sama gue. Oke."
"Shila, loe ngapain disini?"
Belum sempat Alfa membalas, sebuah kalimat sudah terlebih dahulu menginterupsi. Delon yang entah datang dari mana tau tau berjalan menghampiri. Sejenak tatapan tajam ia lemparkan kearah Alfa baru kemudian beralih ke arah Shila.
"Jualan cilok," balas Shila ngasal. Tak bisa ditahan senyum Alfa mengembang mendengarnya. Ni cewek satu sama sekali nggak baca situasi. Siapun yang melihat raut Delon saat ini pasti akan langsung tau kalau ia sedang kesal, tapi sempat sempatnya ia bercanda.
"Shila!" suara Delon terdengar lebih tajam dari yang dimaksudkannya.
"Lagian loe aneh. Nanyain sesuatu yang udah jelas jawabnnya. Loe liat gue lagi megang penyapu kan? ya jelas lah gue lagi nyapu."
"Maksut gue kenapa loe harus nyapu disini?"
"Buat bantuin si Alfa," ujar Shila santai. "Tu anak lagi di hukum. Makanya gue bantuin. Kan kesian kalau dia ngerjain sendiri."
Belum sempat Delon membalas, Shila sudah lebih dahulu menambahkan kalimat yang mampu membuatnya bungkam seribu bahasa.
"Soalnya gue bukan elo, yang cuma bisa liatin aja kalau gue pas lagi di hukum."
Alfa terdiam. Merasa tak enak dengan percakapan yang terjadi di depannya. Terlebih ketika meliahat raut gelap di wajah Delon. Pria itu benar - benar terlihat sedang menahan emosi. Terbukti dengan tangannya yang terkepal erat. Setelah melemparkan tatapan tajam padanya, tampa berkata apa apa ia segera berlalu.
"Shila, dia temen loe ya? Gue jadi nggak enak nih. Loe berantem sama dia gara gara gue," kata Alfa setelah Delon berlalu.
"Biarin. Dia mah emang gitu orangnya. Suka banget ngurusin orang lain. Cuekin aja. Mendingan buruan kita beresin ini yuk, bentar lagi bel masuk kan."
Alfa menutup kembali mulutnya yang sudah terbuka ketika melihat Shila sudah asik kembali dengan kerjaan. Sekali lagi pria itu menatap kearah Delon yang bahkan sudah tidak tampak bayangannya. Sejenak ia menghela nafas, baru kemudian kembali menyapu halaman. Mungkin itu memang bukan urusannya.
To Be Continue....
Next to You're My Girle Part 4
Detail Cerpen
- Judul Cerpen : You're My Girl
- Penulis : Ana Merya
- Twitter : @CerpenStarnight
- Panjang : 1.616 Words
- Genre : Remaja, Pg - 17
- Status : Ongoing
sy baca ntarlah nunggu endingny sj yak#dikemplang penulisnya
ReplyDelete