Cerpen Cinta "You're My Girl ~ 04
Hallo guys, ketemu lagi nih bareng admin yang muncul dengan lanjutan dari cerbung you're my girl part 04. Kali kali aja banyak yang nunggu lanjutannya sok bisa langsun di simak di bawah. Dan ngomong - ngomong biar nyambung sama ceritanya bagusan kalau baca dulu bagian sebelumnya yang bisa di cek langsung dari sini. Happy reading ya....
Bel tanda pelajaran terakhir terdengar. Masing masing siswa sudah duduk manis di kelas. Siap untuk menghadapi pelajaran selanjutnya. Delon menatap kearah bangku disampingnya yang masih kosong. Bu Lastri sudah ada di depan kelas, tapi Shila belum nongol juga. Terakhir ia liat gadis itu sedang membantu anak berandalan yang sedang menjalani hukumannya. Mengingat itu mau tak mau kembali menimbulkan rasa kesel di hatinya.
"Lho, Shila nggak masuk hari ini?" tanya Bu Lastri setelah mengabsent siswanya.
"Tadi sih masuk buk. Tapi nggak tau sekarang ini kemana," Vivin yang menjawab. Yang lain membenarkan.
"Oh ya?" Bu Lastri tampak terkejut.
"Oh iya buk, sekalian kita mau nanya nih bu. Ibu merasa aneh nggak, masa tiba - tiba tu anak menjadi pinter. Apa jangan - jangan dia curang ya?" Grasia memberanikan diri bertanya mewakili teman temannya.
"Curang bagaimana?"
"Iya, jadi kita heran. Masa dia mendadak pinter gitu. Kan aneh?"
Bu Lastri justru tersenyum mendengarnya. "Sebenernya yang aneh itu justru sebaliknya. Dari biodata yang ada sebelumnya, Shila adalah siswa yang paling pintar di sekolah. Bahkan kabarnya selama SMP gadis itu selalu menjabat sebagai juara umum di sekolahnya. Nilai di ijazahnya kemaren juga cukup tinggi. Makanya guru guru di sini sempet heran ketika disini kinerjanya turun drastis. Para guru sempat berpendapat itu mungkin karena masalah di keluarganya. Sebelum pindah ke sini, katanya sih orang tuanya bercerai dan dia harus ikut salah satu pemenang hak asuh. Mungkin karena itu, semangat belajarnya menurun dan dia jadi seperti ini. Tapi syukurlah, sepertinya gadis itu sudah mulai sadar dan mau belajar kembali seperti dulu."
Jawaban dari Bu Lastri sukses membuat seisi kelas melongo. Tak terkecuali Delon. Pria itu memang tau kalau Shila hanya tinggal bersama ayahnya yang sibuk bekerja. Tapi ia tidak pernah menduga ada ceria seperti itu di sebaliknya. Terlebih, Shila juga tidak pernah menyinggung kepadanya tentang masalah di keluarga. Bahkan kepribadian gadis itu juga selalu terlihat riang, sama sekali tidak ada jejak anak 'broken home' di wajahnya.
Ketukan daun pintu di kelas menginterupsi. Bagai di komando semua menatap kearah Shila yang baru muncul di papah oleh siswa lainnya. Dari name tag yang tertera, mereka tau kalau siswa tersebut bernama Steven alfarius.
"Maaf bu, saya telat," kata Shila sambil menunduk. Sebelah tangannya masih merangkul pundak Alfa yang sedari tadi memapahnya berjalan menuju kekelas.
"Lho Shila, kaki kamu kenapa?" tanya Bu Lastri kaget ketika melihat kaki Shila yang di perban.
"Jatuh dari tangga tadi bu."
"Ya ampun. Ya sudah, mendingan kamu langsung duduk di bangku mu sana."
Setelah terlebih dahulu mengangguk, Shila segera melangkah kearah bangkunya berada. Tatapan seisi kelas masih mengikutinya. Bahkan diam diam ada yang berbisik sana sini. Terlebih ketika melihat Alfa yang jelas jelas masih membantu dirinya. Belum lagi fakta tentang dirinya yang tak terduga baru saja terungkap.
"Biar gue aja," belum sempat langkah Shila tiba kearah bangkunya, Delon sudah terlebih dahulu menyusul. Tanpa perlu mengulang dua kali ia segera mengantikan posisi Alfa sebelumnya. Pria itu hanya manut. Setelah permisi pada Bu Lastri, ia segera pamit kearah kelasnya.
"Loe nggak papa kan Shil?" tanya Delon khawatir. Setelah memastikan Shila duduk dengan benar ia ikut duduk di sampingnya.
Shila mencibir. Yang namanya Delon memang tidak pernah berubah ya. Demen banget menanyakan sesuatu yang jawabnnya sudah jelas.
"Nggak papa gimana? Loe kan liat kaki gue di perban gini. Ya sakit lah," kata Shila setengah berbisik karena tak ingin menarik perhatian gurunya.
Jawaban itu mau tak mau memancing Delon untuk tersenyum. Terlebih dengan sikap Shila yang blak blakan seperti biasanya. Tak urung ia merasa lega. Tanpa kata dibantunya Shila ketika dilihatnya gadis itu kesulitan mengelurkan buku pelajarnnya.
"Delon. Emp, loe bawa motor kan? Ntar loe tolong anterin gue pulang ya. Kalau naik busway siang gini biasanya penuh. Suka nggak kebagian tempat duduk. Padahal kaki gue sakit banget sumpah, nggak sanggup gue kalau ntar harus kelamaan berdiri."
Delon tidak langsung menjawab. Kepalanya menoleh kearah Shila yang kini sedang menatap kearahnya. Sedikit terkejut karena sepertinya Shila sama sekali tidak mempermasalahkan kejadian tadi di halaman belakang sekolah. Sepertinya gadis itu sudah benar benar melupakan kejadian itu.
"Tadinya sih gue mau minta tolong Alfa. Eh taunya dia juga kalau sekolah pake busway, mana arahnya berlawanan lagi. Gue kan jadi nggak enak kalau harus ngerepotin dia."
"Terus kalau ngerepotin gue nggak papa?"
Delon sedikit menyesal dengan nada tajam yang dilemparkannya. Hanya saja mendengar nama Alfa yang di sebut oleh gadis itu tak bisa di cegah rasa kesel tiba tiba saja kembali menghampirinya.
"Kalau loe keberatan ya udah deh. Ntar gue minta jemput mang Dandan aja," Shila menyebutkan nama sopir di rumahnya.
"Iya, gue anterin."
"Nggak usah kalau nggak iklas."
"Iklas itu masalah hati. Yang jelas loe gue yang anterin. Puas."
Bukannya kesel Shila justru tersenyum. Terlebih tadi ia sebenarnya hanya mengancam. Mana mungkin ia minta Mang Dandan menjemput sementara ia tau kalau pria itu pasti sedang berada di kantor ayahnya. Bisa bisa ayahnya tau akan luka yang dialaminya saat ini. Tidak, ia tidak ingin hal itu terjadi.
"Ma kasih ya. Leo emang sahabat gue yang paliiiiiiiinnn baik dan pengertian. Akh, gue beneran beruntung punya sahabat kayak loe," puji shila lengkap dengan gaya lebaynya.
Sementara Delon hanya mencibir walah dalam hati ia tetap bergumam.
"Jadi gue cuma sebatas sahabat?"...
Begitu bel pulang terdengar seperti yang di janjikan, Delon segera mengantar Shila ke rumahnya. Setelah setengah jam perjalanan, mereka akhirnya tiba di depan sebuah rumah yang terlihat mewah. Tak perlu menunggu lama, pintu pagar segera di buka oleh satpam yang jaga. Dengan tertatih tatih di bantu oleh Delon, Shila melangkah masuk kedalam rumah. Bi Inah, pembantu di rumahnya terkejut ketika melihat kemunculan dirinya. Tapi gadis itu segera mengisaratkannya untuk tutup mulut.
"Tunggu dulu," Shila menghentikan langkahnya tepat di depan sebuah kamar dengan nama dirinya menggantung di depan pintu. Sementara Delon masih berada tepat di sampingnya. Tentu saja, tangan Shila saja masih melingkari erat mengitari pundaknya.
"Kenapa?" tanya Delon heran.
"Ini kan kamar cewek."
Jawaban gadis itu sama sekali tidak membantu. Terbukti kerutan di kening Delon yang belum menghilang. Lagipula tanpa di beri tahu juga Delon sudah tau kalau itu kamar cewek. Pemiliknya saja kini sedang menempel pada dirinya.
"Terus?"
Shila memutar mata. Kok bisa anak lemot gini jadi juara kelas berturut - turut ya? "Ya loe kan cowok. Masa loe mau masuk kamar gue. Bokap gue aja nggak pernah masuk tau."
Delon mengangguk paham. Jadi itu maksutnya. Tapi... "Tapi emangnya loe pikir gue kesini mau ngapain. Bukannya udah jelas ya, gue bantuin loe yang lagi sakit."
Gantian Shila yang mengangguk. Sepertinya Delon benar. Tak ingin memperpanjang hal itu ia segera membuka pintu kamarnya. Keharuman khas stroberry menyeruak dari dalam. Untuk sejenak, Delon terpaku menatap seisi ruangan. Warna Biru mendominasi seluruh penjuru. Bahkan boneka Doraemon seukuran dirinya tergeletak di atas ranjang yang tertata rapi.
"Jiah, dia bengong. Jadi bantuin gue nggak nie."
Kalimat Shila segera menyadarkan Delon dari lamunannya. Setelah terlebih dahulu berdehem, pria itu melangkah ragu kearah ranjang.
"Hufh, akhirnya sampe juga," kata Shila lega. Tangannya segera menyambar remote AC di samping ranjangnya. Udara di luar terasa panas, sementara jendela kamarnya juga sedari tadi pagi tidak ia buka.
Delon masih berdiri di depannya. Matanya mengamati seluruh penjuru dengan tatapan kagum. Kamar Shila benar benar telihat khas cewek. Selain bersih dan rapi, susunannya juga terlihat unik. Tanpa perlu bertanya, semua orang pasti akan tau kalau gadis itu menyukai warna biru. Sampai kemudian tatapan Delon terhenti kearah pigura yang ada di atas meja belajarnya. Dari seragam yang di kenakan sepertinya itu foto keluarga. Selain Shila dan ayahnya masih ada satu orang wanita dan seorang pria disana. Mungkin itu ibu dan.... kakaknya? Delon benar benar tidak tau tentang hal itu.
"Kenapa bi?" suara Shila membuat Delon menoleh. Tapi perhatian gadis itu justru terarah ke pintu. Berarti gadis itu tidak sedang berbicara kepadanya.
"Anu non. Barusan Bapak nelpon. Katanya hari ini Bapak nggak pulang. Ada tugas di luar. Malah katanya mungkin sampai semingguan."
"Oh. Ya udah. Nggak papa. Ntar aja Shila yang nelpon papa. Tapi bibi nggak ada bilang apa soal Shila kan?" tanya Shila yang langsung di balas gelengan kepala oleh Bi Inah.
Jawaban itu tak urung membuat gadis itu mengangguk baru kemudian kepalanya menoleh kearah Delon yang kini sedang menatapnya.
"Loe haus kan? Mau minum apa? Biar sekalian, bi Inah ambilin."
"Gue? Oh, nggak usah. Mendingan gue langsung pulang aja. Lagian ini juga sudah siang, gue ada jadwal les entar," tolak Delon sambil tersenyum.
Shila mengangguk. "Sorry ya, jadi ngerepotin."
"Yuk, gue cabut duluan. Loe istirahat aja ya," pamit Delon sebelum kemudian berlalu pergi.
****
Keesokan harinya, Shila terkejut ketika melihat Delon sudah ada di depan pintu rumah ketika ia membuka pintu. Melihat dari rautnya, ia tau kalau pria itu datang untuk menjemputnya. Padahal harusnya ia tidak perlu melakukan hal itu. Kakinya sudah agak baikan setelah di kompres tadi malam. Bi Inah juga ternyata ahli dalam memijat. Lagi pula tadi pagi Mang Dadan menawarkan diri untuk mengantarnya karena ayahnya sedang tugas keluar.
"Kaki loe masih sakit? Atau sebaiknya loe libur dulu?"
"Nggak papa kok. Masih sedikit sakit sih kalau buat jalan, tapi udah agak mendingan. Loe datang jemput gue?"
Delon hanya membalas dengan senyum. Namun tak urung tangannya terulur menyodorkan helm.
"Tapi ngomong - ngomong gue belum tau. Kaki loe kenapa bisa luka?" tanya Delon sambil melangkah kearah kelas. Beriringan bersama Shila disampingnya yang berjalan dengan sedikit pincang. Delon sengaja melambatkan langkahnya untuk mengimbangi Shila karena gadis itu menolak untuk di papah seperti kemaren.
"Ha ha ha," bukannya segera menjawab Shila justru malah terawa. Karena merasa tidak ada yang lucu dengan pertanyaannya, Delon hanya mengerutkan kening.
"Maen kejar kejaran sama si Alfa."
"Apa?" refleks Delon menghentikan langkahnya sementara Shila tetap melangkah maju. Sama sekali tidak menyadari raut kaget di wajah Delon.
"Loe barusan bilang apa? Loe main kejar - kejaran sama si Alfa?"
Shila mengernyit. Kebiasaan Delon sepertinya susah dihilangkan. Kenapa sih pria itu suka sekali menanyakan kembali suatu pertanyaan dimana jawabannya udah terjawab jelas. Namun tak urung mulutnya menjawab.
"Abis tu anak jahil. Ya gue lari. Taunya pas di tangga gue kurang hati hati. Akhirnya jatuh deh. Ck, untung aja cuma keseleo. Coba loe bayangin kalau sampai kepala gue yang terbentur, bisa - bisa gue malah gegar otak. Ha ha ha."
Delon tidak tertarik sama sekali untuk ikut tertawa karena pada dasarnya ia tidak menganggap kalau cerita itu lucu. Sedikit pun tidak. Bagian mana yang lucu dari gadis itu yang hampir celaka cuma karena anak brandalan?
"Eh, udah bel tuh. Buruan. Gue yang sakit kenapa malah elo yang jalannya lelet," kata Shila mengingatkan.
Delon memutar mata. Terus terang, suasana hatinya kali ini sedikit buruk. Ditatapnya wajah polos Shila yang sedang menatapnya. Setelah terlebih dahulu menghela nafas, diraihnya tangan gadis itu sebelum kemudian ia lingkarkan di bahunya. Dengan posisi seperti itu, keduanya melangkah lebih cepat.
Walau Delon melakukannya tanpa izin, Shila sama sekali tidak mengeluh. Samar, gadis itu justru malah tersenyum karenanya...
Next to You're My Girl Part 5
Detail Cerpen
You're My Girl |
Bel tanda pelajaran terakhir terdengar. Masing masing siswa sudah duduk manis di kelas. Siap untuk menghadapi pelajaran selanjutnya. Delon menatap kearah bangku disampingnya yang masih kosong. Bu Lastri sudah ada di depan kelas, tapi Shila belum nongol juga. Terakhir ia liat gadis itu sedang membantu anak berandalan yang sedang menjalani hukumannya. Mengingat itu mau tak mau kembali menimbulkan rasa kesel di hatinya.
"Lho, Shila nggak masuk hari ini?" tanya Bu Lastri setelah mengabsent siswanya.
"Tadi sih masuk buk. Tapi nggak tau sekarang ini kemana," Vivin yang menjawab. Yang lain membenarkan.
"Oh ya?" Bu Lastri tampak terkejut.
"Oh iya buk, sekalian kita mau nanya nih bu. Ibu merasa aneh nggak, masa tiba - tiba tu anak menjadi pinter. Apa jangan - jangan dia curang ya?" Grasia memberanikan diri bertanya mewakili teman temannya.
"Curang bagaimana?"
"Iya, jadi kita heran. Masa dia mendadak pinter gitu. Kan aneh?"
Bu Lastri justru tersenyum mendengarnya. "Sebenernya yang aneh itu justru sebaliknya. Dari biodata yang ada sebelumnya, Shila adalah siswa yang paling pintar di sekolah. Bahkan kabarnya selama SMP gadis itu selalu menjabat sebagai juara umum di sekolahnya. Nilai di ijazahnya kemaren juga cukup tinggi. Makanya guru guru di sini sempet heran ketika disini kinerjanya turun drastis. Para guru sempat berpendapat itu mungkin karena masalah di keluarganya. Sebelum pindah ke sini, katanya sih orang tuanya bercerai dan dia harus ikut salah satu pemenang hak asuh. Mungkin karena itu, semangat belajarnya menurun dan dia jadi seperti ini. Tapi syukurlah, sepertinya gadis itu sudah mulai sadar dan mau belajar kembali seperti dulu."
Jawaban dari Bu Lastri sukses membuat seisi kelas melongo. Tak terkecuali Delon. Pria itu memang tau kalau Shila hanya tinggal bersama ayahnya yang sibuk bekerja. Tapi ia tidak pernah menduga ada ceria seperti itu di sebaliknya. Terlebih, Shila juga tidak pernah menyinggung kepadanya tentang masalah di keluarga. Bahkan kepribadian gadis itu juga selalu terlihat riang, sama sekali tidak ada jejak anak 'broken home' di wajahnya.
Ketukan daun pintu di kelas menginterupsi. Bagai di komando semua menatap kearah Shila yang baru muncul di papah oleh siswa lainnya. Dari name tag yang tertera, mereka tau kalau siswa tersebut bernama Steven alfarius.
"Maaf bu, saya telat," kata Shila sambil menunduk. Sebelah tangannya masih merangkul pundak Alfa yang sedari tadi memapahnya berjalan menuju kekelas.
"Lho Shila, kaki kamu kenapa?" tanya Bu Lastri kaget ketika melihat kaki Shila yang di perban.
"Jatuh dari tangga tadi bu."
"Ya ampun. Ya sudah, mendingan kamu langsung duduk di bangku mu sana."
Setelah terlebih dahulu mengangguk, Shila segera melangkah kearah bangkunya berada. Tatapan seisi kelas masih mengikutinya. Bahkan diam diam ada yang berbisik sana sini. Terlebih ketika melihat Alfa yang jelas jelas masih membantu dirinya. Belum lagi fakta tentang dirinya yang tak terduga baru saja terungkap.
"Biar gue aja," belum sempat langkah Shila tiba kearah bangkunya, Delon sudah terlebih dahulu menyusul. Tanpa perlu mengulang dua kali ia segera mengantikan posisi Alfa sebelumnya. Pria itu hanya manut. Setelah permisi pada Bu Lastri, ia segera pamit kearah kelasnya.
"Loe nggak papa kan Shil?" tanya Delon khawatir. Setelah memastikan Shila duduk dengan benar ia ikut duduk di sampingnya.
Shila mencibir. Yang namanya Delon memang tidak pernah berubah ya. Demen banget menanyakan sesuatu yang jawabnnya sudah jelas.
"Nggak papa gimana? Loe kan liat kaki gue di perban gini. Ya sakit lah," kata Shila setengah berbisik karena tak ingin menarik perhatian gurunya.
Jawaban itu mau tak mau memancing Delon untuk tersenyum. Terlebih dengan sikap Shila yang blak blakan seperti biasanya. Tak urung ia merasa lega. Tanpa kata dibantunya Shila ketika dilihatnya gadis itu kesulitan mengelurkan buku pelajarnnya.
"Delon. Emp, loe bawa motor kan? Ntar loe tolong anterin gue pulang ya. Kalau naik busway siang gini biasanya penuh. Suka nggak kebagian tempat duduk. Padahal kaki gue sakit banget sumpah, nggak sanggup gue kalau ntar harus kelamaan berdiri."
Delon tidak langsung menjawab. Kepalanya menoleh kearah Shila yang kini sedang menatap kearahnya. Sedikit terkejut karena sepertinya Shila sama sekali tidak mempermasalahkan kejadian tadi di halaman belakang sekolah. Sepertinya gadis itu sudah benar benar melupakan kejadian itu.
"Tadinya sih gue mau minta tolong Alfa. Eh taunya dia juga kalau sekolah pake busway, mana arahnya berlawanan lagi. Gue kan jadi nggak enak kalau harus ngerepotin dia."
"Terus kalau ngerepotin gue nggak papa?"
Delon sedikit menyesal dengan nada tajam yang dilemparkannya. Hanya saja mendengar nama Alfa yang di sebut oleh gadis itu tak bisa di cegah rasa kesel tiba tiba saja kembali menghampirinya.
"Kalau loe keberatan ya udah deh. Ntar gue minta jemput mang Dandan aja," Shila menyebutkan nama sopir di rumahnya.
"Iya, gue anterin."
"Nggak usah kalau nggak iklas."
"Iklas itu masalah hati. Yang jelas loe gue yang anterin. Puas."
Bukannya kesel Shila justru tersenyum. Terlebih tadi ia sebenarnya hanya mengancam. Mana mungkin ia minta Mang Dandan menjemput sementara ia tau kalau pria itu pasti sedang berada di kantor ayahnya. Bisa bisa ayahnya tau akan luka yang dialaminya saat ini. Tidak, ia tidak ingin hal itu terjadi.
"Ma kasih ya. Leo emang sahabat gue yang paliiiiiiiinnn baik dan pengertian. Akh, gue beneran beruntung punya sahabat kayak loe," puji shila lengkap dengan gaya lebaynya.
Sementara Delon hanya mencibir walah dalam hati ia tetap bergumam.
"Jadi gue cuma sebatas sahabat?"...
Begitu bel pulang terdengar seperti yang di janjikan, Delon segera mengantar Shila ke rumahnya. Setelah setengah jam perjalanan, mereka akhirnya tiba di depan sebuah rumah yang terlihat mewah. Tak perlu menunggu lama, pintu pagar segera di buka oleh satpam yang jaga. Dengan tertatih tatih di bantu oleh Delon, Shila melangkah masuk kedalam rumah. Bi Inah, pembantu di rumahnya terkejut ketika melihat kemunculan dirinya. Tapi gadis itu segera mengisaratkannya untuk tutup mulut.
"Tunggu dulu," Shila menghentikan langkahnya tepat di depan sebuah kamar dengan nama dirinya menggantung di depan pintu. Sementara Delon masih berada tepat di sampingnya. Tentu saja, tangan Shila saja masih melingkari erat mengitari pundaknya.
"Kenapa?" tanya Delon heran.
"Ini kan kamar cewek."
Jawaban gadis itu sama sekali tidak membantu. Terbukti kerutan di kening Delon yang belum menghilang. Lagipula tanpa di beri tahu juga Delon sudah tau kalau itu kamar cewek. Pemiliknya saja kini sedang menempel pada dirinya.
"Terus?"
Shila memutar mata. Kok bisa anak lemot gini jadi juara kelas berturut - turut ya? "Ya loe kan cowok. Masa loe mau masuk kamar gue. Bokap gue aja nggak pernah masuk tau."
Delon mengangguk paham. Jadi itu maksutnya. Tapi... "Tapi emangnya loe pikir gue kesini mau ngapain. Bukannya udah jelas ya, gue bantuin loe yang lagi sakit."
Gantian Shila yang mengangguk. Sepertinya Delon benar. Tak ingin memperpanjang hal itu ia segera membuka pintu kamarnya. Keharuman khas stroberry menyeruak dari dalam. Untuk sejenak, Delon terpaku menatap seisi ruangan. Warna Biru mendominasi seluruh penjuru. Bahkan boneka Doraemon seukuran dirinya tergeletak di atas ranjang yang tertata rapi.
"Jiah, dia bengong. Jadi bantuin gue nggak nie."
Kalimat Shila segera menyadarkan Delon dari lamunannya. Setelah terlebih dahulu berdehem, pria itu melangkah ragu kearah ranjang.
"Hufh, akhirnya sampe juga," kata Shila lega. Tangannya segera menyambar remote AC di samping ranjangnya. Udara di luar terasa panas, sementara jendela kamarnya juga sedari tadi pagi tidak ia buka.
Delon masih berdiri di depannya. Matanya mengamati seluruh penjuru dengan tatapan kagum. Kamar Shila benar benar telihat khas cewek. Selain bersih dan rapi, susunannya juga terlihat unik. Tanpa perlu bertanya, semua orang pasti akan tau kalau gadis itu menyukai warna biru. Sampai kemudian tatapan Delon terhenti kearah pigura yang ada di atas meja belajarnya. Dari seragam yang di kenakan sepertinya itu foto keluarga. Selain Shila dan ayahnya masih ada satu orang wanita dan seorang pria disana. Mungkin itu ibu dan.... kakaknya? Delon benar benar tidak tau tentang hal itu.
"Kenapa bi?" suara Shila membuat Delon menoleh. Tapi perhatian gadis itu justru terarah ke pintu. Berarti gadis itu tidak sedang berbicara kepadanya.
"Anu non. Barusan Bapak nelpon. Katanya hari ini Bapak nggak pulang. Ada tugas di luar. Malah katanya mungkin sampai semingguan."
"Oh. Ya udah. Nggak papa. Ntar aja Shila yang nelpon papa. Tapi bibi nggak ada bilang apa soal Shila kan?" tanya Shila yang langsung di balas gelengan kepala oleh Bi Inah.
Jawaban itu tak urung membuat gadis itu mengangguk baru kemudian kepalanya menoleh kearah Delon yang kini sedang menatapnya.
"Loe haus kan? Mau minum apa? Biar sekalian, bi Inah ambilin."
"Gue? Oh, nggak usah. Mendingan gue langsung pulang aja. Lagian ini juga sudah siang, gue ada jadwal les entar," tolak Delon sambil tersenyum.
Shila mengangguk. "Sorry ya, jadi ngerepotin."
"Yuk, gue cabut duluan. Loe istirahat aja ya," pamit Delon sebelum kemudian berlalu pergi.
****
Keesokan harinya, Shila terkejut ketika melihat Delon sudah ada di depan pintu rumah ketika ia membuka pintu. Melihat dari rautnya, ia tau kalau pria itu datang untuk menjemputnya. Padahal harusnya ia tidak perlu melakukan hal itu. Kakinya sudah agak baikan setelah di kompres tadi malam. Bi Inah juga ternyata ahli dalam memijat. Lagi pula tadi pagi Mang Dadan menawarkan diri untuk mengantarnya karena ayahnya sedang tugas keluar.
"Kaki loe masih sakit? Atau sebaiknya loe libur dulu?"
"Nggak papa kok. Masih sedikit sakit sih kalau buat jalan, tapi udah agak mendingan. Loe datang jemput gue?"
Delon hanya membalas dengan senyum. Namun tak urung tangannya terulur menyodorkan helm.
"Tapi ngomong - ngomong gue belum tau. Kaki loe kenapa bisa luka?" tanya Delon sambil melangkah kearah kelas. Beriringan bersama Shila disampingnya yang berjalan dengan sedikit pincang. Delon sengaja melambatkan langkahnya untuk mengimbangi Shila karena gadis itu menolak untuk di papah seperti kemaren.
"Ha ha ha," bukannya segera menjawab Shila justru malah terawa. Karena merasa tidak ada yang lucu dengan pertanyaannya, Delon hanya mengerutkan kening.
"Maen kejar kejaran sama si Alfa."
"Apa?" refleks Delon menghentikan langkahnya sementara Shila tetap melangkah maju. Sama sekali tidak menyadari raut kaget di wajah Delon.
"Loe barusan bilang apa? Loe main kejar - kejaran sama si Alfa?"
Shila mengernyit. Kebiasaan Delon sepertinya susah dihilangkan. Kenapa sih pria itu suka sekali menanyakan kembali suatu pertanyaan dimana jawabannya udah terjawab jelas. Namun tak urung mulutnya menjawab.
"Abis tu anak jahil. Ya gue lari. Taunya pas di tangga gue kurang hati hati. Akhirnya jatuh deh. Ck, untung aja cuma keseleo. Coba loe bayangin kalau sampai kepala gue yang terbentur, bisa - bisa gue malah gegar otak. Ha ha ha."
Delon tidak tertarik sama sekali untuk ikut tertawa karena pada dasarnya ia tidak menganggap kalau cerita itu lucu. Sedikit pun tidak. Bagian mana yang lucu dari gadis itu yang hampir celaka cuma karena anak brandalan?
"Eh, udah bel tuh. Buruan. Gue yang sakit kenapa malah elo yang jalannya lelet," kata Shila mengingatkan.
Delon memutar mata. Terus terang, suasana hatinya kali ini sedikit buruk. Ditatapnya wajah polos Shila yang sedang menatapnya. Setelah terlebih dahulu menghela nafas, diraihnya tangan gadis itu sebelum kemudian ia lingkarkan di bahunya. Dengan posisi seperti itu, keduanya melangkah lebih cepat.
Walau Delon melakukannya tanpa izin, Shila sama sekali tidak mengeluh. Samar, gadis itu justru malah tersenyum karenanya...
Next to You're My Girl Part 5
Detail Cerpen
- Judul Cerpen : You're My Girl
- Penulis : Ana Merya
- Twitter : @CerpenStarnight
- Panjang : 1.781 Words
- Genre : Remaja, Pg - 17
- Status : Ongoing
Puncak crita di brp nih kak
ReplyDelete+ Ana_Rachmadany, emp, berapa ya?..
ReplyDeleteMau nya sampe berapa?
kaka ,, keren cerita nya , maaf baru bisa baca :'(
ReplyDeletebagus cerita nya :) , maaf baru bisa baca :'(
ReplyDeletebagus kak ceritanya, dilanjut dong...
ReplyDeletepenasaran nih, shilla karakternya bagus pake banget...
+casti gita riani Ma kasih....
ReplyDelete+Amalia, Syiiipp....
Udah di lanjut kok. Shillanya aku banget nggak sih. #klotak