Cepen Cinta "You're My Girl ~ 10
Ceritanya admin lagi pengen bikin kisah drama, makanya untuk part ini sama next rada rada gimana gitu. Huwahahahha, #GegulinganSendiri. Yang jelas, untuk yang nungguin lanjutan dari cerbung you're my girl bisa langsung baca kebawah. And untuk bagian sebelumnya bisa simak dulu disini. Last, happy reading...
"Shila, loe marah sama gue ya?" bisik Delon lirih.
Sejak tadi pagi, Shila memang sama sekali belum berbicara padanya. Bahkan ia SMS dan telp sejak kemaren gadis itu tetap mengabaikannya. Saat masuk kelas juga Shila terlihat sengaja datang bareng dengan kemunculan gurunya. Makanya ia sama sekali tidak punya kesempatan bertanya, terlebih tau tau gurunya muncul langsung membagikan ulangan dadakan.
"Enggak," balas Shila tanpa menoleh. Sengaja menyibukan diri dengan merapikan kembali buku pelajarannya sembari menunggu guru yang lain masuk kekelasnya.
"Kok sedari tadi loe diem aja?"
"Emangnya gue harus teriak - teriak?" balas gadis itu balik.
"Tapi kalau gue ngomong, paling nggak liat gue donk."
"Ogah, udah bosen gue."
Delon mati kutu. Usahanya untuk menarik perhatian Shila di tunda ketika Ibu Fatimah muncul di muka pintu. Sambil belajar sekali kali ia melirik ke samping, berharap kalau gadis itu akan menoleh kearahnya. Tapi hingga bel istirahat terdengar, hasilnya nihil. Delon bahkan yakin kalau Shila tidak menganggap dia ada di sana.
"Shila, ada yang nyariin tuh."
Walau yang di panggil jelas nama Shila, namun tak urung Delon ikut menoleh. Menatap kearah Vano, salah satu teman sekelasnya. Pandangan keduanya kemudian beralih kearah pintu, sesuai dengan isarat yang pria itu lakukan.
"Alfa?" gumam Shila. "Bentar, gue beresin buku gue dulu."
Alfa mengangguk sembari membentukan huruf 'Ok' dengan tangannya. Dengan cepat Shila membereskan buku - bukunya dan bergegas menghampiri Alfa.
"Shil, tunggu dulu. Gue mau ngomong," tahan Delon.
"Ntar aja ya. Gue masih ada urusan sama Alfa," tanpa menoleh, Shila segera berlalu menemui tamunya. Delon masih tetap di tempat mengawasi.
"Ada apa?" sapa Shila kearah Alfa. Pria itu tersenyum sambil menyodorkan buku tepat kehadapannya. "Kumpulan rumus matematika" tertera di sampulnya.
"Oh, ma kasih. Harusnya loe nggak usah repot - repot kesini. Biar gue aja yang nyamperin kesana."
Shila mengamati buku yang ada dihadapannya. Sibuk membolak balik lembar demi lembar.
"Bener yang itu kan?" tanya Alfa memastikan. Shila segera mengangguk membenarkan.
"Oh iya, kurangnya berapa?" tanya gadis itu sambil mengeluarkan uang dari sakunya.
"Udah, nggak usah. Pake uang gue aja. Toh elo juga sering bantuin gue," tolak Alfa.
"Yah, jangan gitu donk. Gue kan jadi nggak enak."
"Bukannya malah enak ya?" Alfa meralat.
Shila terdiam. Oh iya, kalau di pikir benar juga. Bukannya karena dibayarin jadi lebih enak. Tapi tetep, ia merasa nggak enak karena ia tau Alfa bahkan berkerja untuk kebutuhan sekolahnya.
"Atau kalau nggak keberatan, mungkin besok - besok loe bisa traktir gue minum es?"
"Kenapa harus besok - besok? Udah sekarang aja."
Tanpa menanyakan pendapatnya lagi. Apalagi sekedar basa basi, Shila segera mendorong pria itu berjalan kearah kantin sekolah sementara ia berjalan mengikuti. Mengabaikan sama sekali tatapan Delon yang sejak tadi tanpa sepengetahuannya terus memperhatikan ia dari kelas.
"Muka loe kusut gitu, loe lupa nyetrika lagi?"
Shila mencibir. Kalimat Alfa kedengeran garing banget. Lagian emang wajahnya baju apa bisa di strika segala.
"Atau karena Delon?" tebak Alfa. "Tapi bukannya tu anak udah masuk ya hari ini? Kalau nggak salah liat sih tadi bukannya dia duduk disamping loe pas gue samperin."
Shila mengangguk. "Gue lagi kesel sama dia."
"Oh iya? Kenapa?"
Shila tidak lantas menjawab. Matanya menoleh kesekeliling. Kantin lumayan ramai karena kebetulan kini jam istirahat. Anak anak biasanya memang menghabiskan waktu disini. Sekedar untuk makan siang ataupun hanya untuk mengosip bareng teman - temannya.
"Nggak akan ada yang mau dengerin kita. Emangnya loe mau cerita rahasia?"
Tak urung Shila tersenyum mendengar komentar Alfa. Benar juga, memangnya ia mau cerita hal rahasia?
"Loe tau nggak, kemaren itu Delon nggak masuk karena sakit."
"Sebelumnya sih enggak. Tapi karena loe udah ngomong barusan gue jadi tau. Terus kalau kemaren dia sakit kenapa? Itu kan emang udah takdir dari sononya, bukan karena dia reques."
"Ih elo dengerin dulu makanya. Main potong sembarangan aja," jelas Shila, dengan gaya lebai Alfa segera menutup mulutnya. Membuat gadis itu mencibir namun tak urung melanjutkan ceritanya. "Bukan karena reques. Tapi karena gue. Gue nggak tau kalau dia alergi Sea food, eh malah gue suruh dia makan udang dan cumi."
"Ya kalau gitu loe yang salah," tuding Alfa langsung. "Tapi kenapa loe yang kelihatan kesel?"
"Ya karena gue kan nggak tau. Harusnya itu dia ngasih tau gue donk, kalau dia punya alergi."
"Loe nanyain dia punya alergi nggak?" tanya Alfa. Shila terdiam sembari mengingat - ingat. Beberapa saat kemudian ia menggeleng. Sepertinya ia memang tidak pernah bertanya.
"Nah," telunjuk Alfa tepat menuding - nuding kewajah Shila. Kalau tidak mengingat mereka sedang di kantin pasti sudah digigitnya jari yang berseliweran tidak sopan tersebut. "Itu, jelaskan. Loe yang salah. Kenapa loe nggak nanya?"
Shila terdiam sambil berpikir. "Tunggu, kok jadi gue yang salah?"
"Lah, kan emang loe yang salah," balas Alfa dengan polosnya.
"Dan elo kenapa jadi belain dia. Yang temen elo kan gue."
Alfa pasang pose berpikir."Iya juga ya. Temen gue kan elo. Jadi harusnya gue belain elo donk," gumamnya sambil mengangguk angguk. "Ya sudah kalau gitu gue ralat deh. Iya nih, Delon yang salah. Kenapa coba dia nggak ngasih tau elo? Karena nggak dikasih tau loe kan jadi nggak tau."
Shila menatap sosok didepannya kesel. Ni orang emang nggak bisa di ajak serius ya. Bercanda mulu bawannya. "La elo kenapa sekarang jadi nyalahin dia."
"Kan emang dia yang salah. Udah deh, mendingan loe jangan temenan sama Delon lagi. Temenannya sama gue aja. Gue baik lho."
"Apa maksud loe dengan melarang Shila temenan sama gue?"
Shila menoleh. Kaget ketika mendapati Delon menyela pembicaraanya. Sejak kapan pria itu muncul. Dan tunggu dulu, jangan bilang kalau ia menganggap serius bercandaan Alfa barusan.
"Delon, ini tu nggak seperti yang loe pikirkan."
"Emangnya menurut loe gue mikir apa?" serang Delon balik. Walau ia berbicara pada Shila namun tatapannya ia lemparkan kearah Alfa yang kini juga sedang menatapnya.
Ketika melihat Shila yang kebingungan, Alfa merasa tak tega. Karena itu ia segera mengambil alih. Dengan santai pria itu bersuara. "Gue ngelarang Shila temenan sama loe. Nggak ada maksud lain, cuma ngasih saran aja sih. Kalau dia mau ya silahkan, kalau dia nggak mau yang terserah dia."
"Heh," Delon mencibir. Setelah membuatnya merasa kesal begitu bisa bisanya sosok dihadapannya bersikap santai tanpa rasa bersalah sama sekali. "Apa hak loe buat ngelarang dia?"
"Nggak ada," Alfa angkat bahu. "Kan gue udah bilang gue cuma ngasih saran. Lagian setelah gue kenal dia sih, kayaknya Shila bukan tipe orang yang akan menuruti saran orang lain tanpa alasan yang jelas deh."
Delon menoleh kearah Shila. Refleks gadis itu mengangguk _ walau ia sendiri tidak tau apa maksudnya menganggukan kepala. Yang jelas ia tidak ingin Delon sampai salah paham. Lagipula ceritanya yang lagi kesel kan dia?
"Shil, gue mau ngomong sama loe," selesai berkata Delon segera meraih tangan Shila. Memaksa gadis itu mengikuti langkahnya meninggalkan kantin. Sementara Alfa hanya menonton. Bahkan setelah mereka berdua hilang dari pandangan, pria itu masih duduk diam. Hanya sama terdengar ia bergumam lirih.
"Yah, gagal di traktir deh."
"Loe apa-apaan sih," kata Shila kesel. Dengan sekuat tenaga dilepaskannya cekalan Delon yang memaksanya mengikut tanpa tau mau kemana.
"Loe ikut gue."
Shila segera menghindar ketika Delon berusaha untuk kembali meraih tangannya. "Loe kalau mau ngomong - ngomong aja. Nggak usah main tarik - tarik gitu."
Delon terdiam. Tidak menyangka jika Shila akan berbicara padanya dengan nada setingi itu. Terlebih ketika menyadari dengan pasti kalau kini mereka sedang berada di koridor sekolah. Resiko menjadi tontonan sangat jelas. Apalagi mereka berdua sudah terlanjur terkenal akrab. Kalau sampai ketahuan berantem bisa heboh gosip yang menyebar.
Seolah menyadari tindakannya yang salah, Shila menghela nafas. Menatap kearah Delon dengan tatapan lelah. "Loe mau kita ngobrol dimana?" tanyanya lirih.
Delon tidak segera menjawab. Pria itu hanya membalas tatapan Shila. Tanpa kata ia segera berbalik, tanpa diperintah Shila mengekor di belakang. Di bangku taman belakang sekolah, tepat di bawah pohon jambu yang tumbuh terawat, Delon menyandarkan tubuhnya. Sementara Shila hanya berdiri tepat dihadapannya.
"Loe nggak mau duduk?" tanya Delon sambil menoleh kearah spasi kosong di sampingnya. Tapi Shila tidak beraksi. Gadis itu hanya menatapnya datar. Bahkan kini tangannya terlipat di depan dada, isarat kalau ia sedang menanti Delon untuk bicara.
"Mulai sekarang, gue nggak suka liat loe deket deket dengan si Alfa lagi," Delon to the point.
"Tolong jangan melewati batas, Delon. Gue paling nggak suka kalau hidup gue di atur - atur," tolak Shila tegas.
"Gue nggak berniat ngatur hidup loe la," Delon melunak. "Tapi tadi loe denger sendiri kan? Dia bahkan ngelarang loe buat temenan sama gue. Memang apa maksudnya dia ngomong gitu. Emangnya dia nggak tau kalau kita itu udah deket sejak lama."
"Alfa tadi cuma bercanda Delon. Dia nggak serius."
"Jadi menurut loe melarang berteman sama gue itu lucu?" ucap Delon dengan nada sarkrisik.
Shila menghela nafas. Sejujurnya berantem dengan Delon adalah hal terakhir yang ia inginkan dalam hidupnya. Tapi tetap saja, menuruti permintaan Delon saat ini adalah tindakan konyol. Terlebih ketika ia dengan jelas tau kalau ini hanyalah salah paham. Cuma masalahnya Shila tidak tau gimana cara menjelaskannya. Apalagi saat dilihatnya Delon sedang emosi begini. Tambahan, ia juga tidak mengerti kenapa sepertinya pria itu anti banget dengan Alfa.
"Kita bicara lagi ntar setelah masing masing mendinginkan kepala."
Shila sudah berbalik dan akan langsung pergi ketika Delon segera bangkit mencegat langkahnya.
"Loe mau mengabaikan gue gitu aja?" Delon tidak menyembunyikan rasa kecewa dari ucapannya.
"Gue bilang kita bicara lagi ntar, setelah masing masing dari kita..."
"Loe berubah," potong Delon. "Loe udah nggak kayak Shila yang selama ini gue kenal."
"Jangan lupa, loe adalah orang yang selalu memaksa gue untuk berubah Delon. Loe pikir gue sekarang rajin belajar lagi karena siapa?"
Shila menyesali ucapannya barusan. Terlebih ketika ia melihat raut kecewa yang makin tergambar jelas di wajah Delon, membuatnya berharap bisa menarik kembali ucapan barusan.
"Delon, gue..."
Delon mengankat tangannya. Memaksakan diri tersenyum, pria itu berujar. "Loe bener, mungkin sebaiknya kita bicaranya lain kali saja."
Selesai berkata, Delon segera berlalu pergi tanpa menoleh lagi. Karena itu, ia jadi tidak menyadari ketika ada cairan bening yang jatuh melewati pipi mulus gadis yang beberapa saat lalu menjadi lawan bicaranya.
Next To Cerpen You're My Girl Part 11
Detail Cerbung
You're My Girl |
"Shila, loe marah sama gue ya?" bisik Delon lirih.
Sejak tadi pagi, Shila memang sama sekali belum berbicara padanya. Bahkan ia SMS dan telp sejak kemaren gadis itu tetap mengabaikannya. Saat masuk kelas juga Shila terlihat sengaja datang bareng dengan kemunculan gurunya. Makanya ia sama sekali tidak punya kesempatan bertanya, terlebih tau tau gurunya muncul langsung membagikan ulangan dadakan.
"Enggak," balas Shila tanpa menoleh. Sengaja menyibukan diri dengan merapikan kembali buku pelajarannya sembari menunggu guru yang lain masuk kekelasnya.
"Kok sedari tadi loe diem aja?"
"Emangnya gue harus teriak - teriak?" balas gadis itu balik.
"Tapi kalau gue ngomong, paling nggak liat gue donk."
"Ogah, udah bosen gue."
Delon mati kutu. Usahanya untuk menarik perhatian Shila di tunda ketika Ibu Fatimah muncul di muka pintu. Sambil belajar sekali kali ia melirik ke samping, berharap kalau gadis itu akan menoleh kearahnya. Tapi hingga bel istirahat terdengar, hasilnya nihil. Delon bahkan yakin kalau Shila tidak menganggap dia ada di sana.
"Shila, ada yang nyariin tuh."
Walau yang di panggil jelas nama Shila, namun tak urung Delon ikut menoleh. Menatap kearah Vano, salah satu teman sekelasnya. Pandangan keduanya kemudian beralih kearah pintu, sesuai dengan isarat yang pria itu lakukan.
"Alfa?" gumam Shila. "Bentar, gue beresin buku gue dulu."
Alfa mengangguk sembari membentukan huruf 'Ok' dengan tangannya. Dengan cepat Shila membereskan buku - bukunya dan bergegas menghampiri Alfa.
"Shil, tunggu dulu. Gue mau ngomong," tahan Delon.
"Ntar aja ya. Gue masih ada urusan sama Alfa," tanpa menoleh, Shila segera berlalu menemui tamunya. Delon masih tetap di tempat mengawasi.
"Ada apa?" sapa Shila kearah Alfa. Pria itu tersenyum sambil menyodorkan buku tepat kehadapannya. "Kumpulan rumus matematika" tertera di sampulnya.
"Oh, ma kasih. Harusnya loe nggak usah repot - repot kesini. Biar gue aja yang nyamperin kesana."
Shila mengamati buku yang ada dihadapannya. Sibuk membolak balik lembar demi lembar.
"Bener yang itu kan?" tanya Alfa memastikan. Shila segera mengangguk membenarkan.
"Oh iya, kurangnya berapa?" tanya gadis itu sambil mengeluarkan uang dari sakunya.
"Udah, nggak usah. Pake uang gue aja. Toh elo juga sering bantuin gue," tolak Alfa.
"Yah, jangan gitu donk. Gue kan jadi nggak enak."
"Bukannya malah enak ya?" Alfa meralat.
Shila terdiam. Oh iya, kalau di pikir benar juga. Bukannya karena dibayarin jadi lebih enak. Tapi tetep, ia merasa nggak enak karena ia tau Alfa bahkan berkerja untuk kebutuhan sekolahnya.
"Atau kalau nggak keberatan, mungkin besok - besok loe bisa traktir gue minum es?"
"Kenapa harus besok - besok? Udah sekarang aja."
Tanpa menanyakan pendapatnya lagi. Apalagi sekedar basa basi, Shila segera mendorong pria itu berjalan kearah kantin sekolah sementara ia berjalan mengikuti. Mengabaikan sama sekali tatapan Delon yang sejak tadi tanpa sepengetahuannya terus memperhatikan ia dari kelas.
"Muka loe kusut gitu, loe lupa nyetrika lagi?"
Shila mencibir. Kalimat Alfa kedengeran garing banget. Lagian emang wajahnya baju apa bisa di strika segala.
"Atau karena Delon?" tebak Alfa. "Tapi bukannya tu anak udah masuk ya hari ini? Kalau nggak salah liat sih tadi bukannya dia duduk disamping loe pas gue samperin."
Shila mengangguk. "Gue lagi kesel sama dia."
"Oh iya? Kenapa?"
Shila tidak lantas menjawab. Matanya menoleh kesekeliling. Kantin lumayan ramai karena kebetulan kini jam istirahat. Anak anak biasanya memang menghabiskan waktu disini. Sekedar untuk makan siang ataupun hanya untuk mengosip bareng teman - temannya.
"Nggak akan ada yang mau dengerin kita. Emangnya loe mau cerita rahasia?"
Tak urung Shila tersenyum mendengar komentar Alfa. Benar juga, memangnya ia mau cerita hal rahasia?
"Loe tau nggak, kemaren itu Delon nggak masuk karena sakit."
"Sebelumnya sih enggak. Tapi karena loe udah ngomong barusan gue jadi tau. Terus kalau kemaren dia sakit kenapa? Itu kan emang udah takdir dari sononya, bukan karena dia reques."
"Ih elo dengerin dulu makanya. Main potong sembarangan aja," jelas Shila, dengan gaya lebai Alfa segera menutup mulutnya. Membuat gadis itu mencibir namun tak urung melanjutkan ceritanya. "Bukan karena reques. Tapi karena gue. Gue nggak tau kalau dia alergi Sea food, eh malah gue suruh dia makan udang dan cumi."
"Ya kalau gitu loe yang salah," tuding Alfa langsung. "Tapi kenapa loe yang kelihatan kesel?"
"Ya karena gue kan nggak tau. Harusnya itu dia ngasih tau gue donk, kalau dia punya alergi."
"Loe nanyain dia punya alergi nggak?" tanya Alfa. Shila terdiam sembari mengingat - ingat. Beberapa saat kemudian ia menggeleng. Sepertinya ia memang tidak pernah bertanya.
"Nah," telunjuk Alfa tepat menuding - nuding kewajah Shila. Kalau tidak mengingat mereka sedang di kantin pasti sudah digigitnya jari yang berseliweran tidak sopan tersebut. "Itu, jelaskan. Loe yang salah. Kenapa loe nggak nanya?"
Shila terdiam sambil berpikir. "Tunggu, kok jadi gue yang salah?"
"Lah, kan emang loe yang salah," balas Alfa dengan polosnya.
"Dan elo kenapa jadi belain dia. Yang temen elo kan gue."
Alfa pasang pose berpikir."Iya juga ya. Temen gue kan elo. Jadi harusnya gue belain elo donk," gumamnya sambil mengangguk angguk. "Ya sudah kalau gitu gue ralat deh. Iya nih, Delon yang salah. Kenapa coba dia nggak ngasih tau elo? Karena nggak dikasih tau loe kan jadi nggak tau."
Shila menatap sosok didepannya kesel. Ni orang emang nggak bisa di ajak serius ya. Bercanda mulu bawannya. "La elo kenapa sekarang jadi nyalahin dia."
"Kan emang dia yang salah. Udah deh, mendingan loe jangan temenan sama Delon lagi. Temenannya sama gue aja. Gue baik lho."
"Apa maksud loe dengan melarang Shila temenan sama gue?"
Shila menoleh. Kaget ketika mendapati Delon menyela pembicaraanya. Sejak kapan pria itu muncul. Dan tunggu dulu, jangan bilang kalau ia menganggap serius bercandaan Alfa barusan.
"Delon, ini tu nggak seperti yang loe pikirkan."
"Emangnya menurut loe gue mikir apa?" serang Delon balik. Walau ia berbicara pada Shila namun tatapannya ia lemparkan kearah Alfa yang kini juga sedang menatapnya.
Ketika melihat Shila yang kebingungan, Alfa merasa tak tega. Karena itu ia segera mengambil alih. Dengan santai pria itu bersuara. "Gue ngelarang Shila temenan sama loe. Nggak ada maksud lain, cuma ngasih saran aja sih. Kalau dia mau ya silahkan, kalau dia nggak mau yang terserah dia."
"Heh," Delon mencibir. Setelah membuatnya merasa kesal begitu bisa bisanya sosok dihadapannya bersikap santai tanpa rasa bersalah sama sekali. "Apa hak loe buat ngelarang dia?"
"Nggak ada," Alfa angkat bahu. "Kan gue udah bilang gue cuma ngasih saran. Lagian setelah gue kenal dia sih, kayaknya Shila bukan tipe orang yang akan menuruti saran orang lain tanpa alasan yang jelas deh."
Delon menoleh kearah Shila. Refleks gadis itu mengangguk _ walau ia sendiri tidak tau apa maksudnya menganggukan kepala. Yang jelas ia tidak ingin Delon sampai salah paham. Lagipula ceritanya yang lagi kesel kan dia?
"Shil, gue mau ngomong sama loe," selesai berkata Delon segera meraih tangan Shila. Memaksa gadis itu mengikuti langkahnya meninggalkan kantin. Sementara Alfa hanya menonton. Bahkan setelah mereka berdua hilang dari pandangan, pria itu masih duduk diam. Hanya sama terdengar ia bergumam lirih.
"Yah, gagal di traktir deh."
"Loe apa-apaan sih," kata Shila kesel. Dengan sekuat tenaga dilepaskannya cekalan Delon yang memaksanya mengikut tanpa tau mau kemana.
"Loe ikut gue."
Shila segera menghindar ketika Delon berusaha untuk kembali meraih tangannya. "Loe kalau mau ngomong - ngomong aja. Nggak usah main tarik - tarik gitu."
Delon terdiam. Tidak menyangka jika Shila akan berbicara padanya dengan nada setingi itu. Terlebih ketika menyadari dengan pasti kalau kini mereka sedang berada di koridor sekolah. Resiko menjadi tontonan sangat jelas. Apalagi mereka berdua sudah terlanjur terkenal akrab. Kalau sampai ketahuan berantem bisa heboh gosip yang menyebar.
Seolah menyadari tindakannya yang salah, Shila menghela nafas. Menatap kearah Delon dengan tatapan lelah. "Loe mau kita ngobrol dimana?" tanyanya lirih.
Delon tidak segera menjawab. Pria itu hanya membalas tatapan Shila. Tanpa kata ia segera berbalik, tanpa diperintah Shila mengekor di belakang. Di bangku taman belakang sekolah, tepat di bawah pohon jambu yang tumbuh terawat, Delon menyandarkan tubuhnya. Sementara Shila hanya berdiri tepat dihadapannya.
"Loe nggak mau duduk?" tanya Delon sambil menoleh kearah spasi kosong di sampingnya. Tapi Shila tidak beraksi. Gadis itu hanya menatapnya datar. Bahkan kini tangannya terlipat di depan dada, isarat kalau ia sedang menanti Delon untuk bicara.
"Mulai sekarang, gue nggak suka liat loe deket deket dengan si Alfa lagi," Delon to the point.
"Tolong jangan melewati batas, Delon. Gue paling nggak suka kalau hidup gue di atur - atur," tolak Shila tegas.
"Gue nggak berniat ngatur hidup loe la," Delon melunak. "Tapi tadi loe denger sendiri kan? Dia bahkan ngelarang loe buat temenan sama gue. Memang apa maksudnya dia ngomong gitu. Emangnya dia nggak tau kalau kita itu udah deket sejak lama."
"Alfa tadi cuma bercanda Delon. Dia nggak serius."
"Jadi menurut loe melarang berteman sama gue itu lucu?" ucap Delon dengan nada sarkrisik.
Shila menghela nafas. Sejujurnya berantem dengan Delon adalah hal terakhir yang ia inginkan dalam hidupnya. Tapi tetap saja, menuruti permintaan Delon saat ini adalah tindakan konyol. Terlebih ketika ia dengan jelas tau kalau ini hanyalah salah paham. Cuma masalahnya Shila tidak tau gimana cara menjelaskannya. Apalagi saat dilihatnya Delon sedang emosi begini. Tambahan, ia juga tidak mengerti kenapa sepertinya pria itu anti banget dengan Alfa.
"Kita bicara lagi ntar setelah masing masing mendinginkan kepala."
Shila sudah berbalik dan akan langsung pergi ketika Delon segera bangkit mencegat langkahnya.
"Loe mau mengabaikan gue gitu aja?" Delon tidak menyembunyikan rasa kecewa dari ucapannya.
"Gue bilang kita bicara lagi ntar, setelah masing masing dari kita..."
"Loe berubah," potong Delon. "Loe udah nggak kayak Shila yang selama ini gue kenal."
"Jangan lupa, loe adalah orang yang selalu memaksa gue untuk berubah Delon. Loe pikir gue sekarang rajin belajar lagi karena siapa?"
Shila menyesali ucapannya barusan. Terlebih ketika ia melihat raut kecewa yang makin tergambar jelas di wajah Delon, membuatnya berharap bisa menarik kembali ucapan barusan.
"Delon, gue..."
Delon mengankat tangannya. Memaksakan diri tersenyum, pria itu berujar. "Loe bener, mungkin sebaiknya kita bicaranya lain kali saja."
Selesai berkata, Delon segera berlalu pergi tanpa menoleh lagi. Karena itu, ia jadi tidak menyadari ketika ada cairan bening yang jatuh melewati pipi mulus gadis yang beberapa saat lalu menjadi lawan bicaranya.
Next To Cerpen You're My Girl Part 11
Detail Cerbung
- Judul : You're My Girl
- Penulis : Ana Merya
- Twitter : @ana_merya
- Status : Ongoing
- Genre : Remaja
- Panjang Cerita : 1.641 Words
Lanjut dong kak, bikin penasaran banget deh :D
ReplyDelete