Cerpen Remaja Terbaru "That Girl is mine" ~ 04
Hallo reader semua #KeluarDariTumpukanBerkas. Hiks hiks hiks, saking kelamaannya ngilang sampe ragu ada yang masih mampir kemari. Maap, beneran. Dunia nyata menyita waktu, menyisakan sitkon "Kurang Piknik" yang bikin nyesek. Yang ujung ujungnya..... #Skip. Yang jelas buat yang nungguin lanjutan dari cerpen That Girl is mine bagian ke 4 bisa langsung di baca di bawah. Berhubung udah kelamaan mungkin lupa dengan cerita sebelumnya bisa disimak disini.
"Airi coba liat ini, bagus nggak?"
Airi yang sedang mengelap napan menoleh, mendapati senyum sumringah Kafa sambil memamerkan liontin di lehernya.
"Bagus, loe baru beli?" puji Airi. Liontin perak itu memang terlihat bagus. Selain bentuknya unik, juga pas dipakai Kafa.
Kafa mengeleng. "Gue di kasih sama cowok gue tadi malam."
Airi mengangguk mengerti. Pantas saja gadis itu senang. Belum sempat ia membalas, dentingan di pintu masuk terdengar tanda ada pelangan. Bukan berniat mengabaikan Kafa, tapi karena merasa tugasnya Airi berbalik. Niatnya untuk menyapa, Airi justru malah terdiam dengan mata melotot. Sampai sampai Kafa harus menyengol tangannya baru kemudian gadis itu yang buka mulut.
"Selamat datang. Ada yang bisa di bantu?"
Belum sempat sang tamu menjawab, Airi sudah buka mulut dengan telunjuk lurus. "Kei? Loe ngapain disini?"
Teriakan Airi tak hanya membuat Kafa kaget, tapi juga Ayunda yang sedang di meja kasir ikut menoleh. Untung saja toko kebetulan sedang sepi, tak banyak pengunjung yang datang. Tambahan, managernya sedang tidak ada di tempat. Sebab kalau sampai mereka melihat tindakan Airi barusan bisa lain ceritanya.
"Mau beli kue," jawab Kei polos. Airi tentu saja tidak percaya. Gadis itu mengabaikan peringatan Kafa untuk jaga sikap. Sebaliknya ia malah melangkah maju. Meraih tangan Kei sebelum kemudian mendorongnya keluar.
"Loe ngapain ngikutin gue kesini. Pergi nggak?" perintah Airi to the point. Kali ini ia sengaja menurunkan nada bicaranya karena tak ingin menarik perhatian teman temannya. Terlebih ketika jelas jelas Kafa mendekat kearah Ayunda sembari terus menatap kearah dirinya. Pasti mereka berdua sedang bergosip.
"Nah, kalimat loe butuh di edit," kata Kei sambil tersenyum. Matanya menoleh kearah tangan Airi yang masih memegang lengannya. Seolah baru menyadari apa yang ia lakukan, Airi dengan cepat menarik diri. Sayang, gerakannnya kurang cepat dengan tangan Kei yang justru malah memindahkan tangan tersebut baru kemudian mengengamnya erat.
"Loe, lepasin nggak?"
Kei angkat bahu dengan senyum yang masih bertenger di wajah. Berbanding balik dengan raut Airi yang merah menahan amarah. Mungkin akan susah ngadepin orang yang satu ini tanpa emosi. Membuat gadis itu perpikir, apa sebaiknya ia gunakan jurus keratenya. Tapi, secepat pikiran itu mampir secepat itu juga ia menghapusnya. Ia tidak boleh melakukan itu, tidak di sini.
"Kan elo yang pertama ngajakin kontak fisik," Airi mendelik. Semakin ia meronta semakin erat gengaman Kei. "Padahal gue baru tau malah kalau ternyata loe kerja disini."
Tatapan Airi menyipit kearah Kei. Mencoba mencari tau jejak kebohongan di sana. Namun begitu, pria itu hanya terlihat santai. Bahkan dengan kurang ajarnya menariknya mendekat. Membisikan kata di telinganya. "Jangan - jangan loe ngarepin gue nemuin loe ya."
"Najis," selesai berkata, dengan sekuat tenaga Airi mendorongnya menjauh. Wajahnya bersemu merah saat melihat Kei yang justru malah tertawa. Tak ingin meladeni pria itu lagi, Airi melangkah masuk ketokonya. Sama sekali tidak perduli dengan Kei yang mengekor di belakang.
"Loe kenal dia kan?" selidik Kafa kearah Airi yang terlihat sibuk mengelap napan yang basah.
"Siapa?" Airi pura pura tidak tau yang di maksudnya.
"Dia," isarat Kafa agar Airi melirik kearah Kei yang sudah lebih dari setengah jam yang lalu duduk di meja pojokan sembari menikmati kue pesanannya yang bahkan sama sekali tidak di sentuh. "Sedari tadi dia ngeliatin loe terus tau."
"Mana gue tau, tanya dia aja langsung."
"Oke kalau gitu," Kafa angkat bahu sambil berdiri. Airi dengan cepat menarik tangannya agar kembali mendekat.
"Loe mau kemana?"
"Nanyain dia. Kan loe sendiri yang... aduh," Kafa mengusap - usap pingangnya yang terasa sakit. Matanya mendelik kearah Airi yang baru saja mencubitnya. Sebaliknya gadis itu juga kini sedang menatapnya tajam. Ayolah, yang di aniaya siapa yang marah siapa.
"Deketin dia, gue bunuh loe!"
Ancaman Airi bukannya membuat Kafa takut, gadis itu malah tertawa tertahan. "Cie.... Cemburu cie. Tenang aja, gue udah punya pacar lagi. Emang sih tu orang cakep, tapi cowok gue juga keren kok. Baik. Jadi tenang aja. Loe nggak perlu ... ha ha ha," Kafa dengan cepat mundur menjauh sambil tertawa ketika melihat tangan Airi bergerak. Cukup sekali ia di cubit, lebih baik ia kabur. Sambil tetap tertawa ia melangkah mendekat ke arah Ayunda di ikuti tatapan tajam oleh Airi.
Dengan kesel Airi kembali melanjutkan tugasnya. Diam diam ia melirik kearah Kei sembari mengerutu dalam hati. Mimpi apa sih di kemaren, kok bisa berurusan sama tu orang. Lagian siapa yang percaya coba itu cuma kebetulan? Secara masa sedari tadi makanannya tak di sentuh.
"Ayu, disini udah beres. Gue ke belakang dulu ya. Sholat bentar," tanpa menunggu balasan dari Ayunda, Airi beranjak dari tempat duduknya dan langsung hilang dari pandangan. Saat ia muncul kembali, meja pojok telah kosong. Membuat gadis itu akhirnya bisa bernapas lega. Dengan santai ia melangkah mengecek persediaan roti yang di pajang di depan.
"Airi, tadi katanya pacar loe datang ya? Ayunda sama Kafa bilang doi cakep. Mukanya mirip orang jepang gitu? Bener ya? Kok loe nggak ngenalin ke kita?" ucapan Franda membuat Airi memutar mata. Terlebih ketika ia melihat Kafa dan Ayunda sedang menahan tawa. Sialan banget sih mereka, nyebarin gosip seenaknya gitu. Franda lagi, yang kebetulan hari ini tugas melayani di lantai dua, tiba tiba ngomong asal nyablak.
"Jangankan elo Franda, gue yang di depan sini aja nggak," timpal Ayunda.
"Iya. Soalnya ternyata Airi protektif banget. Tadinya gue pengen nyamperin tu orang, eh gila. Gue di cubit sampe biru nih," Kafa malah memperkisruh keadaan.
"Sini loe Kaf," kata Airi sambil mengerak gerakan tangannya kearah Kafa, isarat agar gadis itu mendekat. "Kayaknya loe minta di jejelin roti bulet - bulet deh."
Lagi lagi terdengar tawa mengisi ruangan. Membuat Airi makin cemberut. Satu lagi alasan tambahan kenapa ia jadi makin benci sama Kei. Ini semua gara gara pria itu.
Ketika jam kerja habis, seperti biasa Airi melangkah kearah halte. Bahkan hari ini ia pulang lebih cepat. Tadi sore ada yang datang ngeborong kue ke toko. Makanya jualannya lebih cepat habis dari biasa. Sambil duduk gadis itu melirik jam yang melingkar di tangan. Hemp, sepertinya ia masih harus menunggu 15 menit lagi baru bus nya muncul. Sambil menunggu ia mengeluarkan hanphond dari dalam saku baru kemudian memasangkan headset di telinga.
"Baru mau pulang."
Airi menoleh kearah kiri. Selain kaget karena tiba - tiba di sapa, headsetnya juga di lepas. Gadis itu terkejut ketika melihat lagi lagi tukang rusuh ada disana. Membuatnya makin jengah, sebenernya maunya ni orang apa sih?
"Loe maunya apa sih sebenernya?" Airi tidak menutupi sama sekali rasa tidak sukanya.
Kei angkat bahu. "Gue anterin pulang yuk."
Airi melongo. Ni orang masih ngigo atau gimana. Apa barusan dia bilang, diantar pulang? "Jadi loe nyamperin gue cuma buat nganterin gue pulang?" Airi menyoba menyabarkan diri. Kei mengangguk.
"Kenapa gue harus?"
"Soalnya gue mau ngambil jaket gue yang kemaren. Ngomong - ngomong itu jaket Army asli lho. Di impor langsung dari korea. Mahal tau."
Mulut Airi sudah dibuka tapi kembali di tutup. Wuah, selain brengsek, ni orang juga songong. Bisa bisanya dia nyombongin diri. Memangnya kemaren yang makein ke dia siapa coba?
"Terus kenapa loe kemaren ngasih ke gue?"
"Gue nggak ngasih. Gue cuma minjemin. Eh taunya loe nggak mau balikin kalau nggak di minta," sahut kei sambil menatap lurus kearah Airi yang masih menatapnya tak percaya.
"Ayo."
"Lepasin," secepat Kei meraih tangannya secepat itu juga Airi menepisnya. Baiklah, disini sepi. Sepertinya tidak masalah kalau ia bisa menghajar cowok yang satu itu. Minimal dua pukulan cukup. Maksimal? Tentu saja sampai jumlah yang tak terhingga! Terlebih teman temannya juga tidak ada yang melihat. Sekalian ia ingin menunjukan pada pria itu dengan siapa ia berhadapan.
Sebelah alis Kei terangat ketika ia melihat gelagat Airi yang terasa aneh. Gadis itu sedang menatapnya tajam. Belum sempat ia mengerti apa yang akan terjadi, tau tau Airi menariknya. Biar bagaimana pun, Kei tau teknik dasar ilmu bela diri. Ia bisa menebak kalau gadis itu akan menghajarnya. Karena itu sebelum pukulan Airi benar - benar mengenainya, ia terlebih dahulu mengelak sembari bergerak menjauh.
Airi sendiri yang tidak menduga kalau lawannya bisa menghindar dari serangannya, merasa makin kesel. Karena itu ia bersiap untuk melakukan serangan kedua. Sayangnya ia lupa, kalau kini ia sedang berdiri di atas halte. Berniat mengambil ancang ancang, ia mundur malah membuatnya hampir terjatuh.
"Huwa..."
Sebisa mungkin Airi berusaha untuk melawan gaya grafitasi bumi, menahan agar berat tubuhnya tetap seimbang. Oke, halte memang tidak tinggi. Jatuh kesana juga ia tidak akan terlalu celaka. Paling kotor, lecet dan kalau ia sedang sial kepalanya bisa terbentur aspal. Akan tetapi alasannya menahan diri adalah karena ia tidak ingin jatuh di hadapan Kei yang entah sejak kapan telah di nobatkan menjadi musuhnya.
Pada saat krusial itu, Airi merasa tangannya di tarik. Belum berhasil ia menelaah apa yang terjadi, tau tau tubuhnya bergerak kedepan dengan cepat. Sedetik kemudian matanya yang bulat melotot sempurna mendapati wajah Kei yang kini berada tepat di depannya.
Hal pertama yang ingin ia lakukan adalah mendorong Kei menjauh baru kemudian menghajarnya. Ralat, bukan ingin tapi harus. Namun yang terjadi lain ceritanya. Tubuhnya mendadak terasa kaku sementara lidahnya sendiri terasa kelu.
"Awas, hati hati."
"Glek," Airi hanya mampu menelan ludah. Saran Kei barusan sama sekali tidak membantu. Terlebih pria itu mengucapkannya tepat dihadapannya begitu. Bahkan ia bisa mencium aroma mint dari nafasnya.
"Lepasin gue," geram Airi setelah berhasil mendapatkan kembali suaranya.
"Loe bisa jatuh," senyum Kei, namun begitu pada akhirnya ia mengalah. Melepaskan Airi yang langsung mundur lima langkah.
"Loe..." telunjuk Airi lurus.
"Gue barusan nolong loe lagi, masih nggak mau bilang ma kasih?"
Airi membuang muka. Tidak tertarik sama sekali untuk melihat kearah Kei yang kini tersenyum geli. Gadis itu mundur. Kembali duduk kearah bangkunya tadi. Mungkin sebaiknya ia tidak perlu meladeninya. Iya! Sebaiknya memang begitu.
Sejenak suasana hening. Kei masih berdiri di tempatnya dengan tatapan tetap terarah pada Airi. Sementara gadis itu sendiri tidak menoleh kearahnya sama sekali.
Airi masih terdiam. Sebelah tangannya terangkat menyentuh dada kirinya. Astaga, jantungnya. Detakan kali ini bahkan lebih keras dari pada detakan biasanya saat ia selesai olah raga. Untungnya beberapa saat kemudian, busway lewat. Tanpa menoleh sama sekali Airi segera melangkah masuk. Meninggalkan Kei yang masih tidak bergerak di tempatnya.
Next to Cerbung That Girl is mine Part 5
Detail Cerbung
"Airi coba liat ini, bagus nggak?"
Airi yang sedang mengelap napan menoleh, mendapati senyum sumringah Kafa sambil memamerkan liontin di lehernya.
"Bagus, loe baru beli?" puji Airi. Liontin perak itu memang terlihat bagus. Selain bentuknya unik, juga pas dipakai Kafa.
Kafa mengeleng. "Gue di kasih sama cowok gue tadi malam."
Airi mengangguk mengerti. Pantas saja gadis itu senang. Belum sempat ia membalas, dentingan di pintu masuk terdengar tanda ada pelangan. Bukan berniat mengabaikan Kafa, tapi karena merasa tugasnya Airi berbalik. Niatnya untuk menyapa, Airi justru malah terdiam dengan mata melotot. Sampai sampai Kafa harus menyengol tangannya baru kemudian gadis itu yang buka mulut.
"Selamat datang. Ada yang bisa di bantu?"
Belum sempat sang tamu menjawab, Airi sudah buka mulut dengan telunjuk lurus. "Kei? Loe ngapain disini?"
Teriakan Airi tak hanya membuat Kafa kaget, tapi juga Ayunda yang sedang di meja kasir ikut menoleh. Untung saja toko kebetulan sedang sepi, tak banyak pengunjung yang datang. Tambahan, managernya sedang tidak ada di tempat. Sebab kalau sampai mereka melihat tindakan Airi barusan bisa lain ceritanya.
"Mau beli kue," jawab Kei polos. Airi tentu saja tidak percaya. Gadis itu mengabaikan peringatan Kafa untuk jaga sikap. Sebaliknya ia malah melangkah maju. Meraih tangan Kei sebelum kemudian mendorongnya keluar.
"Loe ngapain ngikutin gue kesini. Pergi nggak?" perintah Airi to the point. Kali ini ia sengaja menurunkan nada bicaranya karena tak ingin menarik perhatian teman temannya. Terlebih ketika jelas jelas Kafa mendekat kearah Ayunda sembari terus menatap kearah dirinya. Pasti mereka berdua sedang bergosip.
"Nah, kalimat loe butuh di edit," kata Kei sambil tersenyum. Matanya menoleh kearah tangan Airi yang masih memegang lengannya. Seolah baru menyadari apa yang ia lakukan, Airi dengan cepat menarik diri. Sayang, gerakannnya kurang cepat dengan tangan Kei yang justru malah memindahkan tangan tersebut baru kemudian mengengamnya erat.
"Loe, lepasin nggak?"
Kei angkat bahu dengan senyum yang masih bertenger di wajah. Berbanding balik dengan raut Airi yang merah menahan amarah. Mungkin akan susah ngadepin orang yang satu ini tanpa emosi. Membuat gadis itu perpikir, apa sebaiknya ia gunakan jurus keratenya. Tapi, secepat pikiran itu mampir secepat itu juga ia menghapusnya. Ia tidak boleh melakukan itu, tidak di sini.
"Kan elo yang pertama ngajakin kontak fisik," Airi mendelik. Semakin ia meronta semakin erat gengaman Kei. "Padahal gue baru tau malah kalau ternyata loe kerja disini."
Tatapan Airi menyipit kearah Kei. Mencoba mencari tau jejak kebohongan di sana. Namun begitu, pria itu hanya terlihat santai. Bahkan dengan kurang ajarnya menariknya mendekat. Membisikan kata di telinganya. "Jangan - jangan loe ngarepin gue nemuin loe ya."
"Najis," selesai berkata, dengan sekuat tenaga Airi mendorongnya menjauh. Wajahnya bersemu merah saat melihat Kei yang justru malah tertawa. Tak ingin meladeni pria itu lagi, Airi melangkah masuk ketokonya. Sama sekali tidak perduli dengan Kei yang mengekor di belakang.
"Loe kenal dia kan?" selidik Kafa kearah Airi yang terlihat sibuk mengelap napan yang basah.
"Siapa?" Airi pura pura tidak tau yang di maksudnya.
"Dia," isarat Kafa agar Airi melirik kearah Kei yang sudah lebih dari setengah jam yang lalu duduk di meja pojokan sembari menikmati kue pesanannya yang bahkan sama sekali tidak di sentuh. "Sedari tadi dia ngeliatin loe terus tau."
"Mana gue tau, tanya dia aja langsung."
"Oke kalau gitu," Kafa angkat bahu sambil berdiri. Airi dengan cepat menarik tangannya agar kembali mendekat.
"Loe mau kemana?"
"Nanyain dia. Kan loe sendiri yang... aduh," Kafa mengusap - usap pingangnya yang terasa sakit. Matanya mendelik kearah Airi yang baru saja mencubitnya. Sebaliknya gadis itu juga kini sedang menatapnya tajam. Ayolah, yang di aniaya siapa yang marah siapa.
"Deketin dia, gue bunuh loe!"
Ancaman Airi bukannya membuat Kafa takut, gadis itu malah tertawa tertahan. "Cie.... Cemburu cie. Tenang aja, gue udah punya pacar lagi. Emang sih tu orang cakep, tapi cowok gue juga keren kok. Baik. Jadi tenang aja. Loe nggak perlu ... ha ha ha," Kafa dengan cepat mundur menjauh sambil tertawa ketika melihat tangan Airi bergerak. Cukup sekali ia di cubit, lebih baik ia kabur. Sambil tetap tertawa ia melangkah mendekat ke arah Ayunda di ikuti tatapan tajam oleh Airi.
Dengan kesel Airi kembali melanjutkan tugasnya. Diam diam ia melirik kearah Kei sembari mengerutu dalam hati. Mimpi apa sih di kemaren, kok bisa berurusan sama tu orang. Lagian siapa yang percaya coba itu cuma kebetulan? Secara masa sedari tadi makanannya tak di sentuh.
"Ayu, disini udah beres. Gue ke belakang dulu ya. Sholat bentar," tanpa menunggu balasan dari Ayunda, Airi beranjak dari tempat duduknya dan langsung hilang dari pandangan. Saat ia muncul kembali, meja pojok telah kosong. Membuat gadis itu akhirnya bisa bernapas lega. Dengan santai ia melangkah mengecek persediaan roti yang di pajang di depan.
"Airi, tadi katanya pacar loe datang ya? Ayunda sama Kafa bilang doi cakep. Mukanya mirip orang jepang gitu? Bener ya? Kok loe nggak ngenalin ke kita?" ucapan Franda membuat Airi memutar mata. Terlebih ketika ia melihat Kafa dan Ayunda sedang menahan tawa. Sialan banget sih mereka, nyebarin gosip seenaknya gitu. Franda lagi, yang kebetulan hari ini tugas melayani di lantai dua, tiba tiba ngomong asal nyablak.
"Jangankan elo Franda, gue yang di depan sini aja nggak," timpal Ayunda.
"Iya. Soalnya ternyata Airi protektif banget. Tadinya gue pengen nyamperin tu orang, eh gila. Gue di cubit sampe biru nih," Kafa malah memperkisruh keadaan.
"Sini loe Kaf," kata Airi sambil mengerak gerakan tangannya kearah Kafa, isarat agar gadis itu mendekat. "Kayaknya loe minta di jejelin roti bulet - bulet deh."
Lagi lagi terdengar tawa mengisi ruangan. Membuat Airi makin cemberut. Satu lagi alasan tambahan kenapa ia jadi makin benci sama Kei. Ini semua gara gara pria itu.
Ketika jam kerja habis, seperti biasa Airi melangkah kearah halte. Bahkan hari ini ia pulang lebih cepat. Tadi sore ada yang datang ngeborong kue ke toko. Makanya jualannya lebih cepat habis dari biasa. Sambil duduk gadis itu melirik jam yang melingkar di tangan. Hemp, sepertinya ia masih harus menunggu 15 menit lagi baru bus nya muncul. Sambil menunggu ia mengeluarkan hanphond dari dalam saku baru kemudian memasangkan headset di telinga.
"Baru mau pulang."
Airi menoleh kearah kiri. Selain kaget karena tiba - tiba di sapa, headsetnya juga di lepas. Gadis itu terkejut ketika melihat lagi lagi tukang rusuh ada disana. Membuatnya makin jengah, sebenernya maunya ni orang apa sih?
"Loe maunya apa sih sebenernya?" Airi tidak menutupi sama sekali rasa tidak sukanya.
Kei angkat bahu. "Gue anterin pulang yuk."
Airi melongo. Ni orang masih ngigo atau gimana. Apa barusan dia bilang, diantar pulang? "Jadi loe nyamperin gue cuma buat nganterin gue pulang?" Airi menyoba menyabarkan diri. Kei mengangguk.
"Kenapa gue harus?"
"Soalnya gue mau ngambil jaket gue yang kemaren. Ngomong - ngomong itu jaket Army asli lho. Di impor langsung dari korea. Mahal tau."
Mulut Airi sudah dibuka tapi kembali di tutup. Wuah, selain brengsek, ni orang juga songong. Bisa bisanya dia nyombongin diri. Memangnya kemaren yang makein ke dia siapa coba?
"Terus kenapa loe kemaren ngasih ke gue?"
"Gue nggak ngasih. Gue cuma minjemin. Eh taunya loe nggak mau balikin kalau nggak di minta," sahut kei sambil menatap lurus kearah Airi yang masih menatapnya tak percaya.
"Ayo."
"Lepasin," secepat Kei meraih tangannya secepat itu juga Airi menepisnya. Baiklah, disini sepi. Sepertinya tidak masalah kalau ia bisa menghajar cowok yang satu itu. Minimal dua pukulan cukup. Maksimal? Tentu saja sampai jumlah yang tak terhingga! Terlebih teman temannya juga tidak ada yang melihat. Sekalian ia ingin menunjukan pada pria itu dengan siapa ia berhadapan.
Sebelah alis Kei terangat ketika ia melihat gelagat Airi yang terasa aneh. Gadis itu sedang menatapnya tajam. Belum sempat ia mengerti apa yang akan terjadi, tau tau Airi menariknya. Biar bagaimana pun, Kei tau teknik dasar ilmu bela diri. Ia bisa menebak kalau gadis itu akan menghajarnya. Karena itu sebelum pukulan Airi benar - benar mengenainya, ia terlebih dahulu mengelak sembari bergerak menjauh.
Airi sendiri yang tidak menduga kalau lawannya bisa menghindar dari serangannya, merasa makin kesel. Karena itu ia bersiap untuk melakukan serangan kedua. Sayangnya ia lupa, kalau kini ia sedang berdiri di atas halte. Berniat mengambil ancang ancang, ia mundur malah membuatnya hampir terjatuh.
"Huwa..."
Sebisa mungkin Airi berusaha untuk melawan gaya grafitasi bumi, menahan agar berat tubuhnya tetap seimbang. Oke, halte memang tidak tinggi. Jatuh kesana juga ia tidak akan terlalu celaka. Paling kotor, lecet dan kalau ia sedang sial kepalanya bisa terbentur aspal. Akan tetapi alasannya menahan diri adalah karena ia tidak ingin jatuh di hadapan Kei yang entah sejak kapan telah di nobatkan menjadi musuhnya.
Pada saat krusial itu, Airi merasa tangannya di tarik. Belum berhasil ia menelaah apa yang terjadi, tau tau tubuhnya bergerak kedepan dengan cepat. Sedetik kemudian matanya yang bulat melotot sempurna mendapati wajah Kei yang kini berada tepat di depannya.
Hal pertama yang ingin ia lakukan adalah mendorong Kei menjauh baru kemudian menghajarnya. Ralat, bukan ingin tapi harus. Namun yang terjadi lain ceritanya. Tubuhnya mendadak terasa kaku sementara lidahnya sendiri terasa kelu.
"Awas, hati hati."
"Glek," Airi hanya mampu menelan ludah. Saran Kei barusan sama sekali tidak membantu. Terlebih pria itu mengucapkannya tepat dihadapannya begitu. Bahkan ia bisa mencium aroma mint dari nafasnya.
"Lepasin gue," geram Airi setelah berhasil mendapatkan kembali suaranya.
"Loe bisa jatuh," senyum Kei, namun begitu pada akhirnya ia mengalah. Melepaskan Airi yang langsung mundur lima langkah.
"Loe..." telunjuk Airi lurus.
"Gue barusan nolong loe lagi, masih nggak mau bilang ma kasih?"
Airi membuang muka. Tidak tertarik sama sekali untuk melihat kearah Kei yang kini tersenyum geli. Gadis itu mundur. Kembali duduk kearah bangkunya tadi. Mungkin sebaiknya ia tidak perlu meladeninya. Iya! Sebaiknya memang begitu.
Sejenak suasana hening. Kei masih berdiri di tempatnya dengan tatapan tetap terarah pada Airi. Sementara gadis itu sendiri tidak menoleh kearahnya sama sekali.
Airi masih terdiam. Sebelah tangannya terangkat menyentuh dada kirinya. Astaga, jantungnya. Detakan kali ini bahkan lebih keras dari pada detakan biasanya saat ia selesai olah raga. Untungnya beberapa saat kemudian, busway lewat. Tanpa menoleh sama sekali Airi segera melangkah masuk. Meninggalkan Kei yang masih tidak bergerak di tempatnya.
Next to Cerbung That Girl is mine Part 5
Detail Cerbung
- Judul Cerbung : That Girl is Mine
- Penulis : Ana Merya
- Twitter : @ana_merya
- Fanpage : Star night
- Genre : Cerbung, Cerpen Remaja
- Status : Ongoing
- Words : 1.647 Kata
Akhirnya setelah 30 tahun, muncul kembali.
ReplyDelete:D :D :D
Wukakakakaka....
DeleteNggak selama itu juga kali kak......