Cerpen Remaja Terbaru "That Girl is mine" ~ 15
Holla hallo guys. Ada yang masih kangen sama pasangan Airi - Kei dalam cerbung That Girl's Mine nggak nih? Atau kelamaan timbul tengelam jadinya pada mendadak lupa? Aelah, maapin gue selaku admin yang selalu ngilang ini ya. Secara dunia nyata emang lebih di jadiikan prioritas. Terlebih untuk yang masih berprofesi sebagai karyawan kayak gue. #curcoldetect. So yang penasaran bisa langsung simak kebawah. Buat yang mau tau cerita sebelumnya bisa simak disini....
Airi sudah melangkah untuk masuk kedalam bus yang sedari tadi ia tunggu guna membawanya pulang ketika sebuah tangan terlebih dahulu mencekalnya baru kemudian di tarik menjauh. Niatnya untuk protes ia telan mentah mentah ketika melihat Kei adalah pelakunya. Apa sih maunya ni orang. Nggak ada bosan bosannya ngerecokin dia.
"Loe apaan sih Kei," kesel Airi sambil berusaha untuk menepis tangan Kei. Tapi tidak memberikan dampak yang besar karena tenaga pria itu jelas lebih kuat dari dirinya.
"Loe pulang bareng gue," balas Kei. Kali ini sambil menyodorkan helm kearahnya. Membuat Airi menyadari kalau kini sebuah motor besar sudah terparkir tetap dihadapannya. Gadis itu hanya memutar mata, jengah dengan sikap sosok di hadapannya.
"Kenapa gue harus?"
Kei mengangat sebelah alisnya, matanya mengamati raut menantang Airi di hadapannya. Tak habis pikir, kenapa sih ia bisa suka sama cewek model ginian. Nggak ada manut manutnya sama sekali.
"Harus gitu gue ngingetin loe status loe sekarang?" tanya pria itu balik.
Gantian Airi yang mengernyit. Emang statusnya sekarang ada yang beda?
"Selaku pacar yang baik dan pengertian, tentu aja mulai sekarang loe pulang pergi bareng gue."
"Pacar apa tukang ojek!" balas Airi setengah meledek.
"Nggak ada tukang ojek seganteng gue. Buru, naik."
Airi melemparkan tatapan kesel kearah Kei. Heran, kenapa pria itu jadi suka memerintah semena - mena gitu. Dan harus di garis bawahin. Sejak kapan sih mereka pacaran.
Emp, atau sejak tadi ya? Memikirkan itu, tanpa di komando pipinya terasa panas. Sepertinya global warming semakin parah. Terlebih sejak hutan semakin gundul dan kendaraan semakin memadati kota.
"Buruan Airi. Ini panas tau. Gue udah laper juga."
"Ya udah, kalau laper sama panas. Pergi aja sendiri. Nggak perlu ngajak gue, karena gue..."
"Naik sekarang, atau gue cium loe lagi!"
Glek. Airi menelan ludah sembari melotot tajam kearah Kei. Kesel sampai ke ubun - ubun. Kepalanya menoleh kesekeliling. Untung saja pria itu memarkir motornya agak jauhan dari halte sehingga tidak ada orang - orang yang mendengar ancaman memalukannya barusan.
"Gue nggak bercanda kalau itu yang lagi loe pikirin. Makanya, selagi gue ngomong baik baik. Mendingan loe buruan naik," kata Kei lagi. Tangannya mengerak - gerakan helm yang sedari tadi masih belum Airi sambut.
"Ogah!"
Sebelum Kei beneran merealisasikan ancamannya. Airi dengan cepat menambahkan kalimatnya, "Loe nggak liat gue pake rok pendek gini?"
"Ck, nyusahin banget sih."
Kalimat keluahan yang keluar dari mulut pria itu tentu saja membuat Airi semakin merasa gondok. Hari gini, memangnya itu salahnya dia apa. Dan lagi, siapa juga yang minta di jemput. Plus yang harus di garis bawahi, kenapa coba Kei harus pake motor besar begitu.
"Nih, tutupin paha loe pake jaket gue. Buruan!"
Lagi - lagi kalimat perintah. Sejujurnya Airi paling males di perintah. Apalagi jika perintah itu merupakan perintah semena - mena. Namun kali ini, ia memilih manut. Bersikap kooperatif sepertinya adalah pilihan yang bijak.
"Ini hari sabtu. Loe nggak harus kerja kan? Jadi mendingan kita makan dulu. Gue udah laper," kata Kei saat motor mulai melaju. Airi hanya diam. Bukan karena ia setuju, tapi karena ia memilih pasrah saja. Seolah bakal di dengar aja pendapatnya jika ia mau protes. Ngomong - ngomong, ini kenapa Kei udah tau jadwal kerjanya ya?
"Loe mau makan di mana?" tanya Kei lagi.
Airi tetap memilih bungkam.
"Kalau ditanya itu di jawab Airi?" kata Kei lagi. Kali ini sambil memperlambat laju motornya.
"Terserah."
"Oh. Ternyata loe cewek juga."
Airi mengernyit. Biarpun lirih ia masih mendengar gumaman lirih Kei barusan. Maksudnya apa tuh? Selama ini ia diangap bukan cewek apa gimana?
Walaupun masih tidak mengerti, Airi tetap diam sampai kemudian Kei memarkirkan motornya di halaman parkir salah satu kafe yang terlihat lumayan ramai. Sekilas tempatnya terlihat nyaman. Ala - ala kafe kekinian. Selain dindingnya yang di penuhi dengan lukisan abstark, terdapat juga tempat duduk outdoor yang diatur rapi di bawah pepohonan. Lengkap dengan sebuah kolam kecil di tengahnya. Terlihat lebih sejuk sekaligus lebih alami.
"Kita milih duduk di luar atau di dalam?" tanya Kei sambil menoleh kearah Airi. Gadis itu sediri justru malah sedang asik merapikan rambutnya yang sedikit berantakan karena angin yang menerpa.
"Ar?"
Airi menoleh. Kenapa sih ni orang nanya mulu. Tadi aja suka semaunya. Sekarang sok sokan nanya pendapatnya.
"Terserah. Kan yang mau makan elo."
"Kita!" Kei dengan cepat meralat. Membuat Airi menoleh. Sedikit terkejut dengan nada tegas yang mampir di telinganya. Belum lagi dengan tingkah aneh pria itu yang tiba tiba hanya diam sembari menatapnya. Membuatnya merasa jengah, tadi mengeluh lapar. Kenapa sekarang ia malah hanya bengong sembari menatapnya.
"Oke. Terserah loe aja sih. Loe yang nentuin. Mau di luar atau di didalam. Gue ngikut aja," kata Airi akhirnya. Pandangannya segera ia alihkan kearah sekitar. Menolak untuk beradu pandangan.
"Ya udah. Ayo!"
Dan tanpa permisi, Kei dengan kurang ajarnya meraih tangan Airi. Mengengamnya erat sembari melangkah masuk kearea Kafe. Berjalan kearah meja di bawah pohon yang paling ujung dimana posisinya berada di dekat kolam ikan hias. Sepertinya tempat itu adem.
Kaget dengan ulah Kei, reaksi spontan Airi adalah berusaha untuk melepaskan gengamannya. Namun dengan cepat ia mengurungkan niatnya ketika melihat tatapan tajam penuh peringatan Kei yang ia lemparkan untuknya. Membuat gadis itu lagi lagi manut. Pasalnya jantungnya menadak kembali berulah. Sepertinya kehadiaran pria itu sedikit banyak benar benar sudah memberikan pengaruh buruk pada tubuhnya.
"Loe mau pesen apa?" tanya Kei sambil membuka buka buku menu di hadapannya begitu mereka duduk Pe we. "Sekedar info. Disini nggak ada menu 'terserah' kalau loe belum tau."
Airi memasang raut cemberut. Terlebih ketika sekilas ia melihat pelayan kini berdiri si sampingnya tampak menahan tawa mendengar kalimat sindirian pria itu barusan. Sehingga mau tak mau Airi meraih buku menu tersebut. Menyebutkan pesanannya dengan cepat. Tak perlu banyak gaya pilih sana sini. Airi mah masalah makan nggak pake ribet. Biar enak yang penting murah. Itu aja sih.
"Tau nggak, tempat ini makanannya enak - enak lho," ujar Kei sembari menunggu pesanan mereka datang.
"Gue nggak nanya."
Kalimat balasan Airi membuat Kei menghela nafas. Matanya menatap lurus kearah Airi yang sedari tadi lebih memilih memperhatikan sekeliling ataupun menatap kearah kolam. Fokus pada ikan yang berenang di air jernih tersebut. Pemilik kafe sepertinya sudah merancang semua desai kafenya dari awal.
"Kenapa?" merasa jengah, Airi akhirnya balas menatap kearah Kei. Walau sedari tadi ia tidak melihat ia tetap menyadari kalau pria itu terus menatapnya. Gimana pun juga Airi kan jadi salting di tatap terang terangan gitu begitu lama.
"Bisa nggak sih loe ngomong ke gue pake nada biasa aja?"
"Enggak?" balas Airi tanpa berpikir.
"Kenapa?"
"Karena loe nyebelin, suka maksa dan seenaknya sendiri. Terus juga ..." Airi menunduk, tidak jadi melanjutkan ucapannya. Lebih tepatnya ia tidak sanggup. Entah sejak kapan, tatapan Kei benar benar terasa mengintimidasinya. Padalah Airi sangat sadar, ia bukan tipe orang yang mudah terintimidasi. Tapi dengan Kei, semuanya terasa beda.
"Terus apa?" tanya Kei.
"Loe beneran nggak suka sama gue ya?" tanya Kei lagi karena Airi medadak bungkam.
"Ya," balas Airi lirih.
"Liat lawan bicara loe kalau lagi ngomong Ar."
Merasa jengah, akhirnya Airi kembali menatap kearah lawan bicaranya. Bersiap untuk melontarkan semua uneg uneg di kepala. Tapi urung. Semuanya buyar ketika melihat tangan Kei yang terulur guna meraih tangannya yang sedari tadi diam diatas meja. Mengenggamnya erat. Memberika rasa hangat yang terasa asing bagi Airi.
"Leo beneran nggak suka sama gue?" Kei mengulang kembali pertanyaanya. Kali ini sambil menatap lurus tepat kemanik mata Airi yang juga sedang mendatapnya.
Kalimat 'ya' sudah berada di ujung lidah Airi. Namun gagal terlontar. Tatapan elang Kei seolah menghipnotisnya. Membuat pikirannya blank. Dan yang bisa ia lakukan hanyalah membalas tatapan itu. Detik itu Airi sadar. Selain terlihat tajam, disaat yang sama pandangan Kei juga memberikan rasa teduh.
"Permisi mas, mbak, ini pesanannya," interupsi dari pelayan yang tiba tiba muncul memutusakan tatapan mereka. Airi dengan cepat menarik tangannya sembari mengalihkan pandang ke sekitar. Pipinya terasa panas karena menahan malu. Ia tak henti merutuki dirinya sendiri dalam hati. Sebenernya apa yang terjadi barusan?
Ketemu lagi pada Cerbung That Girl's Mine Part 16
Detail Cerita
Cerpen That girl is mine |
Airi sudah melangkah untuk masuk kedalam bus yang sedari tadi ia tunggu guna membawanya pulang ketika sebuah tangan terlebih dahulu mencekalnya baru kemudian di tarik menjauh. Niatnya untuk protes ia telan mentah mentah ketika melihat Kei adalah pelakunya. Apa sih maunya ni orang. Nggak ada bosan bosannya ngerecokin dia.
"Loe apaan sih Kei," kesel Airi sambil berusaha untuk menepis tangan Kei. Tapi tidak memberikan dampak yang besar karena tenaga pria itu jelas lebih kuat dari dirinya.
"Loe pulang bareng gue," balas Kei. Kali ini sambil menyodorkan helm kearahnya. Membuat Airi menyadari kalau kini sebuah motor besar sudah terparkir tetap dihadapannya. Gadis itu hanya memutar mata, jengah dengan sikap sosok di hadapannya.
"Kenapa gue harus?"
Kei mengangat sebelah alisnya, matanya mengamati raut menantang Airi di hadapannya. Tak habis pikir, kenapa sih ia bisa suka sama cewek model ginian. Nggak ada manut manutnya sama sekali.
"Harus gitu gue ngingetin loe status loe sekarang?" tanya pria itu balik.
Gantian Airi yang mengernyit. Emang statusnya sekarang ada yang beda?
"Selaku pacar yang baik dan pengertian, tentu aja mulai sekarang loe pulang pergi bareng gue."
"Pacar apa tukang ojek!" balas Airi setengah meledek.
"Nggak ada tukang ojek seganteng gue. Buru, naik."
Airi melemparkan tatapan kesel kearah Kei. Heran, kenapa pria itu jadi suka memerintah semena - mena gitu. Dan harus di garis bawahin. Sejak kapan sih mereka pacaran.
Emp, atau sejak tadi ya? Memikirkan itu, tanpa di komando pipinya terasa panas. Sepertinya global warming semakin parah. Terlebih sejak hutan semakin gundul dan kendaraan semakin memadati kota.
"Buruan Airi. Ini panas tau. Gue udah laper juga."
"Ya udah, kalau laper sama panas. Pergi aja sendiri. Nggak perlu ngajak gue, karena gue..."
"Naik sekarang, atau gue cium loe lagi!"
Glek. Airi menelan ludah sembari melotot tajam kearah Kei. Kesel sampai ke ubun - ubun. Kepalanya menoleh kesekeliling. Untung saja pria itu memarkir motornya agak jauhan dari halte sehingga tidak ada orang - orang yang mendengar ancaman memalukannya barusan.
"Gue nggak bercanda kalau itu yang lagi loe pikirin. Makanya, selagi gue ngomong baik baik. Mendingan loe buruan naik," kata Kei lagi. Tangannya mengerak - gerakan helm yang sedari tadi masih belum Airi sambut.
"Ogah!"
Sebelum Kei beneran merealisasikan ancamannya. Airi dengan cepat menambahkan kalimatnya, "Loe nggak liat gue pake rok pendek gini?"
"Ck, nyusahin banget sih."
Kalimat keluahan yang keluar dari mulut pria itu tentu saja membuat Airi semakin merasa gondok. Hari gini, memangnya itu salahnya dia apa. Dan lagi, siapa juga yang minta di jemput. Plus yang harus di garis bawahi, kenapa coba Kei harus pake motor besar begitu.
"Nih, tutupin paha loe pake jaket gue. Buruan!"
Lagi - lagi kalimat perintah. Sejujurnya Airi paling males di perintah. Apalagi jika perintah itu merupakan perintah semena - mena. Namun kali ini, ia memilih manut. Bersikap kooperatif sepertinya adalah pilihan yang bijak.
"Ini hari sabtu. Loe nggak harus kerja kan? Jadi mendingan kita makan dulu. Gue udah laper," kata Kei saat motor mulai melaju. Airi hanya diam. Bukan karena ia setuju, tapi karena ia memilih pasrah saja. Seolah bakal di dengar aja pendapatnya jika ia mau protes. Ngomong - ngomong, ini kenapa Kei udah tau jadwal kerjanya ya?
"Loe mau makan di mana?" tanya Kei lagi.
Airi tetap memilih bungkam.
"Kalau ditanya itu di jawab Airi?" kata Kei lagi. Kali ini sambil memperlambat laju motornya.
"Terserah."
"Oh. Ternyata loe cewek juga."
Airi mengernyit. Biarpun lirih ia masih mendengar gumaman lirih Kei barusan. Maksudnya apa tuh? Selama ini ia diangap bukan cewek apa gimana?
Walaupun masih tidak mengerti, Airi tetap diam sampai kemudian Kei memarkirkan motornya di halaman parkir salah satu kafe yang terlihat lumayan ramai. Sekilas tempatnya terlihat nyaman. Ala - ala kafe kekinian. Selain dindingnya yang di penuhi dengan lukisan abstark, terdapat juga tempat duduk outdoor yang diatur rapi di bawah pepohonan. Lengkap dengan sebuah kolam kecil di tengahnya. Terlihat lebih sejuk sekaligus lebih alami.
"Kita milih duduk di luar atau di dalam?" tanya Kei sambil menoleh kearah Airi. Gadis itu sediri justru malah sedang asik merapikan rambutnya yang sedikit berantakan karena angin yang menerpa.
"Ar?"
Airi menoleh. Kenapa sih ni orang nanya mulu. Tadi aja suka semaunya. Sekarang sok sokan nanya pendapatnya.
"Terserah. Kan yang mau makan elo."
"Kita!" Kei dengan cepat meralat. Membuat Airi menoleh. Sedikit terkejut dengan nada tegas yang mampir di telinganya. Belum lagi dengan tingkah aneh pria itu yang tiba tiba hanya diam sembari menatapnya. Membuatnya merasa jengah, tadi mengeluh lapar. Kenapa sekarang ia malah hanya bengong sembari menatapnya.
"Oke. Terserah loe aja sih. Loe yang nentuin. Mau di luar atau di didalam. Gue ngikut aja," kata Airi akhirnya. Pandangannya segera ia alihkan kearah sekitar. Menolak untuk beradu pandangan.
"Ya udah. Ayo!"
Dan tanpa permisi, Kei dengan kurang ajarnya meraih tangan Airi. Mengengamnya erat sembari melangkah masuk kearea Kafe. Berjalan kearah meja di bawah pohon yang paling ujung dimana posisinya berada di dekat kolam ikan hias. Sepertinya tempat itu adem.
Kaget dengan ulah Kei, reaksi spontan Airi adalah berusaha untuk melepaskan gengamannya. Namun dengan cepat ia mengurungkan niatnya ketika melihat tatapan tajam penuh peringatan Kei yang ia lemparkan untuknya. Membuat gadis itu lagi lagi manut. Pasalnya jantungnya menadak kembali berulah. Sepertinya kehadiaran pria itu sedikit banyak benar benar sudah memberikan pengaruh buruk pada tubuhnya.
"Loe mau pesen apa?" tanya Kei sambil membuka buka buku menu di hadapannya begitu mereka duduk Pe we. "Sekedar info. Disini nggak ada menu 'terserah' kalau loe belum tau."
Airi memasang raut cemberut. Terlebih ketika sekilas ia melihat pelayan kini berdiri si sampingnya tampak menahan tawa mendengar kalimat sindirian pria itu barusan. Sehingga mau tak mau Airi meraih buku menu tersebut. Menyebutkan pesanannya dengan cepat. Tak perlu banyak gaya pilih sana sini. Airi mah masalah makan nggak pake ribet. Biar enak yang penting murah. Itu aja sih.
"Tau nggak, tempat ini makanannya enak - enak lho," ujar Kei sembari menunggu pesanan mereka datang.
"Gue nggak nanya."
Kalimat balasan Airi membuat Kei menghela nafas. Matanya menatap lurus kearah Airi yang sedari tadi lebih memilih memperhatikan sekeliling ataupun menatap kearah kolam. Fokus pada ikan yang berenang di air jernih tersebut. Pemilik kafe sepertinya sudah merancang semua desai kafenya dari awal.
"Kenapa?" merasa jengah, Airi akhirnya balas menatap kearah Kei. Walau sedari tadi ia tidak melihat ia tetap menyadari kalau pria itu terus menatapnya. Gimana pun juga Airi kan jadi salting di tatap terang terangan gitu begitu lama.
"Bisa nggak sih loe ngomong ke gue pake nada biasa aja?"
"Enggak?" balas Airi tanpa berpikir.
"Kenapa?"
"Karena loe nyebelin, suka maksa dan seenaknya sendiri. Terus juga ..." Airi menunduk, tidak jadi melanjutkan ucapannya. Lebih tepatnya ia tidak sanggup. Entah sejak kapan, tatapan Kei benar benar terasa mengintimidasinya. Padalah Airi sangat sadar, ia bukan tipe orang yang mudah terintimidasi. Tapi dengan Kei, semuanya terasa beda.
"Terus apa?" tanya Kei.
"Loe beneran nggak suka sama gue ya?" tanya Kei lagi karena Airi medadak bungkam.
"Ya," balas Airi lirih.
"Liat lawan bicara loe kalau lagi ngomong Ar."
Merasa jengah, akhirnya Airi kembali menatap kearah lawan bicaranya. Bersiap untuk melontarkan semua uneg uneg di kepala. Tapi urung. Semuanya buyar ketika melihat tangan Kei yang terulur guna meraih tangannya yang sedari tadi diam diatas meja. Mengenggamnya erat. Memberika rasa hangat yang terasa asing bagi Airi.
"Leo beneran nggak suka sama gue?" Kei mengulang kembali pertanyaanya. Kali ini sambil menatap lurus tepat kemanik mata Airi yang juga sedang mendatapnya.
Kalimat 'ya' sudah berada di ujung lidah Airi. Namun gagal terlontar. Tatapan elang Kei seolah menghipnotisnya. Membuat pikirannya blank. Dan yang bisa ia lakukan hanyalah membalas tatapan itu. Detik itu Airi sadar. Selain terlihat tajam, disaat yang sama pandangan Kei juga memberikan rasa teduh.
"Permisi mas, mbak, ini pesanannya," interupsi dari pelayan yang tiba tiba muncul memutusakan tatapan mereka. Airi dengan cepat menarik tangannya sembari mengalihkan pandang ke sekitar. Pipinya terasa panas karena menahan malu. Ia tak henti merutuki dirinya sendiri dalam hati. Sebenernya apa yang terjadi barusan?
Ketemu lagi pada Cerbung That Girl's Mine Part 16
Detail Cerita
- Judul Cerbung : That Girl's Mine
- Penulis : Ana Merya
- Instagram : @anamerya
- Twitter : @ana_merya
- Genre : Romantis
- Lenght : 1.282 Words
- Status : Ongoing
Ini yang di tunggu, makasih kak udah di lanjutin ������ aku menunggu kelanjutannya kak
ReplyDeletekak, kok ga dilanjut?? udah 2 bulan ngilang
ReplyDeleteDuh mana lanjutannya nih
ReplyDeleteMana lanjutannya nih
ReplyDeleteIya kak di tunggu sampe skrang kok blum ada lnjutannya??
ReplyDeleteMana lanjutannya jadi makin penasaran
ReplyDeleteNihh nunggu klanjutanya nympe kpan yahh
ReplyDeleteNihh klanjutanya gmana ya... Dah lama nunggu jga..
ReplyDeleteKcewa nihh ga da klanjutanya.....
ReplyDeleteKecewa nihh ga da klanjutanya
ReplyDeleteIni gmana klanjutanya... Dah lma ga lnjut...
ReplyDeleteUda setaun ga ada kabar lanjutannya ka..
ReplyDeleteKakaaaaaak lagi dong kak
ReplyDelete