Cerbung Terbaru "Let It Flow " ~ Part 03

Lanjut cerbung Let It Flow part 3 yang berhasil di publis. Padahal ini ngetiknya beneran udah lama lho. Sigin blogger aja yang emang nggak pernah. Ck, admin kebetulan emang sok sibuk banget ini mah. Maklumlah, masih berpofesi sebagai cungpret. Wk wk wk. So, buat yang penasaran bisa langsung simak ke bawah. Untuk yang udah lupa sama jalan ceritanya bisa di simak dulu disini. Happy reading

Cerbung Let It Flow

Pulang dari kantor, Er tidak langsung menuju kerumahnya. Ia lebih memilih mengendarai motornya kearah Perum. Greand Land, tempat dimana Yaya, sahabatnya tinggal. Tidak lebih dari lima belas menit perjalanan, ia sudah berada tepat di depan rumah sahabatnya itu.

“Tumben amat loe, pulang kerja mau langsung main kesini?” kata Yaya sambil mematikan kompornya. Pas Er muncul tadi ia memang sedang memasak untuk makan malam.

“Laki loe belum balik?” bukannya menjawab, Er lebih memilih balik bertanya sembari tangannya menjejalkan chiki chiki ke dalam mulut. Ngomong – ngomong dari dulu Yaya memang suka ngoleksi cemilan. Makanya Er paling suka kalau ngobrol bareng Yaya itu di dapur. Jadi sambil mengobrol, mulutnya juga bisa ngemil. Pas pulang tau tau udah kenyang.

“Belum. Tadi sih bilangnya ada operasi darurat. Mungkin jam 8 baru balik,” balas Yaya. “Gue udah beres masak nih, loe mau makan dulu.”

Er mengeleng. Kali ini tangannya beralih kearah toples yang berisi keripik pisang.

“Lagi ada masalah di kantor ya?”

Sekilas Er menoleh kearah Yaya yang sudah duduk di hadapannya. Tak urung seulas senyum mangkir. Tak heran jika Yaya bisa menyandang status sebagai sahabatnya, gadis itu selalu bisa membaca gelagatnya tanpa perlu ia mengarang prolog terlebih dahulu.

Ngomong – ngomong, Yaya ini adalah sahabat Er sejak zaman kuliah di Universitas Riau Pekanbaru dulu. Pertama kenalan sejak awal masa orentasi, taunya mereka langsung merasa klop. Berlanjut dengan kenyataan ternyata mereka satu jurusan dan berada dalam kelas yang sama.

Setelah lulus, Yaya memutuskan untuk berkerja di Batam. Dulu nyari kerja di sini memang lebih mudah. Terlebih gadis itu memang ditawari berkerja di Bank oleh sepupunya yang menetap disini. Tidak sampai 4 bulan kemudian, Er menyusul. Mencoba merintis karirnya juga. Dengan bantuan Yaya yang memiliki banyak koneksi, tak menunggu lama Er berhasil dapat kerjaan. Menjadi admin di salah satu kantor jaringan provider yang lumayan ternama di Indonesia, kantornya dimana ia bekerja sekarang.

Namun terhitung sejak enam bulan yang lalu, Yaya menikah dengan seorang Dokter spesialis muda. Begitu menikah, Yaya resign dari Bank dan memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga sembari jualan tas online di rumah. Persis seperti cita citanya dulu yang memang tidak ingin berkerja lagi setelah menikah. Beruntung, penghasilan seorang dokter memang tinggi. Apalagi dokter spesialis seperti Arkan, suaminya Yaya.

“Gue beneran galau tau nggak sih.”

“Justru aneh kalau ratu galau tapi nggak galau,” senyum Yaya. “Kali ini kenapa? Bos loe gilanya kumat? Emang loe di suruh ngapain hari ini? Memalsukan anggaran event lagi?”

Er menggeleng. “Lebih parah dari itu.”

Yaya tidak berkomentar, tapi dari ekpresinya tampak ia masih menunggu lanjutan ceritanya.

“Loe inget kalau gue pernah cerita tentang Iren yang udah resign dulu kan?”

Walau sebeneranya Yaya tidak terlalu ingat Iren ini yang mana, tak urung gadis itu mengangguk. Biar cepat.

“Nah, pengantinya dia udah ada. Dan loe tau siapa?”

“Oh ya. Bagus donk. Emangnya siapa?”

“Rendy.”

“Rendy?” Yaya membeo.

“Iya. Rendy!”

“Rendy siapa?” Yaya masih belum nangkep kemana pembicaraan ini akan di bawah. Terlebih dari cara Er menyampaikan barusan seolah mengatakan bahwa Yaya harusnya sudah tau dia siapa.

“Emang ada berapa banyak Rendy yang loe kenal sih Ya?”

“Ya banyak. Ada Rendy, tukang gorengan di depan. Ada Rendy, dokter kandungan temen laki gue. Terus juga ada Rendy, teman SD. Tapi nggak mungkin dia, karena dia nggak kenal sama loe,” kata Yaya sambil mengingat – ingat. Membuat Er merasa jengah. Penting gitu dia tau siapa saja Rendy yang Yaya kenal. Peryataan nya tadikan hanya kalimat skeptis. “Atau ada juga Rendy teman kampus kita yang dulu loe tem…” Yaya menghentikan ucapannya. Maatnya melotot kearah Er dengan pandangan tak percaya. “Tunggu dulu. Jangan bilang Rendy yang itu?”

Terserah siapa ‘itu’ yang Yaya maksud, tapi kali ini Er mengangguk.

“Ih, demi apa. Beneran Rendy Paraswira temen kampus kita? Yang dulu loe tembak di halaman kampus tapi taunya malah di tolak?”

Ini Yaya kebangetan banget sih. Harus banget gitu ia memperjelas tragedi memalukannya dulu.

Melihat wajah Er yang benar benar kusut, tawa Yaya justru meledak.

“Ya ampun Sa, ini dunia yang kelewat sempit atau memang Tuhan yang terlalu baik sih? Udah jauh jauh loe nyasar ke Batam, ujung ujungnya loe malah bisa satu kantor sama dia. Astaga, gue nggak percaya. Kok bisa?”

Er menutup toples keripik pisang dihadapannya. Makanan itu sudah tidak menarik. Ia seratus persen setuju dengan kalimat Yaya barusan. Kok bisa?

“Ngenes banget ya nasip gue?”

“Iya, ngenes,” angguk Yaya cepat. “Secara udah lama banget ya kan. Sudah 4 atau 5 tahun ya? Dan baru sekarang kalian ketemunya.”

“Gue justru malah berharapnya seumur – umur nggak bertemu dia lagi Ya.”

“Ck, jangan gitu ih. Ini mah namanya takdir. Jangan – jangan ini jalannya Tuhan sebagai penujuk bahwa kalian itu ternyata beneran jodoh.”

Gantian Er yang mendelik. Sama sekali tidak setuju dengan penutup kalimat Yaya barusan. “Loe lupa ya? Terakhir kali loe bilang kalau gue sama Rendy itu jodoh, loe suruh gue nembak dia duluan. Taunya gue cuma kege-er an sama sikap baiknya selama ini. Ujung – ujungnya gue malah mempermaluin diri sendiri karena ternyata gue malah di tolak mentah mentah.”

Lagi – lagi Yaya tertawa. Membuat kekesalan Er semakin meningkat.

“Mending gue balik deh. Kok gue jadi nyesel ya datang kesini.”

Dengan cepat tangan Yaya terulur menahan Er. Membuat gadis itu kembali menempati tempat duduknya.

“Oke sorry sorry sorry. Gue terbawa perasaan,” kata Yaya sambil berusaha menahan rasa gelinya. “Gue nggak mungkin lupa lah Sa. Secara abis di tolak dulu kan loe patah hatinya ngeri banget. Dua minggu full kalau nggak salah loe habisin cuma buat nangisin dia dan ngedekem di kamarkan?”

Er kembali mengernyit. Yaya ini kenapa hobby banget sih bikin kesel orang. Nggak afdhal rasanya kalau nggak bikin kesabarannya habis. Heran juga kenapa ia bisa bersahabat baik dengan manusia seperti itu.

Baiklah, jadi begini ceritanya. Here we go ...

Dulu itu pas jaman kuliah selain deket sama Yaya yang satu jurusan. Er juga deket dengan sosok yang bernama Rendy. Udah kayak soulmate gitu deh. Kemana mana sering bareng. Rendy sendiri adalah juga mahasiswa kampus mereka. Mereka satu angkatan, satu jurusan tapi beda kelas. Pertama kenal saat masa orentasi karena mereka berada dalam satu kelompok. Dikerjain senior bareng dan gila gilaan bareng.

Seiring berlalunya waktu, hubungan Rendy dan Er juga terlihat semakin dekat. Sering mereka kedapatan jalan bareng, nongkrong di kafe, jalan jalan di mall walau tak jarang kadang Yaya ataupun temennya yang lain ikut juga. Tapi memang yang paling deket sih sama si Er. Padahal kalau di inget tampilan Er dulu sama sekarang beda jauh. Jauh banget malah.

Dulu yang namanya Erisa Ciantury ini nggak kenal sama sekali yang namanya dandan. Kemana mana seringnya pasti pake jins, kaos sama sneakers. Terus rambutnya di kucir satu. Kalau nggak ya di potong pendek. Nggak ada feminim feminimnya sama sekali. Bahkan seumur umur mereka ngampus, Er nggak pernah kenal sama yang namanya rok.

Lain dulu lain serkang. Tampilan Er sudah beda seratus delapan puluh derjat. Er nggak akan pernah keluar dari rumahnya tanpa make up di wajah. Walau nggak masuk dalam kategori menor juga sih. Malah terlihat cantik dan natural. Rambutnya sudah ia smoothing lurus, malah di cat agat kecoklat coklatan. Koleksi kaos dan jinsnya juga sudah berganti dengan gaun modis atau stelan rok span. Sementara sneakers beralih menjadi high heels atau nggak wedges. Sneakers dan kaos hanya di pake seminggu sekali, itu pun jika pas rajinnya Er kumat untuk ikutan lari pagi di dataran Engku Putri setiap hari minggu.

Kembali ke masa masa kuliah dulu. Rendy lumanyan terkenal di kampusnya. Selain karena tampangnya yang memang oke, pria yang satu ini juga bukan tipe yang suka neko neko. Nggak pernah absent sholat jumat kecuali memang ada urusan yang nggak bisa di tinggal. Tidak pernah merokok juga terlibat minum – minuman keras. Ngebar, apalagi. Biar tampangnya mendukung, doi juga tidak pernah menyalah gunakannya untuk mematahkan hati cewek dengan sengaja. Dalam artian ngajak jadian terus diputusin. Paling ia deket sama cewek sekedar say hallo atau yah ramah tamah biasalah. Satu satunya cewek yang paling deket sama Rendy ya Er ini.

Dan untuk kasus tragedi penembakan yang di lakukan oleh Er, sebenarnya Yaya ikut andil disini. Melihat kedekatan antara Rendy dan Er yang kemana – mana sering bareng, membuat Yaya merasa gemes. Apalagi banyak temen temennya yang sudah heboh sana sini menganggap kalau mereka berdua sebenarnya pacaran. Tapi saat Yaya konfirmasi langsung ke Er, gadis itu bilang mereka hanya sahabatan.

Sampai kemudian, Yaya sering nyekokin Er tentang pendapat pendapatnya. Bahwa mustahil antara pria dan wanita itu hanya sekedar sahabatan. Belum lagi, dengan iming iming usia mereka yang memang sudah pantas cinta cintaan. Muji muji Rendy yang memang terkesan tidak ada celanya, tipe pasangan idaman gitu deh. Yakin, Er nggak nyesel kalau nantinya Rendy jadian sama cewek lain?

Mungkin karena Yaya terlalu gencar, lama lama Er terpengaruh. Secara perlahan pendapatnya ke Rendy mulai berubah. Dan entah kapan awal mulanya, gadis itu benar benar menyukai Rendy. Er bahkan sering sengaja modus minta antar sana sini atau tolong apa gitu yang nggak penting penting amat pada Rendy, dan pria itu sama sekali tidak menolak. Siapa yang nggak baper coba.

Dan akhirnya, sehari setelah wisuda. Saat ia dan para mahasiswa angkatannya sengaja kumpul di kampus, sekedar perpisahan terakhir untuk para rekan yang mungkin akan jadi pertemuan terakhirnya, Er nekat nembak Rendy, mengungkapkan perasan sukanya dan mengajak mereka jadian. Tentunya setelah di paksa paksa oleh Yaya, Yaya yakin bahwa Rendy juga memiliki rasa yang sama. Mustahil pria itu tidak menyukainya jika mereka selalu bersama. Apalagi selama 4 tahun bersama, Rendy memang tidak punya pacar. Yaya bahkan harus meyakinkan Er untuk tidak ragu, pake bawa bawa jaman Emansipasi Wanita segala.

Tapi sayangnya, dugaan Yaya salah. Rendy menolak pernyataan cinta dari Er. Pria itu beralasan bahwa ia murni menganggap Er hanya sebatas sahabat. Terus terang, itu untuk pertama kalinya Yaya benar benar menganggap Rendy adalah cowok super brengsek. Waktu itu ia benar – benar merasa bersalah pada Er. Apalagi Er kebetulan nembaknya dikampus. Beberapa temannya pasti ada yang melihat dan kemudian menyebarkannya dari mulut ke mulut. Sampai - sampai Er aseli benar benar mengurung diri di kostannya selama 2 minggu baru kemudian memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya di pulau Meranti.

Yaya semakin merasa bersalah, apalagi ketika itu ia tahu bahwa Er sebenarnya sudah di terima kerja di salah satu PT. Ternama yang ada di kota Pekanbaru yang akhirnya ia lepaskan begitu saja karena tak ingin berada dalam satu kota dengan Rendy yang memang asli warga sana. Malu juga sama rekannya yang lain yang anak Pekanbaru juga.

Untuk menebus kesalahannya, Yaya berusaha maksimal untuk mencarikan Er pekerjaan. Sesuatu yang sangat sangat di syukurinya adalah, walaupun Er sempat marah pada, pada akhirnya gadis itu mau memaafkannya. Setelah ia bujuk rayu, akhirnya Er mau ke Batam dan mereka tetap bersahabat sehingga sekarang.

Next cerbung Let It Flow Part 4
Detail Cerbung

• Judul : Let It Flow
• Penulis : Ana Merya
• Instagram : @anamerya
• Twitter : @ana_merya
• Genre : Romantis
• Status : Ongoing
• Length : 1.737 Words

Lanjut Baca : || ||

Ana Merya ~ Aku adalah apa yang aku pikirkan ~

Share :