Cerita SMA Diera Diary ~ 03 { Update }
Baiklah, cerita berlanjut man ceman. Tapi gue ngepostingnya ansuran ya. Nggak sekali lalu. Jadi sekarang giliran Cerita SMA Diary diera part 3. Busyed, baru ngeh gue kalau ternyata postingan di blog Star Night ternyata ada ratusan. Pegel juga tau tangannya ngedit tulisan mulu. Baru mo nyelesein Serial Diera Diary aja rasanya udah tepar.
Tapi tetep, kali ini tulisannya udah mulai rada rapi kan? Nggak amburadul lagi kayak kemaren. Jadi lebih enak di bacanya. Soal kelanjutan cerpennya kemaren. Waullahu’alam deh. Gue juga nggak tau kapan gue mau lanjutin. Gue masih mau pindahin postingan blog gue kesini aja udah cukup untung. Sebelum lanjut part sebelumnya bisa di cek sini.
Akhirnya saat saat yang dinantikan pun tiba. Semua yang ikutan camping bener-bener gembira. Sambil nyanyi-nyanyi bareng mereka masuk ke hutan. Rencana nya camping akan di lakukan selama dua hari.
Pokok nya acaranya seru deh, selain untuk seneng-seneng mereka juga mengadakan penelitian tentang keadaan alam sekitar. Dan pada malam harinya. Semuanya berkumpul bareng di depan kemah-kemah mengeLillyngi api ungun yang mereka buat.
Semua cewek langsung pada seneng karena karena meliahat idola merka yang tidak hanya keren. Tapi juga pinter main gitar bahkan suaranya bagus lagi. Waktu itu ia lagi nyanyiin lagu ku menunggunya d’bagindas band. Emang sih tu lagu lagi ngertern banget di radio radio atau tivi tivi.
Semuanya asik mendengarkan sambil ikutan nyanyi bareng. Diera begitu menikmatinya. Dan tanpa ia sadari sebenarnya dari tadi Rian juga sekali-kali menatap kearahnya.
Pada keesokan harinya, semuanya sudah bersiap-sipap. Karena agendanya hari ini mereka akan menjelajajahi hutannya. Sebelum itu Pembina memberika pengarahan. Pukul sembilan tepat semuanya berangkat.
Diera berjalan paling belakang dengan mengendong tas yang lumayan berat. Kesel banget dia sama Rian. Kayak nya tu anak emang sengaja ngerjain dia deh. Mana Rian seendiri dikeLillyngi cewek mulu lagi.
Tak berapa lama kemudian sang Pembina memberi pemberitauhan untuk istirahat sejenak sambil makan siang. Diera langsung duduk diatas rumput, cape hati men, jiwa raga juga. Mana teman-temannya nggak satu regu sama dia lagi…. Huh bener-bener camping yang menyebalkan deh menurutnya.
Ia yang sedang minum langsung tersedak karena ada yang menepuk pundaknya dari belakang. Begitu menoleh ternyata ada seseorang di sampingnya. Kalau nggak salah sih dia teman sekelasnya Rian.
“Upss… sory sory sory. Gue ngagetin loe ya?”
“Eh nggak papa kok. Emang sempet kaget dikit sih” sahut Diera sambil mengelap mulutnya.
“Aduh beneran sory ya. Gue nggak sengaja.”
Diera hanya tersenyum.
“Kayaknya loe capek banget.”
“Lumayan sih.”
“Oh ya, kita belom kenalan. Nama gue Pasya. Loe Diera kan?” katanya sambil mengulurkan tangan.
Diera menganguk membenarkan sambil membalas uluran tangan Pasya.
“Kok tau?”
“Siapa sih yang nggak kenal sama cewek cantik kaya loe.”
“Ah loe bisa aja,” balas Diera malu.
Ya mereka terus berbicara dengan akrap, kayak udah lama kenal gitu. Ya lumayan lah bisa ngilangin rasa keselanya Diera gara-gara ulah Rian.
Tak terasa waktu istirahat sudah habis, dan perjalanna harus di lanjutkan. Dan ternyata Pasya anaknya baik juga, dia bahkan membantu Diera membawakan tas nya yang lumayan berat. Membuat Diera merasa semakin dekat padanya tanpa menyadari sedari tadi ada sepasang mata yang terus memperhatikan ulahnya dengan donkol.
Mereka terus berjalan, karena kurang melihat kanan dan kiri tiba-tiba Diera tergelincir dan hampir jatuh ke dalam jurang. Untunglah Pasya yang ada di sampingnya melihatnya. Dan berusaha keras memegangi tangannya. Rian yang tidak jauh dari sampingnya melihat dan langsung membantunya.
Semuanya merasa lega karena Diera sudah bisa sampai di atas, sampai tiba-tiba tanah yang di injek Rian runtuh, spontan ia mencari pegangan orang yang di samping nya yang tak lain adalah Diera yang masih shock. Tentu saja di nggak siap sama kejadian kayak gitu. Alhasil. Mereka berdua masuk ke jurang. Ups
Semunya langsung teriak kaget. Sementara kedua orang itu terus mengelinding kebawah. Untung lah mereka tidak benar-benar jatuh ke dalam jurang yang dalam. Mereka terhalang oleh pohon yang tumbuh disekitarnya. Tapi dalam keadaan tak sadarkan diri.
Setelah beberapa lama, akhirnya Diera sadarkan diri. Dia coba mengingat-ingat kejadianya dialaminya. Seluruh tubuhnya teras ngilu. Ia baru sadar dan melihat-lihat sekelilingnya mencari-cari Rian. Tampaklah Rian yang tidak jauh darinya masih tergeletak pinsan. Dengan tergesa-gesa di hampirinya.
“Rian… Rian bangun donk,” katanya cemas sambil mengoyang-goyangkan tubuh Rian.
“Ian, loe jangan mati donk. Takut ni gue….” tambah Diera lagi. Tak terasa air mata menetes di pipinya.
Tak berapa lama kemudian barulah Rian sadar. Dia merasa seluruh tulang-tulang nya seperti remuk. Ngilu semua. Dia melihat ke sekelilingnya dan kaget melihat Diera yang ada di sampingnya menunduk sambil nangis.
“Loe kenapa?”
Diera kaget, langsung menoleh.
“Sukurlah loe masih hidup. Gue pikir loe udah mati….” Kata Diera lega sambil menyeka air matanya.
“Mati?!.... enak aja. Gue masih hidup kali” balas Rian sewot dan berusaha berdiri. Diera jadi sebel.
“Rian kita di mana nih?” tanya Diera setelah beberapa saat.
“Ya di hutan lah. Dikira lagi di mall. Loe nggak bisa liat sekeLillyng apa. Pohon semua. Pake nanya lagi.”
“Elo tu ya…. Nggak bisa apa ngomong baik-baik. Nyebelin banget. Manusia bukan sih?” balas Diera. Rian menatap sinis mendengarnya. “ huh… sial banget sih nasib gue. Kenapa juga harus terjebak di hutan gini bareng sama loe.”
“Aduh!” kata Rian tiba-tiba langsung terduduk.
“Eh Rian, loe kenapa?” Diera kaget dan langsung menghampirinya.
“Kaki gue sakit. Aw…..”
“Ha. Mana?. Kenapa? “ Diera panic.
Dan tiba-tiba Rian tertawa. Ha ha ha. Emang enak dikerjain. Jelas saja Diera gerem banget dan lagsung melemparkan tasnya ke arah Rian.
“Kayaknya loe kwatir banget sama gue. Ha ha ha. Jangan – jangan loe suka ya sama gue?” kata Rian.
“Ya nggak lah. Udah gila apa gue bisa sampai naksir sama loe. Gue masih punya mata kali buat mbedain orang.”
“Masa?”.
Rian sengaja ingin mengoda Diera. Ia menatap tajam kearah nya. Kontan Diera langsung merasa deg degan. Secara dia emang beneran naksir sama tu orang. Sampai kemudian Rian kembali tertawa karena melihat Diera yang salah tingkah. Diera jelas malu banget. Dan mengalihkan pembicaraan dengan mengajak Rian untuk segera mencari jalan pulang. Karena sepertinya mereka beneran nyasar deh. Mana tidak ada tanda-tanda keberadaan teman-temannya lagi. Apalagi ia juga nggak tau seluk beluk hutan itu dan hari juga sudah semakin sore.
Rian berjalan dengan cepat. Diera begitu lelah mengejarnya.
“Huh…. Dia benar-benar manusia yang tidak punya perasaan” gerutnya lirih.
Rian yang mendengarnya berhenti dan memandang tajam kearahnya. Diera langsung tersenyum melihatnya. Takut Rian marah mendengar omongannya tadi.
Saat mereka sedang berjalan, sayup terdengar suara seperti binatang apa gitu. Mereka juga nggak tau. Diera langsung berlari ketakutan sambil memegangi tangan Rian.
“Rian suara apa tuh. Jangan-jangan harimau lagi.”
“Nggak usah ngasal deh. Sok takut segala. lagian Mana ada harimau di hutan ini. Bilang aja loe pengen meluk gue. Ia kan?”
Diera kesel mendengarnya, dengan segera di lepaskannya gengaman tangannya.
“Siapa juga yang pengen meluk loe. Gue beneran takut kali. Lagian kalau Kalau bukan harimau. Terus apa donk. Jangan-jangan babi hutan lagi.”
Rian kaget, sepertinya di juga takut tapi pura pura berani saja Dan lagsung memintanya untuk cepetan dan berjalan didepan saja. Diera terpaksa manut.
Tiba-tiba terdengar suara ranting pohon yang jatuh dari belakang. Diera berbalik. Tampak lah Rian yang terduduk sambil mengerang kesakitan.
“Aduh. Diera tunggu. Kaki gue sakit,” teriak Rian. Diera memandang wajahnya dengan tatapan curiga.
“Eh loe pikir. Loe bisa ngerjain gue lagi. Sory ya…. Nggak akan” selesai berkata Diera kembali melanjutkan perjalanan.
Diera terus berjalan. Tapi dia Heran karena Rian tidak juga menyusulnya. Akhirnya dia balik lagi dan melihat Rian masih duduk di tempat tadi sambil memegangi kakinya.
“Udah deh Rian, nggak usah acting lagi deh. Buruan yuk udah sore nih.”
Tapi Rian diam saja. Diera pun memutuskan menghampirinya. Dan dia kaget karena kaki Rian merah oleh darah. Kayaknya luka akhibat kejatuhan ranting pohon tadi deh.
“Ya ampun Rian. Ini beneran ya” kata Diera sambil duduk tepat disamping Rian. “Sory, gue pikir tadi loe bercanda.” Sambungnya lagi sambil membatunya. Di keluarkannya sapu tangan dari saku celana panjangnya untuk membalut luka tersebut. Untung lah lukanya nya tidak terlalu dalam hingga tidak terlalu berbahaya.
“Mendingan kita berhenti aja dulu. Tunggu luka loe agak baikan dikit. Kita istirahat di sini aja. Lagian ini juga udah hampir malam. Gue ngumpuin ranting buat api ungun dulu bentar.”
“Nggak. Kita jalan aja terus. Gue nggak papa kok” tolak Rian sambil mencoba berdiri.
“Loe tu emang mau menang sendiri aja ya. Sekali-kali ngalah kenapa sih.”
“Kan gue udah bilang kalau gue nggak kenapa-napa,” Rian tetap ngotot.
“Oke, loe emang nggak kenapa-napa. Tapi loe mikir nggak sih. Gue tu cape. Gue mau istirahat. Kalau loe emang mau jalan. Jalan aja sediri. Gue mau tetep di sini. Titik!” tanpa menunggu jawaban dari Rian, ia mengumpulkan rerantingan pohon yang kering dan mengongokannya.
“Loe punya korek api nggak?” tanya Diera.
Saat itu hari memang sudah mulai gelap. Tanpa berkata apapun Rian mengeluarkan korek api dari sakunya dan memberikannya pada Diera.
Diera duduk sambil memandangi api ungunnya. Matanya mentap ke langit malam, melihat taburan bintang disana. Dan di sampingnya, Rian juga melakukan hal yang sama. Diera lebih memilih diam dari pada ngajakin ngomong yang malah bikin kesel. Apalagi ia juga merasa sangat kedinginan. Mana jaketnya ada ditas yang di bawain sama Pasya lagi.
“Nih pake” kata Rian sambil memberikan jaket yang tadi di pakenya. Diera nggak percaya. Tumben banget ni anak baik.
“Ma kasih aja deh, buat loe aja” tolak Diera.
“Jangan ge’er dulu. Gue Cuma nggak mau loe sakit gara-gara kedinginan. Karena loe bakal nyusaih gue kalau sakit. Gue nggak mau ngendong loe. Berat tau.” sambungnya kemudian. “Jadi buruan pake” .
Diera sebel sih dengernya. Tapi tak urung di pakenya juga jacket tersebut, apalagi dia merasa tubuhnya seperti mau beku. Mana dia juga laper lagi.
Diera teringat pembicaraan nya bersama teman-temannya beberapa hari yang lalu, kalau di camping ini mereka nggak bakal kelaparan karena Lilly menjadi seksi konsumsi. Tapi sekarang, bahkan ia sendiri yang menjadi seksi konsumsinya, nasibnya malah kayak gini. Berlahan
Diera meraih tasnya, kali aja ada sesuatu yang bisa di makan. Apalagi di kan paling doyang ngemil. Dan ia bersukur, Untung lah kemaren ia tidak mendengarkan ledekan kakaknya yang menertawainya karena membawa jajan yang ada di dalam kulkas yang ada di dapurnya sehingga ia bisa menemukan sesuatu yang memang sedang di butuhkannya. Walau pun hanya terdiri dari berbagai macam snack dan permen juga beberapa potong coklat juga roti lengkap dengan keju nya. Ditambah satu botol pocariswet yang rencananya mau ia makan bersama teman-temannya. Tapi lumayanlah bisa buat menganjal perut saat ini.
“Maka yuk…” ajak Diera sambil menumpahkan semua makanan yang ada di dalam tasnya kedepan mereka.
Rian melongo “Gila…. Makanan semua. Kayak anak kecil banget sih loe. Bukannya biasanya cewek kemana-mana yang di bawa itu make up ya?. Dasar cewek aneh.”
“Biarin. Suka-suka gue donk. Tapi Loe lebih aneh, karena lidah loe bahkan tidak bisa mengucapkan kata ‘terima kasih’ dengan benar. Lagian emangnya kalau gue kasih kosmetik loe mau makan,” balas Diera sambil mengambil sepotong coklat dan langsung melahapnya.
“Loe beneran nggak laper?” Tanya Diera karena Rian diam saja.
“Ya udah terserah loe deh” ujarnya lagi sambil angkat bahu. Kemudian ia sengaja memakannya dengan sangat lahap karena ia tau Rian pasti juga laper. Hanya gengsinya itu lho….. selangit.
Sepotong cokelat sudah habis di lahapnya. Kali ini perhatiannya beralih keroti dan kejunya. Diambilnya sepotong kemudian dengan hati-hati di oleskannya keju di atasnya.
“Gue tau kok. Loe pasti juga laperkan?. Ya udah ni buat loe” katanya sambil menyodorkan roti tersebut kearah Rian. Tapi Rian mengabaikannya dan malah mengambil coklat yang ada di sampingnya.
Diera menarik kembali roti yang tadi di sodorkannya ke Rian dan lagsung memakannya. Namun diam-diam ia tersenyum. Karena walau pun Rian menolak roti yang ia tawarkan toh pada akhirnya ia juga memakan coklat yang ia bawa.
Rian mengucek-ngucek matanya. Ia baru sadar kalau hari sudah pagi. Ia kaget menyadari posisi tidurnya yang saling menyandar pada pundak Diera . Sejenak di perhatikan wajah Diera yang masih tertidur pulas di sampingnya. Rian tersenyum. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Lalu dengan hati-hati di keluarkannya ponsel dari dalam sakunya. Sudah mati, karena dari kemaren sudah nggak discharge. Tapi untunglah ia masih punya battery cadangan di dalam tasnya. Begitu benda mungil itu menyala kembali dengan diam diam di fotonya wajah Diera yang masih tertidur.
Rian memperhatikan beberapa hasil jepretannya. Lucu. Tapi tiba-tiba Diera mengeliat. Karena takut ketahuan, Refleks ia langsung berdiri. Otomatis Diera jatuh karena kehilangan sandaran.
“Aduh” kata Diera yang kesakitan.
“Eh udah pagi nih… loe masih keenakan tidur. Dasar….”
Diera memandang kesekitarnya. Kesadarannya mulai pulih. Sejenak ditatapnya Rian.
“Gue baru juga buka mata. Omongan loe udah nggak ngenakin hati, bisa nggak si loe ngomong pake kata kata yang enak didenger di telinga. ‘mat pagi kek’, atau apa lah” gerut Diera sambil berdiri untuk membereskan tasnya. Mengumpulkan kembali beberapa bungkus snack yang tidak habis di makan tadi malam. Rian hanya terdiam mendengarnya.
Setelah semuanya beres. Mereka kembali melanjutkan perjalannanya mencari teman-temannya yang lain. Sambil sesekali berteriak kencang. Tapi sampai siang mereka masih belum juga bisa keluar dari hutan tersebut. Bahakan mereka sama sekali belum menemuka jejak teman mereka sama sekali.
“Rian loe nggak papa?” tanya Diera karena dilihatnya muka Rian agak pucet. Apalagi dia berjalan dengan berpincang-pincang akibat luka kemaren.
“Nggak, gue nggak papa kok.”
“Perlu gue bantuin nggak?” tanya Diera lagi.
“Nggak usah. Udah jalan aja terus,” balasnya lagi.
Diera menatapnya kwatir. Apalagi kaki Rian sepertinya terlihat agak bengkak, mungkin gara-gara kemaren tidak di bersihkan dengan benar, karena memang tidak ada air dan waktu itu hanya mengunakan sisa air minum yang ada di botolnya.
Tiba-tiba Rian hampir tejatuh. Otomatis Diera langsung menahanya.
“Ya udah kita istirahat dulu. Ntar kita lanjutin lagi. Jangan di paksain gitu.”
Rian mau ngomong tapi langsung di potong sama Diera.
“Gue minta kali ini aja loe nurut sama omongan gue. Jangan ngebantah.”
Ditatapnya mata Rian tanpa berkedip. Akhirnya Rian ngalah dan setuju untuk istirahat dulu. Diera segera mengeluarkan pocarisweet yang ada didalam tasnya. Setelah di bukanya langsung di sodorkannya pada Rian. Karena itu satu satu nya minuman yang masih tersisa.
“Minum nih. Loe haus kan.”
Rian mengambil nya dan langsung meneguk nya. Diliriknya Diera yang lagi jongkok di sampingnya sambil mengikat kemabli tali sepatunya yang lepas. Jujur dalam hati ia kagum sama nie cewek karena walaupun selama ini ia selalu bersikap jutek, tapi tu anak tetap bersikap baik kepadannya.
“Eh loe udah belom sih?”
Pertanyaan Diera membuyarkan lamunannya.
“He? Apanya?” Rian bingung. “Lho bukannya tadi loe sendiri ya yang minta kita buat istirahat dulu bentar” sambungnnya.
“Bukan soal istirahatnya. Tapi tuh” tunjuk Diera ke arah botol minuman yang ada di tangan Rian.
“Ini?” Rian mengangkat tangannya Heran.
Diera menganguk “ Ia. Udah selesai belom minumnya. Kalau udah kesini donk, gue juga mau” tambahnya lagi.
“O…. kirain tadi buat gue semua” balas Rian. Tapi tak urung tuh minuman ia berikan pada Diera.
“Hu……… enak aja, gue juga haus kali…”
Setelah rasa hausnya hilang, Diera mengeluarkan sebungkus coklat dari dalam tasnya dan langsung memakannya dengan lahap.
“Kok loe makan sendiri, buat gue mana?” tanya Rian.
“Loe kan nggak suka. Makanya nggak gue kasih. Lagian ni kan tinggal satu satuny,a” balas Diera santai sambil terus memakan coklatnya yang kini tinggal separuh. Tiba-tiba Rian menarik tangannya dan merebut coklat tersebut dan langsung memakannya. Diera jelas kaget.
“Siapa bilang gue nggak suka. Gue juga mau kali” ujar Rian sambil memasukan semua potongan coklat tersebut ke dalam mulutnya.
“Yah… kok di abisin. Gue kan masih laper” gerut Diera cemberut.
“Jadi loe nggak terima. Ya udah ni ambil lagi deh,” Rian membuka mulutnya yang penuh dengan coklat sambil mendekat kearah Diera.
“Nggak mau….. ih… gila, jorok banget sih loe” jerit Diera sambil berlari menghindar.
Rian tertawa menlihatnya yang ketakutan begitu.
“Udah siang nih, kita jalan lagi yuk” ajak Rian setelah bebrapa saat lama mereka istirahat.
“Yuk” Diera sudah siap mau jalan, tapi tiba-tiba Rian mengaduh kesakitan dan hampir jatuh. Untunglah Diera cepat menahannya.
“Yan, kayaknya kaki loe agak mulai bengkak deh, loe yakin loe bisa jalan” ujar Diera cemas.
“Tenang aja, gue kan cowok. Udah deh mendingan loe buruan jalan aja depan sana.” Bantah Rian sambil mulai melangkah melanjutkan perjalanannya.
Bersambung ke bagian selanjutnya pada Cerita SMA Diera diary ~ 04
~ With Love ~ Ana Merya ~
Tapi tetep, kali ini tulisannya udah mulai rada rapi kan? Nggak amburadul lagi kayak kemaren. Jadi lebih enak di bacanya. Soal kelanjutan cerpennya kemaren. Waullahu’alam deh. Gue juga nggak tau kapan gue mau lanjutin. Gue masih mau pindahin postingan blog gue kesini aja udah cukup untung. Sebelum lanjut part sebelumnya bisa di cek sini.
Cerita SMA Diera Diary ~ 03 |
Akhirnya saat saat yang dinantikan pun tiba. Semua yang ikutan camping bener-bener gembira. Sambil nyanyi-nyanyi bareng mereka masuk ke hutan. Rencana nya camping akan di lakukan selama dua hari.
Pokok nya acaranya seru deh, selain untuk seneng-seneng mereka juga mengadakan penelitian tentang keadaan alam sekitar. Dan pada malam harinya. Semuanya berkumpul bareng di depan kemah-kemah mengeLillyngi api ungun yang mereka buat.
Semua cewek langsung pada seneng karena karena meliahat idola merka yang tidak hanya keren. Tapi juga pinter main gitar bahkan suaranya bagus lagi. Waktu itu ia lagi nyanyiin lagu ku menunggunya d’bagindas band. Emang sih tu lagu lagi ngertern banget di radio radio atau tivi tivi.
Semuanya asik mendengarkan sambil ikutan nyanyi bareng. Diera begitu menikmatinya. Dan tanpa ia sadari sebenarnya dari tadi Rian juga sekali-kali menatap kearahnya.
Pada keesokan harinya, semuanya sudah bersiap-sipap. Karena agendanya hari ini mereka akan menjelajajahi hutannya. Sebelum itu Pembina memberika pengarahan. Pukul sembilan tepat semuanya berangkat.
Diera berjalan paling belakang dengan mengendong tas yang lumayan berat. Kesel banget dia sama Rian. Kayak nya tu anak emang sengaja ngerjain dia deh. Mana Rian seendiri dikeLillyngi cewek mulu lagi.
Tak berapa lama kemudian sang Pembina memberi pemberitauhan untuk istirahat sejenak sambil makan siang. Diera langsung duduk diatas rumput, cape hati men, jiwa raga juga. Mana teman-temannya nggak satu regu sama dia lagi…. Huh bener-bener camping yang menyebalkan deh menurutnya.
Ia yang sedang minum langsung tersedak karena ada yang menepuk pundaknya dari belakang. Begitu menoleh ternyata ada seseorang di sampingnya. Kalau nggak salah sih dia teman sekelasnya Rian.
“Upss… sory sory sory. Gue ngagetin loe ya?”
“Eh nggak papa kok. Emang sempet kaget dikit sih” sahut Diera sambil mengelap mulutnya.
“Aduh beneran sory ya. Gue nggak sengaja.”
Diera hanya tersenyum.
“Kayaknya loe capek banget.”
“Lumayan sih.”
“Oh ya, kita belom kenalan. Nama gue Pasya. Loe Diera kan?” katanya sambil mengulurkan tangan.
Diera menganguk membenarkan sambil membalas uluran tangan Pasya.
“Kok tau?”
“Siapa sih yang nggak kenal sama cewek cantik kaya loe.”
“Ah loe bisa aja,” balas Diera malu.
Ya mereka terus berbicara dengan akrap, kayak udah lama kenal gitu. Ya lumayan lah bisa ngilangin rasa keselanya Diera gara-gara ulah Rian.
Tak terasa waktu istirahat sudah habis, dan perjalanna harus di lanjutkan. Dan ternyata Pasya anaknya baik juga, dia bahkan membantu Diera membawakan tas nya yang lumayan berat. Membuat Diera merasa semakin dekat padanya tanpa menyadari sedari tadi ada sepasang mata yang terus memperhatikan ulahnya dengan donkol.
Mereka terus berjalan, karena kurang melihat kanan dan kiri tiba-tiba Diera tergelincir dan hampir jatuh ke dalam jurang. Untunglah Pasya yang ada di sampingnya melihatnya. Dan berusaha keras memegangi tangannya. Rian yang tidak jauh dari sampingnya melihat dan langsung membantunya.
Semuanya merasa lega karena Diera sudah bisa sampai di atas, sampai tiba-tiba tanah yang di injek Rian runtuh, spontan ia mencari pegangan orang yang di samping nya yang tak lain adalah Diera yang masih shock. Tentu saja di nggak siap sama kejadian kayak gitu. Alhasil. Mereka berdua masuk ke jurang. Ups
Semunya langsung teriak kaget. Sementara kedua orang itu terus mengelinding kebawah. Untung lah mereka tidak benar-benar jatuh ke dalam jurang yang dalam. Mereka terhalang oleh pohon yang tumbuh disekitarnya. Tapi dalam keadaan tak sadarkan diri.
Setelah beberapa lama, akhirnya Diera sadarkan diri. Dia coba mengingat-ingat kejadianya dialaminya. Seluruh tubuhnya teras ngilu. Ia baru sadar dan melihat-lihat sekelilingnya mencari-cari Rian. Tampaklah Rian yang tidak jauh darinya masih tergeletak pinsan. Dengan tergesa-gesa di hampirinya.
“Rian… Rian bangun donk,” katanya cemas sambil mengoyang-goyangkan tubuh Rian.
“Ian, loe jangan mati donk. Takut ni gue….” tambah Diera lagi. Tak terasa air mata menetes di pipinya.
Tak berapa lama kemudian barulah Rian sadar. Dia merasa seluruh tulang-tulang nya seperti remuk. Ngilu semua. Dia melihat ke sekelilingnya dan kaget melihat Diera yang ada di sampingnya menunduk sambil nangis.
“Loe kenapa?”
Diera kaget, langsung menoleh.
“Sukurlah loe masih hidup. Gue pikir loe udah mati….” Kata Diera lega sambil menyeka air matanya.
“Mati?!.... enak aja. Gue masih hidup kali” balas Rian sewot dan berusaha berdiri. Diera jadi sebel.
“Rian kita di mana nih?” tanya Diera setelah beberapa saat.
“Ya di hutan lah. Dikira lagi di mall. Loe nggak bisa liat sekeLillyng apa. Pohon semua. Pake nanya lagi.”
“Elo tu ya…. Nggak bisa apa ngomong baik-baik. Nyebelin banget. Manusia bukan sih?” balas Diera. Rian menatap sinis mendengarnya. “ huh… sial banget sih nasib gue. Kenapa juga harus terjebak di hutan gini bareng sama loe.”
“Aduh!” kata Rian tiba-tiba langsung terduduk.
“Eh Rian, loe kenapa?” Diera kaget dan langsung menghampirinya.
“Kaki gue sakit. Aw…..”
“Ha. Mana?. Kenapa? “ Diera panic.
Dan tiba-tiba Rian tertawa. Ha ha ha. Emang enak dikerjain. Jelas saja Diera gerem banget dan lagsung melemparkan tasnya ke arah Rian.
“Kayaknya loe kwatir banget sama gue. Ha ha ha. Jangan – jangan loe suka ya sama gue?” kata Rian.
“Ya nggak lah. Udah gila apa gue bisa sampai naksir sama loe. Gue masih punya mata kali buat mbedain orang.”
“Masa?”.
Rian sengaja ingin mengoda Diera. Ia menatap tajam kearah nya. Kontan Diera langsung merasa deg degan. Secara dia emang beneran naksir sama tu orang. Sampai kemudian Rian kembali tertawa karena melihat Diera yang salah tingkah. Diera jelas malu banget. Dan mengalihkan pembicaraan dengan mengajak Rian untuk segera mencari jalan pulang. Karena sepertinya mereka beneran nyasar deh. Mana tidak ada tanda-tanda keberadaan teman-temannya lagi. Apalagi ia juga nggak tau seluk beluk hutan itu dan hari juga sudah semakin sore.
Rian berjalan dengan cepat. Diera begitu lelah mengejarnya.
“Huh…. Dia benar-benar manusia yang tidak punya perasaan” gerutnya lirih.
Rian yang mendengarnya berhenti dan memandang tajam kearahnya. Diera langsung tersenyum melihatnya. Takut Rian marah mendengar omongannya tadi.
Saat mereka sedang berjalan, sayup terdengar suara seperti binatang apa gitu. Mereka juga nggak tau. Diera langsung berlari ketakutan sambil memegangi tangan Rian.
“Rian suara apa tuh. Jangan-jangan harimau lagi.”
“Nggak usah ngasal deh. Sok takut segala. lagian Mana ada harimau di hutan ini. Bilang aja loe pengen meluk gue. Ia kan?”
Diera kesel mendengarnya, dengan segera di lepaskannya gengaman tangannya.
“Siapa juga yang pengen meluk loe. Gue beneran takut kali. Lagian kalau Kalau bukan harimau. Terus apa donk. Jangan-jangan babi hutan lagi.”
Rian kaget, sepertinya di juga takut tapi pura pura berani saja Dan lagsung memintanya untuk cepetan dan berjalan didepan saja. Diera terpaksa manut.
Tiba-tiba terdengar suara ranting pohon yang jatuh dari belakang. Diera berbalik. Tampak lah Rian yang terduduk sambil mengerang kesakitan.
“Aduh. Diera tunggu. Kaki gue sakit,” teriak Rian. Diera memandang wajahnya dengan tatapan curiga.
“Eh loe pikir. Loe bisa ngerjain gue lagi. Sory ya…. Nggak akan” selesai berkata Diera kembali melanjutkan perjalanan.
Diera terus berjalan. Tapi dia Heran karena Rian tidak juga menyusulnya. Akhirnya dia balik lagi dan melihat Rian masih duduk di tempat tadi sambil memegangi kakinya.
“Udah deh Rian, nggak usah acting lagi deh. Buruan yuk udah sore nih.”
Tapi Rian diam saja. Diera pun memutuskan menghampirinya. Dan dia kaget karena kaki Rian merah oleh darah. Kayaknya luka akhibat kejatuhan ranting pohon tadi deh.
“Ya ampun Rian. Ini beneran ya” kata Diera sambil duduk tepat disamping Rian. “Sory, gue pikir tadi loe bercanda.” Sambungnya lagi sambil membatunya. Di keluarkannya sapu tangan dari saku celana panjangnya untuk membalut luka tersebut. Untung lah lukanya nya tidak terlalu dalam hingga tidak terlalu berbahaya.
“Mendingan kita berhenti aja dulu. Tunggu luka loe agak baikan dikit. Kita istirahat di sini aja. Lagian ini juga udah hampir malam. Gue ngumpuin ranting buat api ungun dulu bentar.”
“Nggak. Kita jalan aja terus. Gue nggak papa kok” tolak Rian sambil mencoba berdiri.
“Loe tu emang mau menang sendiri aja ya. Sekali-kali ngalah kenapa sih.”
“Kan gue udah bilang kalau gue nggak kenapa-napa,” Rian tetap ngotot.
“Oke, loe emang nggak kenapa-napa. Tapi loe mikir nggak sih. Gue tu cape. Gue mau istirahat. Kalau loe emang mau jalan. Jalan aja sediri. Gue mau tetep di sini. Titik!” tanpa menunggu jawaban dari Rian, ia mengumpulkan rerantingan pohon yang kering dan mengongokannya.
“Loe punya korek api nggak?” tanya Diera.
Saat itu hari memang sudah mulai gelap. Tanpa berkata apapun Rian mengeluarkan korek api dari sakunya dan memberikannya pada Diera.
Diera duduk sambil memandangi api ungunnya. Matanya mentap ke langit malam, melihat taburan bintang disana. Dan di sampingnya, Rian juga melakukan hal yang sama. Diera lebih memilih diam dari pada ngajakin ngomong yang malah bikin kesel. Apalagi ia juga merasa sangat kedinginan. Mana jaketnya ada ditas yang di bawain sama Pasya lagi.
“Nih pake” kata Rian sambil memberikan jaket yang tadi di pakenya. Diera nggak percaya. Tumben banget ni anak baik.
“Ma kasih aja deh, buat loe aja” tolak Diera.
“Jangan ge’er dulu. Gue Cuma nggak mau loe sakit gara-gara kedinginan. Karena loe bakal nyusaih gue kalau sakit. Gue nggak mau ngendong loe. Berat tau.” sambungnya kemudian. “Jadi buruan pake” .
Diera sebel sih dengernya. Tapi tak urung di pakenya juga jacket tersebut, apalagi dia merasa tubuhnya seperti mau beku. Mana dia juga laper lagi.
Diera teringat pembicaraan nya bersama teman-temannya beberapa hari yang lalu, kalau di camping ini mereka nggak bakal kelaparan karena Lilly menjadi seksi konsumsi. Tapi sekarang, bahkan ia sendiri yang menjadi seksi konsumsinya, nasibnya malah kayak gini. Berlahan
Diera meraih tasnya, kali aja ada sesuatu yang bisa di makan. Apalagi di kan paling doyang ngemil. Dan ia bersukur, Untung lah kemaren ia tidak mendengarkan ledekan kakaknya yang menertawainya karena membawa jajan yang ada di dalam kulkas yang ada di dapurnya sehingga ia bisa menemukan sesuatu yang memang sedang di butuhkannya. Walau pun hanya terdiri dari berbagai macam snack dan permen juga beberapa potong coklat juga roti lengkap dengan keju nya. Ditambah satu botol pocariswet yang rencananya mau ia makan bersama teman-temannya. Tapi lumayanlah bisa buat menganjal perut saat ini.
“Maka yuk…” ajak Diera sambil menumpahkan semua makanan yang ada di dalam tasnya kedepan mereka.
Rian melongo “Gila…. Makanan semua. Kayak anak kecil banget sih loe. Bukannya biasanya cewek kemana-mana yang di bawa itu make up ya?. Dasar cewek aneh.”
“Biarin. Suka-suka gue donk. Tapi Loe lebih aneh, karena lidah loe bahkan tidak bisa mengucapkan kata ‘terima kasih’ dengan benar. Lagian emangnya kalau gue kasih kosmetik loe mau makan,” balas Diera sambil mengambil sepotong coklat dan langsung melahapnya.
“Loe beneran nggak laper?” Tanya Diera karena Rian diam saja.
“Ya udah terserah loe deh” ujarnya lagi sambil angkat bahu. Kemudian ia sengaja memakannya dengan sangat lahap karena ia tau Rian pasti juga laper. Hanya gengsinya itu lho….. selangit.
Sepotong cokelat sudah habis di lahapnya. Kali ini perhatiannya beralih keroti dan kejunya. Diambilnya sepotong kemudian dengan hati-hati di oleskannya keju di atasnya.
“Gue tau kok. Loe pasti juga laperkan?. Ya udah ni buat loe” katanya sambil menyodorkan roti tersebut kearah Rian. Tapi Rian mengabaikannya dan malah mengambil coklat yang ada di sampingnya.
Diera menarik kembali roti yang tadi di sodorkannya ke Rian dan lagsung memakannya. Namun diam-diam ia tersenyum. Karena walau pun Rian menolak roti yang ia tawarkan toh pada akhirnya ia juga memakan coklat yang ia bawa.
Rian mengucek-ngucek matanya. Ia baru sadar kalau hari sudah pagi. Ia kaget menyadari posisi tidurnya yang saling menyandar pada pundak Diera . Sejenak di perhatikan wajah Diera yang masih tertidur pulas di sampingnya. Rian tersenyum. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Lalu dengan hati-hati di keluarkannya ponsel dari dalam sakunya. Sudah mati, karena dari kemaren sudah nggak discharge. Tapi untunglah ia masih punya battery cadangan di dalam tasnya. Begitu benda mungil itu menyala kembali dengan diam diam di fotonya wajah Diera yang masih tertidur.
Rian memperhatikan beberapa hasil jepretannya. Lucu. Tapi tiba-tiba Diera mengeliat. Karena takut ketahuan, Refleks ia langsung berdiri. Otomatis Diera jatuh karena kehilangan sandaran.
“Aduh” kata Diera yang kesakitan.
“Eh udah pagi nih… loe masih keenakan tidur. Dasar….”
Diera memandang kesekitarnya. Kesadarannya mulai pulih. Sejenak ditatapnya Rian.
“Gue baru juga buka mata. Omongan loe udah nggak ngenakin hati, bisa nggak si loe ngomong pake kata kata yang enak didenger di telinga. ‘mat pagi kek’, atau apa lah” gerut Diera sambil berdiri untuk membereskan tasnya. Mengumpulkan kembali beberapa bungkus snack yang tidak habis di makan tadi malam. Rian hanya terdiam mendengarnya.
Setelah semuanya beres. Mereka kembali melanjutkan perjalannanya mencari teman-temannya yang lain. Sambil sesekali berteriak kencang. Tapi sampai siang mereka masih belum juga bisa keluar dari hutan tersebut. Bahakan mereka sama sekali belum menemuka jejak teman mereka sama sekali.
“Rian loe nggak papa?” tanya Diera karena dilihatnya muka Rian agak pucet. Apalagi dia berjalan dengan berpincang-pincang akibat luka kemaren.
“Nggak, gue nggak papa kok.”
“Perlu gue bantuin nggak?” tanya Diera lagi.
“Nggak usah. Udah jalan aja terus,” balasnya lagi.
Diera menatapnya kwatir. Apalagi kaki Rian sepertinya terlihat agak bengkak, mungkin gara-gara kemaren tidak di bersihkan dengan benar, karena memang tidak ada air dan waktu itu hanya mengunakan sisa air minum yang ada di botolnya.
Tiba-tiba Rian hampir tejatuh. Otomatis Diera langsung menahanya.
“Ya udah kita istirahat dulu. Ntar kita lanjutin lagi. Jangan di paksain gitu.”
Rian mau ngomong tapi langsung di potong sama Diera.
“Gue minta kali ini aja loe nurut sama omongan gue. Jangan ngebantah.”
Ditatapnya mata Rian tanpa berkedip. Akhirnya Rian ngalah dan setuju untuk istirahat dulu. Diera segera mengeluarkan pocarisweet yang ada didalam tasnya. Setelah di bukanya langsung di sodorkannya pada Rian. Karena itu satu satu nya minuman yang masih tersisa.
“Minum nih. Loe haus kan.”
Rian mengambil nya dan langsung meneguk nya. Diliriknya Diera yang lagi jongkok di sampingnya sambil mengikat kemabli tali sepatunya yang lepas. Jujur dalam hati ia kagum sama nie cewek karena walaupun selama ini ia selalu bersikap jutek, tapi tu anak tetap bersikap baik kepadannya.
“Eh loe udah belom sih?”
Pertanyaan Diera membuyarkan lamunannya.
“He? Apanya?” Rian bingung. “Lho bukannya tadi loe sendiri ya yang minta kita buat istirahat dulu bentar” sambungnnya.
“Bukan soal istirahatnya. Tapi tuh” tunjuk Diera ke arah botol minuman yang ada di tangan Rian.
“Ini?” Rian mengangkat tangannya Heran.
Diera menganguk “ Ia. Udah selesai belom minumnya. Kalau udah kesini donk, gue juga mau” tambahnya lagi.
“O…. kirain tadi buat gue semua” balas Rian. Tapi tak urung tuh minuman ia berikan pada Diera.
“Hu……… enak aja, gue juga haus kali…”
Setelah rasa hausnya hilang, Diera mengeluarkan sebungkus coklat dari dalam tasnya dan langsung memakannya dengan lahap.
“Kok loe makan sendiri, buat gue mana?” tanya Rian.
“Loe kan nggak suka. Makanya nggak gue kasih. Lagian ni kan tinggal satu satuny,a” balas Diera santai sambil terus memakan coklatnya yang kini tinggal separuh. Tiba-tiba Rian menarik tangannya dan merebut coklat tersebut dan langsung memakannya. Diera jelas kaget.
“Siapa bilang gue nggak suka. Gue juga mau kali” ujar Rian sambil memasukan semua potongan coklat tersebut ke dalam mulutnya.
“Yah… kok di abisin. Gue kan masih laper” gerut Diera cemberut.
“Jadi loe nggak terima. Ya udah ni ambil lagi deh,” Rian membuka mulutnya yang penuh dengan coklat sambil mendekat kearah Diera.
“Nggak mau….. ih… gila, jorok banget sih loe” jerit Diera sambil berlari menghindar.
Rian tertawa menlihatnya yang ketakutan begitu.
“Udah siang nih, kita jalan lagi yuk” ajak Rian setelah bebrapa saat lama mereka istirahat.
“Yuk” Diera sudah siap mau jalan, tapi tiba-tiba Rian mengaduh kesakitan dan hampir jatuh. Untunglah Diera cepat menahannya.
“Yan, kayaknya kaki loe agak mulai bengkak deh, loe yakin loe bisa jalan” ujar Diera cemas.
“Tenang aja, gue kan cowok. Udah deh mendingan loe buruan jalan aja depan sana.” Bantah Rian sambil mulai melangkah melanjutkan perjalanannya.
Bersambung ke bagian selanjutnya pada Cerita SMA Diera diary ~ 04
~ With Love ~ Ana Merya ~
Post a Comment for "Cerita SMA Diera Diary ~ 03 { Update }"
Belajar lah untuk menghargai sesuatu mulai dari hal yang paling sederhana...