Cerpen Cinta Romantis | Kala Cinta Menyapa ~ 05 / 13
Next dari kisah
kala cinta menyapa part 5, secara cerpen requesan yang satu ini emang rada molor. Tepatnya 13
part. Untuk yang penasaran dengan lanjutannya bisa langsung simak kebawah.
Sementara reader baru mendingan baca bagian sebelumnya dulu biar nyambung
melalui
kala cinta menyapa bagian 4. Yang jelas, happy reading aja lah....
Begitu turun dari bus Rani segera melangkah menuju kekelasnya. Tak lupa kado yang ia beli kemaren ia tenteng di tangan. Hari ini kan Irma ulang tahun, jadi sekalian saja ia bawa kekampus. Sambil melangkah kekelas tangannya melirik jam dan sekali – sekali menoleh ke sekeliling. Kenapa ia belum melihat wujud sahabatnya ya?. Setelah berfikir beberapa saat segera di keluarkannya hape dari dalam saku. Mengetikan beberpa kata sebelum kemudian meng’send’nya. Tidak sampai semenit hapenya terlihat berkedip – kedip sebagai tanda ada pesan masuk.
“Yah, Irma malah sakit. Terus kado ini gimana donk,” rumam Rani pada dirinya sendiri sambil melirik kado yang ada di tangan. Setelah berfikir untuk sejenak ia memutuskan untuk memberikannya besok saja dan memilih untuk langsung kekelas.
Saat melewati koridor tak sengaja ia berpapasan dengan Erwin yang muncul dari arah berlawan. Rani segera membatalkan niatnya untuk menyapa saat melihat Erwin yang sama sekali tidak menoleh kearahnya tapi justru malah asik berbicara pada sahabatnya yang entah siapa. Akhirnya Rani kembali melanjutkan niat awalnya untuk kekelas.
“Eh Erwin, masih inget nggak cewek yang gue bilang kemaren?” tanya Joni sambil melirik kearah Erwin yang melangkah di sampingnnya. Sama sekali tidak menyadari kalau lawan bicaranya saat ini justru diam – diam melirik kearah seseorang yang baru saja berpapasan dengannya.
“Ternyata dia sudah punya pacarlah,” Sambung joni lagi.
“O,” balas Erwin singkat.
“Sayang banget ya, gagal deh gue jadiin pacar."
“Heh,” Erwin hanya mencibir sinis.
“Padahal gue udah terlanjur naksir sama dia. Eh, kemaren sore gue malah nggak sengaja liat dia jalan bareng sama Doni di taman bermain waktu pembukaan kemaren."
“Doni?” ulang Erwin.
“Iya... Seangkatan sama kita. Tapi dia anak ekonomi,” terang Joni kemudian.
“O, dia,” balas Erwin tampak mengagguk – angguk.
“Loe kenal?” tanya Joni lagi.
“Enggak,” kali ini Erwin mengeleng.
“Busyet. Kalau loe nggak kenal ngapain loe pake sok gaya kenal segala,” gerut Joni kesel. Erwin hanya angkat bahu.
“Tapi gue nggak heran juga si kalau loe nggak kenal. Secara loe kan kuper,” balas Joni meledek.
“Sialan loe, gue sekeren ini di bilang kuper. Nggak tau apa loe kalau gue ini tu jadi idola kampus,” balas Erwin terlihat narsis membuat Joni mencibir sinis walau tak urung dalam hati membenarkan ucapan sahabatnya barusan.
“Eh tapi joni, loe kan tau banyak tentang anak – anak kampus kita. Nah, loe kenal nggak sama cewek yang berpapasan sama kita tadi?” tanya Erwin setelah beberapa saat mereka terdiam.
“Cewek?. Cewek yang mana?” tanya Joni heran.
“Yang tadi itu lho. Dia pake baju warna merah, terus pake kacamata. Kita ketemu tadi ruang lab,” terang Erwin lagi.
Joni terdiam, mencoba mengingat – ingat tentang orang yang di makstu oleh sahabatnya.
“O... Maksut loe si Rani?"
“Iya... Loe kenal?” tambah Erwin lagi.
“Kenal deket si enggak. Tapi gue tau lah. Dia itu anaknya lugu dan poloskan?” tambah Joni lagi.
“Dia memang polos. Terus imut juga,” humam Erwin lirih tanpa sadar tersenyum teringat kejadian – demi kejadian yang telah lalu.
“Imut?” ulang Joni heran sambil memperhatikan reaksi sahabatnya yang tidak biasa. Kali ini Erwin mengangguk membenarkan.
“Kenapa loe menatap gue kayak gitu?” tanya Erwin heran saat mendapati tatapan temannya yang menyipit kearahnya.
“Tumben loe nanyain cewek. Ini pasti ada apa – apanya kan?” tembak Joni langsung.
“HA?”
“Pake ngatain imut segala lagi. Loe naksir dia ya?” sambung joni lagi.
“Apa an si. Ya enggak lah,” bantah Erwin terlihat salah tingkah. “Jangan ngaco deh loe."
“Terus maksut loe bilang dia imut segala apa?”
“Ya dia memang imut. Apa lagi waktu dia sedang tidur. Polos kayak bayi,” terang Erwin sambil tersenyum. Namun sedetik kemudian ia menyesali ucapannya saat mendapati senyuman aneh di wajah Joni. Astaga, apa yang ia katakan barusan?
“Waktu dia tidur? Hei, apa ada yang terlewatkan di sini?” tanya Joni.
“Oh, kita sudah telat, Ayo langsung kekelas,” elak Erwin sambil melangkah cepat namun masih kalah cepat dengan langkah Joni yang menghalangi.
“Eits, tunggu dulu. Loe mau kemana? Kelas kita baru masuk setengah jam lagi. Masih ada cukup waktu untuk menceritakan kejadian yang sesungguhnya,” tahan Joni membuat Erwin gelisah.
“Apaan si. Nggak ada apa – apa kok. Gue tadi cuma salah ngomong doank."
“Jangan ngeles. Loe liat dia tidur dimana?” tanya Joni lagi. Kali ini Erwin benar – benar di buat mati gaya olehnya.
“Jangan bilang kalau loe suka ngintipin cewek tidur?"
“Pletak”
Sebuah jitakan mendarat telak di kepala Joni atas balasan tebakan ngawurnya.
“Sialan loe. Sakit tau,” gerut Joni sambil mengusap – usap kepalanya yang terasa berdenyut.
“Makanya kalau ngomong jangan asal njeplak,” balas Erwin cuek.
“Ya sudah kalau gitu loe cerita donk,” serang Joni balik.
Erwin terdiam sejenak. Menimbang – nimbang apa yang harus dia lakukan. Menceritakan semuanya atau tidak?
“Tunggu dulu. Gue baru inget. Kalau nggak salah Rani itu cewek yang di gosipkan nyelamatin loe waktu jatuh setelah pulang bermabuk – mabukan kan? Ah, soal gosip itu kan loe juga belum cerita. Secara gue juga heran, sejak kapan loe doyan minum?” ujar joni setengah berteriak.
“Atau jangan – jangan loe beneran mabok, terus loe ketemu cewek. Dan kayak di drama – drama gitu, loe nggak sadar dan kemudian...”
“Pletak."
Untuk kedua kalinya jitakan mendarat di kepala Joni yang bahkan belum sempat menyelesaikan ucapannya.
“Imagi loe terlalu liar,” sungut Erwin sebel.
“Dari pada tangan yang liar,” protes Joni sambil mengusap – usap kepalanya yang terasa berdenyut.
“Salah sendiri mikir aneh – aneh."
“Kalau loe nggak mau gue mikir yang aneh – aneh makanya buruan cerita. Gosip itu bener nggak si. Perasaan tu gosip hot banget."
“Tentu saja salah. Enak aja. Seumur – umur gue nggak pernah tu minum – minuman. Yang nyebarin gosip itu aja yang sedeng. Seenaknya aja. Lagian Si Rani bukan bantuin gue, hanya saja kebetulan dia memang ada di dekat gue waktu gue jatuh kedalam got. Dan dia....”
“Loe jatuh dalam got? Wukakakka,” potong Joni tak mampu menahan tawanya. Membuat Erwin memberengut sebel dan menyesal telah mengatakannya.
“Sudah lah, lupakan saja,...” kata Erwin akhirnya sambil berjalan meninggalkan Joni.
“Hei tunggu dulu. Ngambek kayak cewek aja. Loe kan belum cerita sampai selesai. Lagian loe juga belum bilang gimana ceritanya loe bisa liatin tu cewek tidur yang katanya imut,” tahan Joni lagi.
“Kan sudah gue bilang, lupakan!” sambung Erwin kemudian.
“Loe harus CE-Ri-TA!” hadang Jodi penuh penekanan.
“Kalau gue nggak mau?” tantang Erwin.
Mata Joni sedikit menyipit sambil tersenyum sinis.
“Loe mau gosip ‘Versi’ Joni menyebar? Ho ho ho, Sepertinya loe belum tau kemampuan gue dalam bergosip ria ya?”
Erwin menghentikan langkahnya. Menatap lurus kearah Joni. Setelah menghela nafas akhirnya ia berujar. “Baiklah. Gue akan cerita. Tapi nggak disini. Ayo ikut gue."
“Nah, gitu donk,” Joni tertawa penuh kemenangan dan segera berjalan mengikuti Erwin yang entah akan membawanya kemana.
Kala Cinta Menyapa
“Tumben loe nanyain cewek. Ini pasti ada apa – apanya kan?” tembak Joni langsung.
“HA?”
“Pake ngatain imut segala lagi. Loe naksir dia ya?” sambung joni lagi.
“Apa an si. Ya enggak lah,” bantah Erwin terlihat salah tingkah. “Jangan ngaco deh loe."
“Terus maksut loe bilang dia imut segala apa?”
“Ya dia memang imut. Apa lagi waktu dia sedang tidur. Polos kayak bayi,” terang Erwin sambil tersenyum. Namun sedetik kemudian ia menyesali ucapannya saat mendapati senyuman aneh di wajah Joni. Astaga, apa yang ia katakan barusan?
“Waktu dia tidur? Hei, apa ada yang terlewatkan di sini?” tanya Joni.
“Oh, kita sudah telat, Ayo langsung kekelas,” elak Erwin sambil melangkah cepat namun masih kalah cepat dengan langkah Joni yang menghalangi.
“Eits, tunggu dulu. Loe mau kemana? Kelas kita baru masuk setengah jam lagi. Masih ada cukup waktu untuk menceritakan kejadian yang sesungguhnya,” tahan Joni membuat Erwin gelisah.
“Apaan si. Nggak ada apa – apa kok. Gue tadi cuma salah ngomong doank."
“Jangan ngeles. Loe liat dia tidur dimana?” tanya Joni lagi. Kali ini Erwin benar – benar di buat mati gaya olehnya.
“Jangan bilang kalau loe suka ngintipin cewek tidur?"
“Pletak”
Sebuah jitakan mendarat telak di kepala Joni atas balasan tebakan ngawurnya.
“Sialan loe. Sakit tau,” gerut Joni sambil mengusap – usap kepalanya yang terasa berdenyut.
“Makanya kalau ngomong jangan asal njeplak,” balas Erwin cuek.
“Ya sudah kalau gitu loe cerita donk,” serang Joni balik.
Erwin terdiam sejenak. Menimbang – nimbang apa yang harus dia lakukan. Menceritakan semuanya atau tidak?
“Tunggu dulu. Gue baru inget. Kalau nggak salah Rani itu cewek yang di gosipkan nyelamatin loe waktu jatuh setelah pulang bermabuk – mabukan kan? Ah, soal gosip itu kan loe juga belum cerita. Secara gue juga heran, sejak kapan loe doyan minum?” ujar joni setengah berteriak.
“Atau jangan – jangan loe beneran mabok, terus loe ketemu cewek. Dan kayak di drama – drama gitu, loe nggak sadar dan kemudian...”
“Pletak."
Untuk kedua kalinya jitakan mendarat di kepala Joni yang bahkan belum sempat menyelesaikan ucapannya.
“Imagi loe terlalu liar,” sungut Erwin sebel.
“Dari pada tangan yang liar,” protes Joni sambil mengusap – usap kepalanya yang terasa berdenyut.
“Salah sendiri mikir aneh – aneh."
“Kalau loe nggak mau gue mikir yang aneh – aneh makanya buruan cerita. Gosip itu bener nggak si. Perasaan tu gosip hot banget."
“Tentu saja salah. Enak aja. Seumur – umur gue nggak pernah tu minum – minuman. Yang nyebarin gosip itu aja yang sedeng. Seenaknya aja. Lagian Si Rani bukan bantuin gue, hanya saja kebetulan dia memang ada di dekat gue waktu gue jatuh kedalam got. Dan dia....”
“Loe jatuh dalam got? Wukakakka,” potong Joni tak mampu menahan tawanya. Membuat Erwin memberengut sebel dan menyesal telah mengatakannya.
“Sudah lah, lupakan saja,...” kata Erwin akhirnya sambil berjalan meninggalkan Joni.
“Hei tunggu dulu. Ngambek kayak cewek aja. Loe kan belum cerita sampai selesai. Lagian loe juga belum bilang gimana ceritanya loe bisa liatin tu cewek tidur yang katanya imut,” tahan Joni lagi.
“Kan sudah gue bilang, lupakan!” sambung Erwin kemudian.
“Loe harus CE-Ri-TA!” hadang Jodi penuh penekanan.
“Kalau gue nggak mau?” tantang Erwin.
Mata Joni sedikit menyipit sambil tersenyum sinis.
“Loe mau gosip ‘Versi’ Joni menyebar? Ho ho ho, Sepertinya loe belum tau kemampuan gue dalam bergosip ria ya?”
Erwin menghentikan langkahnya. Menatap lurus kearah Joni. Setelah menghela nafas akhirnya ia berujar. “Baiklah. Gue akan cerita. Tapi nggak disini. Ayo ikut gue."
“Nah, gitu donk,” Joni tertawa penuh kemenangan dan segera berjalan mengikuti Erwin yang entah akan membawanya kemana.
Kala Cinta Menyapa
Selama Pelajaran berlangsung Erwin sama sekali tidak konsentrasi. Bukan saja karena dosen yang mengajarkannya sama sekali tidak menarik tapi juga karena Joni sedari tadi terus menginterogasinya. Padahal ia sudah menceritakan semuanya tanpa di tambah atau di kurang sedikitpun. Di tambah lagi makluk satu itu juga telah menyimpulkan hal yang konyol atas kasusnya. Masa ia dikira naksir sama tu cewek. Yang benar sajalah.
Begitu jam kuliah selesai Erwin segera beranjak bangun. Bersiap – siap untuk pulang. Joni tentu saja langsung mengekor di belakang.Saat melewati ujung koridor matanya tak sengaja menangkap sosok rani yang berjalan dikejauhan.
“Eh Erwin, itu bukannya cewek yang loe taksir ya?” tunjuk Joni.
“Gue nggak naksir sama dia!” balas Erwin penuh penekanan.
“Iya deh, loe nggak naksir. Gue ralat omongan gue tadi,” Joni memonyongkan mulutnya sebel . “Erwin, itu bukannya cewek yang loe bilang imut ya?” sambung Joni sok polos tanpa merasa bersalah sedikitpun. Padahal jelas – jelas saat ini Erwin sedang menatap tajam kearahnya.
“Loe nggak bisa protes. Loe kan emang bilang ke gue kalau menurut loe tu cewek imut,” potong Joni cepat.
“Terus kenapa memangnya?” geram Erwin sebel.
“Loe nggak pengen nyamperin dia?”
“HA?”
“Eh tunggu dulu, itu bukannya si Doni, cowok yang jalan bareng cewek yang gue taksir?” sambung Joni lagi. Refleks pandangan Erwin terarah mengikuti telunjuk Joni dimana tampak Rani yang sedang menghampiri cowok yang ‘katanya’ bernama Doni.
“Ayo kita hampiri,” sambung Joni lagi sambil menarik tangan Erwin.
“Eh tunggu dulu. Mo ngapain si?” tahan Erwin cepat menghadang langkah Joni.
“Ya ela. Loe nggak liat tu cewek bawa kado. Jangan bilang kalau dia mau ngasi ke tu cowok. Ya ampun masa mentang – mentang kita sahabat nasip kita sama?” keluh Joni.
“Nggak, Kita di sini aja!"
“Tapi…” Joni tidak melanjutkan ucapannya saat melihat tatapan tajam Erwin. Walau ia masih penasaran namun tak urung ia manut dan memilih memperhatikan Rani dari kejauhan.
Sementara itu, Rani sendiri yang berniat untuk langsung pulang segera membatalkan niatnya saat matanya mengangkap sosok yang sepertinya ia kenal. Tanpa pikir panjang segera dihampirinya.
“Doni!”
Merasa namanya di panggil Doni yang berniat langsung pulang berbalik, keningnya berkerut heran saat mendapati gadis berkacamata yang kini berlari kearahnya.
“Loe beneran Doni kan, yang biasanya bareng sama Irma?” tanya Rani mencoba memastikan.
Masih belum mengerti arah tujuan pembicaraan mereka, Doni memilih hanya membalas dengan anggukan.
“Buat gue?” tanya Doni dengan kening berkerut saat melihat cewek yang tidak di ketahui identitasnya menyodorkan kado tepat ke wajahnya.
“Tentu saja bukan, emang nya siapa elo. Kenal juga kagak. Ini itu kado buat Irma. Hari ini kan dia ulang tahun. Tadinya mau langsung gue kasi kedia. Eh , waktu gue SMS dia bilang malah dia sakit. Ya udah, gue belom sempet mampir ke sana. Makanya karena katanya loe itu tetanggaan sama dia gue titip sama loe aja ya?”
“Irma? Sakit? Terus hari ini dia juga ulang tahun?” tanya Doni kaget.
Melihat Wajah kaget sekaligus bingung yang tergambar dari wajah Doni membuat Rani kembali menarik kotak kado yang ia sodorkan.
“Oh, gue salah orang ya? Maaf, gue pikir loe itu sahabatnya Irma yang biasanya sering pulang – pergi bareng. Jadi bukan ya?” tanya Rani bingung sambil mengaruk – garuk kepalanya yang tidak gatal.
“Bukan, maksud gue bener. Gue memang sahabatnya Irma kok,” Doni cepat meralat.
“La kalau loe memang sahabatnya dia masa loe nggak tau kalau hari ini dia ulang tahun. Mana katanya lagi sakit lagi. Jangan – jangan...”
Rani tidak jadi melanjutkan ucapannya karena Doni sudah terlebih dahulu berlari pergi meninggalkannya. Matanya terus menatap kepergian Doni dengan bingung sekaligus kecewa. Kenapa hanya sekedar di titipin kado saja tu orang nggak mau. Akhirnya dengan langkah gontai Rani melanjutkan niatnya untuk langsung pulang saja. Soal kado, sepertinya ia baru bisa memberikan setelah ia bertemu Irma langsung. Hu...
Next to Kala Cinta Menyapa Part 6
Kala Cinta Menyapa |
Begitu turun dari bus Rani segera melangkah menuju kekelasnya. Tak lupa kado yang ia beli kemaren ia tenteng di tangan. Hari ini kan Irma ulang tahun, jadi sekalian saja ia bawa kekampus. Sambil melangkah kekelas tangannya melirik jam dan sekali – sekali menoleh ke sekeliling. Kenapa ia belum melihat wujud sahabatnya ya?. Setelah berfikir beberapa saat segera di keluarkannya hape dari dalam saku. Mengetikan beberpa kata sebelum kemudian meng’send’nya. Tidak sampai semenit hapenya terlihat berkedip – kedip sebagai tanda ada pesan masuk.
“Yah, Irma malah sakit. Terus kado ini gimana donk,” rumam Rani pada dirinya sendiri sambil melirik kado yang ada di tangan. Setelah berfikir untuk sejenak ia memutuskan untuk memberikannya besok saja dan memilih untuk langsung kekelas.
Saat melewati koridor tak sengaja ia berpapasan dengan Erwin yang muncul dari arah berlawan. Rani segera membatalkan niatnya untuk menyapa saat melihat Erwin yang sama sekali tidak menoleh kearahnya tapi justru malah asik berbicara pada sahabatnya yang entah siapa. Akhirnya Rani kembali melanjutkan niat awalnya untuk kekelas.
“Eh Erwin, masih inget nggak cewek yang gue bilang kemaren?” tanya Joni sambil melirik kearah Erwin yang melangkah di sampingnnya. Sama sekali tidak menyadari kalau lawan bicaranya saat ini justru diam – diam melirik kearah seseorang yang baru saja berpapasan dengannya.
“Ternyata dia sudah punya pacarlah,” Sambung joni lagi.
“O,” balas Erwin singkat.
“Sayang banget ya, gagal deh gue jadiin pacar."
“Heh,” Erwin hanya mencibir sinis.
“Padahal gue udah terlanjur naksir sama dia. Eh, kemaren sore gue malah nggak sengaja liat dia jalan bareng sama Doni di taman bermain waktu pembukaan kemaren."
“Doni?” ulang Erwin.
“Iya... Seangkatan sama kita. Tapi dia anak ekonomi,” terang Joni kemudian.
“O, dia,” balas Erwin tampak mengagguk – angguk.
“Loe kenal?” tanya Joni lagi.
“Enggak,” kali ini Erwin mengeleng.
“Busyet. Kalau loe nggak kenal ngapain loe pake sok gaya kenal segala,” gerut Joni kesel. Erwin hanya angkat bahu.
“Tapi gue nggak heran juga si kalau loe nggak kenal. Secara loe kan kuper,” balas Joni meledek.
“Sialan loe, gue sekeren ini di bilang kuper. Nggak tau apa loe kalau gue ini tu jadi idola kampus,” balas Erwin terlihat narsis membuat Joni mencibir sinis walau tak urung dalam hati membenarkan ucapan sahabatnya barusan.
“Eh tapi joni, loe kan tau banyak tentang anak – anak kampus kita. Nah, loe kenal nggak sama cewek yang berpapasan sama kita tadi?” tanya Erwin setelah beberapa saat mereka terdiam.
“Cewek?. Cewek yang mana?” tanya Joni heran.
“Yang tadi itu lho. Dia pake baju warna merah, terus pake kacamata. Kita ketemu tadi ruang lab,” terang Erwin lagi.
Joni terdiam, mencoba mengingat – ingat tentang orang yang di makstu oleh sahabatnya.
“O... Maksut loe si Rani?"
“Iya... Loe kenal?” tambah Erwin lagi.
“Kenal deket si enggak. Tapi gue tau lah. Dia itu anaknya lugu dan poloskan?” tambah Joni lagi.
“Dia memang polos. Terus imut juga,” humam Erwin lirih tanpa sadar tersenyum teringat kejadian – demi kejadian yang telah lalu.
“Imut?” ulang Joni heran sambil memperhatikan reaksi sahabatnya yang tidak biasa. Kali ini Erwin mengangguk membenarkan.
“Kenapa loe menatap gue kayak gitu?” tanya Erwin heran saat mendapati tatapan temannya yang menyipit kearahnya.
“Tumben loe nanyain cewek. Ini pasti ada apa – apanya kan?” tembak Joni langsung.
“HA?”
“Pake ngatain imut segala lagi. Loe naksir dia ya?” sambung joni lagi.
“Apa an si. Ya enggak lah,” bantah Erwin terlihat salah tingkah. “Jangan ngaco deh loe."
“Terus maksut loe bilang dia imut segala apa?”
“Ya dia memang imut. Apa lagi waktu dia sedang tidur. Polos kayak bayi,” terang Erwin sambil tersenyum. Namun sedetik kemudian ia menyesali ucapannya saat mendapati senyuman aneh di wajah Joni. Astaga, apa yang ia katakan barusan?
“Waktu dia tidur? Hei, apa ada yang terlewatkan di sini?” tanya Joni.
“Oh, kita sudah telat, Ayo langsung kekelas,” elak Erwin sambil melangkah cepat namun masih kalah cepat dengan langkah Joni yang menghalangi.
“Eits, tunggu dulu. Loe mau kemana? Kelas kita baru masuk setengah jam lagi. Masih ada cukup waktu untuk menceritakan kejadian yang sesungguhnya,” tahan Joni membuat Erwin gelisah.
“Apaan si. Nggak ada apa – apa kok. Gue tadi cuma salah ngomong doank."
“Jangan ngeles. Loe liat dia tidur dimana?” tanya Joni lagi. Kali ini Erwin benar – benar di buat mati gaya olehnya.
“Jangan bilang kalau loe suka ngintipin cewek tidur?"
“Pletak”
Sebuah jitakan mendarat telak di kepala Joni atas balasan tebakan ngawurnya.
“Sialan loe. Sakit tau,” gerut Joni sambil mengusap – usap kepalanya yang terasa berdenyut.
“Makanya kalau ngomong jangan asal njeplak,” balas Erwin cuek.
“Ya sudah kalau gitu loe cerita donk,” serang Joni balik.
Erwin terdiam sejenak. Menimbang – nimbang apa yang harus dia lakukan. Menceritakan semuanya atau tidak?
“Tunggu dulu. Gue baru inget. Kalau nggak salah Rani itu cewek yang di gosipkan nyelamatin loe waktu jatuh setelah pulang bermabuk – mabukan kan? Ah, soal gosip itu kan loe juga belum cerita. Secara gue juga heran, sejak kapan loe doyan minum?” ujar joni setengah berteriak.
“Atau jangan – jangan loe beneran mabok, terus loe ketemu cewek. Dan kayak di drama – drama gitu, loe nggak sadar dan kemudian...”
“Pletak."
Untuk kedua kalinya jitakan mendarat di kepala Joni yang bahkan belum sempat menyelesaikan ucapannya.
“Imagi loe terlalu liar,” sungut Erwin sebel.
“Dari pada tangan yang liar,” protes Joni sambil mengusap – usap kepalanya yang terasa berdenyut.
“Salah sendiri mikir aneh – aneh."
“Kalau loe nggak mau gue mikir yang aneh – aneh makanya buruan cerita. Gosip itu bener nggak si. Perasaan tu gosip hot banget."
“Tentu saja salah. Enak aja. Seumur – umur gue nggak pernah tu minum – minuman. Yang nyebarin gosip itu aja yang sedeng. Seenaknya aja. Lagian Si Rani bukan bantuin gue, hanya saja kebetulan dia memang ada di dekat gue waktu gue jatuh kedalam got. Dan dia....”
“Loe jatuh dalam got? Wukakakka,” potong Joni tak mampu menahan tawanya. Membuat Erwin memberengut sebel dan menyesal telah mengatakannya.
“Sudah lah, lupakan saja,...” kata Erwin akhirnya sambil berjalan meninggalkan Joni.
“Hei tunggu dulu. Ngambek kayak cewek aja. Loe kan belum cerita sampai selesai. Lagian loe juga belum bilang gimana ceritanya loe bisa liatin tu cewek tidur yang katanya imut,” tahan Joni lagi.
“Kan sudah gue bilang, lupakan!” sambung Erwin kemudian.
“Loe harus CE-Ri-TA!” hadang Jodi penuh penekanan.
“Kalau gue nggak mau?” tantang Erwin.
Mata Joni sedikit menyipit sambil tersenyum sinis.
“Loe mau gosip ‘Versi’ Joni menyebar? Ho ho ho, Sepertinya loe belum tau kemampuan gue dalam bergosip ria ya?”
Erwin menghentikan langkahnya. Menatap lurus kearah Joni. Setelah menghela nafas akhirnya ia berujar. “Baiklah. Gue akan cerita. Tapi nggak disini. Ayo ikut gue."
“Nah, gitu donk,” Joni tertawa penuh kemenangan dan segera berjalan mengikuti Erwin yang entah akan membawanya kemana.
Kala Cinta Menyapa
“Tumben loe nanyain cewek. Ini pasti ada apa – apanya kan?” tembak Joni langsung.
“HA?”
“Pake ngatain imut segala lagi. Loe naksir dia ya?” sambung joni lagi.
“Apa an si. Ya enggak lah,” bantah Erwin terlihat salah tingkah. “Jangan ngaco deh loe."
“Terus maksut loe bilang dia imut segala apa?”
“Ya dia memang imut. Apa lagi waktu dia sedang tidur. Polos kayak bayi,” terang Erwin sambil tersenyum. Namun sedetik kemudian ia menyesali ucapannya saat mendapati senyuman aneh di wajah Joni. Astaga, apa yang ia katakan barusan?
“Waktu dia tidur? Hei, apa ada yang terlewatkan di sini?” tanya Joni.
“Oh, kita sudah telat, Ayo langsung kekelas,” elak Erwin sambil melangkah cepat namun masih kalah cepat dengan langkah Joni yang menghalangi.
“Eits, tunggu dulu. Loe mau kemana? Kelas kita baru masuk setengah jam lagi. Masih ada cukup waktu untuk menceritakan kejadian yang sesungguhnya,” tahan Joni membuat Erwin gelisah.
“Apaan si. Nggak ada apa – apa kok. Gue tadi cuma salah ngomong doank."
“Jangan ngeles. Loe liat dia tidur dimana?” tanya Joni lagi. Kali ini Erwin benar – benar di buat mati gaya olehnya.
“Jangan bilang kalau loe suka ngintipin cewek tidur?"
“Pletak”
Sebuah jitakan mendarat telak di kepala Joni atas balasan tebakan ngawurnya.
“Sialan loe. Sakit tau,” gerut Joni sambil mengusap – usap kepalanya yang terasa berdenyut.
“Makanya kalau ngomong jangan asal njeplak,” balas Erwin cuek.
“Ya sudah kalau gitu loe cerita donk,” serang Joni balik.
Erwin terdiam sejenak. Menimbang – nimbang apa yang harus dia lakukan. Menceritakan semuanya atau tidak?
“Tunggu dulu. Gue baru inget. Kalau nggak salah Rani itu cewek yang di gosipkan nyelamatin loe waktu jatuh setelah pulang bermabuk – mabukan kan? Ah, soal gosip itu kan loe juga belum cerita. Secara gue juga heran, sejak kapan loe doyan minum?” ujar joni setengah berteriak.
“Atau jangan – jangan loe beneran mabok, terus loe ketemu cewek. Dan kayak di drama – drama gitu, loe nggak sadar dan kemudian...”
“Pletak."
Untuk kedua kalinya jitakan mendarat di kepala Joni yang bahkan belum sempat menyelesaikan ucapannya.
“Imagi loe terlalu liar,” sungut Erwin sebel.
“Dari pada tangan yang liar,” protes Joni sambil mengusap – usap kepalanya yang terasa berdenyut.
“Salah sendiri mikir aneh – aneh."
“Kalau loe nggak mau gue mikir yang aneh – aneh makanya buruan cerita. Gosip itu bener nggak si. Perasaan tu gosip hot banget."
“Tentu saja salah. Enak aja. Seumur – umur gue nggak pernah tu minum – minuman. Yang nyebarin gosip itu aja yang sedeng. Seenaknya aja. Lagian Si Rani bukan bantuin gue, hanya saja kebetulan dia memang ada di dekat gue waktu gue jatuh kedalam got. Dan dia....”
“Loe jatuh dalam got? Wukakakka,” potong Joni tak mampu menahan tawanya. Membuat Erwin memberengut sebel dan menyesal telah mengatakannya.
“Sudah lah, lupakan saja,...” kata Erwin akhirnya sambil berjalan meninggalkan Joni.
“Hei tunggu dulu. Ngambek kayak cewek aja. Loe kan belum cerita sampai selesai. Lagian loe juga belum bilang gimana ceritanya loe bisa liatin tu cewek tidur yang katanya imut,” tahan Joni lagi.
“Kan sudah gue bilang, lupakan!” sambung Erwin kemudian.
“Loe harus CE-Ri-TA!” hadang Jodi penuh penekanan.
“Kalau gue nggak mau?” tantang Erwin.
Mata Joni sedikit menyipit sambil tersenyum sinis.
“Loe mau gosip ‘Versi’ Joni menyebar? Ho ho ho, Sepertinya loe belum tau kemampuan gue dalam bergosip ria ya?”
Erwin menghentikan langkahnya. Menatap lurus kearah Joni. Setelah menghela nafas akhirnya ia berujar. “Baiklah. Gue akan cerita. Tapi nggak disini. Ayo ikut gue."
“Nah, gitu donk,” Joni tertawa penuh kemenangan dan segera berjalan mengikuti Erwin yang entah akan membawanya kemana.
Kala Cinta Menyapa
Selama Pelajaran berlangsung Erwin sama sekali tidak konsentrasi. Bukan saja karena dosen yang mengajarkannya sama sekali tidak menarik tapi juga karena Joni sedari tadi terus menginterogasinya. Padahal ia sudah menceritakan semuanya tanpa di tambah atau di kurang sedikitpun. Di tambah lagi makluk satu itu juga telah menyimpulkan hal yang konyol atas kasusnya. Masa ia dikira naksir sama tu cewek. Yang benar sajalah.
Begitu jam kuliah selesai Erwin segera beranjak bangun. Bersiap – siap untuk pulang. Joni tentu saja langsung mengekor di belakang.Saat melewati ujung koridor matanya tak sengaja menangkap sosok rani yang berjalan dikejauhan.
“Eh Erwin, itu bukannya cewek yang loe taksir ya?” tunjuk Joni.
“Gue nggak naksir sama dia!” balas Erwin penuh penekanan.
“Iya deh, loe nggak naksir. Gue ralat omongan gue tadi,” Joni memonyongkan mulutnya sebel . “Erwin, itu bukannya cewek yang loe bilang imut ya?” sambung Joni sok polos tanpa merasa bersalah sedikitpun. Padahal jelas – jelas saat ini Erwin sedang menatap tajam kearahnya.
“Loe nggak bisa protes. Loe kan emang bilang ke gue kalau menurut loe tu cewek imut,” potong Joni cepat.
“Terus kenapa memangnya?” geram Erwin sebel.
“Loe nggak pengen nyamperin dia?”
“HA?”
“Eh tunggu dulu, itu bukannya si Doni, cowok yang jalan bareng cewek yang gue taksir?” sambung Joni lagi. Refleks pandangan Erwin terarah mengikuti telunjuk Joni dimana tampak Rani yang sedang menghampiri cowok yang ‘katanya’ bernama Doni.
“Ayo kita hampiri,” sambung Joni lagi sambil menarik tangan Erwin.
“Eh tunggu dulu. Mo ngapain si?” tahan Erwin cepat menghadang langkah Joni.
“Ya ela. Loe nggak liat tu cewek bawa kado. Jangan bilang kalau dia mau ngasi ke tu cowok. Ya ampun masa mentang – mentang kita sahabat nasip kita sama?” keluh Joni.
“Nggak, Kita di sini aja!"
“Tapi…” Joni tidak melanjutkan ucapannya saat melihat tatapan tajam Erwin. Walau ia masih penasaran namun tak urung ia manut dan memilih memperhatikan Rani dari kejauhan.
Sementara itu, Rani sendiri yang berniat untuk langsung pulang segera membatalkan niatnya saat matanya mengangkap sosok yang sepertinya ia kenal. Tanpa pikir panjang segera dihampirinya.
“Doni!”
Merasa namanya di panggil Doni yang berniat langsung pulang berbalik, keningnya berkerut heran saat mendapati gadis berkacamata yang kini berlari kearahnya.
“Loe beneran Doni kan, yang biasanya bareng sama Irma?” tanya Rani mencoba memastikan.
Masih belum mengerti arah tujuan pembicaraan mereka, Doni memilih hanya membalas dengan anggukan.
“Buat gue?” tanya Doni dengan kening berkerut saat melihat cewek yang tidak di ketahui identitasnya menyodorkan kado tepat ke wajahnya.
“Tentu saja bukan, emang nya siapa elo. Kenal juga kagak. Ini itu kado buat Irma. Hari ini kan dia ulang tahun. Tadinya mau langsung gue kasi kedia. Eh , waktu gue SMS dia bilang malah dia sakit. Ya udah, gue belom sempet mampir ke sana. Makanya karena katanya loe itu tetanggaan sama dia gue titip sama loe aja ya?”
“Irma? Sakit? Terus hari ini dia juga ulang tahun?” tanya Doni kaget.
Melihat Wajah kaget sekaligus bingung yang tergambar dari wajah Doni membuat Rani kembali menarik kotak kado yang ia sodorkan.
“Oh, gue salah orang ya? Maaf, gue pikir loe itu sahabatnya Irma yang biasanya sering pulang – pergi bareng. Jadi bukan ya?” tanya Rani bingung sambil mengaruk – garuk kepalanya yang tidak gatal.
“Bukan, maksud gue bener. Gue memang sahabatnya Irma kok,” Doni cepat meralat.
“La kalau loe memang sahabatnya dia masa loe nggak tau kalau hari ini dia ulang tahun. Mana katanya lagi sakit lagi. Jangan – jangan...”
Rani tidak jadi melanjutkan ucapannya karena Doni sudah terlebih dahulu berlari pergi meninggalkannya. Matanya terus menatap kepergian Doni dengan bingung sekaligus kecewa. Kenapa hanya sekedar di titipin kado saja tu orang nggak mau. Akhirnya dengan langkah gontai Rani melanjutkan niatnya untuk langsung pulang saja. Soal kado, sepertinya ia baru bisa memberikan setelah ia bertemu Irma langsung. Hu...
Next to Kala Cinta Menyapa Part 6
-
Detail Cerpen
- Judul Cerbung : Kala Cinta Menyapa
- Penulis : Ana Merya
- Twitter : @ana_merya
- Status : Complete
- Genre : Remaja, Romatis
- Panjang : 1.306 Words