Cerpen Cinta Romantis | Kala Cinta Menyapa ~ 06 / 13
Lanjutan dari cerpen cinta Kala Cinta Menyapa bagian ke 6 udah muncul ya guys. So buat yang masih penasaran dengan kalanjutan hubungan antara Rani dan Erwin bisa langsung simak kisahnya di bawah. Sama sekalian, buat reader baru biar nyambung sama jalan ceritanya bagusan kalau baca dulu bagian sebelumnya disini. Happy reading ya. Jangan lupa RCL...
Sambil menunggu bus tumpangannya muncul, seperti biasa Rani segera mengeluarkan komik dari dalam tas. Siap – siap untuk terjun kedunia animasi ketika sebuah suara yang menyapa mengusik ketenangannya.
“Ehem.”
“Eh,” Rani menoleh, mendapati Erwin yang kini duduk tepat disampingnya. Untuk sejenak Rani terdiam, perhatiannya terjurus kearah Erwin yang juga diam.
“Loe mau kemana?” tanya Rani memberanikan diri untuk bertanya.
“Pulang,” balas Erwin singkat.
“Kok di sini?” tanya Rani lagi.
“Nggak liat apa gue lagi nungguin bus,” tambah Erwin masih tak menoleh.
“Bukannya biasanya pake motor ya?”
“Rusak."
Rani terdiam sambil mengangguk – angguk paham. Perhatiannya segera beralih kembali kearah komik yang tadi sempat terabaikan. Sepuluh menit berlalu suasana hening. Sepertinya Rani juga sudah tengelam dalam dunia barunya.
“Jadi loe juga suka sama dia?”
“Ha ha ha."
Erwin menoleh. Menatap kearah Rani dengan pandangan aneh, memangnya pertanyaannya barusan itu lucu ya? Namun saat mendapati Rani yang sama sekali tak menoleh kearahnya dan justru malah asik membolak balik lembar demi lembar komik yang ada di tangan, barulah ia menyadari kalau gadis itu bukan menertawakan ucapannya.
“Loe dengar pertanyaan gue barusan kan?” tambah Erwin lagi. Rani masih tak menoleh.
“Rani, gue ngomong sama loe,” sambung Erwin lebih keras.
“Eh... Kenapa?” tanya Rani heran. Matanya yang bening tampak berkedap kedip menatap kearah Erwin.
“Sudahlah... lupakan...” kesel Erwin mengibaskan tangannya. Membuat Rani memberenggut sebel. Merasa kesel karena aktifitas membacanya diganggu oleh sesuatu yang sama sekali nggak penting.
“Jadi loe benar – benar di tolak. Ck, Kesian sekali."
Rani menutup komik yang ada di tangan. Perhatiannya kembali teralih kearah Erwin.
“Loe sebenernya ngomong sama siapa si?” tanya Rani setelah sebelumnya menoleh kesekeliling dan menyadari kalau hanya ada ia berdua yang duduk di halte.
“Memangnya di sini ada siapa lagi?” bukannya menjawab Erwin malah balik bertanya.
“Nah justru itu yang bikin gue heran. Disini kan cuma ada kita berdua. La Loe ngomong sama siapa?”
“Tentu saja gue ngomong sama loe,” geram Erwin. Terlebih ketika dengan jelas ia melihat raut heran tergambar di wajah Rani. Jangan bilang kalau gadis itu benar-benar tidak menyadari keberadaan dirinya.
“O..." kepala Rani mengangguk angguk yang nggak jelas apa maknanya. “Memangnya loe mau ngomong apaan?” sambungnya lagi.
“Ha...” Erwin melongo mendapati tatapan polos Rani padanya. Asli, sedari tadi gadis itu ternyata benar benar tidak menganggap keberadaan dirinya.
“Kalau nggak salah denger tadi loe bilang suka sama di tolak. Memangnya loe abis di tolak cewek ya? Ck ck ck, kesian banget loe ya,” sambung Rani sambil menatap Erwin dengan tampang memelas. Benar – benar membuat Erwin asli mati gaya. Yang di tolak siapa, yang di kasiani siapa.
“Jangan tatap gue seperti itu,” kesel Erwin.
“Tapi loe kan pantas di kasiani. Bayangin aja, di tolak oleh orang yang kita sukai. Tentu saja itu menyedihkan. Temen gue, si Irma. Belum di tolak si, tapi gue tau kalau dia itu mencintai seseorang secara diam – diam aja terlihat menyedihkan. La apa lagi elo,” terang Rani sambil menerawang jauh.
“Eh yang bilang gue di tolak siapa?”
“Lho emangnya enggak. La terus kita ngomongin siapa donk?” tanya Rani bingung.
“Kita kan lagi ngomongin elo”."
“Gue?” tunjuk Rani kearah dirinya sendiri, Erwin hanya mencibir sinis kearahnya.
“Memangnya gue di tolak sama siapa?” sambung Rani sambil mencoba mengingat – ingat.
“Lho emangnya enggak. la terus kita ngomongin siapa donk?” tanya Rani binggung.
“Kita kan lagi ngomongin elo”.
“Gue?” tunjuk Rani kearah dirinya sendiri, Erwin hanya mencibir sinis kearahanya.
“Memangnya gue di tolak sama siapa?” Sambung Rani sambil mencoba mengingat – ingat.
“Situ yang di tolak, kok situ yang nanya” Gumam Erwin lirih namun masih mampu Rani tanggkap. Membuat gadis itu memicingkan mata menatapnya.
“Kenapa loe malah menatap gue seperti itu si?” tanya Erwin risih.
“Cek cek cek, loe cowok kok demen gosip”.
“Ha?” Erwin melongo mendengarnya. Dia?. Mengosip?. Astaga, yang benar saja.
“Menyebarkan kabar yang jelas – jelas gak bener kalau bukan gosip apa donk”.
“Gue nggak ngosip. Tapi tadi gue memang liat sendiri dengan mata kepala gue kalau loe di tolak sama siapa tu namanya, Doni?. Cih, kayak nggak ada cowok laen aja” Terang Erwin kesel.
“Tuh kan ngosip lagi. Kapan juga gue di tolak sama si Doni”.
“Nggak usah di tutupin lagi. Gue juga sudah tau kok."
“Loe nggak tau tapi sok tau. Sama nyebar gosip juga”.
“Apa loe bilang. Gue nyebar gosip enak aja. Tadi itu gue emang liat loe yang sedang memberikan kado kearah Doni. Tapi di tolak. Gue juga sempat melihat raut kesel di wajah loe. Terus loe mau ngelak apa lagi” terang Erwin antusias.
Untuk Sejenak Rani terdiam. Mencoba untuk mengingat – ingat maksud ucapan Erwin.
“oh, maksut loe ini?” tanya Rani sambil menunjukan bungkusan kado di sampingnya. Melihat itu Erwing langsung mengangguk membenarkan.
“Huwahahahaha” .
Erwin melongo menatap Rani yang tertawa lepas. Memangnnya ada yang lucu ya?.
“Ya ela. Makanya jadi orang jangan suka seuzon sama orang. Udah lah salah, ngotot lagi. Sifat copaser kok di tiru (???)” Tuding Rani sok berfilasafat. “Tapi, Tadi itu gue emang di tolak si” sambung Rani setelah terdiam untuk beberapa saat kemudian membuat Erwin benar – benar berniat untuk langsung menjitak kepalannya.
“Gue juga heran, padahal gue tadi Cuma mau nitip nie kado buat ulang tahun irma tapi kok doni gak mau ya?” gumam Rani lagi.
“Tunggu dulu” Potong Erwin. “Kado buat irma?. Maksutnya?”.
“Iya. Hari ini kan irma ulang tahun. Tapi dia malah sakit. Jadi gue nggak bisa langsung ngasi kado ini ke dia. Nah karena gue tau tu anak deket sama irma makanya rencanannya gue mau nitip aja. eh malah di tolak sama dia”.
“Jadi maksut loe itu kado buat irma?” Erwin mencoba menegaskan dugaannya.
“Ya iya lah. Masa ia ini kado buat si Doni. Emang siapa dia?” Balas Rani. Erwin tampak mengangguk – angguk membenarkan.
“Tapi yang gue herankan, ini kan gak ada hubungannya sama loe. Kok loe tertarik pengen tau si?. Jangan – jangan loe naksir sama gue lagi”. “Sembarangan” Damprat Erwin sewot.
“La terus?. Atau jangan – jangan...”.
“Jangan – jangan kenapa?” tanya Erwin antusias saat melihat Rani yang terlihat mengantungkan ucapannya.
“Jangan – jangan bener lagi loe emang rencana pengen nyebar gosip” tuduh Rani langsung.
“Pletak”.
Kali ini Erwin tidak mampu menahan tangannya untuk tidak mendaratkan jitakan di kepala Rani atas tebakan ngawurnya.
“Bukannya yang demen nyebar gosip itu elo ya?” Cibir Erwin sinis.
“Gue?” Tunjuk Rani ke arah wajahnya sendiri. Lagi – lagi Erwin membalas dengan tatapan sinis.
“O maksutnya masalah Gosip yang katanya loe jatuh dalam got itu ya?”.
“Ya maaf, suwer itu bukan kerjaan gue. Itu kerjaannya si irma. Dia emang demen ngesosip abis dia kan udah kadung mendapat julukan ‘Penasan girl’. Jadi kalau ada apa – apa pasti bawaannya pengen tau aja. ck ck ck... Benar – benar ember bocor kayaknya” Terang Rani geleng – geleng kepala.
“Tapi tu anak nggak mungkin tau dan nyebarin gosip yang enggak – enggak kalau bukan karena loe”.
“Yee... kok jadi gue si yang salah?” Rani tidak terima.
“Terus kalau nggak dia tau dari mana coba?”.
“Terus gue harus bilang ‘WOW’ gitu” Tanya Rani ikut – ikutan sok pake bahasa yang memang lagi ngetrend. “Salah... Maksut gue, ini kan emang salah loe. Siapa suruh jatuh dalam got” Balas Rani balik.
Mendengar kalimat yang di ucapkan dengan santai oleh Rani barusan sontak membuat Erwin langsung melemparkan tatapan tajam kearahnya. Tapi yang di tatap cuek bebek saja. Bersikap seolah – olah tiada kejadian. Sama sekali tidak merasa bersalah sedikitpun. Dan belum sempat mulutnya terbuka untuk membalas, Rani sudah terlebih dahulu bangit berdiri. Ternyata bus yang sedari tadi mereka tunggu kini telah tiba di hadapannya. Dan tanpa sepatah katapun gadis itu segera melangkah masuk kedalam. Meninggalkan Erwin terpaku dengan tampang cengonya. Bahkan tak memberi kesempatan sedikitpun untuk Erwin menyadari bahwa bus yang sedari tadi ditunggu sudah mulai berlalu meninggalkannya.
Cerpen Cinta Kala Cinta Menyapa 06
Suara berisik dari ruang tengah menyadarkan Erwin dari tidur siangnnya. Dengan ogah – ogahan ia melangkah keluar. Untuk mengecek ada apa gerangan. Keningnya sedikit berkerut saat mendapati mamanya yang duduk dengan kaki di perban, sementara tepat di hadapannya tampak siluet seseorang yang berdiri dihadapannya. Tanpa sempat berfikir siapa orang tersebut Erwin segera menghambur menghampiri.
“Mama kenapa?” tanya Erwin langsung. Dari nadanya bertanya jelas ia merasa khawatir.
“Oh, mama nggak kenapa - napa kok. hanya tadi sempat terserempet mobil” terang mama mencoba tersenyum.
“Hanya kok sampai di perban gini?. Gimana ceritanya?” Erwin masih terlihat panik.
“Tapi ini sudah mendingan kok. Sudah di bawa kedokter juga. Tadi itu mama memang kurang hati – hati saat menyeberang, terus ada mobil yang juga sedang melaju kencang. Akhirnya keserempet deh. Untung saja ada Rani yang bantuin mama” terang mama lagi sambil menujuk sosok yang berada tepat di hadapannya. Dan pada saat itu lah Erwin kembali menyadari kalau masih ada orang lain di antara mereka.
“Rani?” Gumam Erwin setengah tak percaya.
“Erwin?” Sosok yang di panggil rani juga terlihat heran plus kaget.
“Loe ngapain ada disini?” tanya mereka secara bersamaan.
“Lho kalian sudah saling kenal?” Mama ikut – ikutan heran.
Untuk sejenak suasana hening sampai kemudian Erwin mengangguk membenarkan.
“Dia temen kampus erwin”.
“Oh, benarkah?. Wah kebetulan sekali” Ujar mama terlihat gembira. Rani hanya menunduk sambil tersenyum kaku.
“Maaf tante. Tapi sebenarnya Rani masih ada urusan. Nah karena tante juga sudah sampai dirumah dengan selamat Jadi Rani mau permisi dulu”. “Kenapa buru – buru sekali. Tunggu sebentar, biar bik Inah membuatkan minuman untuk mu dulu”.
“Nggak usah tante, lain kali saja. Soalnya Rani beneran harus pulang sekarang. Rani tadi juga di suruh membeli barang sama mama. Jadi saat ini pasti sudah di tungguin sama mama”.
“Baiklah kalau begitu. Maaf ya sudah merepotkanmu. Dan sekali lagi terima kasih karena sudah bantuin tante”.
“Nggak papa kok tante. Rani permisi dulu” Pamit Rani sambil tersenyum manis.
“Tunggu dulu, Biar Erwin yang mengantar kamu”.
“Apa?. Oh nggak usah tante. Ngerepotin aja. lagian Rani bisa pulang sendiri kok” Tolak Rani cepat. Erwin juga terlihat menatap mama nya dengan tatapan memprotes.
“Sudahlah. Nggak papa. Nggak repot sama sekali kok” Balas Mama Erwin sambil tersenyum. “Lagi pula Erwin juga sama sekali tidak keberatan. Kan kalian juga sudah saling kenal. Iya kan?”.
Erwin terpaksa mengangguk membenarkan sambil mencoba tersenyum paksa.
“Ayo Rani, gue antar loe” Ajak Erwin Sambil berlalu melangkah keluar.
Mau tak mau Rani mengangguk membenarkan. Setelah terlebih dahulu pamit pada mama Erwin Rani melangkah keluar. Mengikutin Erwin yang sudah berjalan duluan.
To Be Continue...
Sambil menunggu bus tumpangannya muncul, seperti biasa Rani segera mengeluarkan komik dari dalam tas. Siap – siap untuk terjun kedunia animasi ketika sebuah suara yang menyapa mengusik ketenangannya.
“Ehem.”
“Eh,” Rani menoleh, mendapati Erwin yang kini duduk tepat disampingnya. Untuk sejenak Rani terdiam, perhatiannya terjurus kearah Erwin yang juga diam.
“Loe mau kemana?” tanya Rani memberanikan diri untuk bertanya.
“Pulang,” balas Erwin singkat.
“Kok di sini?” tanya Rani lagi.
“Nggak liat apa gue lagi nungguin bus,” tambah Erwin masih tak menoleh.
“Bukannya biasanya pake motor ya?”
“Rusak."
Rani terdiam sambil mengangguk – angguk paham. Perhatiannya segera beralih kembali kearah komik yang tadi sempat terabaikan. Sepuluh menit berlalu suasana hening. Sepertinya Rani juga sudah tengelam dalam dunia barunya.
“Jadi loe juga suka sama dia?”
“Ha ha ha."
Erwin menoleh. Menatap kearah Rani dengan pandangan aneh, memangnya pertanyaannya barusan itu lucu ya? Namun saat mendapati Rani yang sama sekali tak menoleh kearahnya dan justru malah asik membolak balik lembar demi lembar komik yang ada di tangan, barulah ia menyadari kalau gadis itu bukan menertawakan ucapannya.
“Loe dengar pertanyaan gue barusan kan?” tambah Erwin lagi. Rani masih tak menoleh.
“Rani, gue ngomong sama loe,” sambung Erwin lebih keras.
“Eh... Kenapa?” tanya Rani heran. Matanya yang bening tampak berkedap kedip menatap kearah Erwin.
“Sudahlah... lupakan...” kesel Erwin mengibaskan tangannya. Membuat Rani memberenggut sebel. Merasa kesel karena aktifitas membacanya diganggu oleh sesuatu yang sama sekali nggak penting.
“Jadi loe benar – benar di tolak. Ck, Kesian sekali."
Rani menutup komik yang ada di tangan. Perhatiannya kembali teralih kearah Erwin.
“Loe sebenernya ngomong sama siapa si?” tanya Rani setelah sebelumnya menoleh kesekeliling dan menyadari kalau hanya ada ia berdua yang duduk di halte.
“Memangnya di sini ada siapa lagi?” bukannya menjawab Erwin malah balik bertanya.
“Nah justru itu yang bikin gue heran. Disini kan cuma ada kita berdua. La Loe ngomong sama siapa?”
“Tentu saja gue ngomong sama loe,” geram Erwin. Terlebih ketika dengan jelas ia melihat raut heran tergambar di wajah Rani. Jangan bilang kalau gadis itu benar-benar tidak menyadari keberadaan dirinya.
“O..." kepala Rani mengangguk angguk yang nggak jelas apa maknanya. “Memangnya loe mau ngomong apaan?” sambungnya lagi.
“Ha...” Erwin melongo mendapati tatapan polos Rani padanya. Asli, sedari tadi gadis itu ternyata benar benar tidak menganggap keberadaan dirinya.
“Kalau nggak salah denger tadi loe bilang suka sama di tolak. Memangnya loe abis di tolak cewek ya? Ck ck ck, kesian banget loe ya,” sambung Rani sambil menatap Erwin dengan tampang memelas. Benar – benar membuat Erwin asli mati gaya. Yang di tolak siapa, yang di kasiani siapa.
“Jangan tatap gue seperti itu,” kesel Erwin.
“Tapi loe kan pantas di kasiani. Bayangin aja, di tolak oleh orang yang kita sukai. Tentu saja itu menyedihkan. Temen gue, si Irma. Belum di tolak si, tapi gue tau kalau dia itu mencintai seseorang secara diam – diam aja terlihat menyedihkan. La apa lagi elo,” terang Rani sambil menerawang jauh.
“Eh yang bilang gue di tolak siapa?”
“Lho emangnya enggak. La terus kita ngomongin siapa donk?” tanya Rani bingung.
“Kita kan lagi ngomongin elo”."
“Gue?” tunjuk Rani kearah dirinya sendiri, Erwin hanya mencibir sinis kearahnya.
“Memangnya gue di tolak sama siapa?” sambung Rani sambil mencoba mengingat – ingat.
“Lho emangnya enggak. la terus kita ngomongin siapa donk?” tanya Rani binggung.
“Kita kan lagi ngomongin elo”.
“Gue?” tunjuk Rani kearah dirinya sendiri, Erwin hanya mencibir sinis kearahanya.
“Memangnya gue di tolak sama siapa?” Sambung Rani sambil mencoba mengingat – ingat.
“Situ yang di tolak, kok situ yang nanya” Gumam Erwin lirih namun masih mampu Rani tanggkap. Membuat gadis itu memicingkan mata menatapnya.
“Kenapa loe malah menatap gue seperti itu si?” tanya Erwin risih.
“Cek cek cek, loe cowok kok demen gosip”.
“Ha?” Erwin melongo mendengarnya. Dia?. Mengosip?. Astaga, yang benar saja.
“Menyebarkan kabar yang jelas – jelas gak bener kalau bukan gosip apa donk”.
“Gue nggak ngosip. Tapi tadi gue memang liat sendiri dengan mata kepala gue kalau loe di tolak sama siapa tu namanya, Doni?. Cih, kayak nggak ada cowok laen aja” Terang Erwin kesel.
“Tuh kan ngosip lagi. Kapan juga gue di tolak sama si Doni”.
“Nggak usah di tutupin lagi. Gue juga sudah tau kok."
“Loe nggak tau tapi sok tau. Sama nyebar gosip juga”.
“Apa loe bilang. Gue nyebar gosip enak aja. Tadi itu gue emang liat loe yang sedang memberikan kado kearah Doni. Tapi di tolak. Gue juga sempat melihat raut kesel di wajah loe. Terus loe mau ngelak apa lagi” terang Erwin antusias.
Untuk Sejenak Rani terdiam. Mencoba untuk mengingat – ingat maksud ucapan Erwin.
“oh, maksut loe ini?” tanya Rani sambil menunjukan bungkusan kado di sampingnya. Melihat itu Erwing langsung mengangguk membenarkan.
“Huwahahahaha” .
Erwin melongo menatap Rani yang tertawa lepas. Memangnnya ada yang lucu ya?.
“Ya ela. Makanya jadi orang jangan suka seuzon sama orang. Udah lah salah, ngotot lagi. Sifat copaser kok di tiru (???)” Tuding Rani sok berfilasafat. “Tapi, Tadi itu gue emang di tolak si” sambung Rani setelah terdiam untuk beberapa saat kemudian membuat Erwin benar – benar berniat untuk langsung menjitak kepalannya.
“Gue juga heran, padahal gue tadi Cuma mau nitip nie kado buat ulang tahun irma tapi kok doni gak mau ya?” gumam Rani lagi.
“Tunggu dulu” Potong Erwin. “Kado buat irma?. Maksutnya?”.
“Iya. Hari ini kan irma ulang tahun. Tapi dia malah sakit. Jadi gue nggak bisa langsung ngasi kado ini ke dia. Nah karena gue tau tu anak deket sama irma makanya rencanannya gue mau nitip aja. eh malah di tolak sama dia”.
“Jadi maksut loe itu kado buat irma?” Erwin mencoba menegaskan dugaannya.
“Ya iya lah. Masa ia ini kado buat si Doni. Emang siapa dia?” Balas Rani. Erwin tampak mengangguk – angguk membenarkan.
“Tapi yang gue herankan, ini kan gak ada hubungannya sama loe. Kok loe tertarik pengen tau si?. Jangan – jangan loe naksir sama gue lagi”. “Sembarangan” Damprat Erwin sewot.
“La terus?. Atau jangan – jangan...”.
“Jangan – jangan kenapa?” tanya Erwin antusias saat melihat Rani yang terlihat mengantungkan ucapannya.
“Jangan – jangan bener lagi loe emang rencana pengen nyebar gosip” tuduh Rani langsung.
“Pletak”.
Kali ini Erwin tidak mampu menahan tangannya untuk tidak mendaratkan jitakan di kepala Rani atas tebakan ngawurnya.
“Bukannya yang demen nyebar gosip itu elo ya?” Cibir Erwin sinis.
“Gue?” Tunjuk Rani ke arah wajahnya sendiri. Lagi – lagi Erwin membalas dengan tatapan sinis.
“O maksutnya masalah Gosip yang katanya loe jatuh dalam got itu ya?”.
“Ya maaf, suwer itu bukan kerjaan gue. Itu kerjaannya si irma. Dia emang demen ngesosip abis dia kan udah kadung mendapat julukan ‘Penasan girl’. Jadi kalau ada apa – apa pasti bawaannya pengen tau aja. ck ck ck... Benar – benar ember bocor kayaknya” Terang Rani geleng – geleng kepala.
“Tapi tu anak nggak mungkin tau dan nyebarin gosip yang enggak – enggak kalau bukan karena loe”.
“Yee... kok jadi gue si yang salah?” Rani tidak terima.
“Terus kalau nggak dia tau dari mana coba?”.
“Terus gue harus bilang ‘WOW’ gitu” Tanya Rani ikut – ikutan sok pake bahasa yang memang lagi ngetrend. “Salah... Maksut gue, ini kan emang salah loe. Siapa suruh jatuh dalam got” Balas Rani balik.
Mendengar kalimat yang di ucapkan dengan santai oleh Rani barusan sontak membuat Erwin langsung melemparkan tatapan tajam kearahnya. Tapi yang di tatap cuek bebek saja. Bersikap seolah – olah tiada kejadian. Sama sekali tidak merasa bersalah sedikitpun. Dan belum sempat mulutnya terbuka untuk membalas, Rani sudah terlebih dahulu bangit berdiri. Ternyata bus yang sedari tadi mereka tunggu kini telah tiba di hadapannya. Dan tanpa sepatah katapun gadis itu segera melangkah masuk kedalam. Meninggalkan Erwin terpaku dengan tampang cengonya. Bahkan tak memberi kesempatan sedikitpun untuk Erwin menyadari bahwa bus yang sedari tadi ditunggu sudah mulai berlalu meninggalkannya.
Cerpen Cinta Kala Cinta Menyapa 06
Suara berisik dari ruang tengah menyadarkan Erwin dari tidur siangnnya. Dengan ogah – ogahan ia melangkah keluar. Untuk mengecek ada apa gerangan. Keningnya sedikit berkerut saat mendapati mamanya yang duduk dengan kaki di perban, sementara tepat di hadapannya tampak siluet seseorang yang berdiri dihadapannya. Tanpa sempat berfikir siapa orang tersebut Erwin segera menghambur menghampiri.
“Mama kenapa?” tanya Erwin langsung. Dari nadanya bertanya jelas ia merasa khawatir.
“Oh, mama nggak kenapa - napa kok. hanya tadi sempat terserempet mobil” terang mama mencoba tersenyum.
“Hanya kok sampai di perban gini?. Gimana ceritanya?” Erwin masih terlihat panik.
“Tapi ini sudah mendingan kok. Sudah di bawa kedokter juga. Tadi itu mama memang kurang hati – hati saat menyeberang, terus ada mobil yang juga sedang melaju kencang. Akhirnya keserempet deh. Untung saja ada Rani yang bantuin mama” terang mama lagi sambil menujuk sosok yang berada tepat di hadapannya. Dan pada saat itu lah Erwin kembali menyadari kalau masih ada orang lain di antara mereka.
“Rani?” Gumam Erwin setengah tak percaya.
“Erwin?” Sosok yang di panggil rani juga terlihat heran plus kaget.
“Loe ngapain ada disini?” tanya mereka secara bersamaan.
“Lho kalian sudah saling kenal?” Mama ikut – ikutan heran.
Untuk sejenak suasana hening sampai kemudian Erwin mengangguk membenarkan.
“Dia temen kampus erwin”.
“Oh, benarkah?. Wah kebetulan sekali” Ujar mama terlihat gembira. Rani hanya menunduk sambil tersenyum kaku.
“Maaf tante. Tapi sebenarnya Rani masih ada urusan. Nah karena tante juga sudah sampai dirumah dengan selamat Jadi Rani mau permisi dulu”. “Kenapa buru – buru sekali. Tunggu sebentar, biar bik Inah membuatkan minuman untuk mu dulu”.
“Nggak usah tante, lain kali saja. Soalnya Rani beneran harus pulang sekarang. Rani tadi juga di suruh membeli barang sama mama. Jadi saat ini pasti sudah di tungguin sama mama”.
“Baiklah kalau begitu. Maaf ya sudah merepotkanmu. Dan sekali lagi terima kasih karena sudah bantuin tante”.
“Nggak papa kok tante. Rani permisi dulu” Pamit Rani sambil tersenyum manis.
“Tunggu dulu, Biar Erwin yang mengantar kamu”.
“Apa?. Oh nggak usah tante. Ngerepotin aja. lagian Rani bisa pulang sendiri kok” Tolak Rani cepat. Erwin juga terlihat menatap mama nya dengan tatapan memprotes.
“Sudahlah. Nggak papa. Nggak repot sama sekali kok” Balas Mama Erwin sambil tersenyum. “Lagi pula Erwin juga sama sekali tidak keberatan. Kan kalian juga sudah saling kenal. Iya kan?”.
Erwin terpaksa mengangguk membenarkan sambil mencoba tersenyum paksa.
“Ayo Rani, gue antar loe” Ajak Erwin Sambil berlalu melangkah keluar.
Mau tak mau Rani mengangguk membenarkan. Setelah terlebih dahulu pamit pada mama Erwin Rani melangkah keluar. Mengikutin Erwin yang sudah berjalan duluan.
To Be Continue...