Cerpen Terbaru Take My Heart ~ 07
Halo All Reader. Berhubung penulis sedang belajar "ala Mellisa" yaitu selalu menilai sesuatu dari positifnya, Oke kali ini penulis mau manfaatin Galau. Maksutnya penulis lagi galau kuadrat, N than tu "galau" penulis salurkan kedalam bentuk Cerpen.
So begini lah jadinya... Ha ha ha...
Over All, Happy Reading yak...
Part sebelumnya silahkan baca :
- Cerpen terbaru take my heart part 6
"Silvi, Entar Siang loe ada acara nggak?" Tanya Vio sambil mulai menikmati Mie Soo Pesanannya.
Silvi tidak langsung menjawab. Angannya melayang mengingat agendanya hari ini. Sambil tersenyum ia balik bertanya.
"Kenapa?".
"Nggak kenapa - napa si. Rencananya ntar siang gue pengen ngajak loe ke gramedia. Gue pengen nyari buku moslem millionaire Karya Ippho Santoso. Katanya udah muncul di Gramedia" Tambah Vio Menerangkan.
"Ehem" Silvi berdehem rikuh sambil melirik Ivan yang sedari tadi jelas di cuekin dan hanya mendegarkan obrolan mereka berdua. "Maaf, Sebenernya gue hari ini mau jalan sama temen gue" Sahut Silvi malu - malu.
"Temen atau demen?" Kali ini Ivan menyambar membuat Vio mencibir sinis. Sementara Silvi hanya tersenyum simpul.
"Pacar loe ya?" Tanya Vio lagi.
"Bukan pacar si, Cuma kebetulan beberapa hari ini kita mulai deket".
"Oh calon pacar berarti" Lagi - lagi Ivan menyambar.
"O jadi loe lagi Pedekate. Gimana orangnya, cakep nggak?" tanya Vio terdengar antusias membuat Silvi tersipu malu Sementara Ivan mencibi sinis.
"Tapi dia bukan playboy kan?" tambah Vio kontan membuat Ivan menoleh kearahnya. Sadar kalau ia sedang di sindir.
"Nggak kok. Dia cowok baik-baik" Balas Silvi .
"Ah syukurlah. Tapi Yah... Kalau gitu loe nggak bisa nemenin gue donk" Desah Vio kecewa.
"Gue nggak keberatan kalau harus nemenin loe" Sambar Ivan cepat.
"Tapi nggak papa deh. Lain kali aja kita perginya kalau gitu" Tambah Vio seolah sama sekali tak mendengar kalimat yang di tawarkan Ivan barusan.
Untuk sejenak Ivan menarik nafas menyabarkan dirinya sendiri. Ia sadar sesadarnya kalau Vio saat ini benar - benar menganggapnya tidak ada. Padahal sudah beberapa kali Ivan melihat Silvi yang menatap risih akan kehadirannya. Tapi tetap, Menyerah tidak ada dalam kamus hidup Ivan selama ini. Karena itu ia harus memikirkan sesuatu untuk menarik minat Gadis satu itu.
"Ngomong - ngomong Mie Soo nya enak ya" Vio mengalihkan pembicaraan sambil menyuapkan mie kedalam mulutnya dengan penuh napsu.
Ivan melirik gadis itu. Sebuah senyum terukir di bibirnya saat sebuah ide terlintas di kepala ketika sepasang matanya mendapati sesuatu yang bertenger di bibir Vio. Dan sebelum Vio kembali berujar tangannya sudah lebih dahulu terulur. Mengusap bibir manis gadis itu. Membuat mata Vio melotot kaget.
"Loe apa - apaan si" Kata Vio terdengar marah. Tapi Ivan justru malah tersenyum.
"Ada Sesuatu di bibir loe" Kata Ivan santai. Dan bahkan dengan lebih santai lagi menjilat ibu jari yang tadi ia gunakan untuk mengusap bibir Vio.
"Manis" gumam Ivan lirih sambil mengernyitkan sebelah matanya genit.
Vio makin memberengut sebel. Dan sebelum mulutnya terbuka untuk mendamprat cowok itu, telinganya sudah terlebih dahulu menangkap kalimat lirih yang keluar dari bibir Silvi.
"So Sweet. Kenapa gue mendadak merasa kaya lagi nonton drama korea romantis yak?"
Vio tak bisa mencegah dirinya untuk memutar mata kesel. Merasa kalau sahabatnya telah berubah jadi penghianat. Masa hal memalukan yang di lakukan Ivan barusan itu So sweet. Apa gadis itu sudah tidak waras?. Dan saat melirik kearah Ivan, ia menyadari kalau itu justru malah memperburuk keadaan. Untuk beberapa detik yang berlalu kedua pasang matanya tak mampu mengalihkan diri saat mendapati senyuman di wajah Ivan. Kemarahannya menguap dengan begitu saja. Senyum itu begitu manis.
"Kenapa?".
Satu kata itu berhasil menyadarkan Vio dari lamunannya. Dengan cepat ia segera membuang muka. Menghindari tatapan Ivan yang menatapnya heran. Bahkan Silvi juga terdiam.
"Lupakan".
Selesai berkata Vio segera bangkit berdiri membaut Silvi dan Ivan saling berpandangan heran. Dan tampa kata lagi Vio segera berlalu sambil merutuki dalam hati atas apa yang ia lakukan tadi. Astaga, Ia pasti sudah gila. Bisa - bisanya ia merasa terpesona atas senyuman buaya cap kadal satu itu.
"Tu anak marah ya?" Tanya Ivan terlihat bodoh sambil terus menatap punggung Vio yang mulai menghilang.
"Kayaknya sih" Silvi terlihat mengangguk angguk membenarkan. Membuat Ivan mengaruk kepalanya yang tak gatal.
"Tunggu dulu. Kenapa gue malah duduk disini?" Gumam Silvi terlihat bingung. "Vio, Gue jangan di tinggal" Dan detik berikutnya Silvi segera bangkit berdiri. Melesat keluar menyusul Vio. Meninggalkan Ivan dengan tampang cengonya ketika seorang pelayan berdiri di hadapannya sambil menyodorkan tagihan makan siang meraka.
Walau tampa berkomentar apa - apa Ivan merogoh sakunya. Mengeluarkan beberapa uang dari dompet. Sambil membayar tak urung ia perfikir. Mencoba mengingat - ingat ucapannya tadi. Seingatnya, ia tidak pernah menawarkan diri untuk mentraktir mereka walau sejujurnya ia tidak keberatan untuk itu. Tapi ya sudah lah, Untuk vio apa si yang enggak?.
Cerpen Terbaru Take My Heart ~ 07
Vio dan Silvi sedang berjalan beriringan ketika Ivan menghampiri.
"Hei, Mau pulang ya?" Sapa Ivan ramah. Silvi mengangguk sementara Vio justru mencibir.
"Jadi Pacar loe langsung jemput loe sekarang?' tanya Vio lagi - lagi mengabaikan kehadiran Ivan.
"Bukan pacar. Kita cuma baru deket" Silvi meralat.
"Apa - apa aja deh. Yang jelas gue pengen liat orangnya gimana si?" tambah Vio cuek.
"Oke, Ntar gue kenalin. Tapi loe nggak boleh naksir sama dia ya?" Balas Silvi setengah bercanda sambil tersenyum. Vio tidak menjawab tapi jari telunjuk dan ibu jarinya disatukan membentu hurup "O". Sementara Ivan hanya terdiam memperhatikan ulah keduanya.
Selang beberapa saat, Silvi kembali berujar.
"Na, itu dia" Tunjuk Silvi kearah jalan.
Refleks mata Vio mengikuti arah telunjuk Silvi. Ivan juga melakukan hal yang sama. Matanya terus mengamati sosok yang di maksut dengan tatapan menilai.
Motor sport yang di pake keliatan keren si, tapi masih bagusan motor yang ia miliki. Jaket hitam yang ia di kenakan di tambah helm yang melekat di kepala memang kelihatan modis, Tapi ehem, dia juga bisa berpenampilan seperti itu. Bahkan bisa lebih, pikirnya menyombong. Dan saat cowok itu melepaskan helmnya,.... Ehem, Ivan harus akui kalau wajahnya keren walau ia tetap beranggapan wajahnya tetap jauh lebih keren.
Dan begitu menoleh, sebuah cibiran sama sekali tak mampu ia tahan saat mendapati wajah terpaku Vio yang tampak tak berkedip menatap sosok yang tampak berjalan menghampiri mereka. Hei, cowok itu tidak semempesona itu kali, Gerutnya.
"Hai" Sapa Silvi sambil tersenyum.
"Hai juga. Sory ya telat. Soalnya tadi macet".
"Nggak papa kok. Oh ya, Sekalian kenalin ini temen - temen gue" Tambah Silvi mengalihkan tatapannya dari sang gebetan kembali kearah Vio dan Ivan yang sedari tadi masih terdiam.
"Vio, Loe ngapain disini?" bahkan belum sempat mulut Silvi terbuka untuk memperkenalkan. Pertanyaan bernada kaget itu sudah terlebih dahulu terlontar.
Vio terdiam. Tidak langsung menjawab. Lidahnya terasa kelu. Mendadak ia merasa sesak. Merasa sulit untuk bernapas. Ia tidak sedang bermimpi kan?. Sosok yang berdiri di hadapannya itu?. Astaga.
"Herry, Loe udah kenal sama Vio?" Pertanyaan bernada heran keluar dari mulut Silvi saat Vio masih belum bersuara.
"Iya, Kita memang sudah saling kenal. Dulu kita satu kampus" Vio bersuara sambil berusaha memaksakan senyum di wajahnya.
"Oh ya?. Wah kebetulan sekali kalau begitu" Silvi tampak kaget. Kali ini Vio hanya membalas dengan anggukan.
Diam - diam Ivan terus memperhatikan perubahan dari sikap Vio. Walau ia tidak tau kenapa tapi ia menyadari kalau gadis itu merasa tidak nyaman dengan situasi itu. Lebih tepatnya dengan kehadiran cowok bernama Herry tersebut.
"Ehem".
Silvi menoleh. Baru menyadari kalau masih ada Ivan disampingnya.
"Oh ya, hampir lupa. Herry, kenalin Ini Ivan. Temen gue".
Herry tersenyum sambil mengulurkan tangannya yang segera di sambut oleh Ivan. Tak lupa keduanya menyebutkan namanya masing - masing. Sementara Vio masih terdiam bagai patung. Tak tau harus berbuat apa.
"Oh ya, Kebetulan ini udah siang. Kita cabut duluan ya. Takutnya ntar kita ketinggalan bus" Balas Ivan.
Dan tampa permisi ia segera meraih tangan Vio. Mengajaknya berlalu.
"Ih iya silahkan. Da Vio" Balas Silvi sambil tersenyum.
Vio hanya mengangguk. Kemudian berlalu pergi karena Ivan sudah terlebih dahulu menariknya. Herry sendiri juga terdiam. Tapi kedua matanya terus memperhatikan gerak - geriknya sampai keudanya benar - benar berlalu.
"Vio, Loe baik - baik aja kan?' tanya Ivan lirih saat keduanya sudah melangkah menjauh.
Seolah baru menyadari sesuatu, Vio segera menarik lepas gengamannya sambil melemparkan tatapan tajam kearah Ivan.
"Jangan pernah sekali - kali loe menarik gue sembarangan kayak tadi".
"Kok loe marah si?. Gue tadi itu bantuin loe tau".
"Bantuin?. Memangnya gue pernah bilang gue butuh bantuan?" Serang Vio balik.
"Loe emang nggak bilang. Tapi gue juga nggak bodoh. Walau gue nggak tau kenapa, Tapi gue ngerasa kalau loe nggak merasa nyaman dengan situasi tadi".
"Nggak usah sok tau" Balas Vio lagi.
Kali ini Ivan terdiam. Vio juga tidak melanjutkan ucapannya. Ia segera melangkah mendahului Ivan. Masuk kedalam bus yang kebetulan sudah muncul di hadapan.
Selama perjalanan keduanya terdiam tampa kata. Sesekali Ivan melirik kearah Vio yang hanya terpaku menatap keluar jendela. Mlutnya sempat terbuka, namun tiada kata yang keluar. Ia sendiri bingung harus berkata apa.
Sementara Vio sendiri juga tengelam dalam lamuannya. Kejadian tadi sama sekali tidak pernah ia bayangkan dalam hidupnya. Herry, sosok yang ingin ia hindari bahkan ia sampai rela pindah kampus tiba - tiba kembali ia temui. Bahkan dengan status gebetan sahabatnya. Astaga. Sekarang ia baru menyadari kenapa dulu ia merasa kalau wajah Silvi cukup familiran untuknya. Bukankah foto gadis itu yang ia lihat secara tak sengaja berada di dalam dompet Herry. Gadis yang berhasil menjadikan ia hanya sampai pada status sahabat. Bagaimana bisa selama ini ia tidak menyadarinya. Dengan berlahan di hembuskannya nafas berat sambil bergumam di dalam hati.
"Kenapa kenyataan selalu menyakitkan?".
To Be Continue...
PS: Untuk mengetahui kisah Herry sama vio silahkan baca Cerpen Sedih Pupus.
So begini lah jadinya... Ha ha ha...
Over All, Happy Reading yak...
Part sebelumnya silahkan baca :
- Cerpen terbaru take my heart part 6
"Silvi, Entar Siang loe ada acara nggak?" Tanya Vio sambil mulai menikmati Mie Soo Pesanannya.
Silvi tidak langsung menjawab. Angannya melayang mengingat agendanya hari ini. Sambil tersenyum ia balik bertanya.
"Kenapa?".
"Nggak kenapa - napa si. Rencananya ntar siang gue pengen ngajak loe ke gramedia. Gue pengen nyari buku moslem millionaire Karya Ippho Santoso. Katanya udah muncul di Gramedia" Tambah Vio Menerangkan.
"Ehem" Silvi berdehem rikuh sambil melirik Ivan yang sedari tadi jelas di cuekin dan hanya mendegarkan obrolan mereka berdua. "Maaf, Sebenernya gue hari ini mau jalan sama temen gue" Sahut Silvi malu - malu.
"Temen atau demen?" Kali ini Ivan menyambar membuat Vio mencibir sinis. Sementara Silvi hanya tersenyum simpul.
"Pacar loe ya?" Tanya Vio lagi.
"Bukan pacar si, Cuma kebetulan beberapa hari ini kita mulai deket".
"Oh calon pacar berarti" Lagi - lagi Ivan menyambar.
"O jadi loe lagi Pedekate. Gimana orangnya, cakep nggak?" tanya Vio terdengar antusias membuat Silvi tersipu malu Sementara Ivan mencibi sinis.
"Tapi dia bukan playboy kan?" tambah Vio kontan membuat Ivan menoleh kearahnya. Sadar kalau ia sedang di sindir.
"Nggak kok. Dia cowok baik-baik" Balas Silvi .
"Ah syukurlah. Tapi Yah... Kalau gitu loe nggak bisa nemenin gue donk" Desah Vio kecewa.
"Gue nggak keberatan kalau harus nemenin loe" Sambar Ivan cepat.
"Tapi nggak papa deh. Lain kali aja kita perginya kalau gitu" Tambah Vio seolah sama sekali tak mendengar kalimat yang di tawarkan Ivan barusan.
Untuk sejenak Ivan menarik nafas menyabarkan dirinya sendiri. Ia sadar sesadarnya kalau Vio saat ini benar - benar menganggapnya tidak ada. Padahal sudah beberapa kali Ivan melihat Silvi yang menatap risih akan kehadirannya. Tapi tetap, Menyerah tidak ada dalam kamus hidup Ivan selama ini. Karena itu ia harus memikirkan sesuatu untuk menarik minat Gadis satu itu.
"Ngomong - ngomong Mie Soo nya enak ya" Vio mengalihkan pembicaraan sambil menyuapkan mie kedalam mulutnya dengan penuh napsu.
Ivan melirik gadis itu. Sebuah senyum terukir di bibirnya saat sebuah ide terlintas di kepala ketika sepasang matanya mendapati sesuatu yang bertenger di bibir Vio. Dan sebelum Vio kembali berujar tangannya sudah lebih dahulu terulur. Mengusap bibir manis gadis itu. Membuat mata Vio melotot kaget.
"Loe apa - apaan si" Kata Vio terdengar marah. Tapi Ivan justru malah tersenyum.
"Ada Sesuatu di bibir loe" Kata Ivan santai. Dan bahkan dengan lebih santai lagi menjilat ibu jari yang tadi ia gunakan untuk mengusap bibir Vio.
"Manis" gumam Ivan lirih sambil mengernyitkan sebelah matanya genit.
Vio makin memberengut sebel. Dan sebelum mulutnya terbuka untuk mendamprat cowok itu, telinganya sudah terlebih dahulu menangkap kalimat lirih yang keluar dari bibir Silvi.
"So Sweet. Kenapa gue mendadak merasa kaya lagi nonton drama korea romantis yak?"
Vio tak bisa mencegah dirinya untuk memutar mata kesel. Merasa kalau sahabatnya telah berubah jadi penghianat. Masa hal memalukan yang di lakukan Ivan barusan itu So sweet. Apa gadis itu sudah tidak waras?. Dan saat melirik kearah Ivan, ia menyadari kalau itu justru malah memperburuk keadaan. Untuk beberapa detik yang berlalu kedua pasang matanya tak mampu mengalihkan diri saat mendapati senyuman di wajah Ivan. Kemarahannya menguap dengan begitu saja. Senyum itu begitu manis.
"Kenapa?".
Satu kata itu berhasil menyadarkan Vio dari lamunannya. Dengan cepat ia segera membuang muka. Menghindari tatapan Ivan yang menatapnya heran. Bahkan Silvi juga terdiam.
"Lupakan".
Selesai berkata Vio segera bangkit berdiri membaut Silvi dan Ivan saling berpandangan heran. Dan tampa kata lagi Vio segera berlalu sambil merutuki dalam hati atas apa yang ia lakukan tadi. Astaga, Ia pasti sudah gila. Bisa - bisanya ia merasa terpesona atas senyuman buaya cap kadal satu itu.
"Tu anak marah ya?" Tanya Ivan terlihat bodoh sambil terus menatap punggung Vio yang mulai menghilang.
"Kayaknya sih" Silvi terlihat mengangguk angguk membenarkan. Membuat Ivan mengaruk kepalanya yang tak gatal.
"Tunggu dulu. Kenapa gue malah duduk disini?" Gumam Silvi terlihat bingung. "Vio, Gue jangan di tinggal" Dan detik berikutnya Silvi segera bangkit berdiri. Melesat keluar menyusul Vio. Meninggalkan Ivan dengan tampang cengonya ketika seorang pelayan berdiri di hadapannya sambil menyodorkan tagihan makan siang meraka.
Walau tampa berkomentar apa - apa Ivan merogoh sakunya. Mengeluarkan beberapa uang dari dompet. Sambil membayar tak urung ia perfikir. Mencoba mengingat - ingat ucapannya tadi. Seingatnya, ia tidak pernah menawarkan diri untuk mentraktir mereka walau sejujurnya ia tidak keberatan untuk itu. Tapi ya sudah lah, Untuk vio apa si yang enggak?.
Cerpen Terbaru Take My Heart ~ 07
Vio dan Silvi sedang berjalan beriringan ketika Ivan menghampiri.
"Hei, Mau pulang ya?" Sapa Ivan ramah. Silvi mengangguk sementara Vio justru mencibir.
"Jadi Pacar loe langsung jemput loe sekarang?' tanya Vio lagi - lagi mengabaikan kehadiran Ivan.
"Bukan pacar. Kita cuma baru deket" Silvi meralat.
"Apa - apa aja deh. Yang jelas gue pengen liat orangnya gimana si?" tambah Vio cuek.
"Oke, Ntar gue kenalin. Tapi loe nggak boleh naksir sama dia ya?" Balas Silvi setengah bercanda sambil tersenyum. Vio tidak menjawab tapi jari telunjuk dan ibu jarinya disatukan membentu hurup "O". Sementara Ivan hanya terdiam memperhatikan ulah keduanya.
Selang beberapa saat, Silvi kembali berujar.
"Na, itu dia" Tunjuk Silvi kearah jalan.
Refleks mata Vio mengikuti arah telunjuk Silvi. Ivan juga melakukan hal yang sama. Matanya terus mengamati sosok yang di maksut dengan tatapan menilai.
Motor sport yang di pake keliatan keren si, tapi masih bagusan motor yang ia miliki. Jaket hitam yang ia di kenakan di tambah helm yang melekat di kepala memang kelihatan modis, Tapi ehem, dia juga bisa berpenampilan seperti itu. Bahkan bisa lebih, pikirnya menyombong. Dan saat cowok itu melepaskan helmnya,.... Ehem, Ivan harus akui kalau wajahnya keren walau ia tetap beranggapan wajahnya tetap jauh lebih keren.
Dan begitu menoleh, sebuah cibiran sama sekali tak mampu ia tahan saat mendapati wajah terpaku Vio yang tampak tak berkedip menatap sosok yang tampak berjalan menghampiri mereka. Hei, cowok itu tidak semempesona itu kali, Gerutnya.
"Hai" Sapa Silvi sambil tersenyum.
"Hai juga. Sory ya telat. Soalnya tadi macet".
"Nggak papa kok. Oh ya, Sekalian kenalin ini temen - temen gue" Tambah Silvi mengalihkan tatapannya dari sang gebetan kembali kearah Vio dan Ivan yang sedari tadi masih terdiam.
"Vio, Loe ngapain disini?" bahkan belum sempat mulut Silvi terbuka untuk memperkenalkan. Pertanyaan bernada kaget itu sudah terlebih dahulu terlontar.
Vio terdiam. Tidak langsung menjawab. Lidahnya terasa kelu. Mendadak ia merasa sesak. Merasa sulit untuk bernapas. Ia tidak sedang bermimpi kan?. Sosok yang berdiri di hadapannya itu?. Astaga.
"Herry, Loe udah kenal sama Vio?" Pertanyaan bernada heran keluar dari mulut Silvi saat Vio masih belum bersuara.
"Iya, Kita memang sudah saling kenal. Dulu kita satu kampus" Vio bersuara sambil berusaha memaksakan senyum di wajahnya.
"Oh ya?. Wah kebetulan sekali kalau begitu" Silvi tampak kaget. Kali ini Vio hanya membalas dengan anggukan.
Diam - diam Ivan terus memperhatikan perubahan dari sikap Vio. Walau ia tidak tau kenapa tapi ia menyadari kalau gadis itu merasa tidak nyaman dengan situasi itu. Lebih tepatnya dengan kehadiran cowok bernama Herry tersebut.
"Ehem".
Silvi menoleh. Baru menyadari kalau masih ada Ivan disampingnya.
"Oh ya, hampir lupa. Herry, kenalin Ini Ivan. Temen gue".
Herry tersenyum sambil mengulurkan tangannya yang segera di sambut oleh Ivan. Tak lupa keduanya menyebutkan namanya masing - masing. Sementara Vio masih terdiam bagai patung. Tak tau harus berbuat apa.
"Oh ya, Kebetulan ini udah siang. Kita cabut duluan ya. Takutnya ntar kita ketinggalan bus" Balas Ivan.
Dan tampa permisi ia segera meraih tangan Vio. Mengajaknya berlalu.
"Ih iya silahkan. Da Vio" Balas Silvi sambil tersenyum.
Vio hanya mengangguk. Kemudian berlalu pergi karena Ivan sudah terlebih dahulu menariknya. Herry sendiri juga terdiam. Tapi kedua matanya terus memperhatikan gerak - geriknya sampai keudanya benar - benar berlalu.
"Vio, Loe baik - baik aja kan?' tanya Ivan lirih saat keduanya sudah melangkah menjauh.
Seolah baru menyadari sesuatu, Vio segera menarik lepas gengamannya sambil melemparkan tatapan tajam kearah Ivan.
"Jangan pernah sekali - kali loe menarik gue sembarangan kayak tadi".
"Kok loe marah si?. Gue tadi itu bantuin loe tau".
"Bantuin?. Memangnya gue pernah bilang gue butuh bantuan?" Serang Vio balik.
"Loe emang nggak bilang. Tapi gue juga nggak bodoh. Walau gue nggak tau kenapa, Tapi gue ngerasa kalau loe nggak merasa nyaman dengan situasi tadi".
"Nggak usah sok tau" Balas Vio lagi.
Kali ini Ivan terdiam. Vio juga tidak melanjutkan ucapannya. Ia segera melangkah mendahului Ivan. Masuk kedalam bus yang kebetulan sudah muncul di hadapan.
Selama perjalanan keduanya terdiam tampa kata. Sesekali Ivan melirik kearah Vio yang hanya terpaku menatap keluar jendela. Mlutnya sempat terbuka, namun tiada kata yang keluar. Ia sendiri bingung harus berkata apa.
Sementara Vio sendiri juga tengelam dalam lamuannya. Kejadian tadi sama sekali tidak pernah ia bayangkan dalam hidupnya. Herry, sosok yang ingin ia hindari bahkan ia sampai rela pindah kampus tiba - tiba kembali ia temui. Bahkan dengan status gebetan sahabatnya. Astaga. Sekarang ia baru menyadari kenapa dulu ia merasa kalau wajah Silvi cukup familiran untuknya. Bukankah foto gadis itu yang ia lihat secara tak sengaja berada di dalam dompet Herry. Gadis yang berhasil menjadikan ia hanya sampai pada status sahabat. Bagaimana bisa selama ini ia tidak menyadarinya. Dengan berlahan di hembuskannya nafas berat sambil bergumam di dalam hati.
"Kenapa kenyataan selalu menyakitkan?".
To Be Continue...
PS: Untuk mengetahui kisah Herry sama vio silahkan baca Cerpen Sedih Pupus.
Post a Comment for "Cerpen Terbaru Take My Heart ~ 07"
Belajar lah untuk menghargai sesuatu mulai dari hal yang paling sederhana...