Kenalkan aku pada cinta ~ 06 | Cerpen Remaja
Kenalkan aku pada cinta _ part 06. Oke sodara sodara semua, berharap aja cerpen ini nggak bernasip sama kaya Cerpen The prince, the princess and mis. Cinderella. Tau nggak kenapa?. Idenya melenceng jauh lho. Jauuuuh bangets. Kayaknya efek galau yang di alamin adminnya beberapa hari ini nular ke cerpen deh. Mana laptopnya masih eror juga lagi. Hufh. #MendadakCurhat_ditabok.
Tapi diatas semua itu, menulis acak acakan alias merubah rubah jalan cerita kayaknya udah jadi bakat adminnya sedari dulu. Iya nggak?. So, buat yang baca nikmatin aja lah. ~ Cihuiy
Dan biar nggak bingung, untuk part sebelumnya bisa langsung di cek disini.
Astri tertegun saat melihat tatapan Andre yang terjurus padanya. Entah apa yang di dalam pikiran pria itu. Ia juga tidak tau. Ekspresi yang tergambar sulit di tebak. Tepatnya, ia tidak bisa menebaknya.
"Dari tadi gue perhatiin, kok kak Andre cuma liatin kita. Ada yang aneh ya?"
Pertanyaan yang terlontar dari mulut Alya membuyarkan lamunan Asri. Kepalanya refleks menoleh kearah Alya yang masih menanti jawaban dari Andre. Namun yang ditatap masih membisu, membuat Astri kembali diam diam melirik kearahnya dan menyadari kalau pria itu ternyata sama sekali tidak mengalihkan tatapan darinya.
"Ih, kak Andre ngelamun ya?"
Suara lantang Alya kali ini membuat Andre tersenyum. "Mana mungkin gue ngelamun. Entar kalau ayam tetangga pada mati gimana?. Siapa yang mau tanggung jawab coba?".
Sejenak Alya mengerutkan kening heran, barulah pada detik selanjutnya tawa lebar lepas dari bibirnya.
"Kak Andre bisa aja nih bercandaannya."
Astri melirik sekilas kearah sahabatnya yang tampak tertawa bahagia. Berbanding balik dengan rautnya waktu pertama kali muncul tadi. Hal ini mau tak mau meningatkan Astri pada kalimat terakhir yang Alya ucapkan padanya. Walau sebelumnya ia sempat pura pura tidak mendengar. Jadi gadis itu benar - benar menyukai Andre?.
"Baru datang?" Andre mengalihkan perhatian sambil bertanya singkat. Kepala Alya dengan cepat mengangguk membenarkan.
"Kakak sendiri sedari tadi ngapain. Gue perhatiin lho kalau sedari tadi itu kakak cuma berdiri diem disini."
Lagi - lagi Andre tersenyum sambil mengeleng berlahan. Bahunya sedikit terangkat sambil berujar "Nggak ada."
"Oh ya, kalian masih mau mengobrol ya. Kalau gitu gue duluan ya. Soalnya gua masih ada urusan. Da..."
Tanpa menunggu kalimat balasan Astri langsung melangkah berlalu. Setengah berlari malahan. Sejujurnya ia sendiri juga tidak mengerti, yang ia tau saat ini ia ingin segera pergi dari situ, walau ujung ujungnya ia sendiri juga bingung. Ia harus kemana? Apa harus langsung kekelas, lantas kalau seandainya nanti Alya juga kesana dia mau jawab apa? Karena sibuk melamun tanpa sadar saat tepat di belokan koridor ia menabrak seseorang.
"Aduh" Astri mengaduh saat merasakan sakit di pantatnya karena langsung mendarat di lantai yang dingin.
"Busyet, udah pake kacamata tetep aja rabun."
Astri yakin, kalau kalimat yang ia dengar lebih dingin dari lantai yang kini didudukinya. Kepalanya menoleh yang langsung bertatapan dengan seseorang yang entah siapa namanya yang kini sedang berdiri tepat di hadapannya sambil menatapnya lurus.
"Jelas jelas yang jatuh itu gue, kenapa loe yang marah marah" Gerut Astri sambil bangkit berdiri.
"Nah, itu lebih aneh lagi. Elo yang nabrak kok loe yang jatuh."
"Iya deh, gue yang salah, gue yang jatuh dan sekarang gue yang minta maaf. Puas loe" sahut Astri tampak tak iklas.
"Tentu saja tidak. Loe nggak liat tuh, buku buku gue berantakan. Buruan bantuin,"
Mata bening Astri tampak berkedap kedip. Bergantian menatap antara buku yang berserakan dan orang yang di tabraknya yang kini sedang berjongkok mengumpulkan buku - bukunya. Tanpa perlu di suruh dua kali Astri segera melakukan hal yang sama.
"Loe mau dagang buku ya? Banyak amat bawaannya?" tanya Astri tanpa menoleh.
"Emang kalau gue dagang di sini bakal laku? Ada ada aja loe. Udah jelas ini buku dari perpus."
"Jawabnya santai aja kali, marah marah gitu jodohnya jauh tau."
"Ha ha ha"
Astri menoleh, menatap makhluk yang kini sedang tertawa di hadapannya tanpa berkedip. Tawa itu...
"Ehem, Fajar."
Bukannya menjawab Astri malah mengerutkan kening melihat tangan yang terulur di hadapannya. Apa apan itu? Ngajak kenalan?.
"Loe nggak mau menyambut uluran tangan gue?"
"Astri" balas Astri akhirnya.
"Oh jadi nama loe Astri. Oke lah Astri, berhubung loe udah bantuin gue ngumpulin buku ini loe nggak keberatan kan kalau sekalian bantuin gue bawa ke perpus. Mau gue balikin soalnya."
"Ya?" Astri tampak bingung.
Tapi Fajar hanya angkat bahu sambil berdiri. Tanpa kata ia melangkah, membuat Astri mau tak mau mengikutinya walau tak urung mengerutu dalam hati. Apa apaan orang itu, menyuruhnya seenaknya.
"Ah ma kasih ya karena udah bantuin," kata Fajar sambil melangkah meninggalkan perpus, Astri berjalan disampingnya sambil membenarkan letak kacamatannya. Tidak menjawab hanya kepalanya saja yang mengangguk membenarkan.
"Ngomong - ngomong loe pinjem buku sebanyak itu buat apaan?" tanya Astri lagi.
"Ya buat di baca donk. Serius, gue nggak tertarik buat jualan" Balas Fajar setengah bercanda.
"Bisa aja loe" kali ini Astri tersenyum. Sepertinya ia telah melupakan insident tadi.
"Jurusan apa?."
"Akuntansi smester III" balas Astri, membuat kepala Fajar menangguk angguk. "Loe?"
"Oh kalau gitu kita satu angkatan. Cuma gue jurusan Teknisi Komputer."
"Teknisi?."
Walau bingung melihat raut terkejut di wajah Astri namun tak urung kepala Fajar mengangguk membenarkan.
"Kalau gitu pinter komputer donk."
"Nggak pinter sih, cuma ngertilah. Kenapa?" Fajar masih tampak bingung.
"He he he" bukannya langsung menjawab Astri justru malah tersenyum misterius, membuat Fajar semakin bingung melihatnya.
Kenalkan aku pada cinta
"Jadi laptop loe eror?" tanya Fajar sambil tangannya sibuk mengotak atik benda elektonik di hadapannya. Sementara Astri hanya mengangguk membenarkan. Saat ini keduanya sedang duduk di taman belakang kampus seusai kuliah.
"Iya, Loe kan anak IK. Harus nya tau donk, kenapa bisa eror gini."
"Yah, ini si kena Virus."
"Kalo itu gue juga tau, yang gue nggak tau itu solusinya. Biar nggak eror lagi gimana?".
Fajar tidak langsung menjawab tapi tangannya masih sibuk mengklik sana sini dengan tatapan lurus kedepan, sama sekali tidak menoleh kearah Astri.
"Kalau mau simple si sebaiknya di instal OS ulang."
"Jangan donk" sahut Astri cepat, secepat yang bisa ia lakukan. Membuat Fajar untuk kali ini menoleh.
"Ehem, maksut gue. Kalau bisa di benerin dulu tanpa di instal ulang bisa nggak?" terang Astri kemudian.
"Bisa si harusnya. Cuma...."
"Ya udah kalau bisa mending di benerin aja. Oke?" potong Astri lagi. Membuat Fajar mengerutkan kening bingung. Namun bukan kata tanya yang meluncur dari mulutnya, justru malah kepalanya yang mengangguk membenarkan.
"Baiklah, tapi mungkin rada lamaan. Nggak papa?"
"Di jamin lepi gue bener, gue nggak masalah sama waktu."
"Ha ha ha, terus imbalannya apa nih."
"Belum juga bener loe udah minta imbalan" gerut Astri sambil memajukan mulutnya. Melihat itu Fajar tak mampu menahan diri untuk tidak tertawa. Entah dapat ilham dari mana, yang jelas menurutnya kali ini Astri benar benar terlihat imut dengan reaksi seperti itu.
"Oke lah, gimana kalau seandainya laptop loe bener loe traktir gue makan siang?"
"Loe makannya banyak nggak?" bukannya menjawab Astri justu malah balik bertanya.
"Yah, sekarang coba liat. Disini siapa yang perhitungan coba."
Astri tersipu malu mendengarnnya. Cepet cepat pasang senyum jari tiga kelinci (??).
"Baiklah, jadi kalau seandainya laptop gue nanti bener, gue traktir loe makan siang di kantin kampus kita. Oke?"
"Deal," Fajar langsung mengangguk mantap tanpa perlu befikir lagi.
“Okelah kalau begitu, laptopnya gue bawa ya. Ntar kalau udah bener gue balikin ke elo,” Kata Fajar kemudian.
“Tunggu dulu,” tahan Astri cepat. “Emang harus di bawa ya?” tanya Astri sedikit ragu.
Fajar tidak langsung menjawab. Untuk sejanak ia tampak menghembuskan nafas sembari berujar. “Kan tadi gue udah bilang kalau benerin nya rada lama. Mana mungkin gue kerjain disini. Jelas aja gue bawa pulang. Gimana sih?”
Astri terdiam. Benar juga. Fajarkan tadi sudah mengatakannya. Tapi kan…
“Atau loe nggak percaya sama gue?”
“Loe bisa di percaya kan?” bukannya menjawab Astri malah balik bertanya.
“Kalau sedari awal aja loe udah ragu kenapa loe masih nanya sama gue?”
Astri yakin kalau pembicaraan ini di teruskan yang ada akan menjadi ladang tanya – tanyaan tanpa jawaban.
“Oke ginilah. Gue percaya kok. Lagian tampang loe nggak ada cocok cocoknya jadi penjahat” kata Astri sambil memperhatikan penampilan Fajar dari ujung kepala sampai ujung kaki, membuat yang ditatap merasa risih dan balik bertanya.
“Maksut loe?”
“Ya secara muka loe kan rada baby face. Imut – imut gimana gitu, terkesan sedikit feminim dan….”
“Tunggu dulu. Ini kenapa jadi ngomongin muka gue?” potong Fajar terdengar memprotes, lagi lagi Astri membalas dengan senyum tiga jari andalannya.
“Udahlah. Sedari tadi loe protes mulu. Gue beliin rok juga ni lama lama," sungut Astri. "Jadi bantuin kan? Tapi awas ya, jangan buka buka folder file gue,” Sabung Astri dengan nada mengancam.
“Emangnya kenapa? Loe nyimpen film bokep ya?”
“Duak”
Fajar hanya mampu mengaduh sembari mengusap – usap kepalannya yang berdenyut nyeri. Matanya menyipi kesel kearah Astri yang tersenyum tanpa rasa bersalah. Bahkan justru malah terlihat puas setelah sebelumnya mendaratkan jitakan di kepalanya.
“Sembarangan aja loe kalau ngomong. Sory ya, gini gini gue selalu menjaga pandangan tau.”
“Nggak yakin gue” gumam Fajar lirih namun masih mampu di tangkap oleh indra pendengar Astri. Dan sebelum sempat gadis itu kembali membalas ucapannya, ia sudah terlebih dahulu buka suara.
“Sekarang mana alamat rumah loe.”
“Ya?” tanya Astri dengan pandangan bingung.
“Berhubung besok hari minggu, kampus kita kan libur. Jadi, kalau laptop ini udah beres otomatis harus gue antar kealamat rumah loe kan?”
“O, bentar” Astri tampak mengelurkan nota kecil dari dalam tasnya. Setelah menuliskan alamat disana ia segera menyodorkannye kearah Fajar.
“Yakin loe besok laptop gue udah beres?” tanya Astri.
“Nggak yakin sih. Tapi gue usahain. Oke?”
Dan kali ini Astri hanya membalas dengan anggukan.
Ha ha hai, See you in next part aja ya. Kita To Be Continue dolo. Untuk info seputar blog bisa di ikuti melalui fanpage kami di sini.
Dan biar nggak bingung, untuk part sebelumnya bisa langsung di cek disini.
Astri tertegun saat melihat tatapan Andre yang terjurus padanya. Entah apa yang di dalam pikiran pria itu. Ia juga tidak tau. Ekspresi yang tergambar sulit di tebak. Tepatnya, ia tidak bisa menebaknya.
"Dari tadi gue perhatiin, kok kak Andre cuma liatin kita. Ada yang aneh ya?"
Pertanyaan yang terlontar dari mulut Alya membuyarkan lamunan Asri. Kepalanya refleks menoleh kearah Alya yang masih menanti jawaban dari Andre. Namun yang ditatap masih membisu, membuat Astri kembali diam diam melirik kearahnya dan menyadari kalau pria itu ternyata sama sekali tidak mengalihkan tatapan darinya.
"Ih, kak Andre ngelamun ya?"
Suara lantang Alya kali ini membuat Andre tersenyum. "Mana mungkin gue ngelamun. Entar kalau ayam tetangga pada mati gimana?. Siapa yang mau tanggung jawab coba?".
Sejenak Alya mengerutkan kening heran, barulah pada detik selanjutnya tawa lebar lepas dari bibirnya.
"Kak Andre bisa aja nih bercandaannya."
Astri melirik sekilas kearah sahabatnya yang tampak tertawa bahagia. Berbanding balik dengan rautnya waktu pertama kali muncul tadi. Hal ini mau tak mau meningatkan Astri pada kalimat terakhir yang Alya ucapkan padanya. Walau sebelumnya ia sempat pura pura tidak mendengar. Jadi gadis itu benar - benar menyukai Andre?.
"Baru datang?" Andre mengalihkan perhatian sambil bertanya singkat. Kepala Alya dengan cepat mengangguk membenarkan.
"Kakak sendiri sedari tadi ngapain. Gue perhatiin lho kalau sedari tadi itu kakak cuma berdiri diem disini."
Lagi - lagi Andre tersenyum sambil mengeleng berlahan. Bahunya sedikit terangkat sambil berujar "Nggak ada."
"Oh ya, kalian masih mau mengobrol ya. Kalau gitu gue duluan ya. Soalnya gua masih ada urusan. Da..."
Tanpa menunggu kalimat balasan Astri langsung melangkah berlalu. Setengah berlari malahan. Sejujurnya ia sendiri juga tidak mengerti, yang ia tau saat ini ia ingin segera pergi dari situ, walau ujung ujungnya ia sendiri juga bingung. Ia harus kemana? Apa harus langsung kekelas, lantas kalau seandainya nanti Alya juga kesana dia mau jawab apa? Karena sibuk melamun tanpa sadar saat tepat di belokan koridor ia menabrak seseorang.
"Aduh" Astri mengaduh saat merasakan sakit di pantatnya karena langsung mendarat di lantai yang dingin.
"Busyet, udah pake kacamata tetep aja rabun."
Astri yakin, kalau kalimat yang ia dengar lebih dingin dari lantai yang kini didudukinya. Kepalanya menoleh yang langsung bertatapan dengan seseorang yang entah siapa namanya yang kini sedang berdiri tepat di hadapannya sambil menatapnya lurus.
"Jelas jelas yang jatuh itu gue, kenapa loe yang marah marah" Gerut Astri sambil bangkit berdiri.
"Nah, itu lebih aneh lagi. Elo yang nabrak kok loe yang jatuh."
"Iya deh, gue yang salah, gue yang jatuh dan sekarang gue yang minta maaf. Puas loe" sahut Astri tampak tak iklas.
"Tentu saja tidak. Loe nggak liat tuh, buku buku gue berantakan. Buruan bantuin,"
Mata bening Astri tampak berkedap kedip. Bergantian menatap antara buku yang berserakan dan orang yang di tabraknya yang kini sedang berjongkok mengumpulkan buku - bukunya. Tanpa perlu di suruh dua kali Astri segera melakukan hal yang sama.
"Loe mau dagang buku ya? Banyak amat bawaannya?" tanya Astri tanpa menoleh.
"Emang kalau gue dagang di sini bakal laku? Ada ada aja loe. Udah jelas ini buku dari perpus."
"Jawabnya santai aja kali, marah marah gitu jodohnya jauh tau."
"Ha ha ha"
Astri menoleh, menatap makhluk yang kini sedang tertawa di hadapannya tanpa berkedip. Tawa itu...
"Ehem, Fajar."
Bukannya menjawab Astri malah mengerutkan kening melihat tangan yang terulur di hadapannya. Apa apan itu? Ngajak kenalan?.
"Loe nggak mau menyambut uluran tangan gue?"
"Astri" balas Astri akhirnya.
"Oh jadi nama loe Astri. Oke lah Astri, berhubung loe udah bantuin gue ngumpulin buku ini loe nggak keberatan kan kalau sekalian bantuin gue bawa ke perpus. Mau gue balikin soalnya."
"Ya?" Astri tampak bingung.
Tapi Fajar hanya angkat bahu sambil berdiri. Tanpa kata ia melangkah, membuat Astri mau tak mau mengikutinya walau tak urung mengerutu dalam hati. Apa apaan orang itu, menyuruhnya seenaknya.
"Ah ma kasih ya karena udah bantuin," kata Fajar sambil melangkah meninggalkan perpus, Astri berjalan disampingnya sambil membenarkan letak kacamatannya. Tidak menjawab hanya kepalanya saja yang mengangguk membenarkan.
"Ngomong - ngomong loe pinjem buku sebanyak itu buat apaan?" tanya Astri lagi.
"Ya buat di baca donk. Serius, gue nggak tertarik buat jualan" Balas Fajar setengah bercanda.
"Bisa aja loe" kali ini Astri tersenyum. Sepertinya ia telah melupakan insident tadi.
"Jurusan apa?."
"Akuntansi smester III" balas Astri, membuat kepala Fajar menangguk angguk. "Loe?"
"Oh kalau gitu kita satu angkatan. Cuma gue jurusan Teknisi Komputer."
"Teknisi?."
Walau bingung melihat raut terkejut di wajah Astri namun tak urung kepala Fajar mengangguk membenarkan.
"Kalau gitu pinter komputer donk."
"Nggak pinter sih, cuma ngertilah. Kenapa?" Fajar masih tampak bingung.
"He he he" bukannya langsung menjawab Astri justru malah tersenyum misterius, membuat Fajar semakin bingung melihatnya.
Kenalkan aku pada cinta
"Jadi laptop loe eror?" tanya Fajar sambil tangannya sibuk mengotak atik benda elektonik di hadapannya. Sementara Astri hanya mengangguk membenarkan. Saat ini keduanya sedang duduk di taman belakang kampus seusai kuliah.
"Iya, Loe kan anak IK. Harus nya tau donk, kenapa bisa eror gini."
"Yah, ini si kena Virus."
"Kalo itu gue juga tau, yang gue nggak tau itu solusinya. Biar nggak eror lagi gimana?".
Fajar tidak langsung menjawab tapi tangannya masih sibuk mengklik sana sini dengan tatapan lurus kedepan, sama sekali tidak menoleh kearah Astri.
"Kalau mau simple si sebaiknya di instal OS ulang."
"Jangan donk" sahut Astri cepat, secepat yang bisa ia lakukan. Membuat Fajar untuk kali ini menoleh.
"Ehem, maksut gue. Kalau bisa di benerin dulu tanpa di instal ulang bisa nggak?" terang Astri kemudian.
"Bisa si harusnya. Cuma...."
"Ya udah kalau bisa mending di benerin aja. Oke?" potong Astri lagi. Membuat Fajar mengerutkan kening bingung. Namun bukan kata tanya yang meluncur dari mulutnya, justru malah kepalanya yang mengangguk membenarkan.
"Baiklah, tapi mungkin rada lamaan. Nggak papa?"
"Di jamin lepi gue bener, gue nggak masalah sama waktu."
"Ha ha ha, terus imbalannya apa nih."
"Belum juga bener loe udah minta imbalan" gerut Astri sambil memajukan mulutnya. Melihat itu Fajar tak mampu menahan diri untuk tidak tertawa. Entah dapat ilham dari mana, yang jelas menurutnya kali ini Astri benar benar terlihat imut dengan reaksi seperti itu.
"Oke lah, gimana kalau seandainya laptop loe bener loe traktir gue makan siang?"
"Loe makannya banyak nggak?" bukannya menjawab Astri justu malah balik bertanya.
"Yah, sekarang coba liat. Disini siapa yang perhitungan coba."
Astri tersipu malu mendengarnnya. Cepet cepat pasang senyum jari tiga kelinci (??).
"Baiklah, jadi kalau seandainya laptop gue nanti bener, gue traktir loe makan siang di kantin kampus kita. Oke?"
"Deal," Fajar langsung mengangguk mantap tanpa perlu befikir lagi.
“Okelah kalau begitu, laptopnya gue bawa ya. Ntar kalau udah bener gue balikin ke elo,” Kata Fajar kemudian.
“Tunggu dulu,” tahan Astri cepat. “Emang harus di bawa ya?” tanya Astri sedikit ragu.
Fajar tidak langsung menjawab. Untuk sejanak ia tampak menghembuskan nafas sembari berujar. “Kan tadi gue udah bilang kalau benerin nya rada lama. Mana mungkin gue kerjain disini. Jelas aja gue bawa pulang. Gimana sih?”
Astri terdiam. Benar juga. Fajarkan tadi sudah mengatakannya. Tapi kan…
“Atau loe nggak percaya sama gue?”
“Loe bisa di percaya kan?” bukannya menjawab Astri malah balik bertanya.
“Kalau sedari awal aja loe udah ragu kenapa loe masih nanya sama gue?”
Astri yakin kalau pembicaraan ini di teruskan yang ada akan menjadi ladang tanya – tanyaan tanpa jawaban.
“Oke ginilah. Gue percaya kok. Lagian tampang loe nggak ada cocok cocoknya jadi penjahat” kata Astri sambil memperhatikan penampilan Fajar dari ujung kepala sampai ujung kaki, membuat yang ditatap merasa risih dan balik bertanya.
“Maksut loe?”
“Ya secara muka loe kan rada baby face. Imut – imut gimana gitu, terkesan sedikit feminim dan….”
“Tunggu dulu. Ini kenapa jadi ngomongin muka gue?” potong Fajar terdengar memprotes, lagi lagi Astri membalas dengan senyum tiga jari andalannya.
“Udahlah. Sedari tadi loe protes mulu. Gue beliin rok juga ni lama lama," sungut Astri. "Jadi bantuin kan? Tapi awas ya, jangan buka buka folder file gue,” Sabung Astri dengan nada mengancam.
“Emangnya kenapa? Loe nyimpen film bokep ya?”
“Duak”
Fajar hanya mampu mengaduh sembari mengusap – usap kepalannya yang berdenyut nyeri. Matanya menyipi kesel kearah Astri yang tersenyum tanpa rasa bersalah. Bahkan justru malah terlihat puas setelah sebelumnya mendaratkan jitakan di kepalanya.
“Sembarangan aja loe kalau ngomong. Sory ya, gini gini gue selalu menjaga pandangan tau.”
“Nggak yakin gue” gumam Fajar lirih namun masih mampu di tangkap oleh indra pendengar Astri. Dan sebelum sempat gadis itu kembali membalas ucapannya, ia sudah terlebih dahulu buka suara.
“Sekarang mana alamat rumah loe.”
“Ya?” tanya Astri dengan pandangan bingung.
“Berhubung besok hari minggu, kampus kita kan libur. Jadi, kalau laptop ini udah beres otomatis harus gue antar kealamat rumah loe kan?”
“O, bentar” Astri tampak mengelurkan nota kecil dari dalam tasnya. Setelah menuliskan alamat disana ia segera menyodorkannye kearah Fajar.
“Yakin loe besok laptop gue udah beres?” tanya Astri.
“Nggak yakin sih. Tapi gue usahain. Oke?”
Dan kali ini Astri hanya membalas dengan anggukan.
Ha ha hai, See you in next part aja ya. Kita To Be Continue dolo. Untuk info seputar blog bisa di ikuti melalui fanpage kami di sini.
Post a Comment for "Kenalkan aku pada cinta ~ 06 | Cerpen Remaja"
Belajar lah untuk menghargai sesuatu mulai dari hal yang paling sederhana...