Ketika Cinta Harus Memilih ~ 04 | Cerpen Cinta
Halo semuanya, ketemu lagi nih sama Admin tentunya dengan kelanjutan Ketika Cinta Harus Memilih Part 4. Masih tentang kisah Cinta sama Rangga ya. Kira kira gimana sih kelanjutan hubungan mereka. Bakal happy ending atau justru malah sad ending.
Untuk yang dulunya sudah pernah membaca, baca ulang lagi juga boleh kok. Secara cepen ketika cinta harus memilih ini kan udah di edit lagi. Walau inti ceritanya masih sama si sebenertnya.
Akhir kata, happy reading aja deh....
"Jadi ini rumah loe?" tanya Rangga setelah beberapa detik yang lalu motornya diberhentikan atas interupsi dari Cinta yang sedari tadi duduk di belakangnya.
"Iya" balas Cinta sambil melepaskan helm dan menyerahkannya kearah Rangga berserta jaketnya sekalian. Kemudian tanpa basa - basi lagi ia segera berbalik menuju ke rumahnya.
"Loe nggak nawarin gue buat mampir?" tanya Rangga yang otomatis menghentikan langkahnya bahkan memaksanya untuk berbalik menatap lawan bicaranya.
"Nggak usah deh. Pulang aja loe sono. Ntar kalau sampe nyokap gue liat, dikira loe pacar gue lagi."
"Bukanya kita emang pacaran ya?" tanya Rangga sambil mengedipkan sebelah matanya. Membuat Cinta mencibir melihatnya.
"Ya udah, gue pulang dulu. Inget besok gue jemput".
"What?".
Cinta kaget. Tapi Sepertinya Rangga sama sekali tidak berniat untuk menjelaskannya. Ia lebih memilih Menghidupkan mesin motor dan berlalu pergi. Meninggalkan Cinta dengan wajah keselnya.
*** Ketika cinta harus memilih ***
Mulut cinta terbuka tanpa kata. Tatapan matanya terarah lurus kearah Rangga yang tampak dengan santai nangkring di atas motor di depan rumahnya. Ternyata benar firasatnya bahwa seorang Rangga tidak pernah bermain -main dengan kata - katanya. Benar - benar menyebalkan.
Dan mulut Cinta semakin terbuka lebar saat mendapati pemandangan yang terjadi selanjutnya. Refleks kedua tangannya terangkat untuk menepuk - nepuk kedua pipinya. Siapa tau mimpi. Dihadapnnya tampak Rangga yang sedang membungkuk hormat kepada mamanya. Bahkan pake acara salaman dan cium tangan segala. Cinta jadi benar - benar berfikir, Apa mungkin ia masih tidur?.
"Pagi tante" Sapa Rangga terlihat ramah.
"Pagi..." Balas mama terlihat ragu dengan kening berkerut.
Sekilas ia tampak melirik kearah Cinta yang sama sekali belum bisa mengalihkan perhatiannya dari segala gerak gerik Rangga yang menurutnya sanggat aneh.
"Kenalin tante, Nama aku Rangga. Aku temen nya Cinta. Dan sengaja datang kesini untuk minta izin buat berangkat kuliah bareng" Terang Rangga. "Itu juga kalau tante ngijinin" Sambung Rangga lagi.
"Oh temennya Cinta?. Boleh kok. Kebetulan Cinta juga mau berangkat. Tapi harusnya datangnya lebih pagian biar bisa sekalian sarapan bareng."
Kali ini bukan cuma mulut tapi juga mata Cinta yang terbuka lebar. Ia tidak punya masalah pendengaran bukan?. Masa ada seorang mama yang dengan gampang mempercayakan anak gadisnya pada seorang pria yang baru di kenal kurang lebih lima menit yang lalu.
"Ma kasih tante. Tapi aku tadi udah sarapan kok. Lain kali aja ya" Balas Rangga masih memasang senyuman manis di bibirnya. Sementara Cinta masih terdiam. Sepertinya ia masih belum menemukan kembali pita suaranya.
"Wah benar - benar anak yang sopan. Ya sudah kalau begitu mendingan kalian pergi sekarang. Dari pada nanti terlambat."
"Ia tante. Permisi," Lagi - lagi Rangga membungkuk sopan sebelum kemudian tangannya terulur. Menyodorkan sebuah helm kehadapan Cinta yang masih terlihat bagai Patung tak bernyawa saat menyaksikan drama satu babak di hadapannya.
"Iya. Hati - hati di jalan" Balas mama. Mengantarkan kepergian keduanya dengan pandangan. Tak lupa seulas senyum terukir manis di bibirnya.
"Hei, loe kenapa dari tadi diem aja" Tanya Rangga dengan pandangan terus terarah kedepan. Sengaja mengedarai motornya dengan kecepatan standar.
"Enggak papa. Cuma lagi mikir aja. Apa gue lagi mimpi ya?. Jangan-jangan bener lagi gue masih tidur. Masa hari ini gue ngeliat loe sopan banget".
Sedetik setelah Cinta mengutarakan dugaannya, Rangga melajukan motornya dengan cepat. Meliak - liukkan motornya (???), Medahului satu dua mobil yang ada di hadapannya. Tanpa berpikir dua kali dan hanya berdasarkan instink, Cinta segera mengerakan kedua tangannya. Memeluk Rangga dengan erat dari belakang. Dan belum sempat mulutnya terbuka untuk protes kepalanya sudah terlebih dahulu terantuk dengan helm yang Rangga kenakan akibat dari ulah Rangga yang mengerem motornya mendadak.
"Astaga!!!. Apa loe sudah gila ya?. Kalau loe memang niat buat bunuh diri jangan ngajakin gue!" Teriak Cinta membentak. Sama sekali tidak mampu untuk menahan emosinya.
"Kok loe malah marah?" Tanya Rangga memasang wajah polos.
"APA?. Loe masih berani nanya kenapa?. Loe mikir nggak si? Gimana tadi kalau loe sampai nabrak orang!."
"Kalau tadi kita sampai nabrak orang tentu saja loe bakal kesakitan dan terus sadar bahwa loe emang sudah bangun."
"Ha?."
Duak.....
"Aduh. Kenapa loe demen banget sih mukul kepala gue" Geram Rangga Sambil menusap - usap kepalanya yang terasa berdenyut akibat pukulan buku dari Cinta. Mana bukunya lumayan tebel lagi.
"Heh" Cinta mencibir. "Kalau menurutkan hati, Gue niat banget ngebunuh loe sekarang juga."
"Dan kalau gue sampe beneran mati gue juga pasti bakal jadi hantu dan mengentayangi loe seumur - umur" Balas Rangga tak kalah sengit.
"Nah ... Kalau gini baru bener" Cinta tampak mangut - mangut.Dalam hati menambahkan "Gue ngerasa aneh ngeliat loe bersikap sopan"
"Maksut loe?" Rangga tampak bingung.
Cinta tidak menjawab sebaliknya ia justru malah melepaskan helm nya dan segera menyodorkan ke arah Rangga. Tanpa berkata ia segera berlalu.
"Eits, loe mau kemana?" tahan Rangga menarik tangan Cinta.
"Tentu saja mau kekampus."
"Loe mau jalan kaki?" tanya Rangga dengan nada heran.
"Helo.... Kita nggak lagi tinggal di planet mars kale. Masih banyak no kendaraan normal yang bisa mengantar gue dengan selamat. Dari pada bareng sama loe yang benar - benar berpotensi membuat gue mati muda."
"Lebay...."Cibir Rangga. Tangannya dengan cekatan mengambil helm dan memasangnya ke kepala Cinta. Bahkan penolakan Cinta sama sekali tidak mampu menghambat geraknya. Terbukti tidak sampai semenit kemudian Helm itu sudah terpasang rapi.
"Ayo naik. Kita pergi sekarang."
Untuk sejenak Cinta terdiam. Dan ia benar - benar dengan sadar harus mengakui kalau ia memang tidak bisa berkata 'Tidak' pada Rangga. Akhirnya dengan berat hati ia kembali duduk di balakang Rangga yang memang sudah siap - siap melajutkan kembali motornya.
*** Ketika cinta harus memilih ***
Untuk pertama kali dalam seumur hidup Cinta berjalan menuju kekelasnya dengan kepala terus menunduk. Bukan, Bukan karena mukanya ada jerawat tapi karena harus berjalan beriringan bersama Rangga dengan tangan saling bergandengan. Terlebih ia juga menyadari kalau perhatian semuanya terjurus kearahnya. Memalukan.
"Hai, loe temennya Cinta kan?"
Dengan cepat Cinta mendongak. Kasih, kini berdiri tepat dihadapannya, tampak sedang menganggukan kepala. Dan ia baru sadar kalau saat ini ia sudah mencapai depan pintu kelasnya.
"Kalau gitu gue titip pacar gue ya?. Tolong jagain dia" Sambung Rangga sambil tersenyum manis. Entah karena saking manisnya atau ada alasan lain yang jelas keliatannya mampu membuat hati Kasih meleleh dan membalas dengan senyuman yang tak kalah manis (???).
"Pastinya. Loe tenang aja. Nggak perlu loe minta pasti juga gue jagain. Secara dia kan sahabat gue."
"Ma kasih. Kalau gitu gue pergi dulu. Da Cinta" Pamit Rangga Sebelum kemudian berlalu pergi meninggalkan Cinta yang tampak bergidik ngeri.
"Astaga Cinta. Jadi gosip itu bener. Loe benaran pacaran sama Rangga. Kenapa kemaren waktu gue nanya loe nyangkal?. Mana Rangga perhatian gitu lagi. Ah, loe emang beruntung" Kata kasih masih tetap menatap kepergian Rangga yang semakin menjauh. Sama sekali tidak menyadari ekspresi bodoh Cinta yang tampak terpaku.
"Kasih, Coba loe tampar gue sekarang. Kok gue nggak yakin ya kalau gue udah bangun".
Dalam sedetik Kasih langsung menoleh. Heran melihat tampang Cinta. Dan pada detik berikutnya.
"Aduh..." Jerit Cinta sambil melompat. Kakinya benar - benar terasa berdenyut. Kasih hanya nyengir tanpa merasa bersalah sedikit pun padahal sudah menginjak kaki sahabatny itu dengan keras.
"Loe gila ya. Sakit tau. Kenapa loe nginjek kaki gue?"
"Abis gue nggak tega mo nampar loe?"
"Apa?" Tanya Cinta. Takutnya ia salah dengar. Apa mungkin sahabatnya sendiri mau menamparnya?.
"La tadi kan loe sendiri yang bilang. Loe minta di tampar. Nah karena kebetulan gue itu orangnya baik hati, tidak sombong, dan rajin menabung serta berbakti pada kedua orang tua makanya cuma gue injek" Terang Kasih pasang tampang wajah polos Sepolos-polosnya ditambah dengan sedikit bumbu narsis sebegai pelengkapnya.
"Kasih.... Gue serius" Geram Cinta.
"Ha?. Maksut loe, Loe serius pengen gue tampar?" Kasih makin kaget.
"Bukan itu.Tadi kan cuma perumpamaan. Kenapa loe jadi lemot gini sih" Keluh Cinta terlihat frustrasi.
"He he he. Abis senyum Rangga beneran mengoda."
Tanpa di komando tangan Cinta terangkat menyentuh kening Kasih.
"Nggak panas...." Gumam Cinta lirih. "Loe nggak lagi sakit kan?" tanya Cinta menyelidik.
"Ye... kapan juga gue pernah sakit. Lagian loe itu aneh banget si. Punya cowok keren, terkenal, baik, perhatian lagi. Bukannya malah bersyukur."
"Please deh kasih. Loe itu sahabat gue bukan si. Kenapa gampang banget si percaya sama wajah buayanya si Rangga."
"Buwahahahha" Tawa Kasih langsung meledak. "Masa pacar sendiri di bilang buaya."
"Dia - Bukan - Pacar - Gue- !!!" Tandas Cinta tegas.
Kasih hanya angkat bahu sambil mutar mata. Jelas tidak percaya. Sementara Cinta sendiri sudah kehilangan mod untuk menceritakan detail tentang 'penderitaan'nya. Karena sudah yakin bahwa hasilnya pasti percuma. Tanpa banyak kata ia segera melangkah masuk kekelasnya. Mengabaikan Kasih sendirian menikmati keterpesonaanya.
*** Ketika cinta harus memilih ***
"Aduh" teriak Cinta saat mendapati tubuhnya terbentur kearah dinding saat berjalan di koridor menuju ke kelasnya. Dihadapannya kini tampak serombongan cewek.
"Ini yang loe maksut nggak ada hubungan apa - apa ha?."
"Maksut loe?" tanya Cinta sambil berusah bangkit berdiri.
"Loe bilang loe nggak ada hubungan apa - apa sama Rangga. Tapi buktinya... Loe malah dengan santai jalan bergandengan tangan waktu ke kampus."
"Itu bukan kemauan gue" Cinta berusah membela diri.
"He" Cibir cewek yang berada tepat di hadapannya. "Jangan mentang - mentang loe ngerasa diri loe cantik terus bisa seenaknya ya. Loe pikir kita semua nggak tau kalau loe selama ini sering sok - sok an nolak cowok - cowok yang berusaha ngedeketi elo?. Terus kenapa tiba - tiba loe bisa jadian sama Rangga. Dasar cewek kegatelan."
"Eh jaga bicara loe ya" Geram Cinta berusaha melawan. Tindakan konyol sepertinya karena itu justru malah memancing emosi semuanya. Terbukti dengan mendapati kedua tangannya yang kini di cekal dengan erat.
"Loe masih berani ngebantah" terdengar tanya bernada ancaman.
"Oke, Gue emang pacaran sama Rangga. Seperti yang kalian sendiri katakan Gue cantik. Jadi mustahil Rangga nolak gue. Terus kalian mau apa?" Tantang Cinta sama sekali tidak merasa Takut. Dan ia hanya mampu menutup mata saat mendapati sebuah tangan yang melayang siap mendarat di pipi mulusnya.
"Apa - apa ni!."
Refleks Cinta membuka mata. Rangga kini berdiri di sampingnya. Mencekal erat tangan yang tadi berusah menamparnya.
"Kak Rangga..."
"Lepasin cewek gue" Sambung Rangga lagi.Dengan cepat kedua orang yang sedari tadi memegangi tangan Cinta melepaskannya sambil menunduk takut. Rangga segera mengulurkan tangannya. Menarik Cinta mendekat kearahanya.
"Kalian semua dengar baik - baik. Jangan pernah sekali-kali kalian berani ganggu cewek gue lagi. Atau gue nggak segan - segan melaporkan kalian ke pihak kampus. Biar di keluarin sekalian" Ancam Rangga Tegas. Semuanya menunduk tanpa berani melawan. Diam - diam Cinta melirik. Tumben banget ni anak baik, Pikirnya.
"Ayo Cinta, Kita pergi. Dan kalian, Ingat itu" Kata Rangga sambil mengandeng Cinta berlalu pergi.
"Lepasin.... Jauh - jauh loe dari gue" Kata Cinta begitu mereka menjauhi dari kejadian.
"Apa?. Jadi gini cara loe berterima kasih pada orang yang sudah nolongin elo dari bahaya?"
"Nolongin?"Balas Cinta terdengar meledek. "loe pikir mereka ngelakuin ini semua karena siapa?"
Rangga Terdiam mendengarnya. Ia baru menyadari kalau itu memang karena nya.
"Maaf...." Gumamnya lirih.
"Apa?" Tanya Cinta seolah tidak percaya akan apa yang di dengarnya barusan.
"Ehem.... Oke gue minta maaf. Mereka kayak gitu memang salah gue. Tapi gimana, lagi semuanya sudah terlanjur."
Cinta hanya mencibir mendengarnya.
"Hei, tapi apa maksut loe ngomong kayak gitu tadi?" Kata Rangga setengah berteriak beberapa saat kemudian.
"He... Maksut loe? omongan yang mana?" Tanya Cinta dengan kening berkerut.
"Karena gue cantik, Mustahil Rangga nolak gue" Ulang Rangga dengan wajah cemberut.
"Lho, gue kan emang cantik, secara gue kan cewek. Lagian masa ia gue di bilang ganteng. Buktinya elo aja ngejar - ngejar gue terus?" balas Cinta sambil tersenyum bangga.
"Ngejar elo?. Astaga... Kenapa loe bisa menyimpulkan kalimat seperti itu. Benar - benar kepedean yang mendekati taraf dewa."
Cinta hanya angkat bahu. "Papa Mario bilang lebih baik kepedean dari pada minder" Sambung Cinta dengan enteng nya sebelum kemudian berlalu pergi. Meninggalka Rangga dengan tampang cengonya.
*** Ketika cinta harus memilih ***
Sudah hampir sepuluh menit Cinta berdiri di parkiran. Sebentar - sebentar ia melirik jam tangannya. Dan ia sudah memantapkan hatinya jika dalam waktu lima menit Rangga masih belum menunjukan batang hidungnya ia akan memilih untuk pulang sendirian. Sejak dua minggu yang lalu ia memang selalu pulang dan pergi bersama Rangga yang di'Gosip' kan sebagai pacarnya. Ehem, Pacar Gadungan maksutnya. Karena sampai detik ini ia tidak pernah menganggap Rangga sebagai pacarnya. Menurutnya Rangga itu tidak lebih dari seorang yang bersedia memberikannya tumpangan gratis pulang - pergi kampus. Sekaligus tameng agar tidak ada lagi yang berani menggangunya
"Cinta?"
Refleks Cinta menoleh. Aldi kini berdiri di belakangnya.
"Eh Aldi" Balas Cinta sambil menyunging kan sebuah senyuman walau terlihat sedikit kaku. Sejak kasus penolakan kemaren ia memang merasa sedikit canggung.
"Loe ngapain di sini?" tanya Aldi lagi.
"Gue,..."
"Nungguin Rangga ya?"
Kali ini Cinta hanya membalas dengan anggukan. Di pikir - pikir nggak ada untungnya juga jika ia harus berbohong.
"O... Tapi kayaknya sih tadi dia sedang ada di ruangan Bu Dini"
"Oh ya?" tanya Cinta.
Gantian Aldi yang membalas dengan anggukan. Untuk sejenak Cinta terdiam. Menimbang - nimbang apa sebaiknya ia pulang duluan saja ya?. Setelah beberapa saat akhirnya ia bangkit berdiri.
"Loe mau kemana?" tanya Aldi sebelum Cinta beneran melangkah.
"Pulang" Sahut Cinta singkat.
"Jalan kaki?"
"Ya enggak lah. Rumah gue nggak deket kali. Mana kaki gue juga nggak ada ansuransinya lagi. Sekarang gue mau ke depan. Gue pulang naik bus aja kayaknya."
"Gimana kalau gue anterin?"
"He?" Cinta berbalik. Apa ia nggak salah denger. Masa Aldi mau nganterin dia. Emang nya dia nggak sakit hati ya setelah di tolak kemaren.
"Gimana kalau loe gue anterin aja" Ulang Aldi saat mendapati wajah heran Cinta.
"Atau kali ini loe nolak juga?" Sambung Aldi lagi sebelum Cinta sempat buka mulut membuat Cinta makin merasa serba salah.
"Kalo emang nggak ngerepotin elo"
Sebelah alis Aldi terangkat. Ditatapnya wajah Cinta. Sebuah senyum tulus terukir di sana.
"Oke, kalau gitu ayo kita pergi" Ajak Aldi sambil berjalan menuju kearah mobilnya di parkir. Berlagak layaknya cowok gentelman, Tangannya terarah membukakan Pintu untuk Cinta. Dan begitu dilihatnya Cinta sudah duduk, setengah berlari ia memutari mobil, duduk di belakang stir.
To Be continue again.....
Jangan lupa like fanpage Star Night ya, di sini.
Untuk yang dulunya sudah pernah membaca, baca ulang lagi juga boleh kok. Secara cepen ketika cinta harus memilih ini kan udah di edit lagi. Walau inti ceritanya masih sama si sebenertnya.
Akhir kata, happy reading aja deh....
"Jadi ini rumah loe?" tanya Rangga setelah beberapa detik yang lalu motornya diberhentikan atas interupsi dari Cinta yang sedari tadi duduk di belakangnya.
"Iya" balas Cinta sambil melepaskan helm dan menyerahkannya kearah Rangga berserta jaketnya sekalian. Kemudian tanpa basa - basi lagi ia segera berbalik menuju ke rumahnya.
"Loe nggak nawarin gue buat mampir?" tanya Rangga yang otomatis menghentikan langkahnya bahkan memaksanya untuk berbalik menatap lawan bicaranya.
"Nggak usah deh. Pulang aja loe sono. Ntar kalau sampe nyokap gue liat, dikira loe pacar gue lagi."
"Bukanya kita emang pacaran ya?" tanya Rangga sambil mengedipkan sebelah matanya. Membuat Cinta mencibir melihatnya.
"Ya udah, gue pulang dulu. Inget besok gue jemput".
"What?".
Cinta kaget. Tapi Sepertinya Rangga sama sekali tidak berniat untuk menjelaskannya. Ia lebih memilih Menghidupkan mesin motor dan berlalu pergi. Meninggalkan Cinta dengan wajah keselnya.
*** Ketika cinta harus memilih ***
Mulut cinta terbuka tanpa kata. Tatapan matanya terarah lurus kearah Rangga yang tampak dengan santai nangkring di atas motor di depan rumahnya. Ternyata benar firasatnya bahwa seorang Rangga tidak pernah bermain -main dengan kata - katanya. Benar - benar menyebalkan.
Dan mulut Cinta semakin terbuka lebar saat mendapati pemandangan yang terjadi selanjutnya. Refleks kedua tangannya terangkat untuk menepuk - nepuk kedua pipinya. Siapa tau mimpi. Dihadapnnya tampak Rangga yang sedang membungkuk hormat kepada mamanya. Bahkan pake acara salaman dan cium tangan segala. Cinta jadi benar - benar berfikir, Apa mungkin ia masih tidur?.
"Pagi tante" Sapa Rangga terlihat ramah.
"Pagi..." Balas mama terlihat ragu dengan kening berkerut.
Sekilas ia tampak melirik kearah Cinta yang sama sekali belum bisa mengalihkan perhatiannya dari segala gerak gerik Rangga yang menurutnya sanggat aneh.
"Kenalin tante, Nama aku Rangga. Aku temen nya Cinta. Dan sengaja datang kesini untuk minta izin buat berangkat kuliah bareng" Terang Rangga. "Itu juga kalau tante ngijinin" Sambung Rangga lagi.
"Oh temennya Cinta?. Boleh kok. Kebetulan Cinta juga mau berangkat. Tapi harusnya datangnya lebih pagian biar bisa sekalian sarapan bareng."
Kali ini bukan cuma mulut tapi juga mata Cinta yang terbuka lebar. Ia tidak punya masalah pendengaran bukan?. Masa ada seorang mama yang dengan gampang mempercayakan anak gadisnya pada seorang pria yang baru di kenal kurang lebih lima menit yang lalu.
"Ma kasih tante. Tapi aku tadi udah sarapan kok. Lain kali aja ya" Balas Rangga masih memasang senyuman manis di bibirnya. Sementara Cinta masih terdiam. Sepertinya ia masih belum menemukan kembali pita suaranya.
"Wah benar - benar anak yang sopan. Ya sudah kalau begitu mendingan kalian pergi sekarang. Dari pada nanti terlambat."
"Ia tante. Permisi," Lagi - lagi Rangga membungkuk sopan sebelum kemudian tangannya terulur. Menyodorkan sebuah helm kehadapan Cinta yang masih terlihat bagai Patung tak bernyawa saat menyaksikan drama satu babak di hadapannya.
"Iya. Hati - hati di jalan" Balas mama. Mengantarkan kepergian keduanya dengan pandangan. Tak lupa seulas senyum terukir manis di bibirnya.
"Hei, loe kenapa dari tadi diem aja" Tanya Rangga dengan pandangan terus terarah kedepan. Sengaja mengedarai motornya dengan kecepatan standar.
"Enggak papa. Cuma lagi mikir aja. Apa gue lagi mimpi ya?. Jangan-jangan bener lagi gue masih tidur. Masa hari ini gue ngeliat loe sopan banget".
Sedetik setelah Cinta mengutarakan dugaannya, Rangga melajukan motornya dengan cepat. Meliak - liukkan motornya (???), Medahului satu dua mobil yang ada di hadapannya. Tanpa berpikir dua kali dan hanya berdasarkan instink, Cinta segera mengerakan kedua tangannya. Memeluk Rangga dengan erat dari belakang. Dan belum sempat mulutnya terbuka untuk protes kepalanya sudah terlebih dahulu terantuk dengan helm yang Rangga kenakan akibat dari ulah Rangga yang mengerem motornya mendadak.
"Astaga!!!. Apa loe sudah gila ya?. Kalau loe memang niat buat bunuh diri jangan ngajakin gue!" Teriak Cinta membentak. Sama sekali tidak mampu untuk menahan emosinya.
"Kok loe malah marah?" Tanya Rangga memasang wajah polos.
"APA?. Loe masih berani nanya kenapa?. Loe mikir nggak si? Gimana tadi kalau loe sampai nabrak orang!."
"Kalau tadi kita sampai nabrak orang tentu saja loe bakal kesakitan dan terus sadar bahwa loe emang sudah bangun."
"Ha?."
Duak.....
"Aduh. Kenapa loe demen banget sih mukul kepala gue" Geram Rangga Sambil menusap - usap kepalanya yang terasa berdenyut akibat pukulan buku dari Cinta. Mana bukunya lumayan tebel lagi.
"Heh" Cinta mencibir. "Kalau menurutkan hati, Gue niat banget ngebunuh loe sekarang juga."
"Dan kalau gue sampe beneran mati gue juga pasti bakal jadi hantu dan mengentayangi loe seumur - umur" Balas Rangga tak kalah sengit.
"Nah ... Kalau gini baru bener" Cinta tampak mangut - mangut.Dalam hati menambahkan "Gue ngerasa aneh ngeliat loe bersikap sopan"
"Maksut loe?" Rangga tampak bingung.
Cinta tidak menjawab sebaliknya ia justru malah melepaskan helm nya dan segera menyodorkan ke arah Rangga. Tanpa berkata ia segera berlalu.
"Eits, loe mau kemana?" tahan Rangga menarik tangan Cinta.
"Tentu saja mau kekampus."
"Loe mau jalan kaki?" tanya Rangga dengan nada heran.
"Helo.... Kita nggak lagi tinggal di planet mars kale. Masih banyak no kendaraan normal yang bisa mengantar gue dengan selamat. Dari pada bareng sama loe yang benar - benar berpotensi membuat gue mati muda."
"Lebay...."Cibir Rangga. Tangannya dengan cekatan mengambil helm dan memasangnya ke kepala Cinta. Bahkan penolakan Cinta sama sekali tidak mampu menghambat geraknya. Terbukti tidak sampai semenit kemudian Helm itu sudah terpasang rapi.
"Ayo naik. Kita pergi sekarang."
Untuk sejenak Cinta terdiam. Dan ia benar - benar dengan sadar harus mengakui kalau ia memang tidak bisa berkata 'Tidak' pada Rangga. Akhirnya dengan berat hati ia kembali duduk di balakang Rangga yang memang sudah siap - siap melajutkan kembali motornya.
*** Ketika cinta harus memilih ***
Untuk pertama kali dalam seumur hidup Cinta berjalan menuju kekelasnya dengan kepala terus menunduk. Bukan, Bukan karena mukanya ada jerawat tapi karena harus berjalan beriringan bersama Rangga dengan tangan saling bergandengan. Terlebih ia juga menyadari kalau perhatian semuanya terjurus kearahnya. Memalukan.
"Hai, loe temennya Cinta kan?"
Dengan cepat Cinta mendongak. Kasih, kini berdiri tepat dihadapannya, tampak sedang menganggukan kepala. Dan ia baru sadar kalau saat ini ia sudah mencapai depan pintu kelasnya.
"Kalau gitu gue titip pacar gue ya?. Tolong jagain dia" Sambung Rangga sambil tersenyum manis. Entah karena saking manisnya atau ada alasan lain yang jelas keliatannya mampu membuat hati Kasih meleleh dan membalas dengan senyuman yang tak kalah manis (???).
"Pastinya. Loe tenang aja. Nggak perlu loe minta pasti juga gue jagain. Secara dia kan sahabat gue."
"Ma kasih. Kalau gitu gue pergi dulu. Da Cinta" Pamit Rangga Sebelum kemudian berlalu pergi meninggalkan Cinta yang tampak bergidik ngeri.
"Astaga Cinta. Jadi gosip itu bener. Loe benaran pacaran sama Rangga. Kenapa kemaren waktu gue nanya loe nyangkal?. Mana Rangga perhatian gitu lagi. Ah, loe emang beruntung" Kata kasih masih tetap menatap kepergian Rangga yang semakin menjauh. Sama sekali tidak menyadari ekspresi bodoh Cinta yang tampak terpaku.
"Kasih, Coba loe tampar gue sekarang. Kok gue nggak yakin ya kalau gue udah bangun".
Dalam sedetik Kasih langsung menoleh. Heran melihat tampang Cinta. Dan pada detik berikutnya.
"Aduh..." Jerit Cinta sambil melompat. Kakinya benar - benar terasa berdenyut. Kasih hanya nyengir tanpa merasa bersalah sedikit pun padahal sudah menginjak kaki sahabatny itu dengan keras.
"Loe gila ya. Sakit tau. Kenapa loe nginjek kaki gue?"
"Abis gue nggak tega mo nampar loe?"
"Apa?" Tanya Cinta. Takutnya ia salah dengar. Apa mungkin sahabatnya sendiri mau menamparnya?.
"La tadi kan loe sendiri yang bilang. Loe minta di tampar. Nah karena kebetulan gue itu orangnya baik hati, tidak sombong, dan rajin menabung serta berbakti pada kedua orang tua makanya cuma gue injek" Terang Kasih pasang tampang wajah polos Sepolos-polosnya ditambah dengan sedikit bumbu narsis sebegai pelengkapnya.
"Kasih.... Gue serius" Geram Cinta.
"Ha?. Maksut loe, Loe serius pengen gue tampar?" Kasih makin kaget.
"Bukan itu.Tadi kan cuma perumpamaan. Kenapa loe jadi lemot gini sih" Keluh Cinta terlihat frustrasi.
"He he he. Abis senyum Rangga beneran mengoda."
Tanpa di komando tangan Cinta terangkat menyentuh kening Kasih.
"Nggak panas...." Gumam Cinta lirih. "Loe nggak lagi sakit kan?" tanya Cinta menyelidik.
"Ye... kapan juga gue pernah sakit. Lagian loe itu aneh banget si. Punya cowok keren, terkenal, baik, perhatian lagi. Bukannya malah bersyukur."
"Please deh kasih. Loe itu sahabat gue bukan si. Kenapa gampang banget si percaya sama wajah buayanya si Rangga."
"Buwahahahha" Tawa Kasih langsung meledak. "Masa pacar sendiri di bilang buaya."
"Dia - Bukan - Pacar - Gue- !!!" Tandas Cinta tegas.
Kasih hanya angkat bahu sambil mutar mata. Jelas tidak percaya. Sementara Cinta sendiri sudah kehilangan mod untuk menceritakan detail tentang 'penderitaan'nya. Karena sudah yakin bahwa hasilnya pasti percuma. Tanpa banyak kata ia segera melangkah masuk kekelasnya. Mengabaikan Kasih sendirian menikmati keterpesonaanya.
*** Ketika cinta harus memilih ***
"Aduh" teriak Cinta saat mendapati tubuhnya terbentur kearah dinding saat berjalan di koridor menuju ke kelasnya. Dihadapannya kini tampak serombongan cewek.
"Ini yang loe maksut nggak ada hubungan apa - apa ha?."
"Maksut loe?" tanya Cinta sambil berusah bangkit berdiri.
"Loe bilang loe nggak ada hubungan apa - apa sama Rangga. Tapi buktinya... Loe malah dengan santai jalan bergandengan tangan waktu ke kampus."
"Itu bukan kemauan gue" Cinta berusah membela diri.
"He" Cibir cewek yang berada tepat di hadapannya. "Jangan mentang - mentang loe ngerasa diri loe cantik terus bisa seenaknya ya. Loe pikir kita semua nggak tau kalau loe selama ini sering sok - sok an nolak cowok - cowok yang berusaha ngedeketi elo?. Terus kenapa tiba - tiba loe bisa jadian sama Rangga. Dasar cewek kegatelan."
"Eh jaga bicara loe ya" Geram Cinta berusaha melawan. Tindakan konyol sepertinya karena itu justru malah memancing emosi semuanya. Terbukti dengan mendapati kedua tangannya yang kini di cekal dengan erat.
"Loe masih berani ngebantah" terdengar tanya bernada ancaman.
"Oke, Gue emang pacaran sama Rangga. Seperti yang kalian sendiri katakan Gue cantik. Jadi mustahil Rangga nolak gue. Terus kalian mau apa?" Tantang Cinta sama sekali tidak merasa Takut. Dan ia hanya mampu menutup mata saat mendapati sebuah tangan yang melayang siap mendarat di pipi mulusnya.
"Apa - apa ni!."
Refleks Cinta membuka mata. Rangga kini berdiri di sampingnya. Mencekal erat tangan yang tadi berusah menamparnya.
"Kak Rangga..."
"Lepasin cewek gue" Sambung Rangga lagi.Dengan cepat kedua orang yang sedari tadi memegangi tangan Cinta melepaskannya sambil menunduk takut. Rangga segera mengulurkan tangannya. Menarik Cinta mendekat kearahanya.
"Kalian semua dengar baik - baik. Jangan pernah sekali-kali kalian berani ganggu cewek gue lagi. Atau gue nggak segan - segan melaporkan kalian ke pihak kampus. Biar di keluarin sekalian" Ancam Rangga Tegas. Semuanya menunduk tanpa berani melawan. Diam - diam Cinta melirik. Tumben banget ni anak baik, Pikirnya.
"Ayo Cinta, Kita pergi. Dan kalian, Ingat itu" Kata Rangga sambil mengandeng Cinta berlalu pergi.
"Lepasin.... Jauh - jauh loe dari gue" Kata Cinta begitu mereka menjauhi dari kejadian.
"Apa?. Jadi gini cara loe berterima kasih pada orang yang sudah nolongin elo dari bahaya?"
"Nolongin?"Balas Cinta terdengar meledek. "loe pikir mereka ngelakuin ini semua karena siapa?"
Rangga Terdiam mendengarnya. Ia baru menyadari kalau itu memang karena nya.
"Maaf...." Gumamnya lirih.
"Apa?" Tanya Cinta seolah tidak percaya akan apa yang di dengarnya barusan.
"Ehem.... Oke gue minta maaf. Mereka kayak gitu memang salah gue. Tapi gimana, lagi semuanya sudah terlanjur."
Cinta hanya mencibir mendengarnya.
"Hei, tapi apa maksut loe ngomong kayak gitu tadi?" Kata Rangga setengah berteriak beberapa saat kemudian.
"He... Maksut loe? omongan yang mana?" Tanya Cinta dengan kening berkerut.
"Karena gue cantik, Mustahil Rangga nolak gue" Ulang Rangga dengan wajah cemberut.
"Lho, gue kan emang cantik, secara gue kan cewek. Lagian masa ia gue di bilang ganteng. Buktinya elo aja ngejar - ngejar gue terus?" balas Cinta sambil tersenyum bangga.
"Ngejar elo?. Astaga... Kenapa loe bisa menyimpulkan kalimat seperti itu. Benar - benar kepedean yang mendekati taraf dewa."
Cinta hanya angkat bahu. "Papa Mario bilang lebih baik kepedean dari pada minder" Sambung Cinta dengan enteng nya sebelum kemudian berlalu pergi. Meninggalka Rangga dengan tampang cengonya.
*** Ketika cinta harus memilih ***
Sudah hampir sepuluh menit Cinta berdiri di parkiran. Sebentar - sebentar ia melirik jam tangannya. Dan ia sudah memantapkan hatinya jika dalam waktu lima menit Rangga masih belum menunjukan batang hidungnya ia akan memilih untuk pulang sendirian. Sejak dua minggu yang lalu ia memang selalu pulang dan pergi bersama Rangga yang di'Gosip' kan sebagai pacarnya. Ehem, Pacar Gadungan maksutnya. Karena sampai detik ini ia tidak pernah menganggap Rangga sebagai pacarnya. Menurutnya Rangga itu tidak lebih dari seorang yang bersedia memberikannya tumpangan gratis pulang - pergi kampus. Sekaligus tameng agar tidak ada lagi yang berani menggangunya
"Cinta?"
Refleks Cinta menoleh. Aldi kini berdiri di belakangnya.
"Eh Aldi" Balas Cinta sambil menyunging kan sebuah senyuman walau terlihat sedikit kaku. Sejak kasus penolakan kemaren ia memang merasa sedikit canggung.
"Loe ngapain di sini?" tanya Aldi lagi.
"Gue,..."
"Nungguin Rangga ya?"
Kali ini Cinta hanya membalas dengan anggukan. Di pikir - pikir nggak ada untungnya juga jika ia harus berbohong.
"O... Tapi kayaknya sih tadi dia sedang ada di ruangan Bu Dini"
"Oh ya?" tanya Cinta.
Gantian Aldi yang membalas dengan anggukan. Untuk sejenak Cinta terdiam. Menimbang - nimbang apa sebaiknya ia pulang duluan saja ya?. Setelah beberapa saat akhirnya ia bangkit berdiri.
"Loe mau kemana?" tanya Aldi sebelum Cinta beneran melangkah.
"Pulang" Sahut Cinta singkat.
"Jalan kaki?"
"Ya enggak lah. Rumah gue nggak deket kali. Mana kaki gue juga nggak ada ansuransinya lagi. Sekarang gue mau ke depan. Gue pulang naik bus aja kayaknya."
"Gimana kalau gue anterin?"
"He?" Cinta berbalik. Apa ia nggak salah denger. Masa Aldi mau nganterin dia. Emang nya dia nggak sakit hati ya setelah di tolak kemaren.
"Gimana kalau loe gue anterin aja" Ulang Aldi saat mendapati wajah heran Cinta.
"Atau kali ini loe nolak juga?" Sambung Aldi lagi sebelum Cinta sempat buka mulut membuat Cinta makin merasa serba salah.
"Kalo emang nggak ngerepotin elo"
Sebelah alis Aldi terangkat. Ditatapnya wajah Cinta. Sebuah senyum tulus terukir di sana.
"Oke, kalau gitu ayo kita pergi" Ajak Aldi sambil berjalan menuju kearah mobilnya di parkir. Berlagak layaknya cowok gentelman, Tangannya terarah membukakan Pintu untuk Cinta. Dan begitu dilihatnya Cinta sudah duduk, setengah berlari ia memutari mobil, duduk di belakang stir.
To Be continue again.....
Jangan lupa like fanpage Star Night ya, di sini.