Ketika cinta harus memilih ~ 10 | Cerpen Cinta
Ketika cinta harus memilih part 10. Masih tersisa 6 part lagi sebelum ketemu sama yang namanya part ending. ^_^ . Ayo silahkan pada maen tebak tebakan ni cerita mau di bawa kemana. He he he
Okelah, adminnya juga lagi nggak napsu (???) ni buat ngeblog, so cuap cuapnnya segitu aja yak. Mending langsung di baca aja kelanjutannya ceritannya. And buat yang belum baca part sebelumnya bisa di cek disini.
Silaunya sinar mentari yang masuk dari jendela menyadarkan Cinta dari tidurnya. Dikerjap –kerjapkan matanya untuk sejenak sebelum kemudian bangkit duduk. Matanya menatap kesekeliling. Merasa sedikit aneh menyadari bahwa ini bukan kamarnya.
“Cinta, loe udah bangun. Gimana keadaan loe?. Sudah merasa baikan?”
Cinta menoleh, mendapati kasih yang baru muncul dari balik pintu.Ingatannya segera dipaksa untuk mengingat kejadian – kejadian sebelumnya kenapa dia bisa sampai disini.
“Udah mendingan kok. Maaf ya sudah ngerepotin elo."
“Apaan si. Pake istilah ngerepotin segala. Loe kan sahabat gue,” Kata Kasih sambil duduk di samping cinta. Tanggannya terulur menyentuh kening sahabatnya. Merasa sedikit lega saat merasakan suhu tubuh nya ternyata sudah mulai normal. Tadi malam ia benar – benar merasa panik akan kondisi cinta. Selain karena suhuh tubuhnya yang terlalu tinggi, sahabatnya itu juga tak henti – henti mengigau.
“Cinta, Sebenernya loe kenapa?. Gue nggak pernah liat loe kayak gini sebelumnya?"
“Dan jangan menjawab baik – baik saja. Gue tau loe sekarang nggak dalam keadaan baik” Sambung Kasih lebih tegas.
Cinta tidak menjawab. Ia dapat merasakan ketulusan dari suara kasih. Tanpa sadar airmata kembali menitik dari mata beningnya. Ia merasa heran, bukannya kemaren ia sudah terlalu banyak menangis, tapi kenapa persediaan air matanya sepertinya sama sekali tidak berkurang ya.
Melihat kondisi Cinta kali ini, Kasih tidak berkata apa-apa lagi. Direngkuhnya tubuh Cinta kedalam pelukannya. Membiarkan gadis itu menangis sepuasnya. Ia yakin ada saatnya Cinta akan menceritakan semuanya.
Dan untuk itu Kasih tidak perlu menunggu lama. Karena beberapa saat kemudian meluncur lah kata demi kata yang benar – benar membuat kasih merasa miris. Merasa tidak berguna sebagai sahabat. Bagaimana bisa setelah hampir 3 tahun mengenal cinta dan bersahabat baik dengannya tapi ia sama sekali tidak tau kalau selama ini cinta selalu menderita. Begitu banyak beban yang harus di tanggungnya. Tanpa sadar airmata juga membasahi pipinya.
Sudah lebih dari 15 menit Rangga duduk diatas motornya. Sekali – kali mata bergantian antara menatap jam yang melingkar ditangan atau menatap pintu rumah Cinta yang terlihat sepi. Setelah terlebih dahulu meyakinkan diri akhirnya ia nekat melangkah memasuki halaman rumah Cinta. Walau ragu tangannya telah terulur menekan bel rumah. Sambil menunggu sang pemilik membukakan pintu Rangga berusaha menenangkan debaran jantungnya yang mengila. Kalau sampai papanya Cinta ada di rumah, matilah ia. Tapi karena matanya sedari tadi tidak mendapati keberadaan mobil silver di halaman setidaknya ia bisa merasa sedikit lega.
“Rangga?”
Rangga segera mengangkat wajahnya. Sambil tersenyum dan menunduk hormat ia berucap.
“Pagi tante. Cintanya ada, Rangga kesini rencana mau menjemputnya buat berangkat kuiah bareng” Balas Rangga.
Bukannya menjawab, Mama Cinta malah menunduk. Rangga mampu menangkap raut khawatir di wajah wanita separuh baya itu. Apalagi ia juga melihat lingkaran hitam di sekitar matanya. Tiba – tiba ia merasakan ada firasat buruk.
“Justru itu yang sedari tadi tante khawatirin. Cinta dari kemaren sama sekali tidak pulang kerumah. Bahkan terakhir kali tante melihatnya kemaren pagi sebelum tante berangkat ke kantor,"
“Apa?” tanya Rangga kaget. “Nggak mungkin” Sambungnya lirih.
“Memangnya dia kemana tante?”
Pertanyaan bodoh memang. Sudah jelas – jelas mama Cinta terlihat khawatir. Kenapa dia masih bertanya.
“Tante juga tidak tau. Semalaman tante menunggunya tapi dia sama sekali tidak pulang. Tante coba menghubungi nomor hapenya, justru malah nggak aktif” balas mama Cinta.
“Tapi semalam Cinta pulang tante. Rangga sendiri yang nganterin” Balas Rangga.
“Hanya saja Rangga memang tidak mengantarkan nya sampai kerumah, soalnya” untuk sejenak Rangga terlihat ragu “Semalam kita liat ada mobil om yang di parkir dihalaman” Sambung Rangga menunduk.
Mama Cinta menunduk. Mencoba mencerna kalimat Rangga barusan. Kalau memang kemaren Cinta pulang. Jangan – jangan....... Jangan – jangan Cinta di culik. Tapi dengan cepat pikiran itu di tepisnya. Atau Cinta justru malah pergi karena...
“Jadi kemaren cinta beneran pulang?”
“Iya tante” angguk Rangga cepat.
“Kalau begitu jangan-jangan dia pergi karena mendengar pertengkaran om dan tante. Astaga, kemana anak itu."
Rangga diam tidak menjawab. Ia juga bingung mau berkata apa. Ia tau kalau wanita itu pasti sedang menghawatirkan kondisi anaknya. Jujur saja, ia juga merasakan hal yang sama. Bagaimana dan dimana Cinta sekarang. Bagaimana keadaanya. Bagaimana kalau gadis itu sampe berbuat nekat?. Dan Rangga sama sekali tidak mempunyai keberanian untuk memikirkan kemungkinan yang lebih buruk lagi.
“Ya sudah tante. Tante tenang dulu. Rangga akan bantu mencari tau keberadannya."
“Ma kasih Rangga."
“Kalau begitu Rangga permisi dulu tante” Pamit Rangga.
Mama cinta membalas dengan anggukan. Setengah berlari Rangga segera menuju kearah motornya di parkir.
Pikirannya di paksa untuk berpikir dengan keras. Kira – kira di mana keberadaan anak itu. Sungguh, Rasa cemas dan khawatir kini telah memenuhi rongga hatinya.
Sepanjang perjalanan dari rumah Cinta, Rangga terus memutar otaknya. Menebak kemana gerangan gadis itu pergi. Dan ia baru menyadari kalau tidak banyak yang ia tau tentang kekasihnya itu. Hanya berdasarkan insting dan sistem untung – untungan ia membelokan motornya menuju ke kampus. Tentu saja untuk mencari kasih, orang yang di kenal sebagai sahabat baik cinta.
Setelah mencari kesana kemari, Rangga masih belum menemukan sosok keberadaan kasih. Justru ia malah mendapat kabar bahwa kasih juga tidak masuk. Dengan lemes akhirnya ia kembali ke pelataran parkir. Mengabaikan kenyataan kalau ia masih harus masuk kuliah.
Saat dilanda rasa binggung plus khawatir Tiba – tiba Rangga teringat sesuatu. Segera di keluarkannya hape dari dalam saku. Mencet – mencet tombol untuk sejenak. Sambil menunggu pangilannya di angkat Rangga terus berdoa dalam hati.
“Fadly..... Kirim alamat Kasih sekarang juga” Kata Rangga langsung begitu tau panggilannya telah diangkat. Tanpa perlu basa – basi atau bahkan memeri kesempatan untuk lawan bicaranya mengucapkan kata halo....
“Iya, Kasih temennya cinta. Dulu loe kan pernah nganterin dia. Jadi loe pasti tau alamatnya kan?.................. Ceritanya panjang. Pokoknya loe SMS alamatnya sekarang juga oke!” Kata Rangga sembelum mematikan panggilanya.
Selang beberapa menit kemudian hapenya bergetar. Setelah memabaca kalimat yang tetera ia kembali melajukan motornya ke arah alamat rumah kasih.
Kasih muncul dengan napan yang berisi teh hangat dan nasi goreng untuk cinta. Setelah mendengar cerita dari mulut cinta soal kondisi keluarganya Kasih membatalkan niatnya untuk kuliah dan memilih menemani sahabatnya dirumah.
“Cinta, ayo sarapan dulu?”
“Eh kasih, Makasih. Tapi kenapa harus repot – repot?”
“Gue nggak ngerasa di repotin tuh."
“Tapi tetep aja gue ngerepotin."
“Apaan si. Ya udah mending loe sarapan dulu."
Tepat pada suapan pertama di mulut cinta, terdengar bel didepan rumah kasih.
“Nyokap loe?” tanya Cinta.
“Bukan kayaknya. Soalny kalau mama sama papa kan udah bawa kunci. Ngapain pake mencet bel segala. Lagian mama sama papa rencananya baru pulang lusa” Sahut Kasih sambil beranjak bangun. Tidak langsung menuju ke luar justru ia malah ke jendela. Mengintip sia gerangan.
“Rangga?”
Mendengar kata yang keluar dari mulut kasih barusaan sontak menghentikan aktifitas cinta.
“Rangga?” Tanya cinta lagi.
Kali ini kasih membalas dengan anggukan. Segera berbalik untuk membukakan pintu, namun cinta dengan cepat menahan tangannya.
“Kasih, gue minta tolong banget sama loe. Kalau sampai Rangga nyariin gue. Tolong bilang kalau gue nggak ada. Jangan sampai dia tau gue ada di sini?”
“Ha?. Kenapa?” Kasih berbalik. Menatap cinta dengan heran.
“Gue belum bisa cerita. Tapi kali ini gue mohon banget” Tambah cinta memelas.
Walau masih bingung dan ragu Akhirnya kasih mengangguk. Lagi pula ia yakin cinta pasti punya alasan atas semua tindakkannya.
Saat Rangga dan Kasih sedang berbicara di luar cinta mengintip dari balik jendela. Benar saja. Ternyata Rangga datang untuk mencarinya. Sedikit bingung sekaligus heran cinta terus berpikir. Kenapa Rangga harus mencarinya?. Toh hubungan mereka cuma pura – pura kan?.
Begitu Kasih muncul cinta langsung memberondongnya dengan pertanyaan.
“Jadi Rangga sudah pergi?. Terus kenapa dia kesini?. Di nanyain apa?. Apa bener dia datang buat nyariin gue?. Terus loe bilang apa ke dia?”.
“Kalau loe memang segitu ingin taunya terus kenapa tadi malah meminta gue buat bohong soal keberadaan loe kedia?” bukannya menjawab kasih justru malah balik bertanya. Melihat cinta yang hanya memunduk mendengar pertanyaannya barusan, kasih hanya bisa menghela nafas sebelum kemudian menjawab.
“Iya, Rangga sudah pergi. Dia datang kesini buat nyariin loe. Tapi dia jemput loe kerumah tapi justru nyokap loe bilang loe malah nggak pulang dari kemaren. Dia juga udah nyari kekampus tapi loe nggak datang. Makanya dia kesini soalnya di kira loe ada disini. Dan gue bilang seperti yang loe katakan kalau loe nggak ada."
“Ma kasih ya. Leo emang sahabat gue."
“Tapi cinta, kenapa loe harus bohong. Kasihan tau. Gue liat tadi dia beneran panik. Gue yakin dia beneran ngekhawatirin elo” Tambah kasih lagi.
Namun cinta hanya mengeleng . Dan sebelum kasih kembali berucap, mulutnya sudah terlebih dahulu terbuka.
“Kasih, kepala gue masih terasa berat banget. Loe nggak keberatankan kalau gue tiduran lagi?”
“Oh iya. Gue hampir lupa. Ya sudah loe istirahat aja. Gue keluar bentar. Kebetulan obat dirumah juga habis. Leo nggak papakan gue tinggal. Tenang aja, gue Cuma keapotik bentar kok” Pamit Kasih sambil melangkah keluar kamarnya saat mendapati kepala cinta yang mengangguk.
Sambil mengerjap – ngerjakap mata cinta menoleh ke sekeliling. Jam di meja sudah menunjukan pukul 14 siang. Kepalanya juga sudah terasa lebih ringgan. Matanya menatap kesekeliling kamar. Kasih tidak ada. Setelah terlebih dahulu merenggangkan otot – otot tubuhnya, cinta beranjak bangun. Rencananya si akan kedapur untuk mengambil minum karena kebetulan tengorokannya terasa kering. Namun saat akan melewati ruang tamu langkahnya terhenti ketika mendengar pembicaraan diruang tengah. Sepertinya suara kasih. Tapi sama siapa?. Karena tidak ingin bermain dengan argumennya sendiri cinta segera membelokan arah tujuannya.
“Fadly?. Kenapa dia ada disini?” pikir cinta heran.
“Jadi cinta sendiri yang tidak ingin Rangga tau keberadaannya?” terdengar Suara Fadly yang bernada tanya. Dan kasih tampak hanya memabalas dengan anggukan.
“kenapa?”
“Gue juga nggak tau” Balas kasih.
“Memangnya mereka berantem ya?” tanya Fadly menyelidik.
“Sudah gue bilang gue juga nggak tau. Cinta nggak cerita apa – apa soal hubunganya sama Rangga."
Untuk sejenak suasana hening. Keduanya terdiam hanyut dalam pikiran masing - masing. Melihat hal itu cinta segera berniat untuk langsung menghampiri.
“Fadly, Gue boleh tanya sesuatu nggak?”
“Apa?” tanya Fadly sambil mengangkat wajahnya.
“Cisa itu siapa?”
Mendengar nama yang terlontar dari mulut cinta sontak membuat Fadly terlonjak kaget. Cinta juga langsung menghentikan niat nya. Merasa heran saat melihat perubahan ekpresi wajah Fadly.
“Dari mana loe tau nama itu?”
“Ini bukan gilirannya loe bertanya. Sekarang loe jawab aja, Cisa itu siapa” balas Kasih.
“Oke, Sebelum gue jawab. Gue mau tau dulu. Loe tau nama itu dari mana?”
“Cinta."
“Cinta?” Kening Fadly berkerut heran. “Jadi Rangga menceritakan soal Cisa ke cinta?”
“Kalau masalah itu gue juga nggak tau."
“Jadi...?” Fadly merasa heran.
“Iya. Waktu itu gue nanya ke cinta. Cewek yang bareng sama Rangga itu siapa. Dan Cinta Cuma bilang kalau cewek itu namanya Cisa. Waktu gue cari tau lebih lanjut dia sama sekali tidak mau menjelaskan” terang Cisa lagi.
“Tunggu dulu. Loe bilang cewek yang bersama Rangga. Maksutnya Rangga sama Cisa?”
Kali ini kasih mengangguk sekaligus merasa heran. Kenapa Fadly merasa kaget. Ia jadi merasa semakin pernasaran. Sebenernya Cisa itu siapa.
“Jadi Cisa ada disini?. Kenapa Rangga nggak pernah cerita sama gue?”
“Gue nggak tau. Dan gue juga nggak mau tau alasan nya apa. Yang pengen gue tau sekarang, Cisa itu sebenernya siapa?” Potong Kasih sebelum mulut Fadly Sempat terbuka untuk bertanya. Untuk sejenak Fadly terdiam. Menghembuskan nafas dengan berlahan.
“Baiklah. Kayaknya memang tidak ada yang bisa gue rahasian ke elo. Sebenernya Cisa itu.......”.
Akhirnya meluncurlah cerita itu dari mulut Fadly dengan lancar. Kasih terpaku mendengarnya. Sementara cinta sendiri menutup mulutnya sendiri agar tidak bersuara. Disandarkan tubuhnya pada dinding. Tidak pernah di bayangkan sebelumnya kalau Kenyataan yang baru saja di dengarnya ternyata begitu meyakitkan. Jadi Cisa itu adalah cinta pertama Rangga saat SMA dulu?. Bahkan Rangga tetap menyukai gadis itu walaupun tau sudah punya pacar. Ya tuhan, Cobaan apa lagi ini. Keluh cinta.
Walau Cinta telah berusaha mati – matian untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa Rangga bukan siapa – siapanya sehingga seharusnya ia tidak boleh merasa ini semua. Tapi justru kenyataan itu malah terasa berkali lipat sakitnya. Menyadari kenyataan bahwa Rangga bukan siapa – siapa sehingga ia tidak boleh merasa marah. Apalagi menuntut haknya sebagai pacar karena jelas – jelas itu hanya setatus gadungan.
Karena tak ingin kasih mengetahui apa yang didengarnya cinta dengan cepat kembali menyelinap masuk kedalam kamar saat mendengar pembicaraan Fadly yang pamit undur diri. Mengusap air mata yang entah sejak kapan tanpa sadar menetes dari pipinya. Dan segera merebahkan diri di kasur saat mendengar suara langkah kaki mendekat.
Begitu pintu terbuka arah pandangan kasih langsung terjurus kearah cinta yang tampak terbaring diatas ranjang. Merasa sedikit lega saat mendapati cinta yang terlelap. Berlahan ia melangkah menghampiri. Ditatapnya wajah yang kini berada di hadapannya. Kasih sama sekali tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada sahabatnya itu jika sekiranya ia tau masalah Cisa walau ia sendiri tidak yakin jika cinta tidak mengetahuinya. Tapi ia masih lebih tidak yakin lagi jika Rangga akan menceritakannya. Jadi kemungkinan cinta tau sepertinya masih sangat kecil. Saat melihat mata cinta yang berlahan mulai terbuka kasih segera memaksakan sebuah senyuman untuk bertenger di bibirnya.
“Cinta, loe udah bangun?”
“He?.Oh iya?” Balas cinta.
Dilirknya jam diatas meja. Pukul 15 lewat 15. Dengan segera ia beranjak bangkit.
“Kasih, ternyata sudah hampir sore. Gue pulang dulu ya?”
“Ha?. Pulang?. Sekarang?” tanya Kasih cemas.
“Iya. Gue yakin nyokap gue pasti khawatir karena gue sama sekali nggak ngabarin."
“Tapi kan...” Kasih tidak jadi melanjukan ucapannya. Dalam hati ia berfikir. Benar juga, pasti mamanya cinta saat ini sangat khawatir.
“Ya sudah kalau gitu biar gue anterin.”
“Nggak usah. Gue bisa naik taxi sendiri aja” tolak cinta halus.
“Tapi kan....”
“Please. Loe udah tau kondisi keluarga gue kan?. Jadi biarin gue pulang sendiri aja ya?”
Mendengar kata memelas cinta barusan akhirnya kasih hanya bisa mengangguk pasrah. Ia hanya bisa mengantar cinta sampai kedepan rumah. Karena Kebetulan rumahnya berada didepan jalan besar. Jadi taxi memang sering lewat. Dan begitu cinta meninggalkan rumahnya, Kasih segera kembali masuk kedalam rumah
To be continue....
~ Admin LovelyStarNight
Okelah, adminnya juga lagi nggak napsu (???) ni buat ngeblog, so cuap cuapnnya segitu aja yak. Mending langsung di baca aja kelanjutannya ceritannya. And buat yang belum baca part sebelumnya bisa di cek disini.
Silaunya sinar mentari yang masuk dari jendela menyadarkan Cinta dari tidurnya. Dikerjap –kerjapkan matanya untuk sejenak sebelum kemudian bangkit duduk. Matanya menatap kesekeliling. Merasa sedikit aneh menyadari bahwa ini bukan kamarnya.
“Cinta, loe udah bangun. Gimana keadaan loe?. Sudah merasa baikan?”
Cinta menoleh, mendapati kasih yang baru muncul dari balik pintu.Ingatannya segera dipaksa untuk mengingat kejadian – kejadian sebelumnya kenapa dia bisa sampai disini.
“Udah mendingan kok. Maaf ya sudah ngerepotin elo."
“Apaan si. Pake istilah ngerepotin segala. Loe kan sahabat gue,” Kata Kasih sambil duduk di samping cinta. Tanggannya terulur menyentuh kening sahabatnya. Merasa sedikit lega saat merasakan suhu tubuh nya ternyata sudah mulai normal. Tadi malam ia benar – benar merasa panik akan kondisi cinta. Selain karena suhuh tubuhnya yang terlalu tinggi, sahabatnya itu juga tak henti – henti mengigau.
“Cinta, Sebenernya loe kenapa?. Gue nggak pernah liat loe kayak gini sebelumnya?"
“Dan jangan menjawab baik – baik saja. Gue tau loe sekarang nggak dalam keadaan baik” Sambung Kasih lebih tegas.
Cinta tidak menjawab. Ia dapat merasakan ketulusan dari suara kasih. Tanpa sadar airmata kembali menitik dari mata beningnya. Ia merasa heran, bukannya kemaren ia sudah terlalu banyak menangis, tapi kenapa persediaan air matanya sepertinya sama sekali tidak berkurang ya.
Melihat kondisi Cinta kali ini, Kasih tidak berkata apa-apa lagi. Direngkuhnya tubuh Cinta kedalam pelukannya. Membiarkan gadis itu menangis sepuasnya. Ia yakin ada saatnya Cinta akan menceritakan semuanya.
Dan untuk itu Kasih tidak perlu menunggu lama. Karena beberapa saat kemudian meluncur lah kata demi kata yang benar – benar membuat kasih merasa miris. Merasa tidak berguna sebagai sahabat. Bagaimana bisa setelah hampir 3 tahun mengenal cinta dan bersahabat baik dengannya tapi ia sama sekali tidak tau kalau selama ini cinta selalu menderita. Begitu banyak beban yang harus di tanggungnya. Tanpa sadar airmata juga membasahi pipinya.
*** Ketika cinta harus memilih ***
Sudah lebih dari 15 menit Rangga duduk diatas motornya. Sekali – kali mata bergantian antara menatap jam yang melingkar ditangan atau menatap pintu rumah Cinta yang terlihat sepi. Setelah terlebih dahulu meyakinkan diri akhirnya ia nekat melangkah memasuki halaman rumah Cinta. Walau ragu tangannya telah terulur menekan bel rumah. Sambil menunggu sang pemilik membukakan pintu Rangga berusaha menenangkan debaran jantungnya yang mengila. Kalau sampai papanya Cinta ada di rumah, matilah ia. Tapi karena matanya sedari tadi tidak mendapati keberadaan mobil silver di halaman setidaknya ia bisa merasa sedikit lega.
“Rangga?”
Rangga segera mengangkat wajahnya. Sambil tersenyum dan menunduk hormat ia berucap.
“Pagi tante. Cintanya ada, Rangga kesini rencana mau menjemputnya buat berangkat kuiah bareng” Balas Rangga.
Bukannya menjawab, Mama Cinta malah menunduk. Rangga mampu menangkap raut khawatir di wajah wanita separuh baya itu. Apalagi ia juga melihat lingkaran hitam di sekitar matanya. Tiba – tiba ia merasakan ada firasat buruk.
“Justru itu yang sedari tadi tante khawatirin. Cinta dari kemaren sama sekali tidak pulang kerumah. Bahkan terakhir kali tante melihatnya kemaren pagi sebelum tante berangkat ke kantor,"
“Apa?” tanya Rangga kaget. “Nggak mungkin” Sambungnya lirih.
“Memangnya dia kemana tante?”
Pertanyaan bodoh memang. Sudah jelas – jelas mama Cinta terlihat khawatir. Kenapa dia masih bertanya.
“Tante juga tidak tau. Semalaman tante menunggunya tapi dia sama sekali tidak pulang. Tante coba menghubungi nomor hapenya, justru malah nggak aktif” balas mama Cinta.
“Tapi semalam Cinta pulang tante. Rangga sendiri yang nganterin” Balas Rangga.
“Hanya saja Rangga memang tidak mengantarkan nya sampai kerumah, soalnya” untuk sejenak Rangga terlihat ragu “Semalam kita liat ada mobil om yang di parkir dihalaman” Sambung Rangga menunduk.
Mama Cinta menunduk. Mencoba mencerna kalimat Rangga barusan. Kalau memang kemaren Cinta pulang. Jangan – jangan....... Jangan – jangan Cinta di culik. Tapi dengan cepat pikiran itu di tepisnya. Atau Cinta justru malah pergi karena...
“Jadi kemaren cinta beneran pulang?”
“Iya tante” angguk Rangga cepat.
“Kalau begitu jangan-jangan dia pergi karena mendengar pertengkaran om dan tante. Astaga, kemana anak itu."
Rangga diam tidak menjawab. Ia juga bingung mau berkata apa. Ia tau kalau wanita itu pasti sedang menghawatirkan kondisi anaknya. Jujur saja, ia juga merasakan hal yang sama. Bagaimana dan dimana Cinta sekarang. Bagaimana keadaanya. Bagaimana kalau gadis itu sampe berbuat nekat?. Dan Rangga sama sekali tidak mempunyai keberanian untuk memikirkan kemungkinan yang lebih buruk lagi.
“Ya sudah tante. Tante tenang dulu. Rangga akan bantu mencari tau keberadannya."
“Ma kasih Rangga."
“Kalau begitu Rangga permisi dulu tante” Pamit Rangga.
Mama cinta membalas dengan anggukan. Setengah berlari Rangga segera menuju kearah motornya di parkir.
Pikirannya di paksa untuk berpikir dengan keras. Kira – kira di mana keberadaan anak itu. Sungguh, Rasa cemas dan khawatir kini telah memenuhi rongga hatinya.
Sepanjang perjalanan dari rumah Cinta, Rangga terus memutar otaknya. Menebak kemana gerangan gadis itu pergi. Dan ia baru menyadari kalau tidak banyak yang ia tau tentang kekasihnya itu. Hanya berdasarkan insting dan sistem untung – untungan ia membelokan motornya menuju ke kampus. Tentu saja untuk mencari kasih, orang yang di kenal sebagai sahabat baik cinta.
Setelah mencari kesana kemari, Rangga masih belum menemukan sosok keberadaan kasih. Justru ia malah mendapat kabar bahwa kasih juga tidak masuk. Dengan lemes akhirnya ia kembali ke pelataran parkir. Mengabaikan kenyataan kalau ia masih harus masuk kuliah.
Saat dilanda rasa binggung plus khawatir Tiba – tiba Rangga teringat sesuatu. Segera di keluarkannya hape dari dalam saku. Mencet – mencet tombol untuk sejenak. Sambil menunggu pangilannya di angkat Rangga terus berdoa dalam hati.
“Fadly..... Kirim alamat Kasih sekarang juga” Kata Rangga langsung begitu tau panggilannya telah diangkat. Tanpa perlu basa – basi atau bahkan memeri kesempatan untuk lawan bicaranya mengucapkan kata halo....
“Iya, Kasih temennya cinta. Dulu loe kan pernah nganterin dia. Jadi loe pasti tau alamatnya kan?.................. Ceritanya panjang. Pokoknya loe SMS alamatnya sekarang juga oke!” Kata Rangga sembelum mematikan panggilanya.
Selang beberapa menit kemudian hapenya bergetar. Setelah memabaca kalimat yang tetera ia kembali melajukan motornya ke arah alamat rumah kasih.
*** Ketika cinta harus memilih ***
Kasih muncul dengan napan yang berisi teh hangat dan nasi goreng untuk cinta. Setelah mendengar cerita dari mulut cinta soal kondisi keluarganya Kasih membatalkan niatnya untuk kuliah dan memilih menemani sahabatnya dirumah.
“Cinta, ayo sarapan dulu?”
“Eh kasih, Makasih. Tapi kenapa harus repot – repot?”
“Gue nggak ngerasa di repotin tuh."
“Tapi tetep aja gue ngerepotin."
“Apaan si. Ya udah mending loe sarapan dulu."
Tepat pada suapan pertama di mulut cinta, terdengar bel didepan rumah kasih.
“Nyokap loe?” tanya Cinta.
“Bukan kayaknya. Soalny kalau mama sama papa kan udah bawa kunci. Ngapain pake mencet bel segala. Lagian mama sama papa rencananya baru pulang lusa” Sahut Kasih sambil beranjak bangun. Tidak langsung menuju ke luar justru ia malah ke jendela. Mengintip sia gerangan.
“Rangga?”
Mendengar kata yang keluar dari mulut kasih barusaan sontak menghentikan aktifitas cinta.
“Rangga?” Tanya cinta lagi.
Kali ini kasih membalas dengan anggukan. Segera berbalik untuk membukakan pintu, namun cinta dengan cepat menahan tangannya.
“Kasih, gue minta tolong banget sama loe. Kalau sampai Rangga nyariin gue. Tolong bilang kalau gue nggak ada. Jangan sampai dia tau gue ada di sini?”
“Ha?. Kenapa?” Kasih berbalik. Menatap cinta dengan heran.
“Gue belum bisa cerita. Tapi kali ini gue mohon banget” Tambah cinta memelas.
Walau masih bingung dan ragu Akhirnya kasih mengangguk. Lagi pula ia yakin cinta pasti punya alasan atas semua tindakkannya.
Saat Rangga dan Kasih sedang berbicara di luar cinta mengintip dari balik jendela. Benar saja. Ternyata Rangga datang untuk mencarinya. Sedikit bingung sekaligus heran cinta terus berpikir. Kenapa Rangga harus mencarinya?. Toh hubungan mereka cuma pura – pura kan?.
Begitu Kasih muncul cinta langsung memberondongnya dengan pertanyaan.
“Jadi Rangga sudah pergi?. Terus kenapa dia kesini?. Di nanyain apa?. Apa bener dia datang buat nyariin gue?. Terus loe bilang apa ke dia?”.
“Kalau loe memang segitu ingin taunya terus kenapa tadi malah meminta gue buat bohong soal keberadaan loe kedia?” bukannya menjawab kasih justru malah balik bertanya. Melihat cinta yang hanya memunduk mendengar pertanyaannya barusan, kasih hanya bisa menghela nafas sebelum kemudian menjawab.
“Iya, Rangga sudah pergi. Dia datang kesini buat nyariin loe. Tapi dia jemput loe kerumah tapi justru nyokap loe bilang loe malah nggak pulang dari kemaren. Dia juga udah nyari kekampus tapi loe nggak datang. Makanya dia kesini soalnya di kira loe ada disini. Dan gue bilang seperti yang loe katakan kalau loe nggak ada."
“Ma kasih ya. Leo emang sahabat gue."
“Tapi cinta, kenapa loe harus bohong. Kasihan tau. Gue liat tadi dia beneran panik. Gue yakin dia beneran ngekhawatirin elo” Tambah kasih lagi.
Namun cinta hanya mengeleng . Dan sebelum kasih kembali berucap, mulutnya sudah terlebih dahulu terbuka.
“Kasih, kepala gue masih terasa berat banget. Loe nggak keberatankan kalau gue tiduran lagi?”
“Oh iya. Gue hampir lupa. Ya sudah loe istirahat aja. Gue keluar bentar. Kebetulan obat dirumah juga habis. Leo nggak papakan gue tinggal. Tenang aja, gue Cuma keapotik bentar kok” Pamit Kasih sambil melangkah keluar kamarnya saat mendapati kepala cinta yang mengangguk.
*** Ketika cinta harus memilih ***
Sambil mengerjap – ngerjakap mata cinta menoleh ke sekeliling. Jam di meja sudah menunjukan pukul 14 siang. Kepalanya juga sudah terasa lebih ringgan. Matanya menatap kesekeliling kamar. Kasih tidak ada. Setelah terlebih dahulu merenggangkan otot – otot tubuhnya, cinta beranjak bangun. Rencananya si akan kedapur untuk mengambil minum karena kebetulan tengorokannya terasa kering. Namun saat akan melewati ruang tamu langkahnya terhenti ketika mendengar pembicaraan diruang tengah. Sepertinya suara kasih. Tapi sama siapa?. Karena tidak ingin bermain dengan argumennya sendiri cinta segera membelokan arah tujuannya.
“Fadly?. Kenapa dia ada disini?” pikir cinta heran.
“Jadi cinta sendiri yang tidak ingin Rangga tau keberadaannya?” terdengar Suara Fadly yang bernada tanya. Dan kasih tampak hanya memabalas dengan anggukan.
“kenapa?”
“Gue juga nggak tau” Balas kasih.
“Memangnya mereka berantem ya?” tanya Fadly menyelidik.
“Sudah gue bilang gue juga nggak tau. Cinta nggak cerita apa – apa soal hubunganya sama Rangga."
Untuk sejenak suasana hening. Keduanya terdiam hanyut dalam pikiran masing - masing. Melihat hal itu cinta segera berniat untuk langsung menghampiri.
“Fadly, Gue boleh tanya sesuatu nggak?”
“Apa?” tanya Fadly sambil mengangkat wajahnya.
“Cisa itu siapa?”
Mendengar nama yang terlontar dari mulut cinta sontak membuat Fadly terlonjak kaget. Cinta juga langsung menghentikan niat nya. Merasa heran saat melihat perubahan ekpresi wajah Fadly.
“Dari mana loe tau nama itu?”
“Ini bukan gilirannya loe bertanya. Sekarang loe jawab aja, Cisa itu siapa” balas Kasih.
“Oke, Sebelum gue jawab. Gue mau tau dulu. Loe tau nama itu dari mana?”
“Cinta."
“Cinta?” Kening Fadly berkerut heran. “Jadi Rangga menceritakan soal Cisa ke cinta?”
“Kalau masalah itu gue juga nggak tau."
“Jadi...?” Fadly merasa heran.
“Iya. Waktu itu gue nanya ke cinta. Cewek yang bareng sama Rangga itu siapa. Dan Cinta Cuma bilang kalau cewek itu namanya Cisa. Waktu gue cari tau lebih lanjut dia sama sekali tidak mau menjelaskan” terang Cisa lagi.
“Tunggu dulu. Loe bilang cewek yang bersama Rangga. Maksutnya Rangga sama Cisa?”
Kali ini kasih mengangguk sekaligus merasa heran. Kenapa Fadly merasa kaget. Ia jadi merasa semakin pernasaran. Sebenernya Cisa itu siapa.
“Jadi Cisa ada disini?. Kenapa Rangga nggak pernah cerita sama gue?”
“Gue nggak tau. Dan gue juga nggak mau tau alasan nya apa. Yang pengen gue tau sekarang, Cisa itu sebenernya siapa?” Potong Kasih sebelum mulut Fadly Sempat terbuka untuk bertanya. Untuk sejenak Fadly terdiam. Menghembuskan nafas dengan berlahan.
“Baiklah. Kayaknya memang tidak ada yang bisa gue rahasian ke elo. Sebenernya Cisa itu.......”.
Akhirnya meluncurlah cerita itu dari mulut Fadly dengan lancar. Kasih terpaku mendengarnya. Sementara cinta sendiri menutup mulutnya sendiri agar tidak bersuara. Disandarkan tubuhnya pada dinding. Tidak pernah di bayangkan sebelumnya kalau Kenyataan yang baru saja di dengarnya ternyata begitu meyakitkan. Jadi Cisa itu adalah cinta pertama Rangga saat SMA dulu?. Bahkan Rangga tetap menyukai gadis itu walaupun tau sudah punya pacar. Ya tuhan, Cobaan apa lagi ini. Keluh cinta.
Walau Cinta telah berusaha mati – matian untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa Rangga bukan siapa – siapanya sehingga seharusnya ia tidak boleh merasa ini semua. Tapi justru kenyataan itu malah terasa berkali lipat sakitnya. Menyadari kenyataan bahwa Rangga bukan siapa – siapa sehingga ia tidak boleh merasa marah. Apalagi menuntut haknya sebagai pacar karena jelas – jelas itu hanya setatus gadungan.
Karena tak ingin kasih mengetahui apa yang didengarnya cinta dengan cepat kembali menyelinap masuk kedalam kamar saat mendengar pembicaraan Fadly yang pamit undur diri. Mengusap air mata yang entah sejak kapan tanpa sadar menetes dari pipinya. Dan segera merebahkan diri di kasur saat mendengar suara langkah kaki mendekat.
Begitu pintu terbuka arah pandangan kasih langsung terjurus kearah cinta yang tampak terbaring diatas ranjang. Merasa sedikit lega saat mendapati cinta yang terlelap. Berlahan ia melangkah menghampiri. Ditatapnya wajah yang kini berada di hadapannya. Kasih sama sekali tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada sahabatnya itu jika sekiranya ia tau masalah Cisa walau ia sendiri tidak yakin jika cinta tidak mengetahuinya. Tapi ia masih lebih tidak yakin lagi jika Rangga akan menceritakannya. Jadi kemungkinan cinta tau sepertinya masih sangat kecil. Saat melihat mata cinta yang berlahan mulai terbuka kasih segera memaksakan sebuah senyuman untuk bertenger di bibirnya.
“Cinta, loe udah bangun?”
“He?.Oh iya?” Balas cinta.
Dilirknya jam diatas meja. Pukul 15 lewat 15. Dengan segera ia beranjak bangkit.
“Kasih, ternyata sudah hampir sore. Gue pulang dulu ya?”
“Ha?. Pulang?. Sekarang?” tanya Kasih cemas.
“Iya. Gue yakin nyokap gue pasti khawatir karena gue sama sekali nggak ngabarin."
“Tapi kan...” Kasih tidak jadi melanjukan ucapannya. Dalam hati ia berfikir. Benar juga, pasti mamanya cinta saat ini sangat khawatir.
“Ya sudah kalau gitu biar gue anterin.”
“Nggak usah. Gue bisa naik taxi sendiri aja” tolak cinta halus.
“Tapi kan....”
“Please. Loe udah tau kondisi keluarga gue kan?. Jadi biarin gue pulang sendiri aja ya?”
Mendengar kata memelas cinta barusan akhirnya kasih hanya bisa mengangguk pasrah. Ia hanya bisa mengantar cinta sampai kedepan rumah. Karena Kebetulan rumahnya berada didepan jalan besar. Jadi taxi memang sering lewat. Dan begitu cinta meninggalkan rumahnya, Kasih segera kembali masuk kedalam rumah
To be continue....
~ Admin LovelyStarNight