Cerpen Cinta Kenalkan Aku Pada Cinta ~ 10
Buat temen temen semua yang pada nungguin lanjutannya, kali ini udah muncul nih cerpen cinta kenalkan aku pada cinta part 10. Soal ending? Kayaknya masih lama deh. Di usahain nggak sampe lebih dari part 15 walau nggak janji juga sih. Secara, jujur aja deh, kelanjutan cerpennya belom di ketik. Baru di pikirin ni cerita mau di bawa kemana…. #Backsound lagu Armada.
Oh ya, biar nggak bingung sama jalan ceritanya, sebaiknya baca dulu episode sebelumnya dalam cerpen cinta kenalkan aku pada cinta part 09. Happy reading…..
Setelah sebelumnya Astri sempat merasa uring – uringan karena motornya yang pagi itu mendadak mogok, namun pada akhrinya gadis justru itu malah mensukurinya. Bukan, bukan menyukuri motornya, tapi mensyukuri dirinya yang ternyata memiliki seorang kakak. Walau mereka sering berantem, tapi sepertinya pria itu masih bisa di manfaatkan. Yah, jadi tukang ojek dadakan misalnya.
Dan begitu kakaknya telah menghilang dari hadapan setelah menurukanya tepat di halaman depan kampus, dengan santai Astri terus melangkah menuju kekelasnya. Hari masih cukup pagi. Hanya beberapa mahasiswa yang tampak bergerombol. Sepertinya sedang asik mengosip bersama.
Begitu tiba di kelasnya, kepala Astri menoleh kesekeliling. Sedikit mengernyit ketika mendapati Alya sudah duduk manis di bangku samping mejanya. Tumben gadis itu mau datang sepagi ini. Dan kenapa juga ia tidak menduduki kurisnya sendiri?
“Pagi Al,” sapa Astri sambil duduk di bangkunya. Tepat di samping Alya.
“Pagi,” balas Alya singkat.
“Tumben jam segini udah datang,” gumam Astri mengutarakan pendapatnya.
“Soalnya gue udah nggak sabar. Ada yang pengen gue tanyain sama loe.”
“Gue?” tanya Astri sambil menunjuk wajahnya sendiri. Kepala Alya langsung mengangguk membenarkan.
“Apa?”
"Loe serius nggak naksir sama Fajar?"
Astri memutar mata mendengarnya. Jadi Alya bela – belain datang pagi Cuma buat nanyain begituan.
"Enggak" balas Astri kemudian ketika menyadari kalau Alya masih menantikan jawabannya. Dengan berlahan diletakannya tas keatas meja. Sementara tangannya sibuk mengeluarkan barang - barang dari dalamnya. Ada pulpen, buku, novel dan beberapa bungkus kulit permen dan tisu bekas. Selain itu masih ada beberapa bundelan kertas yang sudah cukup lusuh. Keningnya sedikit mengernyit sembari bergumam dalam hati, sejak kapan tasnya sudah ia sulap menjadi tong sampah?
"Dan loe juga nggak naksir sama kak Andre?" tanya Alya lagi.
"Enggak," balas Astri masih tanpa minat.
"Loe yakin loe nggak akan patah hati?"
Kali ini Astri tidak langsung menjawab. Kedua tangannya ia lipat diatas meja dengan tatapan menyamping kearah Alya yang juga sedang menatapnya.
"Kenapa gue harus patah hati?" Astri balik bertanya.
"Karena gue naksir sama kak Andre. Dan gue pikir kalau seandainya gue jadian sama dia, loe bakal sedih."
"Yang ada juga, loe kali yang patah hati kalo gue jadian sama dia," balas Astri santai.
"Ah, bener juga," gumam Alya sendiri sambil mengangguk - angguk membenarkan. Astri hanya melirik sekilas.
"Tapi As, tadinya gue pikir loe naksir sama kak Andre lho."
"Loe nebak gue naksir sama Fajar" Astri meralat sembari mengingatkan sahabatnya tentang kejadian yang terjadi di kantin kemaren.
Alya menoleh sebelum kemudian nyengir kuda. Harus ia akui kalau masalah bersilat lidah sepertinya Astri memang jagonya.
"Ya sudah deh kalau emang gitu. Gue tadinya cuma mau mastiin itu aja," gumam Alya sambil berbalik. Berjalan menuju kearah mejanya sendiri. Terlebih sebentar lagi juga pelajaran di mulai.
Tak terasa waktu terus berlalu, saatnya pulang telah tiba. Niat Astri untuk menghampiri Alya guna pulang bersamannya terpaksa ia batalkan. Pasalnya gadis itu telah keburu raib tak tau dkemana rimbanya. Walau heran, namun ia tidak merasa tertarik sedikitpun untuk mencarinya. Yang ia lakukan justru malah mengotak - atik handpondnya. Mencari id caller atas nama 'Rendy'. Sepertinya ia harus membuat kakaknya kembali menjemput kali ini karena berhubung Alya sudah menghilang duluan, ia jadi malas untuk naik bus sendirian.
Namun sayangnya, sudah lebih dari tiga kali Astri mencoba menghubungi kakaknya, masih tiada jawaban. Membuat gadis itu memberengut sebel. Kemana sih perginya kakaknya itu? Terlebih kini ia sudah berdiri di depan kampusnya. Kan panas.
Suara klakson motor yang terdengar tak jauh darinya membuat Astri refleks menoleh. Sedikit mengernyit ketika menyadari kini Andre sudah berada di sampingnya. Yang tentu saja sedang duduk diatas motornya.
"Udah mau pulang As?" tanya Andre.
Kepala Astri mengangguk sembari tangannya terangkat menaikan kacamatanya yang sedikit turun.
"Motor loe mana?" tanya Andre lagi.
"Dirumah. Tadi pagi mogok," balas Astri kali ini bersuara.
"Jadi loe pulang pake apa?"
Kali ini kepala Astri menggeleng. "Nggak tau nih, kayaknya naik bus aja deh."
"Rendy nggak jemput loe?" tanya Andre lagi.
"Gue telpon nggak di angkat," balas Astri membuat Andre terdiam untuk beberapa saat.
"Ya sudah deh kak, kalau gitu gue duluan ya," pamit Astri berniat untuk berlalu. Namun langkahnya segera terhenti ketika mendengar kalimat balasan dari Andre.
"Gue anterin aja yuk."
"Ya?" Astri pasang tampang heran. Seolah tidak yakin dengan apa yang baru saja di dengarnya.
"Kalau loe nggak keberatan, gue anterin aja yuk," ulang Andre mempertegas ucapannya.
"Nggak usah deh kak. Ma kasih aja. Gue nggak mau ngerepotin," tolak Astri halus.
"Gue sama sekali nggak ngerasa di repotin kok. Udah, ayo," tambah Andre lagi.
Tangannya terulur menyodorkan helm kearah Astri yang masih terdiam. Sibuk menimbang apa yang harus ia lakukan. Karena merasa tak enak untuk menolak dengan alasan yang tak jelas akhirnya tangannya terulur menyambut helm yang di sodorkan padanya. Beberapa saat kemudian keduanya sudah melaju di antara jalan raya.
"Oh ya, loe udah makan siang?"
Kepala Astri mengeleng. Namun saat menyadari kalau Andre tidak mungkin melihatnya, akhrinya mulutnya berujar. "Belom sih. Entar di rumah aja."
"Kalau gitu kita makan dulu yuk. Kebetulan gue juga belum makan. Lagian ini juga udah lewat jam makan siang," kata Andre.
Astri berniat untuk menolak, namun pada akhinya ia hanya terdiam. Terlebih Andre sudah terlebih dahulu membelokan arah motornya kesalah satu resoran yang mereka lewati. Dan tidak sampai 10 menit kemudian keduanya sudah duduk santai dengan hidangan yang kini sudah tersaji tepat dihadapan mereka.
"Ayo, silahkan dinikamati," Andre mempersilahkan saat melihat Astri yang sedari tadi hanya diam.
Kepala Astri menganggu sembari mengikuti ulah Andre yang kini sudah mulai menyendokan makanan kedalam mulutnya. Entah kenapa Astri tiba - tiba merasa cangung dengan situasi mereka saat ini.
"Loe kenapa si? Kok diem aja. Makananya nggak enak ya?" tanya Andre beberapa saat kemudian.
"Enggak kok. Makanannya enak," bantah Astri sambil mencoba tersenyum. Dengan berlahan ia kembali menyuapkan makanan kedalam mulutnya.
"Astri,"
Merasa namanya di panggil Astri menoleh. Mengalihkan tatapannya dari makanan yang sedari ia nikmati dalam diam. Dan ketika pandangannya tertumpu pada wajah Andre, gadis itu baru menyadari kalau pria itu sama sekali tak mengalihkan tatapan darinya.
"Soal yang kemaren, jangan terlalu di pikirin ya?" sambung Andre lagi.
Astri sedikit mengernyit mendengarnya. Pikirnya mengulang kalimat Andre barusan. Jangan terlalu di pikirkan? Heh, tu orang pura bego atau gimana ya? Gimana bisa ia tidak memikirkan ketika orang yang di sukai sahabatnya sendiri justru malah berkata kalau ia menyukainya.
"Lagian hanya karena gue suka sama loe, bukan berarti loe juga harus suka sama gue kan?"
Masih kalimat yang keluar dari mulut Andre karena sepertinya Astri masih tengelam dalam pemikirannya sendiri.
"Loe kenapa diem aja?" kali ini Andre melontarkan tanya. Berharap Astri mau membuka mulutnya.
"Enggak, gue cuma nggak ngerti aja," sahut Astri lirih gantian membuat Andre yang mengernyit bingung. Namun ia lebih memilih bungkam, memberi kesempatan pada Astri untuk melanjutkan ucapannya.
"Sebenarnya definisi 'cinta' itu menurut kalian apa sih?" tanya Astri membuat kerutan di kening Andre bertambah.
"Jujur aja gue heran sekaligus bingung. Kenapa kalian kayaknya gampang banget buat bilang suka sama orang. Dan ketika ternyata orang itu juga sama sama suka, terus jadian. Namun, sekiranya selama pacaran ternyata merasa ada yang nggak cocok, tinggal putus. Kemudian cari yang lain terus jadian lagi, dan kalau masih nggak cocok, yah tinggal putus lagi."
"Maksut loe Rendy?" tanya Andre mencoba menyimpulkan ucapan Astri barusan.
Astri mengeleng berlahan. "Bukan cuma kak Rendi, tapi kakak, Alya, dan Fajar juga. Bahkan mungkin anak - anak yang lain yang melakukan hal yang sama."
Sedikit demi sedikit kerutan diwajah Andre menghilang, di gantikan senyuman samar. Matanya masih terjurus kearah Astri yang juga menatapnya. "Loe mikir terlalu jauh. Kita kan masih mudah, jadi itu semua wajar aja tau."
"Maksut kakak hal yang wajar kalau cinta itu sama dengan percobaan?" tanya Astri lagi.
"Oke, sekarang gini deh," kata Andre sambil sedikit mengeser mangkuk makanannya yang kini sudah kosong baru kemudian kedua tangannya di lipat di atas meja. "Kalau menurut loe sendiri, apa sih definisi 'cinta' itu?"
Astri mengernyit, kenapa pertanyaan itu jadi balik di lemparkan pada dirinya ya?
"Gue nggak tau," balas Astri akhrinya.
"Ya?"
"Gue nggak tau. Sampai saat ini belum pernah tuh ada orang yang berhasil narik perhatian gue buat jatuh cinta sama dia," sambung Astri dengan kosa kata yang lebih banyak dari sebelumnya.
"Ya?!" kali ini ekspresi heran di wajah Andre makin ketara. "Maksut loe, loe nggak pernah jatuh cinta orang?"
Astri hanya membalas dengan anggukan.
"Jadi loe nggak pernah pacaran?"
Lagi - lagi Astri mengangguk.
"Sampe segede ini?"
Kali ini Astri mengernyit, emangnya itu hal yang aneh banget ya?
"Gue emang pernah denger sebelumnya, tapi gue nggak percaya kalau ternyata itu memang bener," gumam Andre lirih.
"Maksutnya?" gantian Astri yang pasang tampang heran.
"Nggak kok. Bukan apa-apa," Andre cepat cepat mengeleng sambil tersenyum. Membuat Astri semakin curiga padanya. Tapi gadis itu tidak berkomentar apa apa karena ucapan Andre selanjutnya sukses membuatnya membulat kan mata.
"Kalau gitu, loe mau nggak gue kenalkan sama yang namanya 'cinta'?"
"Ha?" kerutan di kening Astri bertamah.
Sementara Andre justru tersenyum. Benar - benar tersenyum. Sebelum kemudian mulutnya bergumam yang membuat Astri langsung membeku.
"Karena mulai detik ini, gue akan pastikan kalau loe, jatuh cinta sama gue."
To be continue... Wkwkwkwkwkwkkkkkk...
Oke All, sudah di putuskan kalau adminnya nggak jadi vakum tapi mungkin muncul cerpennya rada lamaan. Jadi buat yang udah nggak sabar sama jalan ceritanya, yah di maklumi aja lah. Seperti halnya admin yang nulis cuma suka suka, buat yang baca admin persilahkan untuk melakukan hal yang sama. Kalau suka, silahkan baca. Kalau nggak suka yang terserah anda. Adil kan?
Ah satu lagi, karena cerpen cinta ketika cinta harus memilih yang jelas akan mucul setelah postingan ini menjadi part terakhir, maka diputuskan kalau admin mau bikin rencana cerpen baru lagi aja. Secara sejak jaman dulu kala (????), cerpen yang muncul harus selang seling bukan?.....
Admin ~ Lovely Star Night ~
Oh ya, biar nggak bingung sama jalan ceritanya, sebaiknya baca dulu episode sebelumnya dalam cerpen cinta kenalkan aku pada cinta part 09. Happy reading…..
Setelah sebelumnya Astri sempat merasa uring – uringan karena motornya yang pagi itu mendadak mogok, namun pada akhrinya gadis justru itu malah mensukurinya. Bukan, bukan menyukuri motornya, tapi mensyukuri dirinya yang ternyata memiliki seorang kakak. Walau mereka sering berantem, tapi sepertinya pria itu masih bisa di manfaatkan. Yah, jadi tukang ojek dadakan misalnya.
Dan begitu kakaknya telah menghilang dari hadapan setelah menurukanya tepat di halaman depan kampus, dengan santai Astri terus melangkah menuju kekelasnya. Hari masih cukup pagi. Hanya beberapa mahasiswa yang tampak bergerombol. Sepertinya sedang asik mengosip bersama.
Begitu tiba di kelasnya, kepala Astri menoleh kesekeliling. Sedikit mengernyit ketika mendapati Alya sudah duduk manis di bangku samping mejanya. Tumben gadis itu mau datang sepagi ini. Dan kenapa juga ia tidak menduduki kurisnya sendiri?
“Pagi Al,” sapa Astri sambil duduk di bangkunya. Tepat di samping Alya.
“Pagi,” balas Alya singkat.
“Tumben jam segini udah datang,” gumam Astri mengutarakan pendapatnya.
“Soalnya gue udah nggak sabar. Ada yang pengen gue tanyain sama loe.”
“Gue?” tanya Astri sambil menunjuk wajahnya sendiri. Kepala Alya langsung mengangguk membenarkan.
“Apa?”
"Loe serius nggak naksir sama Fajar?"
Astri memutar mata mendengarnya. Jadi Alya bela – belain datang pagi Cuma buat nanyain begituan.
"Enggak" balas Astri kemudian ketika menyadari kalau Alya masih menantikan jawabannya. Dengan berlahan diletakannya tas keatas meja. Sementara tangannya sibuk mengeluarkan barang - barang dari dalamnya. Ada pulpen, buku, novel dan beberapa bungkus kulit permen dan tisu bekas. Selain itu masih ada beberapa bundelan kertas yang sudah cukup lusuh. Keningnya sedikit mengernyit sembari bergumam dalam hati, sejak kapan tasnya sudah ia sulap menjadi tong sampah?
"Dan loe juga nggak naksir sama kak Andre?" tanya Alya lagi.
"Enggak," balas Astri masih tanpa minat.
"Loe yakin loe nggak akan patah hati?"
Kali ini Astri tidak langsung menjawab. Kedua tangannya ia lipat diatas meja dengan tatapan menyamping kearah Alya yang juga sedang menatapnya.
"Kenapa gue harus patah hati?" Astri balik bertanya.
"Karena gue naksir sama kak Andre. Dan gue pikir kalau seandainya gue jadian sama dia, loe bakal sedih."
"Yang ada juga, loe kali yang patah hati kalo gue jadian sama dia," balas Astri santai.
"Ah, bener juga," gumam Alya sendiri sambil mengangguk - angguk membenarkan. Astri hanya melirik sekilas.
"Tapi As, tadinya gue pikir loe naksir sama kak Andre lho."
"Loe nebak gue naksir sama Fajar" Astri meralat sembari mengingatkan sahabatnya tentang kejadian yang terjadi di kantin kemaren.
Alya menoleh sebelum kemudian nyengir kuda. Harus ia akui kalau masalah bersilat lidah sepertinya Astri memang jagonya.
"Ya sudah deh kalau emang gitu. Gue tadinya cuma mau mastiin itu aja," gumam Alya sambil berbalik. Berjalan menuju kearah mejanya sendiri. Terlebih sebentar lagi juga pelajaran di mulai.
Tak terasa waktu terus berlalu, saatnya pulang telah tiba. Niat Astri untuk menghampiri Alya guna pulang bersamannya terpaksa ia batalkan. Pasalnya gadis itu telah keburu raib tak tau dkemana rimbanya. Walau heran, namun ia tidak merasa tertarik sedikitpun untuk mencarinya. Yang ia lakukan justru malah mengotak - atik handpondnya. Mencari id caller atas nama 'Rendy'. Sepertinya ia harus membuat kakaknya kembali menjemput kali ini karena berhubung Alya sudah menghilang duluan, ia jadi malas untuk naik bus sendirian.
Namun sayangnya, sudah lebih dari tiga kali Astri mencoba menghubungi kakaknya, masih tiada jawaban. Membuat gadis itu memberengut sebel. Kemana sih perginya kakaknya itu? Terlebih kini ia sudah berdiri di depan kampusnya. Kan panas.
Suara klakson motor yang terdengar tak jauh darinya membuat Astri refleks menoleh. Sedikit mengernyit ketika menyadari kini Andre sudah berada di sampingnya. Yang tentu saja sedang duduk diatas motornya.
"Udah mau pulang As?" tanya Andre.
Kepala Astri mengangguk sembari tangannya terangkat menaikan kacamatanya yang sedikit turun.
"Motor loe mana?" tanya Andre lagi.
"Dirumah. Tadi pagi mogok," balas Astri kali ini bersuara.
"Jadi loe pulang pake apa?"
Kali ini kepala Astri menggeleng. "Nggak tau nih, kayaknya naik bus aja deh."
"Rendy nggak jemput loe?" tanya Andre lagi.
"Gue telpon nggak di angkat," balas Astri membuat Andre terdiam untuk beberapa saat.
"Ya sudah deh kak, kalau gitu gue duluan ya," pamit Astri berniat untuk berlalu. Namun langkahnya segera terhenti ketika mendengar kalimat balasan dari Andre.
"Gue anterin aja yuk."
"Ya?" Astri pasang tampang heran. Seolah tidak yakin dengan apa yang baru saja di dengarnya.
"Kalau loe nggak keberatan, gue anterin aja yuk," ulang Andre mempertegas ucapannya.
"Nggak usah deh kak. Ma kasih aja. Gue nggak mau ngerepotin," tolak Astri halus.
"Gue sama sekali nggak ngerasa di repotin kok. Udah, ayo," tambah Andre lagi.
Tangannya terulur menyodorkan helm kearah Astri yang masih terdiam. Sibuk menimbang apa yang harus ia lakukan. Karena merasa tak enak untuk menolak dengan alasan yang tak jelas akhirnya tangannya terulur menyambut helm yang di sodorkan padanya. Beberapa saat kemudian keduanya sudah melaju di antara jalan raya.
"Oh ya, loe udah makan siang?"
Kepala Astri mengeleng. Namun saat menyadari kalau Andre tidak mungkin melihatnya, akhrinya mulutnya berujar. "Belom sih. Entar di rumah aja."
"Kalau gitu kita makan dulu yuk. Kebetulan gue juga belum makan. Lagian ini juga udah lewat jam makan siang," kata Andre.
Astri berniat untuk menolak, namun pada akhinya ia hanya terdiam. Terlebih Andre sudah terlebih dahulu membelokan arah motornya kesalah satu resoran yang mereka lewati. Dan tidak sampai 10 menit kemudian keduanya sudah duduk santai dengan hidangan yang kini sudah tersaji tepat dihadapan mereka.
"Ayo, silahkan dinikamati," Andre mempersilahkan saat melihat Astri yang sedari tadi hanya diam.
Kepala Astri menganggu sembari mengikuti ulah Andre yang kini sudah mulai menyendokan makanan kedalam mulutnya. Entah kenapa Astri tiba - tiba merasa cangung dengan situasi mereka saat ini.
"Loe kenapa si? Kok diem aja. Makananya nggak enak ya?" tanya Andre beberapa saat kemudian.
"Enggak kok. Makanannya enak," bantah Astri sambil mencoba tersenyum. Dengan berlahan ia kembali menyuapkan makanan kedalam mulutnya.
"Astri,"
Merasa namanya di panggil Astri menoleh. Mengalihkan tatapannya dari makanan yang sedari ia nikmati dalam diam. Dan ketika pandangannya tertumpu pada wajah Andre, gadis itu baru menyadari kalau pria itu sama sekali tak mengalihkan tatapan darinya.
"Soal yang kemaren, jangan terlalu di pikirin ya?" sambung Andre lagi.
Astri sedikit mengernyit mendengarnya. Pikirnya mengulang kalimat Andre barusan. Jangan terlalu di pikirkan? Heh, tu orang pura bego atau gimana ya? Gimana bisa ia tidak memikirkan ketika orang yang di sukai sahabatnya sendiri justru malah berkata kalau ia menyukainya.
"Lagian hanya karena gue suka sama loe, bukan berarti loe juga harus suka sama gue kan?"
Masih kalimat yang keluar dari mulut Andre karena sepertinya Astri masih tengelam dalam pemikirannya sendiri.
"Loe kenapa diem aja?" kali ini Andre melontarkan tanya. Berharap Astri mau membuka mulutnya.
"Enggak, gue cuma nggak ngerti aja," sahut Astri lirih gantian membuat Andre yang mengernyit bingung. Namun ia lebih memilih bungkam, memberi kesempatan pada Astri untuk melanjutkan ucapannya.
"Sebenarnya definisi 'cinta' itu menurut kalian apa sih?" tanya Astri membuat kerutan di kening Andre bertambah.
"Jujur aja gue heran sekaligus bingung. Kenapa kalian kayaknya gampang banget buat bilang suka sama orang. Dan ketika ternyata orang itu juga sama sama suka, terus jadian. Namun, sekiranya selama pacaran ternyata merasa ada yang nggak cocok, tinggal putus. Kemudian cari yang lain terus jadian lagi, dan kalau masih nggak cocok, yah tinggal putus lagi."
"Maksut loe Rendy?" tanya Andre mencoba menyimpulkan ucapan Astri barusan.
Astri mengeleng berlahan. "Bukan cuma kak Rendi, tapi kakak, Alya, dan Fajar juga. Bahkan mungkin anak - anak yang lain yang melakukan hal yang sama."
Sedikit demi sedikit kerutan diwajah Andre menghilang, di gantikan senyuman samar. Matanya masih terjurus kearah Astri yang juga menatapnya. "Loe mikir terlalu jauh. Kita kan masih mudah, jadi itu semua wajar aja tau."
"Maksut kakak hal yang wajar kalau cinta itu sama dengan percobaan?" tanya Astri lagi.
"Oke, sekarang gini deh," kata Andre sambil sedikit mengeser mangkuk makanannya yang kini sudah kosong baru kemudian kedua tangannya di lipat di atas meja. "Kalau menurut loe sendiri, apa sih definisi 'cinta' itu?"
Astri mengernyit, kenapa pertanyaan itu jadi balik di lemparkan pada dirinya ya?
"Gue nggak tau," balas Astri akhrinya.
"Ya?"
"Gue nggak tau. Sampai saat ini belum pernah tuh ada orang yang berhasil narik perhatian gue buat jatuh cinta sama dia," sambung Astri dengan kosa kata yang lebih banyak dari sebelumnya.
"Ya?!" kali ini ekspresi heran di wajah Andre makin ketara. "Maksut loe, loe nggak pernah jatuh cinta orang?"
Astri hanya membalas dengan anggukan.
"Jadi loe nggak pernah pacaran?"
Lagi - lagi Astri mengangguk.
"Sampe segede ini?"
Kali ini Astri mengernyit, emangnya itu hal yang aneh banget ya?
"Gue emang pernah denger sebelumnya, tapi gue nggak percaya kalau ternyata itu memang bener," gumam Andre lirih.
"Maksutnya?" gantian Astri yang pasang tampang heran.
"Nggak kok. Bukan apa-apa," Andre cepat cepat mengeleng sambil tersenyum. Membuat Astri semakin curiga padanya. Tapi gadis itu tidak berkomentar apa apa karena ucapan Andre selanjutnya sukses membuatnya membulat kan mata.
"Kalau gitu, loe mau nggak gue kenalkan sama yang namanya 'cinta'?"
"Ha?" kerutan di kening Astri bertamah.
Sementara Andre justru tersenyum. Benar - benar tersenyum. Sebelum kemudian mulutnya bergumam yang membuat Astri langsung membeku.
"Karena mulai detik ini, gue akan pastikan kalau loe, jatuh cinta sama gue."
To be continue... Wkwkwkwkwkwkkkkkk...
Oke All, sudah di putuskan kalau adminnya nggak jadi vakum tapi mungkin muncul cerpennya rada lamaan. Jadi buat yang udah nggak sabar sama jalan ceritanya, yah di maklumi aja lah. Seperti halnya admin yang nulis cuma suka suka, buat yang baca admin persilahkan untuk melakukan hal yang sama. Kalau suka, silahkan baca. Kalau nggak suka yang terserah anda. Adil kan?
Ah satu lagi, karena cerpen cinta ketika cinta harus memilih yang jelas akan mucul setelah postingan ini menjadi part terakhir, maka diputuskan kalau admin mau bikin rencana cerpen baru lagi aja. Secara sejak jaman dulu kala (????), cerpen yang muncul harus selang seling bukan?.....
Admin ~ Lovely Star Night ~
cepetan ya kak lanjutan'a ,,,
ReplyDeleteudahh gax sabar ,,hheheh :)