Cerpen Cinta Kenalkan aku pada cinta ~ 11
I am back. Wkwkwkwk. Setelah sekian lama menghilang akhirnya admin bisa balik lagi. Langsung muncul dengan lanjutan cerpen cinta kenalkan aku pada cinta part 11. Ha ha ha, kelamaan ya? Yah, maklum lah. Kan udah di bilang, adminnya mudik. And disini beneran nggak ada jaringan buat modem. Buat handphon aja susah. Untung lah setelah perjuangan yang sedemikian panjang and melelahkan (????) akhirnya bisa ol lagi juga. :D
Baiklah, tanpa perlu ke banyakan basa basi. Langsung cek gimana kelanjutannya. Karena kayaknya ceritanya udah kelamaan mungkin ada yang rada lupa sama postingan sebelumnya silahkan di cek di cerpen cinta kenalkan aku pada cinta part 10.
Langkah Astri terhenti dengan pandangan yang terjurus kedepan. Berusaha menahan diri namun pada akhirnya gagal. Ia sama sekali tidak bisa menahan diri untuk tidak memutar mata saat melihat pemandangan di hadapannya. Bahkan tak bisa di cegah cibiran sinis bertenger di bibirnya saat dengan jelas tawa renyah pecah dari bibir Alya, seseorang yang berstatus sahabatnya yang kini tampak sedang duduk santai bersama Andre yang kini duduk di hadapannya. Astri sama sekali tidak menduga bagaimana kedua orang itu bisa bersama di meja kantin sementara baru sekitar sepuluh menit yang lalu Alya mengsms dirinya yang sedang asik bersantai di perpustakaan untuk segera menyusulnya karena gadis itu merasa bosan makan sendirian.
Berniat untuk langsung berbalik, Astri justru malah melangkah dengan santai menghampiri keduannya. Membuat Alya langsung menghentikan tawanya. Bahkan gadis itu sama sekali tidak bisa menyembunyikan raut terkejut diwajahnya saat melihat kemunculannya yang tiba – tiba.
“Astri? Loe? Sejak kapan loe disini?” tanya Alya sembari menelan ludahnya yang mendadak terasa pahit. Matanya sibuk mengawasi eksprsi yang tergambar di wajah Astri. Sekilas ia menangkap aura kemarahan disana. Astaga, jangan bilang kalau gadis itu mendengar pembicaraannya bersama Andre barusan?
“Sejak loe bilang kalau loe makan disini sendirian,” sahut Astri jelas menyindir.
“Astri, denger ya. Ini tu nggak seperti yang loe bayangin,” Alya berusaha untuk menjelaskan situasinya.
“Emangnya loe pikir gue ngebayangin apaan?” Astri balik bertanya.
Alya langsung terdiam. Matanya melirik kearah Andre yang juga terlihat salah tingkah.
“Astri, gue sama Alya cuma...” Andre buka mulut.
“Itu bukan urusan gue,” potong Astri cepat. Bahkan ia sama sekali tak mampu menahan nada ketus dari bicaranya. Ia sendiri juga merasa heran kenapa ia merasa kesel. Apakah itu karena Alya yang membohonginya atau justru kesel pada Andre yang baru kemaren mengatakan akan membuatnya jatuh cinta namun kini justru malah terlihat sedang berakrab ria bersama sahabatnya yang notabenenya naksir dirinya. Akh, entahlah.
“Bukan urusan loe?” tanya Alya sambil mengernyit bingung.
Astri hanya angkat bahu. Tanpa kata ia segera menduduki kursi kosong disamping Alya. Membuat gadis itu kembali melirik kearah Andre. Dan Astri pura – pura tidak menyadari ketika kedua orang itu tampak sedang bermain isarat mata.
“Ehem, maksut loe apa yang kita obrolin barusan bukan urusan loe?” ulang Alya mencoba mencari penegasan.
Ketika melihat kepala Astri yang mengeleng berlahan, gadis itu tampak tersenyum lega. Sepertinya kecurigaannya tadi salah. Astri mungkin tidak mendengar pembicaraannya bersama Andre tadi. Jika iya, mana mungkin gadis itu akan menganggap kalau itu bukan urusannya.
“Oh ya, kalau gitu loe mau makan apa?” tanya Alya mengalihan pembicaraan.
Astri tidak langsung menjawab, matanya melirik kearah Andre. Namun dengan cepat ia mengalihkan tatapnnya ketika menyadari kalau pria itu ternyata sedang menatap kearah dirinya.
“Ehem. Gue nggak laper. Gue kesini Cuma karena ada yang katanya merasa bosan makan sendiri.”
“Maaf, kayaknya kehadiran gue nggak diharapkan deh. Jadi sebaiknya gue pergi aja. Sory, tadi itu Cuma kebetulan gue melihat Alya yang duduk sendirian. Gue beneran nggak tau kalau dia nungguin loe,” sela Andre yang merasa kalau sindiran itu juga untuknya.
“Nggak kok. Loe disini aja. Justru gue yang merasa nggak enak. Kayaknya tadi kalian lagi ngobrolin sesuatu, eh gue malah muncul tiba – tiba.”
“Cukup!” potong Alya sebelum nantinya pembicaraan itu melantur kemana – mana. “Oke, gue yang salah. Gue minta maaf. Tadi pas gue mau makan sendirian, gue merasa bosan. Makanya gue sms loe As. Nah, pas gue nungguin loe, tiba-tiba kak Andre datang. Karena kebetulan kantin ini penuh, gue tawarin dia duduk disini. Yah, gue nggak tau kalau loe bakal keberatan.”
Astri kembali terdiam. Matanya menatap kesekeliling. Benar saja. Karena ini memang jam makan siang, suasana kantin penuh. Sepertinya Alya tidak berbohong.
“Gue nggak keberatan,” kata Astri akhrinya. Lagipula ia memang tidak punya alasan untuk merasa keberatan selain fakta kalau Andre justru malah tertawa bersama Alya. Astaga, apa yang terjadi pada dirinya?
“Bagus deh kalau gitu, dan ngomong ngomong sebenernya tadi itu gue udah pesenin makanan buat loe.”
Seiring dengan jawaban yang terlontar dari mulut Alya, pelayan kantin muncul membawakan napan berisi pesanan. Dan lagi – lagi Astri menyadari kalau Alya berkata jujur. Terutama saat melihat tiga porsi makanan yang kini terhidang diatas meja.
“Itadakimaz...” Alya pura – pura cuek. Dengan santai ia mulai menikmati makanannya. Mengabaikan ekspresi Astri dan Andre yang sedikit mengernyit mendengar kalimatnya barusan. Memangnya mereka berada di jepang ya?
“Astri, ntar katanya ada film bagus. Kita nonton yuk,” kata Alya disela makanan yang dinikmatinya.
“Film apaan?” tanya Astri tanpa minta.
“99 cahaya di langit eropa. Katanya filmnya bagus lho. Tentang sejarah islam di eropa gitu, Ada Fatinnya juga lho. Itu lho yang jadi juara x factor kemaren,” tambah Alya lagi..
“Oh ya? Kedengarannya seru. Jadi penasaran,” Andre terlihat tertarik. Matanya menatap kearah Alya penuh minta. Dan saat beralih ke Astri, gadis itu justru mengeleng berlahan.
“Loe nggak tertarik?” tanya Alya langsung.
“Gue udah nonton. Dan kayaknya fatin Cuma jadi cameo doank disana,” terang Astri yang membuat Alya mengernyit heran.
“Loe udah nonton? Sama siapa? Kok loe nggak cerita sama gue?”
“Temen,” sahut Astri singkat.
“Ceritanya bagus?”
Sesaat Astri menoleh kearah Andre yang baru saja melontarkan pertanyaan itu padanya sebelum kemudian perhatiannya kembali ia alihkan kearah makanan yang kini terhidang dihadapannya. Sambil menyendokan sesuap kedalam mulut, ia berujar “Bagus, kalau penasaran kalian nonton aja berdua.”
Astri yakin kalau kali ini bukan hanya Andre yang menatap dirinya, tapi juga Alya. Namun ia lebih memilih pura – pura tidak menyadari. Lagipula apa yang ia katakan benar bukan?
“Bener juga. Alya, loe nggak keberatan kan kalau harus nonton sama gue?”
Alya mengernyit. Nyaris tidak percaya dengan kalimat ajakan yang baru saja di dengarnya. Andre? Ngajak dia nonton? Dan saat ia melihat ekpresi di wajah Andre, sebuah senyum tergambar di wajahnya.
“Tentu saja,” angguk Alya mantap
Dan detik itu juga Astri menyadari kalau napsu makannya telah menguap.
Sudah lebih dari setengah jam Astri tiduran diatas tempat tidurnya dengan pandangan terjurus kearah novel yang ada di tangannya. Gadis itu bahkan nyaris tidak menyadari bahwa sejak pertama ia meraih novel tersebut, halaman yang ia buka sama sekali belum berpindah karena pikirannya sudah terlanjur berkelana entah kemana.
“Hufh,” akhrinya dengan kesel ia bangkit dari tidurnya. Ditutupnya novel tersebut sebelum kemudian ia lemparkan secara serampangan kearah samping.
“Alya beneran jalan sama kak Andre nggak ya?” gumamnya lirih. Bertanya pada diri sendiri. Tangannya terulur meraih hanphond di atas meja, mencari id contack atas nama Alya. Tepat saat ia berniat untuk menghubungi gadis itu, pintu kamarnya di ketuk dari luar disusul suara pintu yang berderit terbuka. Bahkan tanpa perlu mengunggu izin darinya.
“Alya?” kata Astri kaget plus heran.
“Halo As,” sapa Alya santai sambil melangkah menghapiri Astri yang masih menatapnya.
“Sory ngeganggu, lagi tidur ya?” tanya Alya yang di balas gelengan kepala oleh Astri.
“Kok loe ada disini?” tanya Astri sambil mengeser duduknya, memberi ruang untuk Alya agar bisa duduk disampingnya.
“Bosen gue di rumah, tidur mulu. Ya sudah, gue kesini,” sahut Alya sambil meraih novel yang tergeletak diatas tempat tidur. Masih novel yang sama yang baca oleh Astri tadi.
“The little lady agency” gumam Alya bergumam membacakan judul yang tertera, tangannya dengan berlahan membuka halaman dengan acak, mencoba mencari tau isinya.
“Seru nggak?”
“Lumayan” balas Astri singkat, dan sebelum Alya sempat kembali bertanya ia telah lebih dahulu buka mulut.
“Tapi bukannya loe katanya mau nonton bareng kak Andre? Nggak jadi ya?”
Alya menoleh, mengalihkan tatapannya dari deretan kata yang tertera. Matanya menatap lurus kearah Astri yang kini tampak memainkan handphond ditangannya. Membuat gadis itu berfikir kalau pertanyaan itu sepertinya hanya basa basi saja.
“Jadi kok,” balas Alya santai.
Jari Astri yang terdiam. Menanti kalimat penjelas dari jawaban Alya barusan. Apa maksut gadis itu dengan kata ‘jadi kok’ tapi kini justru berada disampingnya.
“Kelihatannya ini novel terjemahan, pasti gendernya 18+. Iya kan?”
“Ya?” kali ini Astri menoleh. Sedikit kesel karena Alya justru malah membahas novel yang ada di tangannya bukan melanjutkan jawaban dari pernyataannya.
“Sama sekali bukan, nggak usah berpikir ngeres,” gerut Astri, Alya hanya nyengir.
“Terus kalau loe katanya jadi jalan, kenapa loe malah disini?” tanya Astri lagi.
“Itu karena kak Andre bilang lebih asik kalo nontonya kalo malam. Jadi kita perginya nanti malam aja,” terang Alya. “Oh ya, kalo emang bagus, novelnya gue pinjem ya. Kayaknya gue juga udah lama nggak baca novel.”
Astri tampak memutar mata mendengarnya. Bingung kenapa mereka berdua harus terjebak dalam obrolan dengan dua topik ya cukup berbeda.
“Baca aja kalau loe emang tertarik.”
Untuk beberapa saat keduanya terdiam, dengan berlahan Astri turun dari ranjangnya. Beralih kemeja belajar, tangannya terulur merapikan buku – buku yang tampak berantakan.
“Loe yakin loe nggak tertarik buat ikut sama kita nanti?” tanya Alya tiba tiba, membuat Astri menghentikan aktifitasnya.
“Kenapa gue harus ikut?” bukannya menjawab Astri justru malah balik bertanya.
“Yah, karena gue berharap loe ikut,”
Jawaban macam apa itu, gerut Astri dalam hati. Terus kalau ia ikut terus harus ngapain? Jadi obat nyamuk untuk mereka berdua? Heh, terima kasih saja lah.
“Nggak, ma kasih aja deh.”
“Tapi kak Rendy ikut lho,” ucapan santai yang terlontar dari mulut Alya sukses membuat Astri berbalik.
“Kak Rendy? Maksut loe kakak gue?” tanya Astri heran, tapi Alya hanya membalas dengan anggukan. Bahkan perhatiannya tetap terjurus kearah novel, benar benar berbanding balik dengan raut Astri yang jelas heran.
“Kenapa kakak gue harus ikut?” tanya Astri lagi, kali ini Alya hanya angkat bahu.
Melihat Alya yang hanya terdiam, Astri ikut terdiam. Namun tidak dengan pikirannya. Kali ini isi kepalanya di penuhi dengan tanya yang masih tak menemukan jawabannya. Apa sih maksut kakaknya kali ini? Masa ia pria itu nekat untuk menganggu acara kencan mereka berdua? Dan yang lebih parah, kenapa Alya membiarkan Rendy menganggunya? Ah, jangan – jangan.....
“As, turun yuk. Kita jalan ke mana kek. Suntuk tau di kamar terus,” sapaan Alya membuyarkan lamunan Astri.
Untuk sejenak gadis itu menoleh. Sibuk menimbang usulan sahabatnya. Namun pada akhirnya kepalanya mengangguk setuju. Secara berlahan ia bangkit berdiri, melangkah keluar dari kamarnya disusul oleh Alya yang mengekor di belakang. Karena sepertinya, ia juga butuh sedikit pencerahan.
To Be Continue.....
Baiklah, tanpa perlu ke banyakan basa basi. Langsung cek gimana kelanjutannya. Karena kayaknya ceritanya udah kelamaan mungkin ada yang rada lupa sama postingan sebelumnya silahkan di cek di cerpen cinta kenalkan aku pada cinta part 10.
Langkah Astri terhenti dengan pandangan yang terjurus kedepan. Berusaha menahan diri namun pada akhirnya gagal. Ia sama sekali tidak bisa menahan diri untuk tidak memutar mata saat melihat pemandangan di hadapannya. Bahkan tak bisa di cegah cibiran sinis bertenger di bibirnya saat dengan jelas tawa renyah pecah dari bibir Alya, seseorang yang berstatus sahabatnya yang kini tampak sedang duduk santai bersama Andre yang kini duduk di hadapannya. Astri sama sekali tidak menduga bagaimana kedua orang itu bisa bersama di meja kantin sementara baru sekitar sepuluh menit yang lalu Alya mengsms dirinya yang sedang asik bersantai di perpustakaan untuk segera menyusulnya karena gadis itu merasa bosan makan sendirian.
Berniat untuk langsung berbalik, Astri justru malah melangkah dengan santai menghampiri keduannya. Membuat Alya langsung menghentikan tawanya. Bahkan gadis itu sama sekali tidak bisa menyembunyikan raut terkejut diwajahnya saat melihat kemunculannya yang tiba – tiba.
“Astri? Loe? Sejak kapan loe disini?” tanya Alya sembari menelan ludahnya yang mendadak terasa pahit. Matanya sibuk mengawasi eksprsi yang tergambar di wajah Astri. Sekilas ia menangkap aura kemarahan disana. Astaga, jangan bilang kalau gadis itu mendengar pembicaraannya bersama Andre barusan?
“Sejak loe bilang kalau loe makan disini sendirian,” sahut Astri jelas menyindir.
“Astri, denger ya. Ini tu nggak seperti yang loe bayangin,” Alya berusaha untuk menjelaskan situasinya.
“Emangnya loe pikir gue ngebayangin apaan?” Astri balik bertanya.
Alya langsung terdiam. Matanya melirik kearah Andre yang juga terlihat salah tingkah.
“Astri, gue sama Alya cuma...” Andre buka mulut.
“Itu bukan urusan gue,” potong Astri cepat. Bahkan ia sama sekali tak mampu menahan nada ketus dari bicaranya. Ia sendiri juga merasa heran kenapa ia merasa kesel. Apakah itu karena Alya yang membohonginya atau justru kesel pada Andre yang baru kemaren mengatakan akan membuatnya jatuh cinta namun kini justru malah terlihat sedang berakrab ria bersama sahabatnya yang notabenenya naksir dirinya. Akh, entahlah.
“Bukan urusan loe?” tanya Alya sambil mengernyit bingung.
Astri hanya angkat bahu. Tanpa kata ia segera menduduki kursi kosong disamping Alya. Membuat gadis itu kembali melirik kearah Andre. Dan Astri pura – pura tidak menyadari ketika kedua orang itu tampak sedang bermain isarat mata.
“Ehem, maksut loe apa yang kita obrolin barusan bukan urusan loe?” ulang Alya mencoba mencari penegasan.
Ketika melihat kepala Astri yang mengeleng berlahan, gadis itu tampak tersenyum lega. Sepertinya kecurigaannya tadi salah. Astri mungkin tidak mendengar pembicaraannya bersama Andre tadi. Jika iya, mana mungkin gadis itu akan menganggap kalau itu bukan urusannya.
“Oh ya, kalau gitu loe mau makan apa?” tanya Alya mengalihan pembicaraan.
Astri tidak langsung menjawab, matanya melirik kearah Andre. Namun dengan cepat ia mengalihkan tatapnnya ketika menyadari kalau pria itu ternyata sedang menatap kearah dirinya.
“Ehem. Gue nggak laper. Gue kesini Cuma karena ada yang katanya merasa bosan makan sendiri.”
“Maaf, kayaknya kehadiran gue nggak diharapkan deh. Jadi sebaiknya gue pergi aja. Sory, tadi itu Cuma kebetulan gue melihat Alya yang duduk sendirian. Gue beneran nggak tau kalau dia nungguin loe,” sela Andre yang merasa kalau sindiran itu juga untuknya.
“Nggak kok. Loe disini aja. Justru gue yang merasa nggak enak. Kayaknya tadi kalian lagi ngobrolin sesuatu, eh gue malah muncul tiba – tiba.”
“Cukup!” potong Alya sebelum nantinya pembicaraan itu melantur kemana – mana. “Oke, gue yang salah. Gue minta maaf. Tadi pas gue mau makan sendirian, gue merasa bosan. Makanya gue sms loe As. Nah, pas gue nungguin loe, tiba-tiba kak Andre datang. Karena kebetulan kantin ini penuh, gue tawarin dia duduk disini. Yah, gue nggak tau kalau loe bakal keberatan.”
Astri kembali terdiam. Matanya menatap kesekeliling. Benar saja. Karena ini memang jam makan siang, suasana kantin penuh. Sepertinya Alya tidak berbohong.
“Gue nggak keberatan,” kata Astri akhrinya. Lagipula ia memang tidak punya alasan untuk merasa keberatan selain fakta kalau Andre justru malah tertawa bersama Alya. Astaga, apa yang terjadi pada dirinya?
“Bagus deh kalau gitu, dan ngomong ngomong sebenernya tadi itu gue udah pesenin makanan buat loe.”
Seiring dengan jawaban yang terlontar dari mulut Alya, pelayan kantin muncul membawakan napan berisi pesanan. Dan lagi – lagi Astri menyadari kalau Alya berkata jujur. Terutama saat melihat tiga porsi makanan yang kini terhidang diatas meja.
“Itadakimaz...” Alya pura – pura cuek. Dengan santai ia mulai menikmati makanannya. Mengabaikan ekspresi Astri dan Andre yang sedikit mengernyit mendengar kalimatnya barusan. Memangnya mereka berada di jepang ya?
“Astri, ntar katanya ada film bagus. Kita nonton yuk,” kata Alya disela makanan yang dinikmatinya.
“Film apaan?” tanya Astri tanpa minta.
“99 cahaya di langit eropa. Katanya filmnya bagus lho. Tentang sejarah islam di eropa gitu, Ada Fatinnya juga lho. Itu lho yang jadi juara x factor kemaren,” tambah Alya lagi..
“Oh ya? Kedengarannya seru. Jadi penasaran,” Andre terlihat tertarik. Matanya menatap kearah Alya penuh minta. Dan saat beralih ke Astri, gadis itu justru mengeleng berlahan.
“Loe nggak tertarik?” tanya Alya langsung.
“Gue udah nonton. Dan kayaknya fatin Cuma jadi cameo doank disana,” terang Astri yang membuat Alya mengernyit heran.
“Loe udah nonton? Sama siapa? Kok loe nggak cerita sama gue?”
“Temen,” sahut Astri singkat.
“Ceritanya bagus?”
Sesaat Astri menoleh kearah Andre yang baru saja melontarkan pertanyaan itu padanya sebelum kemudian perhatiannya kembali ia alihkan kearah makanan yang kini terhidang dihadapannya. Sambil menyendokan sesuap kedalam mulut, ia berujar “Bagus, kalau penasaran kalian nonton aja berdua.”
Astri yakin kalau kali ini bukan hanya Andre yang menatap dirinya, tapi juga Alya. Namun ia lebih memilih pura – pura tidak menyadari. Lagipula apa yang ia katakan benar bukan?
“Bener juga. Alya, loe nggak keberatan kan kalau harus nonton sama gue?”
Alya mengernyit. Nyaris tidak percaya dengan kalimat ajakan yang baru saja di dengarnya. Andre? Ngajak dia nonton? Dan saat ia melihat ekpresi di wajah Andre, sebuah senyum tergambar di wajahnya.
“Tentu saja,” angguk Alya mantap
Dan detik itu juga Astri menyadari kalau napsu makannya telah menguap.
Cerpen Cinta Kenalkan aku pada cinta ~ 11
Sudah lebih dari setengah jam Astri tiduran diatas tempat tidurnya dengan pandangan terjurus kearah novel yang ada di tangannya. Gadis itu bahkan nyaris tidak menyadari bahwa sejak pertama ia meraih novel tersebut, halaman yang ia buka sama sekali belum berpindah karena pikirannya sudah terlanjur berkelana entah kemana.
“Hufh,” akhrinya dengan kesel ia bangkit dari tidurnya. Ditutupnya novel tersebut sebelum kemudian ia lemparkan secara serampangan kearah samping.
“Alya beneran jalan sama kak Andre nggak ya?” gumamnya lirih. Bertanya pada diri sendiri. Tangannya terulur meraih hanphond di atas meja, mencari id contack atas nama Alya. Tepat saat ia berniat untuk menghubungi gadis itu, pintu kamarnya di ketuk dari luar disusul suara pintu yang berderit terbuka. Bahkan tanpa perlu mengunggu izin darinya.
“Alya?” kata Astri kaget plus heran.
“Halo As,” sapa Alya santai sambil melangkah menghapiri Astri yang masih menatapnya.
“Sory ngeganggu, lagi tidur ya?” tanya Alya yang di balas gelengan kepala oleh Astri.
“Kok loe ada disini?” tanya Astri sambil mengeser duduknya, memberi ruang untuk Alya agar bisa duduk disampingnya.
“Bosen gue di rumah, tidur mulu. Ya sudah, gue kesini,” sahut Alya sambil meraih novel yang tergeletak diatas tempat tidur. Masih novel yang sama yang baca oleh Astri tadi.
“The little lady agency” gumam Alya bergumam membacakan judul yang tertera, tangannya dengan berlahan membuka halaman dengan acak, mencoba mencari tau isinya.
“Seru nggak?”
“Lumayan” balas Astri singkat, dan sebelum Alya sempat kembali bertanya ia telah lebih dahulu buka mulut.
“Tapi bukannya loe katanya mau nonton bareng kak Andre? Nggak jadi ya?”
Alya menoleh, mengalihkan tatapannya dari deretan kata yang tertera. Matanya menatap lurus kearah Astri yang kini tampak memainkan handphond ditangannya. Membuat gadis itu berfikir kalau pertanyaan itu sepertinya hanya basa basi saja.
“Jadi kok,” balas Alya santai.
Jari Astri yang terdiam. Menanti kalimat penjelas dari jawaban Alya barusan. Apa maksut gadis itu dengan kata ‘jadi kok’ tapi kini justru berada disampingnya.
“Kelihatannya ini novel terjemahan, pasti gendernya 18+. Iya kan?”
“Ya?” kali ini Astri menoleh. Sedikit kesel karena Alya justru malah membahas novel yang ada di tangannya bukan melanjutkan jawaban dari pernyataannya.
“Sama sekali bukan, nggak usah berpikir ngeres,” gerut Astri, Alya hanya nyengir.
“Terus kalau loe katanya jadi jalan, kenapa loe malah disini?” tanya Astri lagi.
“Itu karena kak Andre bilang lebih asik kalo nontonya kalo malam. Jadi kita perginya nanti malam aja,” terang Alya. “Oh ya, kalo emang bagus, novelnya gue pinjem ya. Kayaknya gue juga udah lama nggak baca novel.”
Astri tampak memutar mata mendengarnya. Bingung kenapa mereka berdua harus terjebak dalam obrolan dengan dua topik ya cukup berbeda.
“Baca aja kalau loe emang tertarik.”
Untuk beberapa saat keduanya terdiam, dengan berlahan Astri turun dari ranjangnya. Beralih kemeja belajar, tangannya terulur merapikan buku – buku yang tampak berantakan.
“Loe yakin loe nggak tertarik buat ikut sama kita nanti?” tanya Alya tiba tiba, membuat Astri menghentikan aktifitasnya.
“Kenapa gue harus ikut?” bukannya menjawab Astri justru malah balik bertanya.
“Yah, karena gue berharap loe ikut,”
Jawaban macam apa itu, gerut Astri dalam hati. Terus kalau ia ikut terus harus ngapain? Jadi obat nyamuk untuk mereka berdua? Heh, terima kasih saja lah.
“Nggak, ma kasih aja deh.”
“Tapi kak Rendy ikut lho,” ucapan santai yang terlontar dari mulut Alya sukses membuat Astri berbalik.
“Kak Rendy? Maksut loe kakak gue?” tanya Astri heran, tapi Alya hanya membalas dengan anggukan. Bahkan perhatiannya tetap terjurus kearah novel, benar benar berbanding balik dengan raut Astri yang jelas heran.
“Kenapa kakak gue harus ikut?” tanya Astri lagi, kali ini Alya hanya angkat bahu.
Melihat Alya yang hanya terdiam, Astri ikut terdiam. Namun tidak dengan pikirannya. Kali ini isi kepalanya di penuhi dengan tanya yang masih tak menemukan jawabannya. Apa sih maksut kakaknya kali ini? Masa ia pria itu nekat untuk menganggu acara kencan mereka berdua? Dan yang lebih parah, kenapa Alya membiarkan Rendy menganggunya? Ah, jangan – jangan.....
“As, turun yuk. Kita jalan ke mana kek. Suntuk tau di kamar terus,” sapaan Alya membuyarkan lamunan Astri.
Untuk sejenak gadis itu menoleh. Sibuk menimbang usulan sahabatnya. Namun pada akhirnya kepalanya mengangguk setuju. Secara berlahan ia bangkit berdiri, melangkah keluar dari kamarnya disusul oleh Alya yang mengekor di belakang. Karena sepertinya, ia juga butuh sedikit pencerahan.
To Be Continue.....
Post a Comment for "Cerpen Cinta Kenalkan aku pada cinta ~ 11"
Belajar lah untuk menghargai sesuatu mulai dari hal yang paling sederhana...