Cerpen Cinta Kenalkan Aku Pada Cinta ~ 13
Hufh, ide makin lama kenapa di cari makin susah aja yak? Ciuuuusss deh. Beneran. Makanya ntu adminya aja bingung tujuh keliling buat lanjutin cerpen kenalkan aku pada cinta part 13 ini. So, buat yang udah baca. Yang udah ngikuti jalan ceritannya dari awal sampe kini, bisa donk ngasih sarannya di kotak komentar bawah. Ini cerita bagusnya di bawa kemana. Yah itung – itung bisa jadi referensi buatu admin buat bikin endingnya. Ngono.
Nah, karena cerpen nya kebetulan juga udah lama nggak muncul – muncul, kali aja udah pada lupa sama jalan ceritannya so bisa di cek dulu pada cerita sebelumnya.
“Akh, akhirnya. Ketemu juga. Ternyata kalian disini.”
Kepala Astri reflex menoleh bersamaan dengan kalimat yang baru saja di tangkap indra pendengarannya. Sebuah senyum mengambang di bibir saat melihat Alya dan Rendy yang menghampirinya. Dalam hati ia merasa lega atas kemunculan dua makhluk yang baru saja menyelamatkannya dari situasi yang sedikit membingungkan.
“Kok kalian nggak bilang si kalian disini, kita berdua kebingungan tau dari tadi nyariin,” sambung Alya lagi sembari duduk disamping Astri.
“Ya?” Astri menoleh kearah Alya sebelum kemudian matanya beralih menatap tajam kearah Andre yang justru malah membuang pandangan darinya.
“Kenapa?” Tanya Rendy tiba – tiba. Astri menoleh dan baru menyadari kalau kakaknya sedang memperhatikan dirinya.
“Nggak. Nggak kenapa – napa kok.”
“Aneh,” gumam Rendy lirih namun masih mampu di tangkap oleh indra pendengarannya tapi Astri lebih memilih pura pura tidak mendengarnya.
“Tapi ngomong – ngomong kok kalian berdua malah disini? Bukannya kita mau nonton ya? Memang filmnya diputar jam berapa?” Tanya Rendy lagi.
“Masih sekitar satu jam lagi. Cuma dari pada kelamaan nunggu, gue pikir bagusan kalau kita makan dulu,” kali ini barulah Andre buka mulut.
“Ide bagus,” sambar Rendy langsung. Kemudian dengan santai ia memanggil pelayan untuk memesan makanannya. Selang beberapa saat kemudian makanan sudah terhidang di meja.
“Oh ya, sebenernya kita mau nonton film apaan si? Bagus nggak?” Tanya Rendy disela makanan yang mulai di nikmatinya.
“Film 99 Cahaya Dilangit Eropa. Katanya sih bagus,” jawab Alya.
“Tapi gue kan udah nonton. Gue nggak ikut ya,”
Semua mata langsung menoleh kearah Astri. Nggak ikut? Terus tu anak mau kemana?
“Loe udah nonton? Kapan? Sama siapa? Kok loe nggak ngajak – ngajak? Terus, kalau loe emang udah nonton ngapain loe ikut sama kita?”
Sungguh, Astri beneran berniat untuk menjitak kepala kakaknya saat itu juga jika bukan karena takut jadi adik durhaka. Secara sejak kapan ia ingin nonton harus laporan dulu sama kakaknya? Dan lagi, tadi yang maksain dia untuk ikut siapa? Dasar kakak durhaka, geramnya.
“Udah. Kemaren. Bareng sama Fajar. Gue aja diajak, ngapain gue ngajakin elo. Dan tadi yang maksain gue buat ikut siapa?” walau kesel, Astri tetap membalas pertanyaan kakaknya.
“Fajar? Kayak pernah denger namanya,” gumam Rendy sambil pasang tampang mikir.
“Fajar? Loe pergi sama dia?” Alya menimpali, Astri hanya mengangguk membenarkan. Tanpa menoleh ia mulai menikmati makanan di hadapannya.
“Loe kenal sama Fajar?” Tanya Rendy, kali ini pertanyaannya ia lontarkan kearah gadis yang duduk di hadapannya.
“Loe cakep cakep pikun juga ya. Tentu saja gue kenal. Dia kan yang kemaren datang kerumah loe waktu mau benerin laptopnya Astri. Gimana sih?”sahut Alya dengan nada menyela.
“Oh cowok yang itu. Yang katanya suka sama loe ya?” balas Rendy yang langsung mendapatkan tatapan tajam sebagai balasannya.
“Terus kalau loe nggak ikut nonton loe mau kemana? Atau kita ganti aja nonton film yang lain aja gimana?”
Astri mengeleng. “Nggak usah. Loe kan katanya pengen nonton tu film. Nonton aja, biar gue…”
“Biar loe jalan aja sama Andre. Alya sama gue aja. Lagian Andre nggak suka nonton film Indonesia. Doi kan sukanya film action atau pun film horror. Oke?” potong Rendy sebelum Astri sempat menyelesaikan ucapannya. Membuat gadis itu semakin merasa kesel. Punya kakak kok gini amat ya. Beneran bukan suri tauladan kakak yang baik and pantas di tiru.
“Kenapa harus sama Andre?” Tanya Alya terlihat keberatan. Tentu saja, secara gadis mana sih yang rela ketika melihat ada gadis lain yang berusaha di jodoh – jodohkan dengan pria yang di sukainya. Apalagi jelas jelas pria itu menyukai gadis tersebut. Rendy pastilah orang yang sangat bodoh jika tidak menyadari itu.
“Itu karena gue pengennya jalan sama loe,” balas Rendy polos.
Alya terdiam, matanya secara menyipit melirik kearah Rendy. Sementara yang di tatap langsung pasang pose memelas.
“Oke deh kalau gitu. Gue setuju.”
“Setuju?” gentian Astri yang kaget. Alya setuju buat jalan sama Rendy. Wah, gaswat. Jangan – jangan tu cewek sudah terkena pengaruh pesona kakaknya. Bisa – bisanya dia menyetujui ajakan playboy cap gayung itu.
“Iya. Dan kita perginya sekarang. Ayo Ren,” ajak Alya tanpa basa basi. Walau terlihat sedikit bingung Rendy manut. Apalagi Alya sudah terlebih dahulu meninggalkan kursinya. Hanya saja pria itu tidak mampu menahan diri untuk tidak merutuk dalam hati. Hei, makanan yang ia pesankan belum habis. Apa barusan itu bukan tindakan pemubazir.
“Jadi As, habis ini kita mau kemana?”
Astri menoleh dan segera menyadari kalau saat ini ia tidak sedang sendirian.
“Atau kalau loe emang keberatan buat jalan sama gue, gue siap nganterin loe pulang,” sambung Andre lagi.
Astri masih terdiam. Sedikit perasaan tak enak merambati hatinya, terlebih saat melihat raut kecewa diwajah Andre. Setelah menimbang – nimbang akhirnya mulutnya berujar.
“Loe suka baca buku nggak?”
“Ya?” Andre bingung. Tidak tau kemana arah pembicaraan ini akan di bawa.
“Kebetulan ada buku yang pengen gue cari. Jadi kalau loe nggak keberatan gimana kalau kita ke toko buku bentar. Nah, abis itu baru deh. Terserah kita mau kemana,” sambung Astri lagi.
Mendengar itu, senyum merekah di bibir Andre. “Tentu saja tidak. Kalau gitu, ayo kita pergi sekarang,” ajaknya bersemangat.
“Jelasin ke gue apa yang terjadi tadi malam?”
Astri menoleh, setelah melihat siapa yang kini berada di hadapannya kepalanya kembali menunduk, menatap kearah buku yang ada di tangannya. Melanjutkan aktifitas membaca seperti sebelumnya. Bersikap seolah kalimat barusan bukan di tunjukan untuknya.
“Lah gue di kacangan,” gerut Alya sambil mendaratkan tubuhnya pada kursi di samping Astri sementara tangannya terulur menutupi buku yang Astri baca.
“Apaan sih loe? Masih pagi gini juga,” keluh Astri kesel.
“Justru karena masih pagi gue nanya. Mumpung dosen belom datang. Lagian loe tingal jawab aja apa susahnya sih,” cibir Alya. “Tadi malam itu loe kemana? Setelah nggak jadi nonton, kalian ngapain aja? Terus kenapa pake pulang nggak bilang – bilang?”
“Hufh,” kali ini Astri menutup bukunya. Yakin kalau ia tidak akan bisa berkonsentrasi lagi menghadapi bacaan selama gadis yang kini disampingnya belum mendapatkan jawaban yang di inginkan. “Ya kemaren kita makan. Loe kan liat sendiri.”
“Makan doank? Abis itu? Jangan bilang kalau loe langsung pulang?” kejar Alya lagi.
Astri terdiam, untuk sejenak angannya melayang ke kejadian kemaren.
“Jadi, loe suka baca ya?” tanya Andre sambil berjalan menemani Astri melewati rak – rak buku yang berjejer.
“Banget. Loe sendiri?” Astri balik bertanya.
“Buku apa yang loe suka?” tanya Andre lagi.
Astri mengernyit, pertanyaannya di kacangin. Namun tak urung mulutnya menjawab. “Gue suka baca Majalah, novel romantis, buku motivasi dan juga komik. Kenapa?”
“Terus selain baca loe suka apa lagi?”
“Emp… Nonton…” sahut Astri setengah bergumam.
“Kalau loe suka nonton, kenapa loe tadi menolak buat nonton bareng?”
“Gue bukan nolak. Tapi gue bilang, gue udah pernah nonton. Apa serunya coba nonton di ulang – ulang. Secara kita kan udah tau jalan ceritanya.”
“Kita kan bisa nonton film yang lain.”
“Sebenernya gue nggak suka nonton film Indonesia. Palingan hanya beberapa aja yang gue tonton. Itu juga kalau emang udah ada yang ngerekomendasikan dan setelah mengadakan riset soal filmnya ke sana sini. Gue juga nggak suka film Action, apalagi film horror. Secara gue kan orangnya penakut.”
“Terus maksut loe suka nonton itu apa?”
“Maksut gue, gue suka nonton itu di rumah. Nonton video koleksi downloadan gue sendiri. Ya gue emang anti banget sama sinetron sih, tapi gue itu ngefans berat sama drama. Baik itu drama jepang ataupun drama korea. Terlebih kalau ceritanya romantis, bisa lupa waktu deh kalau udah nonton. Kakak gue aja suka kesel liatnya. Bahkan gue sering di ledekin sama dia.”
“O… Jadi loe suka sesuatu yang romantis,” gumam Andre lirih.
“Ya?” Astri menoleh. Seolah baru menyadari kalau ia telah terlalu banyak bicara. Entah dari mana datangnya tiba – tiba ia merasa malu. “Ehem…. Ya begitulah. Tapi itukan dalam Novel, drama ataupun film,” sambungnya menambahkan.
“Kalau di dunia nyata?”
Ini kenapa Astri jadi merasa kalau ia sedang di introgasi ya? Saat matanya menoleh kearah Andre, ia mendapati kalau tatapan pria itu jelas tertuju kearahnya dan masih menantikan jawaban darinnya. Untuk sejenak, Astri merasa kalau pipinya terasa panas. Dengan segera di alihkannya tatapan kearah lain. Tidak tau harus menjawab apa.
“Ngomong – ngomong, sebenarnya loe mau cari buku apa si?”
Astri kembali menoleh. Dihembuskannya nafas lega ketika menyadari Andre kini tidak lagi menatapnya. Justru perhatian pria itu kini tertuju pada buku yand diambil secara acak dari rak yang ada dihadapannya. Sementara tangannya sediri sibuk membolak balikan lembar demi lembar halamannya.
“Gue mau cari buku…” Astri menoleh kesekeliling. Tiba – tiba merasa bingung. Sederetan judul daftar buku yang sangat ingin ia baca selama ini telah menguap entah kemana. Pikirannya mendadak terasa blank. Terlebih ketika menyadari kalau toko buku hanyalah tempat yang ia pilih secara serampangan tadi. Tempat yang ia gunakan untuk menyelamatkan diri dari perasaan tidak enak yang sempat melandannya. Jadi kini, sepertinya ia akan melakukan metode yang sama seperti sebelumnya. Tangannya dengan acak terulur meraih buku yang berada tepat di hadapannya.
“Ini.”
Andre tampak mengernyit ketika membaca judul buku yang tertera. “Mengenal virus pada computer?”
“He?” Astri segera manatap buku yang ada di tangannya. Astaga, buku apa yang ia ambil?
“Ehem, Iya. Gue emang lagi nyari buku soal computer. Soalnya, laptop gue kan emang sering eror. Gue emang sempat minta tolong sama Fajar sih kemaren buat benerinnya. Tapi kan nggak mungkin juga gue minta tolong terus sama dia. Sementara kalau sebentar – sebentar gue bawa keahlinya, yang ada entar gue di kira gaptek banget lagi. Ya udah, makanya gue pengen cari tau sendiri,” terang Astri menambahkan. Andre tampak mengangguk paham.
“Ya sudah, kalau gitu kita bayar dulu yuk,” ajak Astri lagi. Dan lagi – lagi Andre mengangguk sembari mengikuti langkah Astri menuju kearah kasir.
“Eh busyed, dia malah melamun. Ayam tetangga pada mati Woi”
Kalimat itu kembali mengantarkan Astri pada keadaannya semula. Matanya menatap ke Alya yang kini menatapnya kesel yang hanya di balas cibiran olehnya.
“Loe mau tau aja.”
“Ya iya donk. Jelas aja gue pengen tau. Secara loe kan jalan sama cowok yang gue suka.”
“Glek.”
Pas. Astri merasa kalimat itu ngena banget. Menghunjam tepat kearah hatinya. Kenapa ia bisa lupa dengan fakta itu ya? Kenapa ia bisa lupa kalau Alya suka sama Andre?
“Kak Andre cuma nemenin gue beli buku doank. Abis itu kita langsung pulang,” sahut Astri akhirnya.
“Toko buku?” Alya menegaskan, Astri hanya mengangguk tak bersemangat. Karena sepertinya semangatnya tiba – tiba raib entah kemana.
“Dan abis itu kalian langsung pulang?” sambung Alya lagi.
“Iya. Loe tenang aja. Gue nggak mungkin ngapa – ngapain sama kak Andre. Lagian gue tau kok, kalau loe suka sama dia,” jelas Astri lagi.
Alya terdiam. Matanya menatap Astri dengan tatapan menyelidik, tapi gadis itu justru malah mendorongnya menjauh, sembari memberi isarat padanya untuk menatap kedepan. Ternyata dosennya sudah ada di depan. Dan kelas pun akan segera di mulai. Jadi mau tidak mau mereka harus menunda pembicaraannya.
To Be Continue
Admin ~ Lovely Star Night
Nah, karena cerpen nya kebetulan juga udah lama nggak muncul – muncul, kali aja udah pada lupa sama jalan ceritannya so bisa di cek dulu pada cerita sebelumnya.
“Akh, akhirnya. Ketemu juga. Ternyata kalian disini.”
Kepala Astri reflex menoleh bersamaan dengan kalimat yang baru saja di tangkap indra pendengarannya. Sebuah senyum mengambang di bibir saat melihat Alya dan Rendy yang menghampirinya. Dalam hati ia merasa lega atas kemunculan dua makhluk yang baru saja menyelamatkannya dari situasi yang sedikit membingungkan.
“Kok kalian nggak bilang si kalian disini, kita berdua kebingungan tau dari tadi nyariin,” sambung Alya lagi sembari duduk disamping Astri.
“Ya?” Astri menoleh kearah Alya sebelum kemudian matanya beralih menatap tajam kearah Andre yang justru malah membuang pandangan darinya.
“Kenapa?” Tanya Rendy tiba – tiba. Astri menoleh dan baru menyadari kalau kakaknya sedang memperhatikan dirinya.
“Nggak. Nggak kenapa – napa kok.”
“Aneh,” gumam Rendy lirih namun masih mampu di tangkap oleh indra pendengarannya tapi Astri lebih memilih pura pura tidak mendengarnya.
“Tapi ngomong – ngomong kok kalian berdua malah disini? Bukannya kita mau nonton ya? Memang filmnya diputar jam berapa?” Tanya Rendy lagi.
“Masih sekitar satu jam lagi. Cuma dari pada kelamaan nunggu, gue pikir bagusan kalau kita makan dulu,” kali ini barulah Andre buka mulut.
“Ide bagus,” sambar Rendy langsung. Kemudian dengan santai ia memanggil pelayan untuk memesan makanannya. Selang beberapa saat kemudian makanan sudah terhidang di meja.
“Oh ya, sebenernya kita mau nonton film apaan si? Bagus nggak?” Tanya Rendy disela makanan yang mulai di nikmatinya.
“Film 99 Cahaya Dilangit Eropa. Katanya sih bagus,” jawab Alya.
“Tapi gue kan udah nonton. Gue nggak ikut ya,”
Semua mata langsung menoleh kearah Astri. Nggak ikut? Terus tu anak mau kemana?
“Loe udah nonton? Kapan? Sama siapa? Kok loe nggak ngajak – ngajak? Terus, kalau loe emang udah nonton ngapain loe ikut sama kita?”
Sungguh, Astri beneran berniat untuk menjitak kepala kakaknya saat itu juga jika bukan karena takut jadi adik durhaka. Secara sejak kapan ia ingin nonton harus laporan dulu sama kakaknya? Dan lagi, tadi yang maksain dia untuk ikut siapa? Dasar kakak durhaka, geramnya.
“Udah. Kemaren. Bareng sama Fajar. Gue aja diajak, ngapain gue ngajakin elo. Dan tadi yang maksain gue buat ikut siapa?” walau kesel, Astri tetap membalas pertanyaan kakaknya.
“Fajar? Kayak pernah denger namanya,” gumam Rendy sambil pasang tampang mikir.
“Fajar? Loe pergi sama dia?” Alya menimpali, Astri hanya mengangguk membenarkan. Tanpa menoleh ia mulai menikmati makanan di hadapannya.
“Loe kenal sama Fajar?” Tanya Rendy, kali ini pertanyaannya ia lontarkan kearah gadis yang duduk di hadapannya.
“Loe cakep cakep pikun juga ya. Tentu saja gue kenal. Dia kan yang kemaren datang kerumah loe waktu mau benerin laptopnya Astri. Gimana sih?”sahut Alya dengan nada menyela.
“Oh cowok yang itu. Yang katanya suka sama loe ya?” balas Rendy yang langsung mendapatkan tatapan tajam sebagai balasannya.
“Terus kalau loe nggak ikut nonton loe mau kemana? Atau kita ganti aja nonton film yang lain aja gimana?”
Astri mengeleng. “Nggak usah. Loe kan katanya pengen nonton tu film. Nonton aja, biar gue…”
“Biar loe jalan aja sama Andre. Alya sama gue aja. Lagian Andre nggak suka nonton film Indonesia. Doi kan sukanya film action atau pun film horror. Oke?” potong Rendy sebelum Astri sempat menyelesaikan ucapannya. Membuat gadis itu semakin merasa kesel. Punya kakak kok gini amat ya. Beneran bukan suri tauladan kakak yang baik and pantas di tiru.
“Kenapa harus sama Andre?” Tanya Alya terlihat keberatan. Tentu saja, secara gadis mana sih yang rela ketika melihat ada gadis lain yang berusaha di jodoh – jodohkan dengan pria yang di sukainya. Apalagi jelas jelas pria itu menyukai gadis tersebut. Rendy pastilah orang yang sangat bodoh jika tidak menyadari itu.
“Itu karena gue pengennya jalan sama loe,” balas Rendy polos.
Alya terdiam, matanya secara menyipit melirik kearah Rendy. Sementara yang di tatap langsung pasang pose memelas.
“Oke deh kalau gitu. Gue setuju.”
“Setuju?” gentian Astri yang kaget. Alya setuju buat jalan sama Rendy. Wah, gaswat. Jangan – jangan tu cewek sudah terkena pengaruh pesona kakaknya. Bisa – bisanya dia menyetujui ajakan playboy cap gayung itu.
“Iya. Dan kita perginya sekarang. Ayo Ren,” ajak Alya tanpa basa basi. Walau terlihat sedikit bingung Rendy manut. Apalagi Alya sudah terlebih dahulu meninggalkan kursinya. Hanya saja pria itu tidak mampu menahan diri untuk tidak merutuk dalam hati. Hei, makanan yang ia pesankan belum habis. Apa barusan itu bukan tindakan pemubazir.
“Jadi As, habis ini kita mau kemana?”
Astri menoleh dan segera menyadari kalau saat ini ia tidak sedang sendirian.
“Atau kalau loe emang keberatan buat jalan sama gue, gue siap nganterin loe pulang,” sambung Andre lagi.
Astri masih terdiam. Sedikit perasaan tak enak merambati hatinya, terlebih saat melihat raut kecewa diwajah Andre. Setelah menimbang – nimbang akhirnya mulutnya berujar.
“Loe suka baca buku nggak?”
“Ya?” Andre bingung. Tidak tau kemana arah pembicaraan ini akan di bawa.
“Kebetulan ada buku yang pengen gue cari. Jadi kalau loe nggak keberatan gimana kalau kita ke toko buku bentar. Nah, abis itu baru deh. Terserah kita mau kemana,” sambung Astri lagi.
Mendengar itu, senyum merekah di bibir Andre. “Tentu saja tidak. Kalau gitu, ayo kita pergi sekarang,” ajaknya bersemangat.
“Jelasin ke gue apa yang terjadi tadi malam?”
Astri menoleh, setelah melihat siapa yang kini berada di hadapannya kepalanya kembali menunduk, menatap kearah buku yang ada di tangannya. Melanjutkan aktifitas membaca seperti sebelumnya. Bersikap seolah kalimat barusan bukan di tunjukan untuknya.
“Lah gue di kacangan,” gerut Alya sambil mendaratkan tubuhnya pada kursi di samping Astri sementara tangannya terulur menutupi buku yang Astri baca.
“Apaan sih loe? Masih pagi gini juga,” keluh Astri kesel.
“Justru karena masih pagi gue nanya. Mumpung dosen belom datang. Lagian loe tingal jawab aja apa susahnya sih,” cibir Alya. “Tadi malam itu loe kemana? Setelah nggak jadi nonton, kalian ngapain aja? Terus kenapa pake pulang nggak bilang – bilang?”
“Hufh,” kali ini Astri menutup bukunya. Yakin kalau ia tidak akan bisa berkonsentrasi lagi menghadapi bacaan selama gadis yang kini disampingnya belum mendapatkan jawaban yang di inginkan. “Ya kemaren kita makan. Loe kan liat sendiri.”
“Makan doank? Abis itu? Jangan bilang kalau loe langsung pulang?” kejar Alya lagi.
Astri terdiam, untuk sejenak angannya melayang ke kejadian kemaren.
“Jadi, loe suka baca ya?” tanya Andre sambil berjalan menemani Astri melewati rak – rak buku yang berjejer.
“Banget. Loe sendiri?” Astri balik bertanya.
“Buku apa yang loe suka?” tanya Andre lagi.
Astri mengernyit, pertanyaannya di kacangin. Namun tak urung mulutnya menjawab. “Gue suka baca Majalah, novel romantis, buku motivasi dan juga komik. Kenapa?”
“Terus selain baca loe suka apa lagi?”
“Emp… Nonton…” sahut Astri setengah bergumam.
“Kalau loe suka nonton, kenapa loe tadi menolak buat nonton bareng?”
“Gue bukan nolak. Tapi gue bilang, gue udah pernah nonton. Apa serunya coba nonton di ulang – ulang. Secara kita kan udah tau jalan ceritanya.”
“Kita kan bisa nonton film yang lain.”
“Sebenernya gue nggak suka nonton film Indonesia. Palingan hanya beberapa aja yang gue tonton. Itu juga kalau emang udah ada yang ngerekomendasikan dan setelah mengadakan riset soal filmnya ke sana sini. Gue juga nggak suka film Action, apalagi film horror. Secara gue kan orangnya penakut.”
“Terus maksut loe suka nonton itu apa?”
“Maksut gue, gue suka nonton itu di rumah. Nonton video koleksi downloadan gue sendiri. Ya gue emang anti banget sama sinetron sih, tapi gue itu ngefans berat sama drama. Baik itu drama jepang ataupun drama korea. Terlebih kalau ceritanya romantis, bisa lupa waktu deh kalau udah nonton. Kakak gue aja suka kesel liatnya. Bahkan gue sering di ledekin sama dia.”
“O… Jadi loe suka sesuatu yang romantis,” gumam Andre lirih.
“Ya?” Astri menoleh. Seolah baru menyadari kalau ia telah terlalu banyak bicara. Entah dari mana datangnya tiba – tiba ia merasa malu. “Ehem…. Ya begitulah. Tapi itukan dalam Novel, drama ataupun film,” sambungnya menambahkan.
“Kalau di dunia nyata?”
Ini kenapa Astri jadi merasa kalau ia sedang di introgasi ya? Saat matanya menoleh kearah Andre, ia mendapati kalau tatapan pria itu jelas tertuju kearahnya dan masih menantikan jawaban darinnya. Untuk sejenak, Astri merasa kalau pipinya terasa panas. Dengan segera di alihkannya tatapan kearah lain. Tidak tau harus menjawab apa.
“Ngomong – ngomong, sebenarnya loe mau cari buku apa si?”
Astri kembali menoleh. Dihembuskannya nafas lega ketika menyadari Andre kini tidak lagi menatapnya. Justru perhatian pria itu kini tertuju pada buku yand diambil secara acak dari rak yang ada dihadapannya. Sementara tangannya sediri sibuk membolak balikan lembar demi lembar halamannya.
“Gue mau cari buku…” Astri menoleh kesekeliling. Tiba – tiba merasa bingung. Sederetan judul daftar buku yang sangat ingin ia baca selama ini telah menguap entah kemana. Pikirannya mendadak terasa blank. Terlebih ketika menyadari kalau toko buku hanyalah tempat yang ia pilih secara serampangan tadi. Tempat yang ia gunakan untuk menyelamatkan diri dari perasaan tidak enak yang sempat melandannya. Jadi kini, sepertinya ia akan melakukan metode yang sama seperti sebelumnya. Tangannya dengan acak terulur meraih buku yang berada tepat di hadapannya.
“Ini.”
Andre tampak mengernyit ketika membaca judul buku yang tertera. “Mengenal virus pada computer?”
“He?” Astri segera manatap buku yang ada di tangannya. Astaga, buku apa yang ia ambil?
“Ehem, Iya. Gue emang lagi nyari buku soal computer. Soalnya, laptop gue kan emang sering eror. Gue emang sempat minta tolong sama Fajar sih kemaren buat benerinnya. Tapi kan nggak mungkin juga gue minta tolong terus sama dia. Sementara kalau sebentar – sebentar gue bawa keahlinya, yang ada entar gue di kira gaptek banget lagi. Ya udah, makanya gue pengen cari tau sendiri,” terang Astri menambahkan. Andre tampak mengangguk paham.
“Ya sudah, kalau gitu kita bayar dulu yuk,” ajak Astri lagi. Dan lagi – lagi Andre mengangguk sembari mengikuti langkah Astri menuju kearah kasir.
“Eh busyed, dia malah melamun. Ayam tetangga pada mati Woi”
Kalimat itu kembali mengantarkan Astri pada keadaannya semula. Matanya menatap ke Alya yang kini menatapnya kesel yang hanya di balas cibiran olehnya.
“Loe mau tau aja.”
“Ya iya donk. Jelas aja gue pengen tau. Secara loe kan jalan sama cowok yang gue suka.”
“Glek.”
Pas. Astri merasa kalimat itu ngena banget. Menghunjam tepat kearah hatinya. Kenapa ia bisa lupa dengan fakta itu ya? Kenapa ia bisa lupa kalau Alya suka sama Andre?
“Kak Andre cuma nemenin gue beli buku doank. Abis itu kita langsung pulang,” sahut Astri akhirnya.
“Toko buku?” Alya menegaskan, Astri hanya mengangguk tak bersemangat. Karena sepertinya semangatnya tiba – tiba raib entah kemana.
“Dan abis itu kalian langsung pulang?” sambung Alya lagi.
“Iya. Loe tenang aja. Gue nggak mungkin ngapa – ngapain sama kak Andre. Lagian gue tau kok, kalau loe suka sama dia,” jelas Astri lagi.
Alya terdiam. Matanya menatap Astri dengan tatapan menyelidik, tapi gadis itu justru malah mendorongnya menjauh, sembari memberi isarat padanya untuk menatap kedepan. Ternyata dosennya sudah ada di depan. Dan kelas pun akan segera di mulai. Jadi mau tidak mau mereka harus menunda pembicaraannya.
To Be Continue
Admin ~ Lovely Star Night
Post a Comment for "Cerpen Cinta Kenalkan Aku Pada Cinta ~ 13"
Belajar lah untuk menghargai sesuatu mulai dari hal yang paling sederhana...