Cerpen Spesial Valentine 'Karena yang gue suka itu, Elo!!!'
Halo Guys, versi edit benerin typo yang berhamburan. Cerpen Karena Yang Gue suka itu, elo!!! ini merupakan salah satu dari serial special valentin. Yang pertama “Sepotong choklat untuk Nanda”. Selanjutnya ada “ Cinta ku berawal dari facebook”. Baru ini deh yang terbaru. Untuk yang penasaran gimana ceritanya bisa simak langsung di bawah. Penasaran? Check this out...
Walau mata Kharisya menatap lurus kedepan, namun pikirannya kali ini jelas bercabang – cabang entah kemana. Sesekali tangannya terangkat memijit kepalanya yang tak jarang malah ia ketuk – ketuk (???) dengan menggunakan pena. Hal yang ia lakukan kalau pikirannya sedang kusut.
Gumpalan kertas yang mengenai kepala sebelum kemudian mendarat diatas meja sontak membuat kepala Kharisya menoleh. Matanya terhenti pada mata Arvin yang duduk selang beberapa meja di belakang yang kini sedang menatap kearahnya. Menjadi petunjuk kalau ia adalah pelakunya.
“Kenapa?” tanya Kharisya dengan gerak bibir, namun Arvin tetap diam. Hanya memberi isyarat kepada gadis itu untuk mengambil kertas yang ia lemparkan.
‘Gue tau loe itu emang udah Oon dari sononya, tapi kalo loe terus - terusan mukulin kepala loe, gue jamin, loe pasti makin Oon. Jadi selaku sahabat yang baik and pinter, mending loe cerita ada apaan. Kali aja gue bisa nambahin.’
Kharisya tak mampu menahan diri untuk tidak memutar mata ketika menyelesaikan membaca kalimat yang tertera. Dengan kesal di remasnya kertas tersebut, dan langsung ia lemparkan kekepala Arvin tanpa perlu membalas kalimatnya.
"Loe kenapa si? Kusut banget tu muka kaya belon di strika?" tanya Arvin sambil berusaha mengejar Kharisya yang sudah duluan melangkah pulang tanpa memperdulikan dirinya.
"Ya ela, masih marah karena tulisan gue tadi. Sory deh, gue cuma bercanda. Loe kan tau gimana gue, masa gitu aja loe marah."
"Ya ampun Arvin, beneran mati deh gue sekarang."
"Ya?" Arvin melotot kaget. Bukan kaget karena ucapan Kharisya barusan, tapi kaget karena Kharisya tiba tiba berhenti melangkah dan langsung berbalik padanya. Membuatnya hampir saja menubruk tubuh gadis itu jika tidak segera mengerem kakinya. Untuk beberapa saat keduanya terdiam. Hanya mata yang saling bertatapan sampai kemudian Kharisya buka mulut.
"Dan kenapa muka loe bisa tepat didepan muka gue, loe mau nyium gue?"
Dan jitakan pun mendarat dikepala Kharisya sebagai jawaban.
"Sembarangan," damprat Arvin sambil menarik diri. "Lagian kan loe yang salah, ngapain sih loe pake berhenti tiba tiba?"
"Oh iya ya, gue yang salah," gumam Kharisya sendiri sembari berbalik melanjutkan langkahnya. Sama sekali tidak menyadari reaksi sahabatnya atas tindakannya barusan.
"Ehem, tapi ngomong ngomong loe mati kenapa?" tanya Arvin.
Lagi lagi Kharisya menghentikan langkahnya. Untunglah kali ini Arvin sudah berjalan disampingnya. Matanya menatap kearah Arvin dengan tampang memelas, dan kemudian meluncurlah cerita itu dari mulutnya.
Tadi siang ia bertemu dengan Abel, anak kelas IPA yang telah sekian lama menjadi saingannya. Kharisya sendiri tidak tau, kenapa selama ini gadis itu selalu mencari gara gara dengannya, sampai kemudian tadi siang ia menemukan jawabannya. Ternyata gadis itu menyukai Arvin, seseorang yang selama ini berstatus sahabat karibnya. Dan karena kedekatan mereka selama ini membuat Abel sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk mendekati orang yang disukainya.
Demi untuk membantah tuduhan bahwa ia menyukai sahabatnya, Abel menantang Kharisya untuk membuktikan. Bahwa tepat pada hari Valentine besok, Kharisya harus sudah bisa menunjukan siapa kekasihnya. Dan sebagai taruhannya, jika Kharisya menang, maka Abel tidak boleh menganggu dirinya. Sebaliknya, bila Kharisya kalah, ia harus menjauhi Arvin. Memberi kesempatan pria itu untuk bisa dekat dengan gadis lainnya. Karena nyatanya, selama ini Arvin memang hanya dekat dengan dirinya. Sebagai tambahan, siapapun yang kalah harus lari mengelilingi lapangan bola kaki sekolahnya sebanyak 50 kali.
Namun yang jadi masalahnya, Valentine hanya kurang dari semingu lagi. Pacar seperti apa yang bisa didapatkan dalam seminggu?
"Ini konyol. Keterlaluan," desis Arvin lirih.
"Iya, gue tau. Ini konyol. Abel emang keterlaluan. Masa gue harus dapatin pacar selama seminggu, udah 17 tahun gue hidup aja gue masih jomblo. Belom punya pacar. Ini kan lagi kalau..."
"Bukan Abel. Yang gue maksut itu loe," potong Arvin sebelum Kharisya menyelesaikan ucapannya.
"Ya?" tatap Kharisya heran. Dan saat melihat tatapan tajam Arvin, Kharisya baru menyadari kalau pria itu terlihat marah.
"Loe nyadar nggak sih? Loe baru aja jadiin persahabatan kita sebagai taruhannya?"
"O... Soal itu... Emp.... Maaf," gumam Kharisya sambil menundukan wajah. Merasa bersalah karenanya.
Arvin tampak mengembuskan nafas lelah, lelah dengan tingkah gadis yang berdiri dihadapannya. Kemudian tampa kata, ia segera berbalik. Berjalan meninggalkan Kharisya sendirian.
"Please donk Arvin. Iya deh, gue ngaku gue salah. Tapi please, jangan marah sama gue ya?" pinta Kharisya sambil mengejar Arvin.
"Kalo gitu loe harus batalin taruhannya," kata Arvin tegas.
Mata bulat Kharisya menatap Arvin lekat. Setelah lama terdiam, kepalanya menggeleng berlahan.
"Gue nggak bisa."
"Kenapa?" tanya Arvin. Rasa kecewa jelas tergambar dari nada bicaranya.
"Loe tau sendirikan, setelah segede gini. Gue masih belom pernah punya pacar. Gue kan pengen sekali kali kayak cewek lainnya. Apalagi bentar lagi Valentine. Gue pengen ngerasain gimana sih dapat coklat dari orang yang kita suka. Ngabisin malam jalan jalan bareng, bukan cuma jalan sama loe doank."
"Jadi selama ini loe nggak suka jalan sama gue?" lagi laga Arvin berasumsi.
"Bukan itu. Loe jangan salah paham," potong Kharisya cepat. "Hanya saja..."
"Udah deh Kharisya, terserah loe aja," potong Arvin. Kali ini pria itu benar - benar berlalu meninggalkan gadis itu sendirian.
"Hanya saja gue berfikir, Abel ada benarnya. Loe nggak akan bisa deket sama cewek lain kalau loe terus terusan deket sama gue," gumam Kharisya lirih. Selirih kalimat yang hanya bisa di dengar hanya oleh dirinya.
Walau mata Kharisya menatap lurus kedepan, namun pikirannya kali ini jelas bercabang – cabang entah kemana. Sesekali tangannya terangkat memijit kepalanya yang tak jarang malah ia ketuk – ketuk (???) dengan menggunakan pena. Hal yang ia lakukan kalau pikirannya sedang kusut.
Gumpalan kertas yang mengenai kepala sebelum kemudian mendarat diatas meja sontak membuat kepala Kharisya menoleh. Matanya terhenti pada mata Arvin yang duduk selang beberapa meja di belakang yang kini sedang menatap kearahnya. Menjadi petunjuk kalau ia adalah pelakunya.
“Kenapa?” tanya Kharisya dengan gerak bibir, namun Arvin tetap diam. Hanya memberi isyarat kepada gadis itu untuk mengambil kertas yang ia lemparkan.
‘Gue tau loe itu emang udah Oon dari sononya, tapi kalo loe terus - terusan mukulin kepala loe, gue jamin, loe pasti makin Oon. Jadi selaku sahabat yang baik and pinter, mending loe cerita ada apaan. Kali aja gue bisa nambahin.’
Kharisya tak mampu menahan diri untuk tidak memutar mata ketika menyelesaikan membaca kalimat yang tertera. Dengan kesal di remasnya kertas tersebut, dan langsung ia lemparkan kekepala Arvin tanpa perlu membalas kalimatnya.
"Loe kenapa si? Kusut banget tu muka kaya belon di strika?" tanya Arvin sambil berusaha mengejar Kharisya yang sudah duluan melangkah pulang tanpa memperdulikan dirinya.
"Ya ela, masih marah karena tulisan gue tadi. Sory deh, gue cuma bercanda. Loe kan tau gimana gue, masa gitu aja loe marah."
"Ya ampun Arvin, beneran mati deh gue sekarang."
"Ya?" Arvin melotot kaget. Bukan kaget karena ucapan Kharisya barusan, tapi kaget karena Kharisya tiba tiba berhenti melangkah dan langsung berbalik padanya. Membuatnya hampir saja menubruk tubuh gadis itu jika tidak segera mengerem kakinya. Untuk beberapa saat keduanya terdiam. Hanya mata yang saling bertatapan sampai kemudian Kharisya buka mulut.
"Dan kenapa muka loe bisa tepat didepan muka gue, loe mau nyium gue?"
Dan jitakan pun mendarat dikepala Kharisya sebagai jawaban.
"Sembarangan," damprat Arvin sambil menarik diri. "Lagian kan loe yang salah, ngapain sih loe pake berhenti tiba tiba?"
"Oh iya ya, gue yang salah," gumam Kharisya sendiri sembari berbalik melanjutkan langkahnya. Sama sekali tidak menyadari reaksi sahabatnya atas tindakannya barusan.
"Ehem, tapi ngomong ngomong loe mati kenapa?" tanya Arvin.
Lagi lagi Kharisya menghentikan langkahnya. Untunglah kali ini Arvin sudah berjalan disampingnya. Matanya menatap kearah Arvin dengan tampang memelas, dan kemudian meluncurlah cerita itu dari mulutnya.
Tadi siang ia bertemu dengan Abel, anak kelas IPA yang telah sekian lama menjadi saingannya. Kharisya sendiri tidak tau, kenapa selama ini gadis itu selalu mencari gara gara dengannya, sampai kemudian tadi siang ia menemukan jawabannya. Ternyata gadis itu menyukai Arvin, seseorang yang selama ini berstatus sahabat karibnya. Dan karena kedekatan mereka selama ini membuat Abel sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk mendekati orang yang disukainya.
Demi untuk membantah tuduhan bahwa ia menyukai sahabatnya, Abel menantang Kharisya untuk membuktikan. Bahwa tepat pada hari Valentine besok, Kharisya harus sudah bisa menunjukan siapa kekasihnya. Dan sebagai taruhannya, jika Kharisya menang, maka Abel tidak boleh menganggu dirinya. Sebaliknya, bila Kharisya kalah, ia harus menjauhi Arvin. Memberi kesempatan pria itu untuk bisa dekat dengan gadis lainnya. Karena nyatanya, selama ini Arvin memang hanya dekat dengan dirinya. Sebagai tambahan, siapapun yang kalah harus lari mengelilingi lapangan bola kaki sekolahnya sebanyak 50 kali.
Namun yang jadi masalahnya, Valentine hanya kurang dari semingu lagi. Pacar seperti apa yang bisa didapatkan dalam seminggu?
"Ini konyol. Keterlaluan," desis Arvin lirih.
"Iya, gue tau. Ini konyol. Abel emang keterlaluan. Masa gue harus dapatin pacar selama seminggu, udah 17 tahun gue hidup aja gue masih jomblo. Belom punya pacar. Ini kan lagi kalau..."
"Bukan Abel. Yang gue maksut itu loe," potong Arvin sebelum Kharisya menyelesaikan ucapannya.
"Ya?" tatap Kharisya heran. Dan saat melihat tatapan tajam Arvin, Kharisya baru menyadari kalau pria itu terlihat marah.
"Loe nyadar nggak sih? Loe baru aja jadiin persahabatan kita sebagai taruhannya?"
"O... Soal itu... Emp.... Maaf," gumam Kharisya sambil menundukan wajah. Merasa bersalah karenanya.
Arvin tampak mengembuskan nafas lelah, lelah dengan tingkah gadis yang berdiri dihadapannya. Kemudian tampa kata, ia segera berbalik. Berjalan meninggalkan Kharisya sendirian.
"Please donk Arvin. Iya deh, gue ngaku gue salah. Tapi please, jangan marah sama gue ya?" pinta Kharisya sambil mengejar Arvin.
"Kalo gitu loe harus batalin taruhannya," kata Arvin tegas.
Mata bulat Kharisya menatap Arvin lekat. Setelah lama terdiam, kepalanya menggeleng berlahan.
"Gue nggak bisa."
"Kenapa?" tanya Arvin. Rasa kecewa jelas tergambar dari nada bicaranya.
"Loe tau sendirikan, setelah segede gini. Gue masih belom pernah punya pacar. Gue kan pengen sekali kali kayak cewek lainnya. Apalagi bentar lagi Valentine. Gue pengen ngerasain gimana sih dapat coklat dari orang yang kita suka. Ngabisin malam jalan jalan bareng, bukan cuma jalan sama loe doank."
"Jadi selama ini loe nggak suka jalan sama gue?" lagi laga Arvin berasumsi.
"Bukan itu. Loe jangan salah paham," potong Kharisya cepat. "Hanya saja..."
"Udah deh Kharisya, terserah loe aja," potong Arvin. Kali ini pria itu benar - benar berlalu meninggalkan gadis itu sendirian.
"Hanya saja gue berfikir, Abel ada benarnya. Loe nggak akan bisa deket sama cewek lain kalau loe terus terusan deket sama gue," gumam Kharisya lirih. Selirih kalimat yang hanya bisa di dengar hanya oleh dirinya.
Wah, keren ceritanya. Mana si Arvin pake gelagapan pula waktu ditembak hahaha. Karena panjang banget, bisa lho, Min, ceritanya di potong jadi dua part. Hehehe. Tapi ini udah keren kok. Tinggal ada beberapa typo yang lain kali bisa di edit lagi :)
ReplyDeleteBaru pertama kali ke sini nih. Salam kenal ya!
pacar gue gak romantis -_- jadi gak ada valentine2an,tapi nice bang articlenya visit balik ya :)
ReplyDeleteWah valentine jadi inspirasi buat nulis yak.. (ikutan ah)
ReplyDeleteWow ceritanya nice banget (y)
ReplyDelete