Cerpen Terbaru Si Ai En Ti E ~ 03
Lanjut nulis cerpen lagi ah. Abis liad arsip disamping, kemunduran nulisnya keliatan banget. Ck ck ck. Nah, kali ini yang muncul lanjutan Cerpen Terbaru Si Ai En Ti E aja ya. Kita masuk ke part 3 pula. Soalnya untuk cerpen kenalkan aku pada cinta lagi proses pengetikan. Yah, ide emang lagi mahal nih kayaknya. Susah banget di cari. Ciusss deh.
So buat temen temen yang mau baca lanjutannya, monggo silahkan langsung aja. And biar nggak bingung bisa di baca part sebelumnya dalam cerpen terbaru Si Ai En Ti E part 2. Oke? Cekidot....
Tawa Malvin langsung lenyap. Digantikan tampang yang sulit untuk di gambarkan. Kaget juga, terkejut itu pasti. Namun tak urung ia juga merasa lega sekaligus senang saat mendapati kalau Grescy yang baru saja menyapannya. Emp, yang barusan bisa di sebut kalimat sapaan kan?
“Eh, ada Grescy. Kok loe bisa ada disini?” Acha yang terlebih dahulu buka mulut. Sedikit merasa tak enak saat mendapati wajah marah pada gadis yang berdiri di hadapannya. Ya ampun, ada apa lagi ini?
“Kenapa? Loe kaget kenapa gue bisa ada disini?” tanya Grescy masih dengan nada sinis.
“Bukan gitu, tadi itu Malvin bilang kalau loe hari ini nggak masuk. Tapi kok tiba – tiba sekarang muncul disini?” kata Acha memperjelas maksutnya.
“Terus kalau gue nggak ada, loe pikir loe bisa seenaknya mengantikan posisi gue?”
Kali ini Acha beneran bungkam. Tak tau harus menjawab apa.
“Grescy, loe kenapa si? Kok loe datang – datang langsung marah?” tanya Malvin yang sedari tadi diem.
“Loe pikir aja sendiri,” selesai berkata Grescy langsung berbalik. Berjalan menuju kearah pintu.
“Grescy, tunggu,” Malvin ikutan bangkit berdiri untuk mengejarnya. Dan sebelum kemudian ia benar – benar berlalu ia masih sempat menoleh kearah Acha sembari menunduk minta maaf yang hanya dibalas senyum maklum olehnya.
Sepeningalan Malvin, Acha masih duduk termenung. Mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Sedikit banyak ucapan Grescy tadi memang mengusik hatinya. Terlebih dengan tatapan yang ia dapatkan tadi. Tapi memangnya apa yang salah dengan dirinya? Apa nggak boleh ia makan bareng bersama sahabatnya?
Acara melamun Acha langsung buyar seiring dengan kursi di sampingnya yang berderit karena di geser disusul oleh sosok yang langsung mendudukinya tanpa permisi. Acha memang diam saja, tapi tatapan yang ia lemparkan sepertinya sudah lebih dari cukup untuk menerangkan protes dari dirinya.
“Loe keberatan gue duduk disini?” tanya pria itu saat menyadari kalau tatapan Acha sama sekali tidak di alihkan dari dirinya.
Kepala Acha menggeleng sembari mulutnya bergumam lirih. “Gue nggak yakin kalau seandainya gue keberatan loe nggak akan tetep duduk disitu.”
Pria itu hanya tersenyum sembari angkat bahu.
“Hufh,” Acha tampak menghembuskan nafas lelah saat matanya mendapati makanan milik Malvin yang masih utuh belum tersentuh. Kemudian secara berlahan ia mulai menyuapkan makannya. Bersikap seolah hanya ada ia sendiri yang ada disana.
“Loe nggak nanya gue siapa?”
Acha hanya melirik sekilas. “Gue udah tau, loe Dervin kan?” sambung Acha lirih.
Kali ini sosok yang bernama Dervin menoleh. Menatap dengan pandangan kagum kearah Acha.
“Wah hebat. Tapi kenapa pas loe ketemu gue, loe bersikap nggak kenal?” tanya Dervin sambil membenarkan posisi duduknya.
“Yang bilang gue kenal sama loe siapa?” tanya Acha dengan raut mencibir. “Gue Cuma bilang kalau gue tau loe. Dan itu juga barusan, so nggak usah ngerasa hebat.”
“Oh ya? Emang apa yang loe tau tentang gue?” tanya Dervin lagi. “Selain nama,” sambungnya menegaskan.
Acha tanpak mengaruk kepalanya yang memang kebetulan banyak ketombenya. “Loe itu katanya idola kampus, terus di taksir sama hampir sebagian dari anak anak cewek di kampus kita.”
“Nah, kalo soal itu gue harusnya boleh merasa hebat donk. Soalnya, gue juga baru tau.”
Acha kembali mencibir sinis. Terlebih dari cara Dervin mengucapkannya. Jelas banget keliatan menyombongkan dirinya. Dengan kesel di sendokannya makanan yang lebih banyak kedalam mulutnya.
“Terus apa lagi yang loe tau soal gue?”
“Loe itu artis kehilangan panggung yang kebetulan sedang naik pohon.”
“Ya?” Dervin pasang tampang kaget, tapi Acha hanya angkat bahu tanpa ada niatan untuk menjelaskannya lebih lanjut.
“Alhamdullilah,” gumam Acha mengucapkan puji sukur. Perutnya terasa kenyang. Nggak terasa akhirnya pesanannya habis juga. Tapi ngomong – ngomong tadi sudah di bayar sama Malvin belum ya?
“Tunggu dulu, loe mau kemana?” tahan Dervin saat melihat Acha berniat untuk yang bangkit berdiri.
“Tentu saja mau bayar, emangnya gue mau ngapain lagi disini?” balas Acha balik bertanya.
“Obrolan kita kan belum selesai.”
Acha terdiam sembari berfikir, memangnya sedari tadi mereka ngobrol ya?
“Emangnya loe mau ngobrolin apa lagi?” tanya Acha kemudian.
“Loe yakin nggak ada lagi yang pengen loe tau dari gue?” tanya Dervin dengan pedenya.
Acha tidak langsung menjawab. Matanya menatap secara menyamping kearah Dervin dari atas hingga bawah. Membuat pria itu memberengut kesel melihatnya. Secara dari cara Acha melihat, ia sudah cukup yakin kalau gadis itu sedang meremehkannya. Sialan.
“Emangnya apa yang harus gue tau dari loe?” lagi – lagi Acha balik bertanya.
Kali ini Dervin tidak langsung menjawab. Justru ia malah bangkit berdiri. Berjalan sedikit memutari meja sehingga kini berdiri tepat disamping Acha. Kedua tangannya ia lipat di depan dada. Tubuhnya sedikit mendekat kearah Acha yang refleks membuat gadis itu sedikit memundurkan diri. Masih dengan sedikit senyuman sinis di bibirnya, Dervin berbisik lirih.
“Kalau gue itu orang yang mergokin loe di toilet cowok misalnya?”
“Apa?” Acha langsung menoleh. Hal yang seharusnya tidak ia lakukan. Karena berkat ulahnya barusan kini wajah Dervin berada tepat di hadapannya. Hanya berjarak beberapa centi dari wajahnya. Bahkan kedua hidung mereka nyaris bersentuhan.
Dan waktu pun terhenti. Ralat, waktu tidak bisa berhenti. Tapi Acha merasa kalau waktu itu, detik itu, waktu benar benar terasa berhenti. Ia sama sekali tidak menyadari apa yang terjadi. Yang ia rasakan hanyalah hembusan nafas hangat Dervin diwajahnya.
“Dan sekarang loe mau nyium gue?”
Seolah baru tersadar dengan posisi mereka, secara refleks Acha langsung mendorong Dervin menjauh. Untung saja cowok itu sedikit tangguh, sehingga pria itu bisa menahan diri untuk tidak langsung jatuh karena dorongannya.
“Loe?” telunjuk Acha tearah lurus kearah Dervin yang masih belum menghilangkan smirk di wajahnya. Sambil angkat bahu, tanpa kata ia segera berlalu meninggalkan Acha dengan tampang cengonya. Kehabisan kata untuk mengunkapkan isi hatinya.
To Be Continue.....
Admin ~ Lovely Star Night ~
So buat temen temen yang mau baca lanjutannya, monggo silahkan langsung aja. And biar nggak bingung bisa di baca part sebelumnya dalam cerpen terbaru Si Ai En Ti E part 2. Oke? Cekidot....
Cerpen Terbaru Si Ai En Ti E |
Tawa Malvin langsung lenyap. Digantikan tampang yang sulit untuk di gambarkan. Kaget juga, terkejut itu pasti. Namun tak urung ia juga merasa lega sekaligus senang saat mendapati kalau Grescy yang baru saja menyapannya. Emp, yang barusan bisa di sebut kalimat sapaan kan?
“Eh, ada Grescy. Kok loe bisa ada disini?” Acha yang terlebih dahulu buka mulut. Sedikit merasa tak enak saat mendapati wajah marah pada gadis yang berdiri di hadapannya. Ya ampun, ada apa lagi ini?
“Kenapa? Loe kaget kenapa gue bisa ada disini?” tanya Grescy masih dengan nada sinis.
“Bukan gitu, tadi itu Malvin bilang kalau loe hari ini nggak masuk. Tapi kok tiba – tiba sekarang muncul disini?” kata Acha memperjelas maksutnya.
“Terus kalau gue nggak ada, loe pikir loe bisa seenaknya mengantikan posisi gue?”
Kali ini Acha beneran bungkam. Tak tau harus menjawab apa.
“Grescy, loe kenapa si? Kok loe datang – datang langsung marah?” tanya Malvin yang sedari tadi diem.
“Loe pikir aja sendiri,” selesai berkata Grescy langsung berbalik. Berjalan menuju kearah pintu.
“Grescy, tunggu,” Malvin ikutan bangkit berdiri untuk mengejarnya. Dan sebelum kemudian ia benar – benar berlalu ia masih sempat menoleh kearah Acha sembari menunduk minta maaf yang hanya dibalas senyum maklum olehnya.
Sepeningalan Malvin, Acha masih duduk termenung. Mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Sedikit banyak ucapan Grescy tadi memang mengusik hatinya. Terlebih dengan tatapan yang ia dapatkan tadi. Tapi memangnya apa yang salah dengan dirinya? Apa nggak boleh ia makan bareng bersama sahabatnya?
Acara melamun Acha langsung buyar seiring dengan kursi di sampingnya yang berderit karena di geser disusul oleh sosok yang langsung mendudukinya tanpa permisi. Acha memang diam saja, tapi tatapan yang ia lemparkan sepertinya sudah lebih dari cukup untuk menerangkan protes dari dirinya.
“Loe keberatan gue duduk disini?” tanya pria itu saat menyadari kalau tatapan Acha sama sekali tidak di alihkan dari dirinya.
Kepala Acha menggeleng sembari mulutnya bergumam lirih. “Gue nggak yakin kalau seandainya gue keberatan loe nggak akan tetep duduk disitu.”
Pria itu hanya tersenyum sembari angkat bahu.
“Hufh,” Acha tampak menghembuskan nafas lelah saat matanya mendapati makanan milik Malvin yang masih utuh belum tersentuh. Kemudian secara berlahan ia mulai menyuapkan makannya. Bersikap seolah hanya ada ia sendiri yang ada disana.
“Loe nggak nanya gue siapa?”
Acha hanya melirik sekilas. “Gue udah tau, loe Dervin kan?” sambung Acha lirih.
Kali ini sosok yang bernama Dervin menoleh. Menatap dengan pandangan kagum kearah Acha.
“Wah hebat. Tapi kenapa pas loe ketemu gue, loe bersikap nggak kenal?” tanya Dervin sambil membenarkan posisi duduknya.
“Yang bilang gue kenal sama loe siapa?” tanya Acha dengan raut mencibir. “Gue Cuma bilang kalau gue tau loe. Dan itu juga barusan, so nggak usah ngerasa hebat.”
“Oh ya? Emang apa yang loe tau tentang gue?” tanya Dervin lagi. “Selain nama,” sambungnya menegaskan.
Acha tanpak mengaruk kepalanya yang memang kebetulan banyak ketombenya. “Loe itu katanya idola kampus, terus di taksir sama hampir sebagian dari anak anak cewek di kampus kita.”
“Nah, kalo soal itu gue harusnya boleh merasa hebat donk. Soalnya, gue juga baru tau.”
Acha kembali mencibir sinis. Terlebih dari cara Dervin mengucapkannya. Jelas banget keliatan menyombongkan dirinya. Dengan kesel di sendokannya makanan yang lebih banyak kedalam mulutnya.
“Terus apa lagi yang loe tau soal gue?”
“Loe itu artis kehilangan panggung yang kebetulan sedang naik pohon.”
“Ya?” Dervin pasang tampang kaget, tapi Acha hanya angkat bahu tanpa ada niatan untuk menjelaskannya lebih lanjut.
“Alhamdullilah,” gumam Acha mengucapkan puji sukur. Perutnya terasa kenyang. Nggak terasa akhirnya pesanannya habis juga. Tapi ngomong – ngomong tadi sudah di bayar sama Malvin belum ya?
“Tunggu dulu, loe mau kemana?” tahan Dervin saat melihat Acha berniat untuk yang bangkit berdiri.
“Tentu saja mau bayar, emangnya gue mau ngapain lagi disini?” balas Acha balik bertanya.
“Obrolan kita kan belum selesai.”
Acha terdiam sembari berfikir, memangnya sedari tadi mereka ngobrol ya?
“Emangnya loe mau ngobrolin apa lagi?” tanya Acha kemudian.
“Loe yakin nggak ada lagi yang pengen loe tau dari gue?” tanya Dervin dengan pedenya.
Acha tidak langsung menjawab. Matanya menatap secara menyamping kearah Dervin dari atas hingga bawah. Membuat pria itu memberengut kesel melihatnya. Secara dari cara Acha melihat, ia sudah cukup yakin kalau gadis itu sedang meremehkannya. Sialan.
“Emangnya apa yang harus gue tau dari loe?” lagi – lagi Acha balik bertanya.
Kali ini Dervin tidak langsung menjawab. Justru ia malah bangkit berdiri. Berjalan sedikit memutari meja sehingga kini berdiri tepat disamping Acha. Kedua tangannya ia lipat di depan dada. Tubuhnya sedikit mendekat kearah Acha yang refleks membuat gadis itu sedikit memundurkan diri. Masih dengan sedikit senyuman sinis di bibirnya, Dervin berbisik lirih.
“Kalau gue itu orang yang mergokin loe di toilet cowok misalnya?”
“Apa?” Acha langsung menoleh. Hal yang seharusnya tidak ia lakukan. Karena berkat ulahnya barusan kini wajah Dervin berada tepat di hadapannya. Hanya berjarak beberapa centi dari wajahnya. Bahkan kedua hidung mereka nyaris bersentuhan.
Dan waktu pun terhenti. Ralat, waktu tidak bisa berhenti. Tapi Acha merasa kalau waktu itu, detik itu, waktu benar benar terasa berhenti. Ia sama sekali tidak menyadari apa yang terjadi. Yang ia rasakan hanyalah hembusan nafas hangat Dervin diwajahnya.
“Dan sekarang loe mau nyium gue?”
Seolah baru tersadar dengan posisi mereka, secara refleks Acha langsung mendorong Dervin menjauh. Untung saja cowok itu sedikit tangguh, sehingga pria itu bisa menahan diri untuk tidak langsung jatuh karena dorongannya.
“Loe?” telunjuk Acha tearah lurus kearah Dervin yang masih belum menghilangkan smirk di wajahnya. Sambil angkat bahu, tanpa kata ia segera berlalu meninggalkan Acha dengan tampang cengonya. Kehabisan kata untuk mengunkapkan isi hatinya.
To Be Continue.....
Admin ~ Lovely Star Night ~
Post a Comment for "Cerpen Terbaru Si Ai En Ti E ~ 03"
Belajar lah untuk menghargai sesuatu mulai dari hal yang paling sederhana...