Cerpen Cinta "You're My Girl ~ 01
Oke, untuk sejenak lupakan semua ide cerpen lama dan mari kembali dengan cerita yang lebih fresh. Ha ha ha.... Untuk serial wrong couple, lanjutannya belum ada. Tapi versi cowoknya yang pertama udah, tinggal nunggu tayang. Untuk Kazua mencari cinta belakangan aja ya di post. Tenang, lanjutannya udah di ketik kok. Cuma ya antri. Kan admin udah bilang ini tuh edisi comeback dari hiatus sebelumnya yang sudah terlalu lama. And tara cerpen cinta You're my Girl. Untuk cerpen yang satu ini kebetulan emang udah di ketik sampe ending. Biar aman...
Nah, cukup segitu pembukaan kalimatnya, so mendingan ayo kita langsung simak jalan ceritanya. Penasaran? Check this out guys....
Shila sedang asik membaca komik ketika sebuah tepukan di bahu menyadarkannya. Delon tidak bersuara, hanya memberi isarat pada dirinya untuk menatap kedepan. Pak Seno ternyata sudah ada di muka pintu, siap untuk memulai pelajaran hari ini.
"Loe pagi pagi bacaannya komik, kapan mau pinter coba?" cela Delon berbisik lirih.
"Bukannya gue udah lebih pinter dari loe ya?" balas Shila enteng.
Delon hanya mencibir. Kalau yang di maksud lebih pinter adalah rangkingnya lebih tinggi, Shila benar. Gadis itu selalu mendapat pringkat ke 39 dari 39 siswa sementara dirinya di peringkat satu. Nah, kesenjangan yang sangat tinggi bukan? Berhubung shila mendapat angka yang lebih banyak karena itu ia merasa lebih pinter. Ntar teori ngaco mana yang ia pakai, yang jelas Delon tidak membantah. Tidak sekarang, ketika Pak Seno sudah siap dengan materinya.
"Baiklah semuanya, sekarang kumpulkan tugas yang bapak berikan kemarin ke depan kelas," kalimat pembuka dari pak Seno sontak membuat Shila panik.
"Jangan bilang kalau loe kali ini nggak ngerjain lagi?" bisik Delon kearah Shila yang tampak sedang membolak balik halaman bukunya yang masih kosong.
"Mampus gue," keluhan yang di lontarkan gadis itu segera menyadarkan Delon kalau tebakannya benar. Dan pria itu hanya mampu mengeleng gelengkan kepala akan ulah sahabatnya itu. Ni anak nggak tau kapan tobatnya tapi yang jelas setiap tugas yang di berikan belum pernah ia kerjakan. Benar benar tipe manusia ajaip. Delon bahkan ragu apakah Shila benaran niat untuk sekolah.
"Tiga puluh delapan. Siapa yang masih belum mengumpulkan tugasnya?" tanya pak Seno setelah menghitung buku tugas yang terkumpul. Bahkan sebelum Shila mengangkat tanganya tatapan seisi kelas sudah tertuju kearahnya.
"Kamu lagi?" tanya Pak Seno ketika melihat tangan Shila yang terangkat. Bisikan bisikan lirih terdengar disana sini. Penuh dengan celaan, sementara Shila hanya mampu meringis kearah Pak Seno.
"Maaf pak, saya lupa."
"Kesabaran bapak sudah habis. Shila, sekarang juga kamu keluar. Berdiri didepan lapangan dan hormat pada bendera sampai pelajaran bapak berakhir. Mengerti."
Perintah dari Pak Seno membuat semuanya kaget. Pasalnya hukuman kali ini berbeda dari biasanya yang paling harus membersihkan toilet dijam istirahat, mencatat sekian halaman pelajaran, ataupun pengurangan nilai. Berdiri dihalaman sekolah dan hormat pada bendera selama satu setengah jam bukanlah hal yang mudah. Selain matahari sedang bersemangat menjalankan tugasnya, alasan lain karena mereka adalah siswa kelas II SMA. Hukuman itu pasti akan menarik perhatian siswa lainnya.
"Baik pak," tanpa protes sama sekali, Shila bangkit berdiri.
Dengan kepala menunduk ia berjalan kearah halaman sekolahnya. Melaksanakan persis seperti yang di perintahkan. Keningnya sedikit berkerut ketika mendapati ada sosok lain yang sudah mendahuluinya. Steven alfarius, nama yang tertera di saku bajunya. Kemunculan Shila membuat pria itu menoleh. Hanya sekilas baru kemudian kembali menatap kearah sang saka merah putih yang berkibar dengan megahnya.
"Loe baik baik aja kan?" Shila yang pertama kali buka mulut.
Tidak ada jawaban, pria bernama Steven alfarius hanya menoleh kearahnya dengan tatapan heran. Wajar saja sih, selama hampir sejam di jemur tidak ada suara diantara mereka. Dan ucapan Shila barusan berhasil memecahkan segala keheningan yang sempat terjadi.
"Gue nggak papa," balasnya sambil tersenyum tipis.
"Loe kok bisa di hukum sih?" tanya Shila lagi, sekilas ia menoleh kearah kelasnya. Dari kejauhan ia masih melihat pak Seno yang mengawasi. Tentu saja ia tidak boleh ketahuan mengobrol saat sedang di hukum.
"Absen satu bulan full. Loe?" pria itu menjawab seadanya.
Shila mengangguk paham. Dalam hati ia merasa kagum, rekod banget ketemu orang yang mau nigsi huruf 'a' di kolom selembar halaman absen.
"Nggak pernah ngerjain PR," aku Shila jujur. Sengaja menggunakan kalimat 'nggak pernah' untuk menegaskan kalau itu adalah hal yang telah ia lakukan berulang ulang.
"Keren," puji pria itu. Entah benar benar pujian atau justru ledekan.
"Oh ya kita belum kenalan. Gue Shila, anak kelas II IPS," ujar Shila. Walau kalimatnya minta kenalan tapi tangannya tetap ia gunakan untuk hormat pada bendera. Sama sekali tidak ada niat untuk berjabat tangan.
"Alfa, anak kelas II IPA."
"Gue baru tau kalau ada juga anak IPA yang bandel."
Alfa tidak membalas, pria itu hanya tertawa sumbang. Rasa pening karena terik mentari serta lelah di tangan sedikit hilang karena obrolan mereka.
"Gue juga baru tau kalau ada anak cewek yang bisa di hukum karena nggak ngerjain PR berulang - ulang," balasan Alfa tak mau kalah. Kali ini Shila hanya nyengir mendengarnya. Dan untuk beberapa waktu kedepan keduanya terdiam.
Tak berapa lama kemudian bel ganti perlajaran terdengar. Untuk pertama kalinya Shila merasa kalau itu adalah bel paling merdu yang ia dengar. Kepalanya menoleh kearah Alfa yang kini juga sedang menatapnya sambil tersenyum lega.
"Senang kenalan sama loe, dan gue harap kita bisa ngobrol lagi lain kali," kata Alfa sambil tersenyum.
"Gue juga. Tapi pastikan kalau obrolan selanjutnya di tempat yang lebih bagus. Minimal ada jus dinginnya, bukan terik matahari yang bikin kita jadi kayak ikan teri," balas Shila sebelum keduanya benar benar berpisah untuk balik kekelasnya masing masing.
Setelah sempat mendengarkan suara ocehan Pak Seno yang terasa bagai dengungan lebah di telingannya, akhirnya Shila berhasil duduk dengan nyaman di bangkunya. Sepuluh detik kemudian Delon muncul dengan sebotol air mineral dingin di tangan. Dari tarikan nafas yang tampak ngos ngosan, Shila bisa menebak kalau rekan semejanya itu habis berlari. Sepertinya begitu bel terdengar ia langsung melesat kekantin sebelum guru selanjutnya datang.
"Nih minum, loe haus kan?" kata Delon sambil menyodorkan air mineral yang telah di buka kearahnya.
"Ma kasih, loe beneran temen yang pengertian," senyum Shila sambil meneguk minumannya. Benda itu memang merupakan sesuatu yang paling ia butuhkan saat ini. Ngomong ngomong air itu termasuk benda bukan?
"Lagian loe kenapa sih nggak pernah ngerjain PR. Nggak ada kapoknya di hukum," omel Delon kesel.
Mendengar itu Shila lebih kesel lagi. Udah jelas ia yang di hukum, ia yang cape, dia yang di marahin pak Seno, masa temennya nambahin juga. Benar benar teman yang tidak berpriketemanan.
"Kalau loe ngomong cuma buat marahin gue, mendingan loe diem. Itu lebih membantu. Gila, sumpah. Gue cape banget. Loe liat kulit gue, jadi gosong gini. Belum lagi muka gue. Tau bakal di jemur gini, mendingan tadi gue pake bedak dingin di muka. Hih, emangnya gue ikan teri apa di jemur segala."
"Kalimat loe tidak berbobot, salah redaksi dan nggak lulus sensor. Dasar cewek aneh. Daripada loe bikin persiapan untuk di hukum kenapa loe nggak milih nyipain aja tu PR. Bukannya tadi malam udah gue sms buat ngingetin tapi loe bilang tenang aja?"
"Ssssttt..." telunjuk Shila bertahan di mulut sementara pandangan ia arahkan ke Delon. "Gue kan udah bilang kalau cuma buat marah marah mendingan loe diem. Dan lagi, pak Alvin udah di depan tuh. Mau loe gue di tambahin hukumannya karena berisik."
Delon melemparkan tatapan tajam kearah Shila walau tak urung ia manut. Selain karena pak Alvin memang sudah di depan ia juga tidak ingin gadis yang duduk disampingnya itu benar benar mendapatkan tambahan hukuman karena dirinya.
"Kekantin yuk. Loe laper kan?" ajak Delon begitu bel istirahat terdengar.
"Loe yang traktir?" balas gadis itu dengan mata berbinar.
Delon mencibir. Tanpa kata ia segera menyeret gadis itu untuk kekantin bersamanya. Setelah memesan ia duduk berhadapan di depan Shila.
"Shil, pelase deh. Loe kapan mau tobatnya sih."
"Besok," balas Shila cepat. Membuat Delon kembali kesel. Saat ini ia benar - benar tidak sedang ingin bercanda.
"Gue serius Shila, loe mau sampai kapan kayak gini terus. Kita udah kelas II. Bentar lagi kelas III. Tapi setelah dua tahun gue kenal loe, gue sama sekali nggak pernah liat loe serius belajar."
"Itu karena loe baru kenal gue dua tahun," balas Shila cepat.
"Emang sebelum sebelumnya?"
"Sama aja... Ha ha ha," tawa Shila pecah berbanding balik dengan raut Delon yang cemberut kearahnya.
"Jangan terlalu serius gitu ah, nggak asik tau," komentar Shila setelah tawanya reda. Delon memilih bungkam. Terlebih kini pelayan kantin muncul membawakan pesanan mereka. Dan untuk beberapa saat pria itu lebih memilih memusatkan perhatiannya pada makanan yang ia pesan.
"Denger ya Delon, sahabat gue yang paling baik dan perhatian," puji shila lengkap dengan gaya lebaynya. "Gue itu bukan nggak mau belajar, cuma kebetulan lagi males aja. Ntar kalau udah datang masa rajin gue, gue pasti belajar kok. Loe tenang aja. Oke. Semua ada waktunya, cuma saat ini gue emang lagi pengen seneng - seneng aja."
"Kapan Shila? Terus terang gue nggak suka liat loe di hukum terus. Di katain bodoh sama anak anak lain. Gue kesel liatnya."
"Kenapa? Jangan - jangan loe naksir gue ya?" canda Shila.
"Nggak lucu!" potong Delon cepat.
Shila tampak menghembuskan nafas. Di letakannya kembali sendok dan garpu yang sudah ia pengang dan perhatian ia lemparkan lurus kearah Delon. Ditatapnya sepasang mata coklat itu lekat lekat sebelum kemudian mulutnya berujar. "Gue kasih tau ya, gue nggak pernah setengah - setengah dalam melakukan sesuatu. Karena itu..."
"Karena itu loe dapat raking 39 dari 39 siswa?"potong Delon cepat.
"Salah satunya. Ha ha ha," Shila kembali tertawa. Terlebih ketika melihat raut Delon saat itu. Wajah ngambeknya benar benar mengelitik perut.
"Oke baiklah. Kali ini gue serius. Loe beneran yakin, loe mau gue serius belajar?" tanya Shila kemudian. Delon dengan cepat mengangguk.
"Walaupun dengan resiko kita nggak bisa temenan lagi?" tanya Shila membuat sebelah alis Delon terangkat.
"Kenapa kita nggak bisa temenan lagi?"
"Oh jelas. Gue udah bilang kan kalau gue nggak pernah setengah - setengah dalam melakukan sesuatu. Jadi kalau gue ngga dapat rangking paling ujung, gue akan merebut posisi pertama. Dan itu artinya loe harus saingan sama gue."
"Ha ha ha," tawa Delon langsung meledak mendenger ucapan sahabatnya barusan. Itu adalah tawa pertama yang keluar dari mulutnya hari ini. Merebut posisi pertama? Mungkin ia akan percaya kalau itu di ucapkan oleh Kevin, predikat juara kedua di kelasnya, atau si Dedew, cewek berkacamata yang selalu mendapat rangking tiga. Tapi mendengar kalimat itu keluar dari mulut Shila, rasanya itu benar benar mustahil.
"Jadi maksut loe, loe mau jadi rangking satu di kelas?" tanya Delon setelah tawanya reda. Shila hanya membalas dengan tatapan.
"Emangnya bisa?" kejar Delon lagi.
"Ngeliat kemampuan loe selama ini sih, kecil," balas Shila sambil menjentikan jarinya. Giliran Delon yang mencibir kearahnya. Sepertinya gadis itu sedang berhalusinasi efek di jemur tadi pagi.
"Dan kalau seandainya gue bisa ngalahin loe, loe janjiin apa buat gue?"
Delon tampak berpikir. Shila merebut posisinya? Sampai lebaran monyet juga ia yakin itu mustahil. Ia sudah sekelas dengan gadis itu sejak kelas satu. Dan selama ini Shila selalu mendapat peringkat di penghujung kelas sementara ia sendiri selalu menjadi juaranya. Tapi mengingat hal itu bisa membuat gadis itu sedikit berusaha, paling nggak tidak menjadi cemoohan dan menerima hukuman dari gurunya, Delon janji ia akan melakukan apa saja.
"Oke, loe maunya apa?" Delon balik melemparkan pertanyaan.
"Kalau misalnya gue berhasil, gue mau loe nurutin 3 permintaan gue. Gimana?"
"Tiga? Yakin cukup? Kalau sepuluh aja gimana?" tawar Delon setengah meledek.
"Tadi loe bilang suruh serius," Shila pura pura ngambek.
"Baiklah, Deal. Kalau sampai loe bisa ngalahin gue, gue akan nurutin tiga permintaan loe, Oke?" tanya pria itu sambil menyodorkan tangannya untuk mengajak berjabat tangan dengan Shila.
"Apapun?" Shila menambahkan.
"Apapun!" balas Delon tampa merasa perlu mempertimbangkannya sama sekali. Mau tak mau hal itu membuat Shila tersenyum. Dengan segera di nikmatinya pesanannya yang sedari tadi ia abaikan. Ntah kenapa kali ini terasa lebih nikmat dari biasanya.
"Ngomong - ngomong kalau sampai loe kalah, loe mau ngasih apa sama gue?" tanya Delon tiba tiba.
"Menurut loe, gue ada kemungkinan menang nggak?" Shila balik bertanya.
"Nol koma nol persen. Mustahil, imposible, nggak mungkin," balas pria itu cepat yang lagi lagi membuat tawa Shila pecah.
"Wah...dengan keyakinan loe yang sebesar itu, gue nggak percaya loe masih tega minta sesuatu dari gue," cela Shila begitu tawanya reda.
"Iya deh. Janji loe nggak di hukum guru lagi atau di jadikan bahan cemoohan anak anak yang lain sebenernya itu udah cukup bagi gue. So, loe harus berusaha keras. Oke..."
"Syiip.."
To Be Continue....
Next to cerpen cinta You're my girl ~ 02
Detail Cerpen
Nah, cukup segitu pembukaan kalimatnya, so mendingan ayo kita langsung simak jalan ceritanya. Penasaran? Check this out guys....
You're My Girl |
Shila sedang asik membaca komik ketika sebuah tepukan di bahu menyadarkannya. Delon tidak bersuara, hanya memberi isarat pada dirinya untuk menatap kedepan. Pak Seno ternyata sudah ada di muka pintu, siap untuk memulai pelajaran hari ini.
"Loe pagi pagi bacaannya komik, kapan mau pinter coba?" cela Delon berbisik lirih.
"Bukannya gue udah lebih pinter dari loe ya?" balas Shila enteng.
Delon hanya mencibir. Kalau yang di maksud lebih pinter adalah rangkingnya lebih tinggi, Shila benar. Gadis itu selalu mendapat pringkat ke 39 dari 39 siswa sementara dirinya di peringkat satu. Nah, kesenjangan yang sangat tinggi bukan? Berhubung shila mendapat angka yang lebih banyak karena itu ia merasa lebih pinter. Ntar teori ngaco mana yang ia pakai, yang jelas Delon tidak membantah. Tidak sekarang, ketika Pak Seno sudah siap dengan materinya.
"Baiklah semuanya, sekarang kumpulkan tugas yang bapak berikan kemarin ke depan kelas," kalimat pembuka dari pak Seno sontak membuat Shila panik.
"Jangan bilang kalau loe kali ini nggak ngerjain lagi?" bisik Delon kearah Shila yang tampak sedang membolak balik halaman bukunya yang masih kosong.
"Mampus gue," keluhan yang di lontarkan gadis itu segera menyadarkan Delon kalau tebakannya benar. Dan pria itu hanya mampu mengeleng gelengkan kepala akan ulah sahabatnya itu. Ni anak nggak tau kapan tobatnya tapi yang jelas setiap tugas yang di berikan belum pernah ia kerjakan. Benar benar tipe manusia ajaip. Delon bahkan ragu apakah Shila benaran niat untuk sekolah.
"Tiga puluh delapan. Siapa yang masih belum mengumpulkan tugasnya?" tanya pak Seno setelah menghitung buku tugas yang terkumpul. Bahkan sebelum Shila mengangkat tanganya tatapan seisi kelas sudah tertuju kearahnya.
"Kamu lagi?" tanya Pak Seno ketika melihat tangan Shila yang terangkat. Bisikan bisikan lirih terdengar disana sini. Penuh dengan celaan, sementara Shila hanya mampu meringis kearah Pak Seno.
"Maaf pak, saya lupa."
"Kesabaran bapak sudah habis. Shila, sekarang juga kamu keluar. Berdiri didepan lapangan dan hormat pada bendera sampai pelajaran bapak berakhir. Mengerti."
Perintah dari Pak Seno membuat semuanya kaget. Pasalnya hukuman kali ini berbeda dari biasanya yang paling harus membersihkan toilet dijam istirahat, mencatat sekian halaman pelajaran, ataupun pengurangan nilai. Berdiri dihalaman sekolah dan hormat pada bendera selama satu setengah jam bukanlah hal yang mudah. Selain matahari sedang bersemangat menjalankan tugasnya, alasan lain karena mereka adalah siswa kelas II SMA. Hukuman itu pasti akan menarik perhatian siswa lainnya.
"Baik pak," tanpa protes sama sekali, Shila bangkit berdiri.
Dengan kepala menunduk ia berjalan kearah halaman sekolahnya. Melaksanakan persis seperti yang di perintahkan. Keningnya sedikit berkerut ketika mendapati ada sosok lain yang sudah mendahuluinya. Steven alfarius, nama yang tertera di saku bajunya. Kemunculan Shila membuat pria itu menoleh. Hanya sekilas baru kemudian kembali menatap kearah sang saka merah putih yang berkibar dengan megahnya.
"Loe baik baik aja kan?" Shila yang pertama kali buka mulut.
Tidak ada jawaban, pria bernama Steven alfarius hanya menoleh kearahnya dengan tatapan heran. Wajar saja sih, selama hampir sejam di jemur tidak ada suara diantara mereka. Dan ucapan Shila barusan berhasil memecahkan segala keheningan yang sempat terjadi.
"Gue nggak papa," balasnya sambil tersenyum tipis.
"Loe kok bisa di hukum sih?" tanya Shila lagi, sekilas ia menoleh kearah kelasnya. Dari kejauhan ia masih melihat pak Seno yang mengawasi. Tentu saja ia tidak boleh ketahuan mengobrol saat sedang di hukum.
"Absen satu bulan full. Loe?" pria itu menjawab seadanya.
Shila mengangguk paham. Dalam hati ia merasa kagum, rekod banget ketemu orang yang mau nigsi huruf 'a' di kolom selembar halaman absen.
"Nggak pernah ngerjain PR," aku Shila jujur. Sengaja menggunakan kalimat 'nggak pernah' untuk menegaskan kalau itu adalah hal yang telah ia lakukan berulang ulang.
"Keren," puji pria itu. Entah benar benar pujian atau justru ledekan.
"Oh ya kita belum kenalan. Gue Shila, anak kelas II IPS," ujar Shila. Walau kalimatnya minta kenalan tapi tangannya tetap ia gunakan untuk hormat pada bendera. Sama sekali tidak ada niat untuk berjabat tangan.
"Alfa, anak kelas II IPA."
"Gue baru tau kalau ada juga anak IPA yang bandel."
Alfa tidak membalas, pria itu hanya tertawa sumbang. Rasa pening karena terik mentari serta lelah di tangan sedikit hilang karena obrolan mereka.
"Gue juga baru tau kalau ada anak cewek yang bisa di hukum karena nggak ngerjain PR berulang - ulang," balasan Alfa tak mau kalah. Kali ini Shila hanya nyengir mendengarnya. Dan untuk beberapa waktu kedepan keduanya terdiam.
Tak berapa lama kemudian bel ganti perlajaran terdengar. Untuk pertama kalinya Shila merasa kalau itu adalah bel paling merdu yang ia dengar. Kepalanya menoleh kearah Alfa yang kini juga sedang menatapnya sambil tersenyum lega.
"Senang kenalan sama loe, dan gue harap kita bisa ngobrol lagi lain kali," kata Alfa sambil tersenyum.
"Gue juga. Tapi pastikan kalau obrolan selanjutnya di tempat yang lebih bagus. Minimal ada jus dinginnya, bukan terik matahari yang bikin kita jadi kayak ikan teri," balas Shila sebelum keduanya benar benar berpisah untuk balik kekelasnya masing masing.
Setelah sempat mendengarkan suara ocehan Pak Seno yang terasa bagai dengungan lebah di telingannya, akhirnya Shila berhasil duduk dengan nyaman di bangkunya. Sepuluh detik kemudian Delon muncul dengan sebotol air mineral dingin di tangan. Dari tarikan nafas yang tampak ngos ngosan, Shila bisa menebak kalau rekan semejanya itu habis berlari. Sepertinya begitu bel terdengar ia langsung melesat kekantin sebelum guru selanjutnya datang.
"Nih minum, loe haus kan?" kata Delon sambil menyodorkan air mineral yang telah di buka kearahnya.
"Ma kasih, loe beneran temen yang pengertian," senyum Shila sambil meneguk minumannya. Benda itu memang merupakan sesuatu yang paling ia butuhkan saat ini. Ngomong ngomong air itu termasuk benda bukan?
"Lagian loe kenapa sih nggak pernah ngerjain PR. Nggak ada kapoknya di hukum," omel Delon kesel.
Mendengar itu Shila lebih kesel lagi. Udah jelas ia yang di hukum, ia yang cape, dia yang di marahin pak Seno, masa temennya nambahin juga. Benar benar teman yang tidak berpriketemanan.
"Kalau loe ngomong cuma buat marahin gue, mendingan loe diem. Itu lebih membantu. Gila, sumpah. Gue cape banget. Loe liat kulit gue, jadi gosong gini. Belum lagi muka gue. Tau bakal di jemur gini, mendingan tadi gue pake bedak dingin di muka. Hih, emangnya gue ikan teri apa di jemur segala."
"Kalimat loe tidak berbobot, salah redaksi dan nggak lulus sensor. Dasar cewek aneh. Daripada loe bikin persiapan untuk di hukum kenapa loe nggak milih nyipain aja tu PR. Bukannya tadi malam udah gue sms buat ngingetin tapi loe bilang tenang aja?"
"Ssssttt..." telunjuk Shila bertahan di mulut sementara pandangan ia arahkan ke Delon. "Gue kan udah bilang kalau cuma buat marah marah mendingan loe diem. Dan lagi, pak Alvin udah di depan tuh. Mau loe gue di tambahin hukumannya karena berisik."
Delon melemparkan tatapan tajam kearah Shila walau tak urung ia manut. Selain karena pak Alvin memang sudah di depan ia juga tidak ingin gadis yang duduk disampingnya itu benar benar mendapatkan tambahan hukuman karena dirinya.
"Kekantin yuk. Loe laper kan?" ajak Delon begitu bel istirahat terdengar.
"Loe yang traktir?" balas gadis itu dengan mata berbinar.
Delon mencibir. Tanpa kata ia segera menyeret gadis itu untuk kekantin bersamanya. Setelah memesan ia duduk berhadapan di depan Shila.
"Shil, pelase deh. Loe kapan mau tobatnya sih."
"Besok," balas Shila cepat. Membuat Delon kembali kesel. Saat ini ia benar - benar tidak sedang ingin bercanda.
"Gue serius Shila, loe mau sampai kapan kayak gini terus. Kita udah kelas II. Bentar lagi kelas III. Tapi setelah dua tahun gue kenal loe, gue sama sekali nggak pernah liat loe serius belajar."
"Itu karena loe baru kenal gue dua tahun," balas Shila cepat.
"Emang sebelum sebelumnya?"
"Sama aja... Ha ha ha," tawa Shila pecah berbanding balik dengan raut Delon yang cemberut kearahnya.
"Jangan terlalu serius gitu ah, nggak asik tau," komentar Shila setelah tawanya reda. Delon memilih bungkam. Terlebih kini pelayan kantin muncul membawakan pesanan mereka. Dan untuk beberapa saat pria itu lebih memilih memusatkan perhatiannya pada makanan yang ia pesan.
"Denger ya Delon, sahabat gue yang paling baik dan perhatian," puji shila lengkap dengan gaya lebaynya. "Gue itu bukan nggak mau belajar, cuma kebetulan lagi males aja. Ntar kalau udah datang masa rajin gue, gue pasti belajar kok. Loe tenang aja. Oke. Semua ada waktunya, cuma saat ini gue emang lagi pengen seneng - seneng aja."
"Kapan Shila? Terus terang gue nggak suka liat loe di hukum terus. Di katain bodoh sama anak anak lain. Gue kesel liatnya."
"Kenapa? Jangan - jangan loe naksir gue ya?" canda Shila.
"Nggak lucu!" potong Delon cepat.
Shila tampak menghembuskan nafas. Di letakannya kembali sendok dan garpu yang sudah ia pengang dan perhatian ia lemparkan lurus kearah Delon. Ditatapnya sepasang mata coklat itu lekat lekat sebelum kemudian mulutnya berujar. "Gue kasih tau ya, gue nggak pernah setengah - setengah dalam melakukan sesuatu. Karena itu..."
"Karena itu loe dapat raking 39 dari 39 siswa?"potong Delon cepat.
"Salah satunya. Ha ha ha," Shila kembali tertawa. Terlebih ketika melihat raut Delon saat itu. Wajah ngambeknya benar benar mengelitik perut.
"Oke baiklah. Kali ini gue serius. Loe beneran yakin, loe mau gue serius belajar?" tanya Shila kemudian. Delon dengan cepat mengangguk.
"Walaupun dengan resiko kita nggak bisa temenan lagi?" tanya Shila membuat sebelah alis Delon terangkat.
"Kenapa kita nggak bisa temenan lagi?"
"Oh jelas. Gue udah bilang kan kalau gue nggak pernah setengah - setengah dalam melakukan sesuatu. Jadi kalau gue ngga dapat rangking paling ujung, gue akan merebut posisi pertama. Dan itu artinya loe harus saingan sama gue."
"Ha ha ha," tawa Delon langsung meledak mendenger ucapan sahabatnya barusan. Itu adalah tawa pertama yang keluar dari mulutnya hari ini. Merebut posisi pertama? Mungkin ia akan percaya kalau itu di ucapkan oleh Kevin, predikat juara kedua di kelasnya, atau si Dedew, cewek berkacamata yang selalu mendapat rangking tiga. Tapi mendengar kalimat itu keluar dari mulut Shila, rasanya itu benar benar mustahil.
"Jadi maksut loe, loe mau jadi rangking satu di kelas?" tanya Delon setelah tawanya reda. Shila hanya membalas dengan tatapan.
"Emangnya bisa?" kejar Delon lagi.
"Ngeliat kemampuan loe selama ini sih, kecil," balas Shila sambil menjentikan jarinya. Giliran Delon yang mencibir kearahnya. Sepertinya gadis itu sedang berhalusinasi efek di jemur tadi pagi.
"Dan kalau seandainya gue bisa ngalahin loe, loe janjiin apa buat gue?"
Delon tampak berpikir. Shila merebut posisinya? Sampai lebaran monyet juga ia yakin itu mustahil. Ia sudah sekelas dengan gadis itu sejak kelas satu. Dan selama ini Shila selalu mendapat peringkat di penghujung kelas sementara ia sendiri selalu menjadi juaranya. Tapi mengingat hal itu bisa membuat gadis itu sedikit berusaha, paling nggak tidak menjadi cemoohan dan menerima hukuman dari gurunya, Delon janji ia akan melakukan apa saja.
"Oke, loe maunya apa?" Delon balik melemparkan pertanyaan.
"Kalau misalnya gue berhasil, gue mau loe nurutin 3 permintaan gue. Gimana?"
"Tiga? Yakin cukup? Kalau sepuluh aja gimana?" tawar Delon setengah meledek.
"Tadi loe bilang suruh serius," Shila pura pura ngambek.
"Baiklah, Deal. Kalau sampai loe bisa ngalahin gue, gue akan nurutin tiga permintaan loe, Oke?" tanya pria itu sambil menyodorkan tangannya untuk mengajak berjabat tangan dengan Shila.
"Apapun?" Shila menambahkan.
"Apapun!" balas Delon tampa merasa perlu mempertimbangkannya sama sekali. Mau tak mau hal itu membuat Shila tersenyum. Dengan segera di nikmatinya pesanannya yang sedari tadi ia abaikan. Ntah kenapa kali ini terasa lebih nikmat dari biasanya.
"Ngomong - ngomong kalau sampai loe kalah, loe mau ngasih apa sama gue?" tanya Delon tiba tiba.
"Menurut loe, gue ada kemungkinan menang nggak?" Shila balik bertanya.
"Nol koma nol persen. Mustahil, imposible, nggak mungkin," balas pria itu cepat yang lagi lagi membuat tawa Shila pecah.
"Wah...dengan keyakinan loe yang sebesar itu, gue nggak percaya loe masih tega minta sesuatu dari gue," cela Shila begitu tawanya reda.
"Iya deh. Janji loe nggak di hukum guru lagi atau di jadikan bahan cemoohan anak anak yang lain sebenernya itu udah cukup bagi gue. So, loe harus berusaha keras. Oke..."
"Syiip.."
To Be Continue....
Next to cerpen cinta You're my girl ~ 02
Detail Cerpen
- Judul Cerpen : You're My Girl
- Penulis : Ana Merya
- Twitter : @CerpenStarnight
- Panjang : 1.932 Words
- Status : Continue
- Genre : Remaja, PG - 17
Ganti template blog ya?
ReplyDeleteIyeee mas bro...
DeleteUde lama biru mulu... :D
Hai aku Ray. Aku suka sama cerita-cerita karya kak Ana,terutama yg cerita cinta masa sma ^^. terus berkarya yang lebih baik dan baik lagi ya kak Ana! semangat!
ReplyDeleteHai juga...
DeleteSalam kenal ya. Ma kasih udah mampir kesini. Dan syukur deh kalau emang suka.
Ntar di usahain nulis lagi...
Ma kasih udah mampir....