Masih menanti cerita
"Serial Wrong couple". Nah, admin lagi kurang kerjaan ngetik mode Boy version nya. Untuk versi lengkap bisa klik langung ke daftar isi. Atau klik label "Wrong couple". Yang jelas "
Cintaku harus kamu" kali ini bagian kedua untuk Boy version. Penasaran? Simak langsung ke bawah aja lah....
|
Cintaku Harus Kamu |
"Lagi ngelamunin apaan?"
Suara kursi yang berderit tepat di hadapannya membuat Riawan mengalihkan tatapan dari luar jendela. Senyum menghiasi bibir sembari kepalanya mengeleng perlahan kearah Farhan yang kini beralih mengisi bangku kosong tepat di hadapannya. Suasana perpustakaan sepi karena kebetulan ini masih jam belajar. Jika tidak mengingat kalau ia butuh tempat yang santai untuk menyendiri, Riawan tidak akan mau menghabiskan waktu disana.
"Loe sengaja bolos kelas cuma buat nyariin gue?" bukannya menjawab Riawan justru malah melemparkan pertanyaanya sendiri. Sama seperti dirinya, Farhan juga paling anti untuk mengunjungi perpustakaan sekolah. Jadi kemunculan pria itu di sana terlihat mencurigakan.
"Yang bolos itu elo," Farhan tampak mencibir. "Gue kesini karena kebagian tugas untuk balikin buku. Liat loe yang bengong makanya gue hampiri. Secara loe jadi sombong banget mentang - mentang udah punya pacar "
Cibiran sinis
sahabatnya tak urung membuat Riawan tertawa. Akh, Farhan benar. Sudah hampir dua minggu statusnya kini berubah. Bukan lagi seorang jomblo karena kini ia sudah memiliki seorang kekasih. Trisma, anak kelas 2 B IPA yang tiba tiba menembaknya beberapa waktu yang lalu. Sempat berniat untuk mempermalukan gadis itu, ia justru dengan bodohnya malah mengiyakan tawaran untuk menjadi kekasihnya. Karena menurutnya, Trisma adalah sosok dengan kepribadian yang unik. Masih sulit di percaya memang kalau gadis itu menyatakan cinta duluan kepada dirinya, terlebih dengan sikapnya selama dua minggu ke belakang. Gadis itu tidak terlihat seperti seseorang yang tergila - gila kepadanya. Justru malah kedekatan mereka terlihat seperti terpaksa.
"Makanya loe cari pacar juga donk," komentar Riawan yang lagi lagi membuat Farhan mencibir sinis.
"Gue udah kelas tiga, bentar lagi UAN. Mana sempet mikirin yang begituan," kilah Farhan yang hanya di balas angkatan bahu oleh sahabatnya. "Dan elo juga kelihatannya happy banget."
"Iya donk," balas Riawan cepat.
"Karena terbebas dari para cewek yang antri buat
nyatain cinta?"
"Salah satunya," senyum Riawan. "Tapi yang paling bener sih karena gue sekarang udah punya pacar."
Farhan mengernyati, matanya mengamati raut sahabatnya dengan seksama. Membuat kening Riawan tampak mengernyit. "Jangan - jangan loe suka sama pacar loe ya?"
"Apaan sih loe," elak Riawan sembari membuang muka. Tidak membalas tatapan sahabatnya. Lagi pula sejak kapan Farhan jadi demen kepo sama urusan orang. Tambahan, dimana letak anehnya suka sama pacar sendiri coba?
"Ngaku aja deh. Terus terang gue masih merasa curiga waktu loe bilang kalau loe jadian sama..." Farhan tampak sedang berpikir sambil mengingat - ingat. "Nama pacar loe siapa?... Akh, pokoknya dia lah. Secara loe kan selama ini nggak pernah deket sama cewek. Tau tau loe kenalin dia sebagai pacar."
Kalimat heran Farhan hanya di balas tawa oleh Riawan. Ia memang tidak pernah bercerita pada sahabatnya tentang alasan ia menerima Trisma. Karena kalau di pikir lagi, sebenarnya memang tidak ada alasan khusus kenapa ia mau menerima ajakan gadis itu. Memang sih, awalnya ia merasa kalau Trima itu menarik _ tentu saja dalam artian yang luas. Dan setelah mengenal gadis itu lebih jauh, ia justru malah makin di buat kagum.
Trisma berbeda dengan cewek kebanyakan. Walaupun gadis itu terang terangan nekat memintanya menjadi kekasih, bahkan berani mengakui perasaannya hanya lewat telpon yang notabenenya kemungkinan besar tidak akan ia gubris, namun begitu ia tetap jaim. Trisma tidak pernah bermanja manja dengan dirinya, apalagi berusha untuk tampil sok imut dihadapannya seperti gadis lain yang hal itu malah membuatnya tertarik untuk mengodanya. Yah mungkin karena Trisma sudah terbiasa mandiri. Riawan baru tau kalau Trisma adalah anak tunggal yang hanya di besarkan oleh Ayahnya. Bisa ia tebak kalau itu pasti sulit untuknya.
"Eh udah bel tuh. Sorry, gue cabut dulu."
"Tapi..." kalimat protes Farhan hanya sampai di situ begitu di lihatnya Riawan langsung berlalu meninggalkannya. Pria itu hanya mampu mengeleng - gelengkan kepala dengan ulah sahabatnya. Tak ingin terlihat bodoh duduk sendirian, ia juga bangkit berlalu.
Dari perpus Riawan langsung membelokan langkahnya kearah kelas 2 B IPA, kelas dimana Trisma berada. Ia yakin, gadis itu masih ada disana. Sambil menenteng bekal makan siang yang Trisma masakan untuknya, Riawan melongok ke kelas. Sesuai dugaannya, Trisma ada disana. Gadis itu tampak sedang membereskan buku bukunya.
"Hallo honey, udah selesaikan? Kita makan bareng yuk?"
Riawan hanya mampu menahan senyum begitu melihat raut kesel di wajah Trisma. Mata gadis itu membulat tepat kearah dirinya. Sejujurnya Riawan juga tidak berniat untuk selebai itu. Hanya saja, melihat reaksi Trisma kadang jadi hiburan tersendiri untuknya.
"Yah, dia bengong. Gue udah cape - cape nyamperin kesini juga. Ayo buruan," tak ingin memberi kesempatan Trisma untuk menolak ajakannya, dengan santai Riawan meraih tangan gadis itu. Mengajaknya untuk segera beranjak.
"Idih, lepasin gue donk. Masa gandengan gitu. Udah kayak bapak - bapak takut kehilangan anaknya tau. Malu dilihatin anak anak yang lain."
Seperti yang ia katakan sebelumnya. Trisma unik. Dimana mana cewek kan biasanya suka dengan sesuatu yang berbau romantis, eh si Trisma malah menganggapnya seperti bapak bapak yang kehilangan anak.
"Bapak - bapak? Elo katrok banget sih. Ini tuh namanya romantis. Orang pacaran biasa gandengan tangan. Lagian biarin aja di liatin. Itu tandanya mereka iri."
"Iri? Ih nggak banget.
Romantis apanya coba. Yang ada gue itu malu. Lagian ni ya.."
"Ssstt... Berisik. Gue cium juga nih lama lama."
Kali ini Riawan tak mampu menahan tawanya. Apalagi ketika melihat tingkah lebai Trisma yang mengangkat sebelah tangan guna menutupi mulutnya. Jangan bilang kalau gadis itu mengangap serius ancamannya. Yang benar saja, mana mungkin ia berani melakukan itu di koridor sekolah. Bisa bisa kepalanya putus di gorok guru BP. Akhirnya tanpa protes, Trisma mengikutinya sampai kekantin.
"Loe masakin gue bekel makan siang, tapi elonya sendiri malah nggak bawa. Gimana sih?" cela Riawan dengan tangan yang sibuk membuka bekal makannya. Sekilas ia mendapati kekasihnya menoleh kesekeliling. Mungkin heran karena kini ia hanya makan berdua. Secara biasanya teman temannya yang tidak perhatian itu kan sering nimbrung di antara mereka.
"Atau jangan jangan loe sengaja. Biar kita bisa makan berdua. Ya sudah, ayo sini buka mulut. Gue suapin. Aa.."
Dengan tangan yang masih terulur, Riawan menoleh kearah Trisma. Lagi lagi yang ia dapatkan adalah pelototan tajam. Bohong banget kalau tatapan itu bisa membuat ia takut. Yang ada ia justru malah tertawa. Terus terang, mengoda gadis itu kini menjadi hobby barunya.
"Tumben loe ngajakin gue makan sendirian? Temen - temen loe mana?"
Pertanyaan Trisma tak urung membuat Riawan berpikir. Ni anak kenapa malah nanyain teman - temannya. Awas aja kalau sampai ia suka sama mereka.
"Ngapain loe nanyain temen - temen gue. Yang loe suka kan gue."
"Sembarangan, kapan juga gue pernah bilang kalau gue suka sama loe."
"Lah, dia pura - pura lupa. Terus yang kemaren nelpon gue, bilang suka, ngajak jadian dengan seenaknya siapa? Hantu?" Riawan mengingatkan dengan kesel. Lagian siapa yang kesel coba. Sudah jelas Trisma yang menembak dirinya, masih aja ngeles. Kalau nggak suka ngapain juga nyatain cinta. Nggak mungkin itu karena salah orang bukan?
"Itu memang gue, tapi..."
"Tuh kan, loe ngaku," belum sempat Trisma menyelesaikan ucapannya, Riawan sudah terlebih dahulu memotong. Lagian nggak mungkin banget ada yang nggak suka sama dirinya. "Secara siapa sih yang nggak akan terpesona sama gue. Udah cakep, baik, tinggi, keren, terkenal, baik lagi... Eh, baik udah ya?" Riawan tampak berpikir. "Yah, pokoknya gue maklum sih kalau sampai elo terpesona sama gue. Cewek manapun pasti bakal gitu juga. Lagian..."
"Gue nggak pernah suka sama loe!"
"Nggak usah malu - malu gitu deh. Udah gue terima juga," cibir Riawan tidak meladeni. Di suapkannya makanan kedalam mulut sambil menatap kearah Trisma.
Ngomong - ngomong selain lucu, Trisma juga jago masak yang menjadi nilai plus untuk dirinya. Cewek itu sendiri yang bilang kalau bekal yang ia bawa adalah hasil masakannya.
"Loe itu udah jelas suka sama gue, makanya loe nembak gue duluan. Dan lagi..." Riawan benar benar tidak keberatan kalau Trisma benar benar suka pada dirinya.
"Gue nembak loe bukan karena gue suka sama loe, tapi karena gue salah orang."
Teriakan Trisma kali ini sukses membuat Riawan kaget. Kaget yang beneran kaget. Bukan hanya karena Trisma tiba tiba teriak gitu, tapi juga karena fakta dari apa yang ia teriakan barusan.
Apa dia bilang. Salah orang? Tanpa sadar tatapan Riawan kini menajam. "Loe nembak gue karena loe salah orang?" Riawan menyadari kalau kalimatnya sendiri terdengar janggal di telinganya. Hanya saja saat ini ia merasa benar benar marah. Pengakuan gadis itu barusan tak urung menjawab rasa herannya selama ini. Pantas saja Trisma terlihat terpaksa bersamanya, ternyata yang di sukai gadis itu bukan dirinya.
"Iya, jadi rencananya gue itu mau nembak orang yang gue suka. Eh taunya Vero salah kasi nomor. Dan ternyata itu nomornya elo. Jadi..."
"Jadi loe berani suka sama cowok lain selain gue?"
"Ekh?"
Riawan tau kalau kini Trimsa tampak bingung. Tapi terus terang saat ini ia juga. Tak cukup dengan kenyataan kalau Trisma tidak menyukainya bahkan gadis itu kini terang terangan mengakui kalau ia menyukai orang lain? Egonya merasa terusik.
"Denger ya. Gue nggak perduli yang elo suka itu siapa. Tapi karena yang elo tembak itu gue, maka loe jelas adalah pacar gue. Dan jangan harap loe bakal gue putusin."
Selesai berkata Riawan bangkit berdiri. Toh napsu makanya kini juga telah menguap entah kemana. Pikirannya mendadak blank. Ia benar - benar kesel pada gadis itu. Berani beraninya Trisma mempermainkanya begitu. Tidak, ia tidak akan membiarkan Trimsa mengambil alih permainannya. Karena itu ia segera berbalik.
"Dan satu lagi," kata Riawan penuh penekanan. "Pastikan gue nggak tau dia siapa, atau dia gue habisin."
Riawan tidak bercanda. Memang sebaiknya ia tidak tau pria itu siapa. Ia tidak bisa menjamin apa yang akan ia lakukan sekiranya ia tau siapa orangnya.
Karena bagaimanapun, ia tidak bisa membiarkan Trisma pergi begitu saja. Tidak setelah mengacaukan hatinya.....
Detail Cerpen
Post a Comment for "Serial Wrong Couple "Cintaku Harus Kamu" #BoyVersion"
Belajar lah untuk menghargai sesuatu mulai dari hal yang paling sederhana...