Cepen Cinta "You're My Girl" ~ 12
Edisi sibuk di dunia nyata sampai nggak sempet sigin di mari. Ck ck ck, padahal yang nungguin lanjutan dari Cepen Cinta "You're My Girl" pasti udah nggak sabar. Ya wes, kalau gitu mendingan langsung simak lanjutan ceritanya. Berhubung suda kelaman biar rada nyambung bagusan kalau baca dulu bagian sebelumnya disini. Happy reading....
"Pagi Delon," sapa Shila kearah rekan sebangkunya yang sudah terlebih dahulu duduk manis begitu ia tiba di kelas.
"Pagi," Delon hanya menoleh sekilas karena perhatianya masih ia arahkan pada kertas berwarna pink yang ada di tangannya. Penasaran Shila mengintip.
"Wah, dari pengagum rahasia loe lagi?" tanpa permisi Shila segera mengambil kertas tersebut dari tangan Delon. "Tuh kan bener tebakan gue kemaren. 'From HP, S'," kata Shila sambil membacakan tulisan yang tertera. "Hantu Penunggu Sekolah."
"Ngaco loe," Delon segera merebut kembali kertasnya sementara Shila malah tertawa.
"Ngomong - ngomong, loe penasaran nggak sama pengirimnya?" selidik Shila terlihat tertarik, Delon mengeleng.
"Sama sekali nggak tuh. Gue nggak tertarik sama tindakan kekanak - kanakan gini."
"Kekanak - kanakan?" Shila mengerutkan alis.
"Loe sendiri kemaren bilang, emang hari gini masih jaman ya pake pengagum rahasia segala."
"Itu kan pendapat gue, kali aja pendapat loe beda."
Delon mengeleng.
"Jadi loe sama sekali nggak ada niat buat nyari tau?" tanya Shila. Lagi lagi Delon mengeleng.
"Sama sekali?"
"Loe ngeyel banget sih," Delon menatap Shila kesel. "Gue sama sekali nggak tertarik pengen tau dia siapa. Palingan juga orang iseng. Kalau emang dia suka sama gue kan tinggal bilang langsung. Ntar juga kalau di cuekin lama lama pasti berhenti."
"Kalau dia nggak berhenti?"
"Itu artinya dia beneran suka sama gue," balas Delon. "Lagian nggak papa juga dink. Kebetulan loe kan tau gue suka banget sama coklat. Kan lumayan, makan gratis bo."
Shila mencibir. Nggak pengen tau tapi makanannya di embat juga.
"Ngomong - ngomong loe udah ngerjain PR belum? Gila banget sih loe, perasaan dari kemaren nilai loe sempurna mulu. Beneran mau ngalahin gue?" Delon menganti topik pembicaraan.
"Oh iya donk," Shila semangat empat lima dalam menjawab. Nggak tau apa tu orang gimana usahanya untuk memenangkan persaingan itu. Ia sudah bela belain belajar siang malam. Bahkan sampai memotong jam tidurnya segala.
"Kenapa? Pengen liat gue pamer abs? Ya udah. Nggak perlu nunggu loe menang, kalau sekarang aja gimana. Gue buka baju nih," bisik Delon sambil perlahan melepaskan kancing bajunya.
"Ih loe apa banget sih," Shila mundur sambil bergidik. Matanya melotot kearah Delon.
"Jangankan cuma ngeliat, ngeraba - raba juga boleh. Gue rajin olah raga lho. Dan sekarang gue pengen nunjukinnya khusus buat loe," Delon memindahkan tangannya kearah kancing kedua.
"JANGAN!" Shila berteriak sambil naik kekursinya. Teriakannya barusan kontan menarik perhatian seisi kelas yang segera menghentikan aktifitas masing masing dan menoleh kearahnya dengan pandangan heran. Makin heran saat melihat raut Shila yang ketakutan sementara Delon malah terlihat tertawa puas sambil memengangi perutnya.
"Sialan, loe ngerjain gue?" geram Shila begitu menyadari Delon masih ngakak di sampingnya.
"Ha ha ha, emangnya loe doank yang bisa jahil. Gue juga. Sok nantangin giliran di tantang balik taunya malah ketakutan."
Shila segera turun dari kursinya. Matanya menyipit tajam kearah Delon yang masih tertawa. Mengabaikan tanya dari sekitar yang penasaran dengan ceritanya. Dalam hati gadis itu bergumam. Pembalasan apa yang sepertinya pantas Delon terima?
Ujian kenaikan kelas hanya tersisa waktu tiga bulan lagi. Hal itu tak urung membuat Shila makin giat belajar. Ia tidak bercanda ketika mengatakan kalau ia akan mengalahkan Delon, rekan sebangkunya. Makanya itu, waktu istriahat belakangan sering ia habiskan di perpustakaan atau sekedar diam dikelas untuk membaca.
"Titipan loe," Alfa menyodorkan bingkisan kearah Shila. Gadis itu segera mengambilnya. Sedikit mengintip isinya sembari mulutnya bergumam.
"Gue kan udah bilang, biar gue aja yang nyamperin ke kelas loe. Nggak perlu loe anter kesini," kata Shila merasa tidak enak. Sudah ia yang minta tolong, masih juga Alfa yang mengantarnya.
"Nggak papa. Lagian kebetualan aja gue sekalian lewat."
"Lewat? Emangnya loe mau kemana?" Shila menatap kearah Alfa penuh tanya, pria itu membalas dengan senyuman.
"Biasa, ke gudang. Debunya udah mulai banyak lagi tuh."
"Loe di hukum lagi?" Shila tampak terkejut. Sebagai balasan Alfa angkat bahu, isarat kalau tebakan gadis itu benar.
"Kemaren gue bolos dua hari."
"Kok bisa?" Shila terdiam. "Nyokap loe.... sakit lagi?" tanya gadis itu hati hati. Ketika melihat Alfa yang hanya tersenyum pahit, Shila tau kalau tebakannya lagi lagi benar.
"Ya udah, ayo gue bantuin."
"Nggak usah," tahan Alfa cepat. Sejujurnya ia merasa tidak enak selalu melibatkan gadis itu setiap kali ia di hukum.
"Kenapa?"
"Gue jadi nggak enak ngerepotin loe mulu. Lagian..."
"Bukannya malah enak ya. Kan ada yang bantuin?" Shila meralat.
Alfa terdiam. Merasa de ja vu. Sepertinya ia pernah merasa mengalami hal itu. Belum sempat ia ingat kapan tepatnya, Shila sudah terlebih dahulu menyeretnya menuju kegudang sekolah. Bersiap untuk menjalankan hukuman yang ditujukan untuknya.
"Shil, kemaren gue datang ke sekolah pagi - pagi," Alfa membuka pembicaraan sembari menatap kearah Shila. Gadis itu terlihat acuh karena perhatiannya sedang ia tujukan kearah sekeranjang bola yang ada di hadapannya. Sibuk memilah, mana yang masih bagus dan mana yang rusak.
"Dan gue nggak sengaja, lewat kelas loe," sambung Alfa ragu.
"Oh ya? Terus?" tanya Shila masih acuh. Sebelah tangannya ia gunakan untuk menutup mulut karena debunya berhampuran. Kepalanya menoleh kesamping ketika menyadari tebukan di bahu. Keningnya sedikit berkerut ketika melihat tangan Alfa terulur. Lima detik kemudian ia sadar apa yang pria itu lakukan saat menyadari kalau sebuah masker kini sudah terpasang menutupi mulutnya.
"Ma kasih," senyum Shila. Alfa hanya angkat bahu. Matanya masih mengamati raut gadis itu yang kembali larut dalam tugasnya.
"Oh ya, barusan loe bilang kalau loe kemaren datang pagi - pagi. Terus kenapa? Loe ngerjain pr di sekolah ya?"
Alfa tidak segera menjawab. Merasa kalau lawan bicaranya tidak menangapi tak urung Shila penasaran. Kepalanya menoleh kearah Alfa, belum sempat ia menambahkan pria itu sudah terlebih dahulu buka mulut.
"Gue bilang kemaren gue nggak sengaja lewat kelas loe pagi - pagi."
Shila mengernyit. Memangnya apa yang aneh dengan kelasnya. Toh barusan juga Alfa nggak sengaja lewat waktu mau ke gudang. Namun ketika matanya menatap kearah mata Alfa yang juga sedang melihat kearahnya. Sebuah pemahaman baru muncul. Shila harusnya sudah bisa menebak maksud dari kalimat itu.
"Loe..." ucapan Shila terhenti. Takut jika tebakannya benar. Dan sesuai dugaan, Alfa mengangguk.
"Loe ... nggak ember kan?" tanya Shila hati hati. Tanpa sadar tangannya mengigit kuku jarinya. Kebiasaan yang ia lakukan jika sedang salah tingkah. Bahkan Shila sama sekali tidak menyadari kalau kini tangannya kotor karena debu debu dari barang barang yang baru saja ia bersihkan.
"Tenang aja," senyum Alfa menenangkan. "Rahasia loe aman sama gue."
Shila menghembuskan nafas lega, sebuah senyum samar menghiasi bibirnya. Sembari menunduk ia begumam lirih.
"Ma kasih." Alfa hanya angkat bahu.
"Jadi loe udah baikan sama Delon?" tanya Alfa sambil menikmati rujak dihadapannya.
Selesai membersihkan gudang, ia sengaja mengajak gadis itu untuk istriahat sejenak di bawah pohon jambu yang terawat rapi di pekarangan sekolah. Terlebih waktu istirahat masih tersisa. Kebetulan dari salah satu menu jajanan di kantin ada rujaknya. Makanya ia sengaja mentraktir gadis itu. Itung itung sebagai ucapan terima kasih. Apalagi Shila juga tampaknya tidak keberatan sama sekali.
Ngomong - ngomong nggak tau kapan di mulai, hubungannya dengan gadis itu jadi lebih dekat. Bukan hanya ia yang jadi sering bercerita pada Shila, tapi juga sebaliknya. Banyak hal hal kecil yang mengejutkannya yang baru ia tau. Misalnya Shila suka rujak, tidak menyukai coklat, suka makan ice cream strobery jika suasana hatinya sedang buruk, tidak suka musim hujan namun suka melihat pelangi. Bahkan ia juga baru tau kalau ternyata Shila suka menyanyi dan juga penikmat kopi. Oh satu lagi, Shila juga hobby membaca dan menulis. Tambahan, Shila tidak suka bengkoang yang ada di rujak.
Kepala Shila mengangguk membenarkan karena mulutnya kini sedang terisi penuh dengan buah. Lagipula barusan juga ia sudah cerita kalau memang itu kejadianya. Bahwa ia sudah baikan dengan Delon. Terlebih sepertinya Alfa juga merasa tidak enak karena merasa kalau dirinya adalah penyebap perselisihan mereka.
"Syukur deh kalau gitu," komentar Alfa.
Untuk sejenak suasana hening. Masing masing asik menikmati makananya. Walau sesekali mereka saling menoleh dan kemudian tersenyum seperti orang bodoh.
"Loe kenapa nggak suka bengkoang sih. Bukannya katanya itu bagus untuk kulit?" tanya Alfa sambil menghabiskan bengkoang yang sengaja Shila sisihkan disamping.
"Kulit gue udah bagus. Nggak pake bengkoang juga nggak papa. Ntar kalau gue makin cantik loe malah naksir. Kan kesian, loe jadi patah hati. Secara hati gue kan udah ada yang memiliki," ujar Shila sengaja bersyair.
"Medadak mual gue. Serius... Wuek wuek..." Alfa memeragakan gerakan sok mau muntah sementara Shila hanya tertawa.
"Lagian dilihat dari manapun masih bagusan gue kali. Tampang? Nyokap gue tiap hari bilang kalau gue itu ganteng. Baik? Oh tidak di ragukan lagi, gue sering 'bantuin' temen gue ngabisin makan siangnya. Tinggi? Sengaknya gue lebih tinggi dari loe. Terus juga humoris. Ngobrol sama gue loe nggak perlu khawatir kehabisan bahan obrolan deh. Nah, kurang apa lagi coba."
"Kurang berisi," Shila nyablak ala iklan. Dan sebuah jitakan pun segera mendarat di kepalanya. Namun bukannya marah, ia malah tertawa.
"Eh udah bel tuh, kekelas yuk," ajak Alfa beberapa saat kemudian.
"Akh, perasaan kalau ngobrol sama loe waktu jadi cepet banget ya berlalunya," keluhan yang keluar dari mulut Shila tak urung membuat Alfa tersenyum. Sejujurnya ia juga merasakan hal yang sama.
"Hati - hati, ntar lama lama loe bisa jadi naksir sama gue lho."
Gantian Shila yang mencibir. Ni orang pede banget sih. Tak ingin membahas itu lebih lanjut ia segera berdiri. Bel tanda istirahat telah berakhir terdengar. Mungkin sebaiknya ia langsung kekelas.
"Itu apa?" tanya Delon ketika melihat bingkisan yang ia bawa kekelasnya.
Shila melirik kearah benda yang di maksut. Buku kumpulan rumus akuntansi yang ia minta pada Alfa untuk membelikannya.
"Oh ini? Buku."
"Loe minjem di perpus?" tanya Delon lagi. Tanpa permisi diambilnya bingkisan tersebut dan segera mengecek isinya. Keningnya sedikit berkerut ketika melihat buku tersebut. Sepertinya itu bukan buku yang dipinjam dari sekolah. Apalagi bukunya masih terbungkus plastik. Perlahan kepalanya menoleh kearah Shila.
"Bukan," Shila mengeleng. Tangannya terulur mengambil kembali bukunya. Dengan perlahan ia melepaskan plastik yang membungkus. "Alfa tadi yang bawa."
Mendengar nama Alfa yang disebut, refleks Delon menoleh.
"Kenapa dia ngasi loe buku?"
"Karena..." Shila ingin menjawab karena Alfa kerja di toko buku makanya ia sekalian titip. Tapi gadis itu urung. Ia ingat kalau tidak ada yang tau kalau Alfa bekerja untuk biaya sekolahnya sendiri. Dan bukan haknya untuk menyebarkan hal itu.
"Karena dia tau kalau gue butuh buku ini."
Delon mengernyit. Kalaupun Shila butuh kenapa harus Alfa yang memberikan. "Terus kenapa harus Alfa yang ngasih keelo."
"Nggak harus. Kalau misalnya elo yang ngasi buku kayak gini ke gue juga pasti gue terima, ma kasih banget malah," Shila menjawab santai.
"Bukan itu," Delon gemes. "Maksut gue kenapa Alfa harus repot repot ngasi buku itu ke elo."
"Dia nggak merasa repot kok," bantah Shila.
"Jadi, maksutnya dia ngasi ke elo apa?"
"Nggak usah sewot gitu kali," Shila mencibir akan reaksi Delon yang diangapnya berlebihan "Dia kayaknya nggak punya maksut apa apa. Cuma mau bantuin aja."
Delon tampak tidak percaya dengan jawaban itu. Karena itu Shila sengaja menambahkan. "Atau jangan jangan..." Shila terlihat berpikir. "Karena dia naksir sama gue ya?"
Jawaban yang sama sekali tidak bermutu, tidak di inginkan dan tidak diharapkan oleh Delon. Sama sekali tidak. Apalagi Shila mengucapkannya dengan nada sesantai itu.
"Nggak lucu."
Shila hanya membalas dengan cibiran. Lagian siapa suruh ngekepoin dia gitu.
"Shil, gue perhatiin belakangan kayaknya loe deket banget ya sama Alfa," komentar Delon beberapa saat kemudian.
Sejenak Shila tampak berpikir. Baru kemudian kepalanya mengangguk membenarkan. Namun begitu mulutnya tetap bergumam. "Tapi kayaknya gue lebih deket sama loe deh."
"Hubungan kalian..."
"Kenapa?" tanya Shila karena Delon tidak melanjutkan pertanyaannya.
"Nggak jadi," Delon mengeleng. "Pak Burhan udah di depan tuh," sambungnya mengalihkan perhatian.
Walau heran, Shila hanya angkat bahu. Delon sendiri hanya mampu menghela nafas melihat sikap acuh sahabatnya. Tadinya ia ingin bertanya tentang kedekatan hubungan Shila dan Alfa. Namun urung. Bukan karena ia ragu tebakannya salah, tapi ia justru takut kalau tebakannya benar. Lagipula ia tidak yakin ia siap jika memang ternyata hubungan Shila dan Alfa lebih dekat dari yang ia duga.
Next to Cerpen cinta You're my girl part 13.
Detail Cerbung
Cepen Cinta "You're My Girl |
"Pagi Delon," sapa Shila kearah rekan sebangkunya yang sudah terlebih dahulu duduk manis begitu ia tiba di kelas.
"Pagi," Delon hanya menoleh sekilas karena perhatianya masih ia arahkan pada kertas berwarna pink yang ada di tangannya. Penasaran Shila mengintip.
"Wah, dari pengagum rahasia loe lagi?" tanpa permisi Shila segera mengambil kertas tersebut dari tangan Delon. "Tuh kan bener tebakan gue kemaren. 'From HP, S'," kata Shila sambil membacakan tulisan yang tertera. "Hantu Penunggu Sekolah."
"Ngaco loe," Delon segera merebut kembali kertasnya sementara Shila malah tertawa.
"Ngomong - ngomong, loe penasaran nggak sama pengirimnya?" selidik Shila terlihat tertarik, Delon mengeleng.
"Sama sekali nggak tuh. Gue nggak tertarik sama tindakan kekanak - kanakan gini."
"Kekanak - kanakan?" Shila mengerutkan alis.
"Loe sendiri kemaren bilang, emang hari gini masih jaman ya pake pengagum rahasia segala."
"Itu kan pendapat gue, kali aja pendapat loe beda."
Delon mengeleng.
"Jadi loe sama sekali nggak ada niat buat nyari tau?" tanya Shila. Lagi lagi Delon mengeleng.
"Sama sekali?"
"Loe ngeyel banget sih," Delon menatap Shila kesel. "Gue sama sekali nggak tertarik pengen tau dia siapa. Palingan juga orang iseng. Kalau emang dia suka sama gue kan tinggal bilang langsung. Ntar juga kalau di cuekin lama lama pasti berhenti."
"Kalau dia nggak berhenti?"
"Itu artinya dia beneran suka sama gue," balas Delon. "Lagian nggak papa juga dink. Kebetulan loe kan tau gue suka banget sama coklat. Kan lumayan, makan gratis bo."
Shila mencibir. Nggak pengen tau tapi makanannya di embat juga.
"Ngomong - ngomong loe udah ngerjain PR belum? Gila banget sih loe, perasaan dari kemaren nilai loe sempurna mulu. Beneran mau ngalahin gue?" Delon menganti topik pembicaraan.
"Oh iya donk," Shila semangat empat lima dalam menjawab. Nggak tau apa tu orang gimana usahanya untuk memenangkan persaingan itu. Ia sudah bela belain belajar siang malam. Bahkan sampai memotong jam tidurnya segala.
"Kenapa? Pengen liat gue pamer abs? Ya udah. Nggak perlu nunggu loe menang, kalau sekarang aja gimana. Gue buka baju nih," bisik Delon sambil perlahan melepaskan kancing bajunya.
"Ih loe apa banget sih," Shila mundur sambil bergidik. Matanya melotot kearah Delon.
"Jangankan cuma ngeliat, ngeraba - raba juga boleh. Gue rajin olah raga lho. Dan sekarang gue pengen nunjukinnya khusus buat loe," Delon memindahkan tangannya kearah kancing kedua.
"JANGAN!" Shila berteriak sambil naik kekursinya. Teriakannya barusan kontan menarik perhatian seisi kelas yang segera menghentikan aktifitas masing masing dan menoleh kearahnya dengan pandangan heran. Makin heran saat melihat raut Shila yang ketakutan sementara Delon malah terlihat tertawa puas sambil memengangi perutnya.
"Sialan, loe ngerjain gue?" geram Shila begitu menyadari Delon masih ngakak di sampingnya.
"Ha ha ha, emangnya loe doank yang bisa jahil. Gue juga. Sok nantangin giliran di tantang balik taunya malah ketakutan."
Shila segera turun dari kursinya. Matanya menyipit tajam kearah Delon yang masih tertawa. Mengabaikan tanya dari sekitar yang penasaran dengan ceritanya. Dalam hati gadis itu bergumam. Pembalasan apa yang sepertinya pantas Delon terima?
Ujian kenaikan kelas hanya tersisa waktu tiga bulan lagi. Hal itu tak urung membuat Shila makin giat belajar. Ia tidak bercanda ketika mengatakan kalau ia akan mengalahkan Delon, rekan sebangkunya. Makanya itu, waktu istriahat belakangan sering ia habiskan di perpustakaan atau sekedar diam dikelas untuk membaca.
"Titipan loe," Alfa menyodorkan bingkisan kearah Shila. Gadis itu segera mengambilnya. Sedikit mengintip isinya sembari mulutnya bergumam.
"Gue kan udah bilang, biar gue aja yang nyamperin ke kelas loe. Nggak perlu loe anter kesini," kata Shila merasa tidak enak. Sudah ia yang minta tolong, masih juga Alfa yang mengantarnya.
"Nggak papa. Lagian kebetualan aja gue sekalian lewat."
"Lewat? Emangnya loe mau kemana?" Shila menatap kearah Alfa penuh tanya, pria itu membalas dengan senyuman.
"Biasa, ke gudang. Debunya udah mulai banyak lagi tuh."
"Loe di hukum lagi?" Shila tampak terkejut. Sebagai balasan Alfa angkat bahu, isarat kalau tebakan gadis itu benar.
"Kemaren gue bolos dua hari."
"Kok bisa?" Shila terdiam. "Nyokap loe.... sakit lagi?" tanya gadis itu hati hati. Ketika melihat Alfa yang hanya tersenyum pahit, Shila tau kalau tebakannya lagi lagi benar.
"Ya udah, ayo gue bantuin."
"Nggak usah," tahan Alfa cepat. Sejujurnya ia merasa tidak enak selalu melibatkan gadis itu setiap kali ia di hukum.
"Kenapa?"
"Gue jadi nggak enak ngerepotin loe mulu. Lagian..."
"Bukannya malah enak ya. Kan ada yang bantuin?" Shila meralat.
Alfa terdiam. Merasa de ja vu. Sepertinya ia pernah merasa mengalami hal itu. Belum sempat ia ingat kapan tepatnya, Shila sudah terlebih dahulu menyeretnya menuju kegudang sekolah. Bersiap untuk menjalankan hukuman yang ditujukan untuknya.
"Shil, kemaren gue datang ke sekolah pagi - pagi," Alfa membuka pembicaraan sembari menatap kearah Shila. Gadis itu terlihat acuh karena perhatiannya sedang ia tujukan kearah sekeranjang bola yang ada di hadapannya. Sibuk memilah, mana yang masih bagus dan mana yang rusak.
"Dan gue nggak sengaja, lewat kelas loe," sambung Alfa ragu.
"Oh ya? Terus?" tanya Shila masih acuh. Sebelah tangannya ia gunakan untuk menutup mulut karena debunya berhampuran. Kepalanya menoleh kesamping ketika menyadari tebukan di bahu. Keningnya sedikit berkerut ketika melihat tangan Alfa terulur. Lima detik kemudian ia sadar apa yang pria itu lakukan saat menyadari kalau sebuah masker kini sudah terpasang menutupi mulutnya.
"Ma kasih," senyum Shila. Alfa hanya angkat bahu. Matanya masih mengamati raut gadis itu yang kembali larut dalam tugasnya.
"Oh ya, barusan loe bilang kalau loe kemaren datang pagi - pagi. Terus kenapa? Loe ngerjain pr di sekolah ya?"
Alfa tidak segera menjawab. Merasa kalau lawan bicaranya tidak menangapi tak urung Shila penasaran. Kepalanya menoleh kearah Alfa, belum sempat ia menambahkan pria itu sudah terlebih dahulu buka mulut.
"Gue bilang kemaren gue nggak sengaja lewat kelas loe pagi - pagi."
Shila mengernyit. Memangnya apa yang aneh dengan kelasnya. Toh barusan juga Alfa nggak sengaja lewat waktu mau ke gudang. Namun ketika matanya menatap kearah mata Alfa yang juga sedang melihat kearahnya. Sebuah pemahaman baru muncul. Shila harusnya sudah bisa menebak maksud dari kalimat itu.
"Loe..." ucapan Shila terhenti. Takut jika tebakannya benar. Dan sesuai dugaan, Alfa mengangguk.
"Loe ... nggak ember kan?" tanya Shila hati hati. Tanpa sadar tangannya mengigit kuku jarinya. Kebiasaan yang ia lakukan jika sedang salah tingkah. Bahkan Shila sama sekali tidak menyadari kalau kini tangannya kotor karena debu debu dari barang barang yang baru saja ia bersihkan.
"Tenang aja," senyum Alfa menenangkan. "Rahasia loe aman sama gue."
Shila menghembuskan nafas lega, sebuah senyum samar menghiasi bibirnya. Sembari menunduk ia begumam lirih.
"Ma kasih." Alfa hanya angkat bahu.
"Jadi loe udah baikan sama Delon?" tanya Alfa sambil menikmati rujak dihadapannya.
Selesai membersihkan gudang, ia sengaja mengajak gadis itu untuk istriahat sejenak di bawah pohon jambu yang terawat rapi di pekarangan sekolah. Terlebih waktu istirahat masih tersisa. Kebetulan dari salah satu menu jajanan di kantin ada rujaknya. Makanya ia sengaja mentraktir gadis itu. Itung itung sebagai ucapan terima kasih. Apalagi Shila juga tampaknya tidak keberatan sama sekali.
Ngomong - ngomong nggak tau kapan di mulai, hubungannya dengan gadis itu jadi lebih dekat. Bukan hanya ia yang jadi sering bercerita pada Shila, tapi juga sebaliknya. Banyak hal hal kecil yang mengejutkannya yang baru ia tau. Misalnya Shila suka rujak, tidak menyukai coklat, suka makan ice cream strobery jika suasana hatinya sedang buruk, tidak suka musim hujan namun suka melihat pelangi. Bahkan ia juga baru tau kalau ternyata Shila suka menyanyi dan juga penikmat kopi. Oh satu lagi, Shila juga hobby membaca dan menulis. Tambahan, Shila tidak suka bengkoang yang ada di rujak.
Kepala Shila mengangguk membenarkan karena mulutnya kini sedang terisi penuh dengan buah. Lagipula barusan juga ia sudah cerita kalau memang itu kejadianya. Bahwa ia sudah baikan dengan Delon. Terlebih sepertinya Alfa juga merasa tidak enak karena merasa kalau dirinya adalah penyebap perselisihan mereka.
"Syukur deh kalau gitu," komentar Alfa.
Untuk sejenak suasana hening. Masing masing asik menikmati makananya. Walau sesekali mereka saling menoleh dan kemudian tersenyum seperti orang bodoh.
"Loe kenapa nggak suka bengkoang sih. Bukannya katanya itu bagus untuk kulit?" tanya Alfa sambil menghabiskan bengkoang yang sengaja Shila sisihkan disamping.
"Kulit gue udah bagus. Nggak pake bengkoang juga nggak papa. Ntar kalau gue makin cantik loe malah naksir. Kan kesian, loe jadi patah hati. Secara hati gue kan udah ada yang memiliki," ujar Shila sengaja bersyair.
"Medadak mual gue. Serius... Wuek wuek..." Alfa memeragakan gerakan sok mau muntah sementara Shila hanya tertawa.
"Lagian dilihat dari manapun masih bagusan gue kali. Tampang? Nyokap gue tiap hari bilang kalau gue itu ganteng. Baik? Oh tidak di ragukan lagi, gue sering 'bantuin' temen gue ngabisin makan siangnya. Tinggi? Sengaknya gue lebih tinggi dari loe. Terus juga humoris. Ngobrol sama gue loe nggak perlu khawatir kehabisan bahan obrolan deh. Nah, kurang apa lagi coba."
"Kurang berisi," Shila nyablak ala iklan. Dan sebuah jitakan pun segera mendarat di kepalanya. Namun bukannya marah, ia malah tertawa.
"Eh udah bel tuh, kekelas yuk," ajak Alfa beberapa saat kemudian.
"Akh, perasaan kalau ngobrol sama loe waktu jadi cepet banget ya berlalunya," keluhan yang keluar dari mulut Shila tak urung membuat Alfa tersenyum. Sejujurnya ia juga merasakan hal yang sama.
"Hati - hati, ntar lama lama loe bisa jadi naksir sama gue lho."
Gantian Shila yang mencibir. Ni orang pede banget sih. Tak ingin membahas itu lebih lanjut ia segera berdiri. Bel tanda istirahat telah berakhir terdengar. Mungkin sebaiknya ia langsung kekelas.
"Itu apa?" tanya Delon ketika melihat bingkisan yang ia bawa kekelasnya.
Shila melirik kearah benda yang di maksut. Buku kumpulan rumus akuntansi yang ia minta pada Alfa untuk membelikannya.
"Oh ini? Buku."
"Loe minjem di perpus?" tanya Delon lagi. Tanpa permisi diambilnya bingkisan tersebut dan segera mengecek isinya. Keningnya sedikit berkerut ketika melihat buku tersebut. Sepertinya itu bukan buku yang dipinjam dari sekolah. Apalagi bukunya masih terbungkus plastik. Perlahan kepalanya menoleh kearah Shila.
"Bukan," Shila mengeleng. Tangannya terulur mengambil kembali bukunya. Dengan perlahan ia melepaskan plastik yang membungkus. "Alfa tadi yang bawa."
Mendengar nama Alfa yang disebut, refleks Delon menoleh.
"Kenapa dia ngasi loe buku?"
"Karena..." Shila ingin menjawab karena Alfa kerja di toko buku makanya ia sekalian titip. Tapi gadis itu urung. Ia ingat kalau tidak ada yang tau kalau Alfa bekerja untuk biaya sekolahnya sendiri. Dan bukan haknya untuk menyebarkan hal itu.
"Karena dia tau kalau gue butuh buku ini."
Delon mengernyit. Kalaupun Shila butuh kenapa harus Alfa yang memberikan. "Terus kenapa harus Alfa yang ngasih keelo."
"Nggak harus. Kalau misalnya elo yang ngasi buku kayak gini ke gue juga pasti gue terima, ma kasih banget malah," Shila menjawab santai.
"Bukan itu," Delon gemes. "Maksut gue kenapa Alfa harus repot repot ngasi buku itu ke elo."
"Dia nggak merasa repot kok," bantah Shila.
"Jadi, maksutnya dia ngasi ke elo apa?"
"Nggak usah sewot gitu kali," Shila mencibir akan reaksi Delon yang diangapnya berlebihan "Dia kayaknya nggak punya maksut apa apa. Cuma mau bantuin aja."
Delon tampak tidak percaya dengan jawaban itu. Karena itu Shila sengaja menambahkan. "Atau jangan jangan..." Shila terlihat berpikir. "Karena dia naksir sama gue ya?"
Jawaban yang sama sekali tidak bermutu, tidak di inginkan dan tidak diharapkan oleh Delon. Sama sekali tidak. Apalagi Shila mengucapkannya dengan nada sesantai itu.
"Nggak lucu."
Shila hanya membalas dengan cibiran. Lagian siapa suruh ngekepoin dia gitu.
"Shil, gue perhatiin belakangan kayaknya loe deket banget ya sama Alfa," komentar Delon beberapa saat kemudian.
Sejenak Shila tampak berpikir. Baru kemudian kepalanya mengangguk membenarkan. Namun begitu mulutnya tetap bergumam. "Tapi kayaknya gue lebih deket sama loe deh."
"Hubungan kalian..."
"Kenapa?" tanya Shila karena Delon tidak melanjutkan pertanyaannya.
"Nggak jadi," Delon mengeleng. "Pak Burhan udah di depan tuh," sambungnya mengalihkan perhatian.
Walau heran, Shila hanya angkat bahu. Delon sendiri hanya mampu menghela nafas melihat sikap acuh sahabatnya. Tadinya ia ingin bertanya tentang kedekatan hubungan Shila dan Alfa. Namun urung. Bukan karena ia ragu tebakannya salah, tapi ia justru takut kalau tebakannya benar. Lagipula ia tidak yakin ia siap jika memang ternyata hubungan Shila dan Alfa lebih dekat dari yang ia duga.
Next to Cerpen cinta You're my girl part 13.
Detail Cerbung
- Judul : You're My Girl
- Penulis : Ana Merya
- Twitter : @ana_merya
- Status : Ongoing
- Genre : Remaja
- Panjang Cerita : 1.945 Words
di tunggu lanjutannya..!
ReplyDeleteaaaa, bersambung aja, padahal nunggu na lama:/ next kak;)
ReplyDelete