Cerpen Remaja Terbaru "That Girl is mine" ~ 14
Hallo felas. Masih inget sama akyuh. Iya, tau. Admin yang suka ngilang - ngilang gitu kan? Yah, harap di maklumi aja lah. Namanya juga dunia maya ini cuma selingan. So ya begitulah. Tapi yang pasti sih kemunculan kali ini masih bawain lanjutan dari cerbung That girl is mine. Kali ini part 14. Jangan tanya endingnya kapan, karena saiyah juga nggak tau #dihajar.
Buat yang penasaran bisa langsung simak kebawah. Dan untuk yang udah lupa sama jalan cerita sebelumnya bisa di simak dulu disini. Happy reading yaaa...
"Gue udah putusin. Mendingan kita pacaran aja. Jadi mulai sekarang, loe itu resmi jadi pacar gue."
Kalimat santai di sertai senyuman manis yang mangkir di wajah Kei, sangat kontras jika dibandingkan dengan raut kaget sekaligus tak percaya di wajah Airi. Kalimat barusan sama sekali tidak pernah ia perdiksikan sebelumnya. Oke, Airi akui selama hidupnya hingga saat ini, ia memang belum pernah pacaran. Tapi....
Di dunia sebelah mana lagi sih ada orang yang nembak cewek model ginian?
"Jadi ini ceritanya loe lagi nembak gue?" tanya Airi setelah lama terdiam. Kei sendiri hanya angkat bahu.
"Pede banget loe bisa mikir gue mau sama loe?"
"Gue nggak pernah di tolak cewek."
KAMBING! Airi rasanya pengen maki maki sosok di depannya yang mengatakan kalimat pede begitu dengan santainya.
"Dan nggak berarti loe pikir loe bisa jadi yang pertama."
Bahkan sebelum Airi menyelesaikan ucapannya, Kei sudah lebih dahulu menambahkan kalimatnya. Bukannya membantah, gadis itu malah di buat bengong seolah terhipnotis oleh tatapan lembut yang Kei lemparkan padanya. Bahkan Airi nyaris tidak menyadari bahwa kini tangan Kei terulur mengusap kepalanya.
"Bernapas Airi."
Nggak hanya hewan kurban, rasanya Airi pengen menyebutkan seluruh penghuni kebun binatang. Dengan cepat, ia mengalihkan tatapannya sembari menghela nafas. Sibuk merutuki dirinya sendiri. Bisa - bisanya sedari tadi ia menahan napas.
"Ngomong - ngomong, loe kenapa bisa sakit?" tanya Kei beberapa saat kemudian.
"Bukan urusan loe."
"Mulai sekarang jadi urusan gue."
Lagi Airi menyesali gerak refleksnya untuk menoleh sehingga harus kembali bertatapan langsung dengan tatapan Kei. Tak tau kapan di mulai, sepertinya tatapan pria itu menjadi lebih tajam dari sebelumnya.
"Kenapa sih dari sekian banyak cewek, harus gue gitu yang loe tembak?"
"Nggak harus," tatapan Airi menajam seiring kalimat balasan Kei. "Cuma gue maunya sama loe aja. Abis, gue kasi kode loe nggak peka. Gue lengah dikit, langsung aja ada yang nikung."
"Ha?" mulut Airi mangap.
Yang tak terduga adalah, disaat yang sama Kei menyuapkan potongan roti kedalam mulutnya. Lah, emangnya sejak kapan tu orang ngeluarin makanan?
Fix! Keberadaan Kei benar benar memberikan pengaruh buruk terhadap kodisi Airi. Terbukti dengan konsentrasinya yang mendadak buyar.
"Makannya pelan pelan, ntar keseleg. Loe pasti tadi nggak sarapan kan?"
Kali ini Airi hanya mengangguk. Bingung mau ngapain. Tepat saat tangan Kei terulur untuk memberikan suapannya yang kedua, Airi mengeleng.
"Gue bisa sendiri," tolak Airi sembari mengambil roti di atas meja samping. Ia baru menyadari kalau disana sudah ada roti lengkap dengan teh hangat. Sepertinya saat ia tidur, Kei sengaja membawanya. Lagian ia nggak separah itu, sampai makan saja harus di suapin. Dan kalau boleh ia ralat, Airi sama sekali tidak sakit. Satu satunya alasan kenapa sekarang ia harus berada di UKS adalah karena ia mengantuk.
****
Airi baru saja melangkah masuk kekelas dengan wajah menunduk karena malu. Menyadari banyak tatapan mata yang terjurus kearahnya dengan tatapan penuh tanya. Setelah mati - matian menolak, tapi Kei tetep keukeuh untuk mengantarnya ke kelas.
"Cie. sampe di anterin ke kelas. Roman - romannya ada apa apanya nih."
Seiring dengan kalimat yang mampir ke telinganya, Airi menoleh. Mendapati kalau kini kedua sahabatnya sedang menatap kearahnya dengan senyum - senyum gaje. Untuk beberapa saat, rasa kesel Airi kembari mampir. Kalau di ingat - ingat, kedua temannya ikut bertangung jawab dengan apa yang terjadi padanya.
"Kalian ngomong apa sih tadi ke Kei. Sampai dia harus segitunya. Pake acara nem..."
Airi tidak jadi melanjutkan ucapannya. Pasalnya ia sudah terlanjur sadar bahwa saat ini penghuni kelas bukan hanya mereka bertiga. Beberapa teman - temannya yang lain juga ada di sana. Bahkan beberapa terang - terangan sedang menatap kearah dirinya.
"Nem...?" Kiara dan Iris saling pandang. "Nem apa ya?" kejarnya lagi. Ia masih belum mengerti kelanjutan dari kalimat sahabatnya itu.
"Bukan apa - apa," Airi dengan cepat meralat. Hampir saja ia kecepolsan mengatakan bahwa Kei baru saja menembaknya dengan memaksa untuk merubah status mereka menjadi pacaran. "Yang jelas, gue pengen tau. Kalian ngomong apa tadi sama Kei?"
"Kita nggak ngomong apa apa kok. Tadi kita cuma nyamperin doank. Terus bilang yah...Emp... Loe yakin nggak papa gue jawab disini tentang apa yang tadi kita omongin ke Kei?" Keira sengaja menaik - naikan alisnya saat ngomong. Membuat Airi segera menyadari bahwa ucapan Keira bisa jadi bukan sesuatu yang bagus untuk di konsumsi publik.
"Ikut gue sekarang."
Tanpa basa - basi, Airi segera menyambar tangan Keira dan Iris baru kemudian menyeretnya keluar. Kebetulan banget, jam pelajaran semuanya kosong. Sepertinya rapat guru belum usai. Bahkan pengumuman tentang di perbolehkan langsung pulang baru saja terdengar dari pengeras suara sekolah. Tapi Airi acuh. Ia harus menyelesaikan urusannya kepada kedua sahabatnya terlebih dahulu.
"Sekarang jelasin!" perintah Airi ketika mereka sudah sedikit menyingkir dari siswa siswa yang lain.
"Yah seperti yang sudah kita bilang tadi. Kita berdua nyamperin Kei. Nanyain apa maksudnya dia... you knowlah," Keira meralat ucapannya ketika mendapati tatapan Airi menajam sebelum ia sempat menyelesaikan penjelasannya. "Dan kita bilang dia nggak seharusnya melakukan itu kalau kalian emang nggak pacaran."
"Dan karena itu dia jadi beneran nembak gue. Ngeselin banget sih kalian."
"Tunggu!" Iris menatap Airi. "Kei nembak loe?"
Airi mingkem. Baru menyadari kalau ia kelepasan ngomong.
"WOW... Selamat ya Ar. Cieeee, hebat banget sih loe. Padahal banyak lho yang naksir Kei, sampai bolak balik nembak di tolak tapi nggak kapok kapok tau taunya malah jadiannya sama loe. Ck, loe pake pelet apaan sih Ar."
"Kambing loe!" semport Airi membuat Keira merinding. Pasalnya tak hanya menggunakan nada tinggi, Airi ngomong pake acara menatap tajam juga. Selaku gadis berhati l"mbut, Keira kan takut. Halakh.
"Cerita donk Ar. Kei nembaknya gimana? Romantis nggak?" Iris ikutan kepo. Bahkan ia segera abai dengan kemarah Airi.
"Kalian apaan sih. Ini kan ceritanya gue lagi marah. Semuanya jadi kacau gini gara gara kalian."
"Nggak usah misuh misuh gitu ah. Nggak cocok tau," komentar Iris. "Nyadar nggak sih, loe itu sudah terlalu serius menjalani hidup. Datar gitu. Loe selalu betah bertahan di zona nyaman sampai sampai loe nggak nyadari apa aja yang sudah terlewat."
"Maksud loe?" Airi mengerutkan kening bingung. Bukannya apa, biasanya kalau Iris sudah mengunakan mode serius gini, suka ada aja yang terjadi.
"Kita berdua mau loe menikmati masa muda," Kiara yang menjawab. Tapi kerutan di kening Airi belum hilang, itu tandanya ia masih belum mengerti.
"Maksud kita itu. Kenapa sih Ar, loe nggak coba nikmatin aja semuanya. Memang apa salahnya kalau loe jadian sama Kei. Lagian kita nggak buta kok. Dari kapan tau kita udah nyadari kalau tu orang suka sama loe. Cuma loe nya aja yang kayaknya nggak peka peka juga. Makanya, mumpung momentnya pas. Ya udah... Loe tinggal ikutin aja alurnya. Bener nggak Ra?"
"Bener banget!" tandas Kiara sambil mengacungkan jempolnya.
"Jadi maksud kalian, gue terima aja gitu ajakan Kei buat pacaran?"
"Kalimat loe ambigu," balas Iris. "Kesannya itu kayak loe belum nerima ajak Kei buat pacaran. Atau jangan jangan loe emang udah nolak Kei lagi?"
Airi terdiam. Matanya menatap kearah Iris dan Kiara yang hanya saling pandang. Sejenak Airi kembali mengingat kejadian sebelumnya. Nggak bisa di bilang menolak juga sih. Secara belum apa apa juga, Kei tadi sudah melarangnya menolak. Tapi kalau di pikir, ia kan tadi juga nggak pernah bilang setuju.
"Tau ah. Males gue ngomong sama kalian. Mendingan gue pulang," selesai berkata, Airi langsung balik kanan. Kemabli menuju kekelasnya. Meninggalkan Iris dan Kiara saling pandang. Tak terima dengan kalimat penutup dari sahabatnya itu.
"Airi, tunggu. Kita belum selesai."
Tapi kalimat protes keduanya hanya percuma. Karena Airi memilih acuh, dan terus berlalu.
Next Cerbung That Girl is Mine Part 15
Detail Cerbung
Buat yang penasaran bisa langsung simak kebawah. Dan untuk yang udah lupa sama jalan cerita sebelumnya bisa di simak dulu disini. Happy reading yaaa...
"Gue udah putusin. Mendingan kita pacaran aja. Jadi mulai sekarang, loe itu resmi jadi pacar gue."
Kalimat santai di sertai senyuman manis yang mangkir di wajah Kei, sangat kontras jika dibandingkan dengan raut kaget sekaligus tak percaya di wajah Airi. Kalimat barusan sama sekali tidak pernah ia perdiksikan sebelumnya. Oke, Airi akui selama hidupnya hingga saat ini, ia memang belum pernah pacaran. Tapi....
Di dunia sebelah mana lagi sih ada orang yang nembak cewek model ginian?
"Jadi ini ceritanya loe lagi nembak gue?" tanya Airi setelah lama terdiam. Kei sendiri hanya angkat bahu.
"Pede banget loe bisa mikir gue mau sama loe?"
"Gue nggak pernah di tolak cewek."
KAMBING! Airi rasanya pengen maki maki sosok di depannya yang mengatakan kalimat pede begitu dengan santainya.
"Dan nggak berarti loe pikir loe bisa jadi yang pertama."
Bahkan sebelum Airi menyelesaikan ucapannya, Kei sudah lebih dahulu menambahkan kalimatnya. Bukannya membantah, gadis itu malah di buat bengong seolah terhipnotis oleh tatapan lembut yang Kei lemparkan padanya. Bahkan Airi nyaris tidak menyadari bahwa kini tangan Kei terulur mengusap kepalanya.
"Bernapas Airi."
Nggak hanya hewan kurban, rasanya Airi pengen menyebutkan seluruh penghuni kebun binatang. Dengan cepat, ia mengalihkan tatapannya sembari menghela nafas. Sibuk merutuki dirinya sendiri. Bisa - bisanya sedari tadi ia menahan napas.
"Ngomong - ngomong, loe kenapa bisa sakit?" tanya Kei beberapa saat kemudian.
"Bukan urusan loe."
"Mulai sekarang jadi urusan gue."
Lagi Airi menyesali gerak refleksnya untuk menoleh sehingga harus kembali bertatapan langsung dengan tatapan Kei. Tak tau kapan di mulai, sepertinya tatapan pria itu menjadi lebih tajam dari sebelumnya.
"Kenapa sih dari sekian banyak cewek, harus gue gitu yang loe tembak?"
"Nggak harus," tatapan Airi menajam seiring kalimat balasan Kei. "Cuma gue maunya sama loe aja. Abis, gue kasi kode loe nggak peka. Gue lengah dikit, langsung aja ada yang nikung."
"Ha?" mulut Airi mangap.
Yang tak terduga adalah, disaat yang sama Kei menyuapkan potongan roti kedalam mulutnya. Lah, emangnya sejak kapan tu orang ngeluarin makanan?
Fix! Keberadaan Kei benar benar memberikan pengaruh buruk terhadap kodisi Airi. Terbukti dengan konsentrasinya yang mendadak buyar.
"Makannya pelan pelan, ntar keseleg. Loe pasti tadi nggak sarapan kan?"
Kali ini Airi hanya mengangguk. Bingung mau ngapain. Tepat saat tangan Kei terulur untuk memberikan suapannya yang kedua, Airi mengeleng.
"Gue bisa sendiri," tolak Airi sembari mengambil roti di atas meja samping. Ia baru menyadari kalau disana sudah ada roti lengkap dengan teh hangat. Sepertinya saat ia tidur, Kei sengaja membawanya. Lagian ia nggak separah itu, sampai makan saja harus di suapin. Dan kalau boleh ia ralat, Airi sama sekali tidak sakit. Satu satunya alasan kenapa sekarang ia harus berada di UKS adalah karena ia mengantuk.
****
Airi baru saja melangkah masuk kekelas dengan wajah menunduk karena malu. Menyadari banyak tatapan mata yang terjurus kearahnya dengan tatapan penuh tanya. Setelah mati - matian menolak, tapi Kei tetep keukeuh untuk mengantarnya ke kelas.
"Cie. sampe di anterin ke kelas. Roman - romannya ada apa apanya nih."
Seiring dengan kalimat yang mampir ke telinganya, Airi menoleh. Mendapati kalau kini kedua sahabatnya sedang menatap kearahnya dengan senyum - senyum gaje. Untuk beberapa saat, rasa kesel Airi kembari mampir. Kalau di ingat - ingat, kedua temannya ikut bertangung jawab dengan apa yang terjadi padanya.
"Kalian ngomong apa sih tadi ke Kei. Sampai dia harus segitunya. Pake acara nem..."
Airi tidak jadi melanjutkan ucapannya. Pasalnya ia sudah terlanjur sadar bahwa saat ini penghuni kelas bukan hanya mereka bertiga. Beberapa teman - temannya yang lain juga ada di sana. Bahkan beberapa terang - terangan sedang menatap kearah dirinya.
"Nem...?" Kiara dan Iris saling pandang. "Nem apa ya?" kejarnya lagi. Ia masih belum mengerti kelanjutan dari kalimat sahabatnya itu.
"Bukan apa - apa," Airi dengan cepat meralat. Hampir saja ia kecepolsan mengatakan bahwa Kei baru saja menembaknya dengan memaksa untuk merubah status mereka menjadi pacaran. "Yang jelas, gue pengen tau. Kalian ngomong apa tadi sama Kei?"
"Kita nggak ngomong apa apa kok. Tadi kita cuma nyamperin doank. Terus bilang yah...Emp... Loe yakin nggak papa gue jawab disini tentang apa yang tadi kita omongin ke Kei?" Keira sengaja menaik - naikan alisnya saat ngomong. Membuat Airi segera menyadari bahwa ucapan Keira bisa jadi bukan sesuatu yang bagus untuk di konsumsi publik.
"Ikut gue sekarang."
Tanpa basa - basi, Airi segera menyambar tangan Keira dan Iris baru kemudian menyeretnya keluar. Kebetulan banget, jam pelajaran semuanya kosong. Sepertinya rapat guru belum usai. Bahkan pengumuman tentang di perbolehkan langsung pulang baru saja terdengar dari pengeras suara sekolah. Tapi Airi acuh. Ia harus menyelesaikan urusannya kepada kedua sahabatnya terlebih dahulu.
"Sekarang jelasin!" perintah Airi ketika mereka sudah sedikit menyingkir dari siswa siswa yang lain.
"Yah seperti yang sudah kita bilang tadi. Kita berdua nyamperin Kei. Nanyain apa maksudnya dia... you knowlah," Keira meralat ucapannya ketika mendapati tatapan Airi menajam sebelum ia sempat menyelesaikan penjelasannya. "Dan kita bilang dia nggak seharusnya melakukan itu kalau kalian emang nggak pacaran."
"Dan karena itu dia jadi beneran nembak gue. Ngeselin banget sih kalian."
"Tunggu!" Iris menatap Airi. "Kei nembak loe?"
Airi mingkem. Baru menyadari kalau ia kelepasan ngomong.
"WOW... Selamat ya Ar. Cieeee, hebat banget sih loe. Padahal banyak lho yang naksir Kei, sampai bolak balik nembak di tolak tapi nggak kapok kapok tau taunya malah jadiannya sama loe. Ck, loe pake pelet apaan sih Ar."
"Kambing loe!" semport Airi membuat Keira merinding. Pasalnya tak hanya menggunakan nada tinggi, Airi ngomong pake acara menatap tajam juga. Selaku gadis berhati l"mbut, Keira kan takut. Halakh.
"Cerita donk Ar. Kei nembaknya gimana? Romantis nggak?" Iris ikutan kepo. Bahkan ia segera abai dengan kemarah Airi.
"Kalian apaan sih. Ini kan ceritanya gue lagi marah. Semuanya jadi kacau gini gara gara kalian."
"Nggak usah misuh misuh gitu ah. Nggak cocok tau," komentar Iris. "Nyadar nggak sih, loe itu sudah terlalu serius menjalani hidup. Datar gitu. Loe selalu betah bertahan di zona nyaman sampai sampai loe nggak nyadari apa aja yang sudah terlewat."
"Maksud loe?" Airi mengerutkan kening bingung. Bukannya apa, biasanya kalau Iris sudah mengunakan mode serius gini, suka ada aja yang terjadi.
"Kita berdua mau loe menikmati masa muda," Kiara yang menjawab. Tapi kerutan di kening Airi belum hilang, itu tandanya ia masih belum mengerti.
"Maksud kita itu. Kenapa sih Ar, loe nggak coba nikmatin aja semuanya. Memang apa salahnya kalau loe jadian sama Kei. Lagian kita nggak buta kok. Dari kapan tau kita udah nyadari kalau tu orang suka sama loe. Cuma loe nya aja yang kayaknya nggak peka peka juga. Makanya, mumpung momentnya pas. Ya udah... Loe tinggal ikutin aja alurnya. Bener nggak Ra?"
"Bener banget!" tandas Kiara sambil mengacungkan jempolnya.
"Jadi maksud kalian, gue terima aja gitu ajakan Kei buat pacaran?"
"Kalimat loe ambigu," balas Iris. "Kesannya itu kayak loe belum nerima ajak Kei buat pacaran. Atau jangan jangan loe emang udah nolak Kei lagi?"
Airi terdiam. Matanya menatap kearah Iris dan Kiara yang hanya saling pandang. Sejenak Airi kembali mengingat kejadian sebelumnya. Nggak bisa di bilang menolak juga sih. Secara belum apa apa juga, Kei tadi sudah melarangnya menolak. Tapi kalau di pikir, ia kan tadi juga nggak pernah bilang setuju.
"Tau ah. Males gue ngomong sama kalian. Mendingan gue pulang," selesai berkata, Airi langsung balik kanan. Kemabli menuju kekelasnya. Meninggalkan Iris dan Kiara saling pandang. Tak terima dengan kalimat penutup dari sahabatnya itu.
"Airi, tunggu. Kita belum selesai."
Tapi kalimat protes keduanya hanya percuma. Karena Airi memilih acuh, dan terus berlalu.
Next Cerbung That Girl is Mine Part 15
Detail Cerbung
- Judul Cerbung : That Girl is Mine
- Penulis : Ana Merya
- Twitter : @ana_merya
- Fanpage : Star night
- Genre : Cerbung, Cerpen Remaja
- Status : Ongoing
- Lenght : 1.219 Words
Post a Comment for "Cerpen Remaja Terbaru "That Girl is mine" ~ 14"
Belajar lah untuk menghargai sesuatu mulai dari hal yang paling sederhana...