Cerpen pendek Love like Choklat ~ 03/03
Part terakhir dari cerbung Love like Choklat yang bisa disimak langsung ke bawah. Yang belum pernah baca versi sebelumnya, boleh deh baca dimari. Yang udah baca, juga nggak masalah kalau baca ulang. Asal happy aja pokoknya. Oke guys. Happy reading...
Begitu kelas berakhir, Naraya berniat untuk segera menghampiri Antoni. Sayangnya pria itu sudah lebih dulu berlalu. Belum lagi rekannya yang lain yang mendadak jadi ngerubungi tu orang yang mengikuti kemana dia pergi. Udah kayak yang mendadak tenar aja.
Yang lebih ngeselin lagi adalah ketika Naraya mendapati kalau dua orang sahabatnya juga mendadak raib. Main ngilang begitu aja karena katanya ada urusan apalah gitu. Meninggalkan dirinya sendirian yang bingung mau ngapain.
Niatnya ingin ke kantin, Naraya malah membelokan langkahnya ke halaman belakang. Toh ia nggak lapar lapar banget. Mendingan santai, dengerin musik sambil namatin novel. Lagipula, kelas selanjutnya di mulai masih lama. Tapi sebelum itu ia menyempatkan diri beli cemilan.
Pucuk di cinta ulam pun tiba, Naraya tidak menduga kalau di tempat yang ingin ia tuju, Antoni sudah duduk nyeder dibawah pohon sambil merem. Sempet ragu, pada akhirnya Naraya melangkah menghampiri. Mumpung tu orang sendiri, juga kedua temannya sedang ntah di mana.
“Antoni."
Merasa di panggil, Antoni membuka matanya. Matanya menatap lurus kearah Naraya. Membuat gadis itu keki sendiri. Perasannya saja atau mungkin efek tanpa kacamata, tatapan Antoni kali ini terasa jadi lebih tajam sekaligus lebih dingin.
"Kenapa?"
"E..." kalimat yang sudah Naraya susun jadi menguap saat menyadari nada Antoni barusan. "Gue boleh ngomong sebentar."
Naraya makin keki ketika pria itu hanya mengangkat sebelah alisnya sebagai tanggapan. Wuii, mentang - mentang udah ganteng, kenapa jadi songong. Berniat untuk mengabaikannya, Naraya memilih to the point.
"Gue mau minta maaf."
"Untuk?"
"Yang kemaren - kemaren. Serius, gue nggak bermaksud gitu. Gue juga nggak pernah benci sama loe kok. Nggak mau aja loe ngerasa gitu, makanya gue mau minta maaf."
Antoni yang hanya diam membuat Naraya ikutan diam. Nggak tau lagi mau ngomong apa.
"Udah sih, gue cuma mau ngomong itu aja," selesai berkata, Naraya berbalik. Nggak ada untungnya juga ia berlama - lama disitu. Namun belum juga sempat berlalu, langkahnya sudah lebih dahulu terhenti karena Antoni sudah lebih dulu menarik tangannya, membuatnya mau nggak mau kembali berbalik.
"Kenapa?"
Naraya mengernyit. Aneh, ada juga dia yang harusnya nanya kenapa? Diajak ngomong diem aja, giliran mau pergi malah di tahan.
"Kenapa gue harus beneran berubah dulu baru loe mau nyamperin dan ngangep kalau gue ada."
Naraya bengong. Bengong yang asli beneran bengong. Antoni dengan kurang ajarnya segera berlalu setelah melemparkan kalimat tanpa prolognya barusan.
Lah, tu kalimat maksudnya apa?
*****
Merlin dan Alda saling pandang ketika tiba di kelas dan mendapati raut tak bersemangat Naraya. Hari masih pagi, besok minggu, libur kuliah. Besoknya lagi libur juga, karena tanggal merah yang bertepatan dengan tahun baru 1 Januari. Tapi sahabatnya itu masih belum berubah. Demen banget nempelin pipi di meja pagi - pagi.
"Perasaan seminggu ini muka loe makin kusut. Kenapa?" tanya Alda sambil duduk di bangkunya.
"Lusa tahun baru."
"Terus?"
Naraya tidak menjawab. Hanya tatapan tajam yang ia berikan sebagai isarat bahwa harusnya sudah langsung membuat Merlin mengerti apa maksudnya.
"Loe masih belum punya pacar alias jomblo?"
Gantian Alda yang mendapat giliran. Penting gitu harus dijabarkan dengan sedetail itu.
"Apa gue terima Vano aja kali ya. Ngomong - ngomong, dia nembak gue."
"Ha?" Alda dan Merlin saling pandang. Mereka hampir lupa, Naraya jomblo bukan faktor nasip. Emang dasarnya gadis itu aja yang kebanyakan gaya. Suka nolak anak orang sembarangan, tapi ujung ujungnya masih ngeluhin diri sendiri.
"Kok loe nggak cerita? Kapan? Gimana bisa gitu? Vano yang anak teknik yang jago basket itu kan?" Merlin membrondong dengan pertanyaan. Vano ganteng, jelas aja ia antusias. Naraya bodoh kalau sampai nolak. Cuma masalahnya, kalau sampai di terima, bisa kacau semua rencannya. Mereka udah janji mau bantuin Antoni.
"Iya. Makanya ini kan gue lagi cerita. Biar nggak jomblo, gue terima aja kali ya."
"Mana bisa loe main comot gitu," kata Alda cepat. "Memangnya loe suka sama dia?"
"Vino ganteng!"
"Nggak ada hubungannya!" Merlin ikut ikut keberatan. Membuat Naraya jadi curiga. Tepatnya dari kemaren - kemaren dia juga udah ngerasa. Aneh aja gitu, dua orang ini jadi makin kompak.
"Ada donk Merlin cantik. Ganteng itu sama dan sebangun sama kesehatan mata. Kan lumayan."
"Makin ngawur loe," kesel Alda. Naraya hanya tertawa. Dia kan hanya bercanda, kenapa kedua sahabatnya serius gitu. "Terus, beneran loe terima?"
Kali ini Naraya mengeleng. Ntah apa hubungannya, tapi Merlin dan Alda terlihat lega. "Syukurlah kalau loe tolak."
"Gue nggak nolak," sahut Naraya. Matanya menyipit kearah Alda dan Merlin. Apa jangan - jangan kedua sahabatnya berniat menjadikan ia jomblo seumur - umur ya? "Gue cuma belum ngasih jawaban aja."
"Jadi akan loe terima?"
"Mungkin!"
"NGGAK BISA!"
FIX, kecurigaan Naraya terbukti. Alda dan Merlin memang kompak berdua untuk berkolaborasi menjadikan dirinya jomblo sampai tahun depan. Mungkin malah sampai tahun depannya lagi. Dan depannya lagi. Memang dasar teman - teman unfaedah banget. Bisa bisanya mereka kompak melarang dia gitu. Maksudnya apa coba. "Loe bilang loe suka sama Antoni."
Naraya melotot. Penting gitu Alda ngomong gitu di kelas. Kalau temannya - temannya yang lain pada denger gimana. Oke, mereke jelas sudah denger. Terbukti beberapa dari mereka yang kini juga sedang melihatnya. Parahnya, Antoni juga ada. Ntah sejak kapan pria itu muncul.
"Perasaan gue ke Antoni nggak ada urusannya sama kalian."
Selesai berkata, Naraya segera berlalu keluar meninggalkan kelas. Sebodo kambing pelajaran mau di mulai. Yang jelas ia harus pergi. Malu nggak sih ketahuan naksir gitu? Mana belum sempet ngaku lagi.
"Naraya, tunggu!"
Mau tak mau Naraya menghentikan langkahnya. Pasalnya Antoni tidak hanya menghadang jalannya. Tapi pake narik tangannya segala. Membuatnya berbalik dan bertatapan langsung.
"Loe suka sama gue?"
"Nggak," balas Naraya cepat. Terlalu cepat malah. Tapi Antoni menatap nya dengan tatapan tak percaya.
"Jadi gue beneran harus berubah dulu, loe baru notice keberadaan gue ya? Gue harus ngerubah penampilan gini supaya loe mau ngelirik dan suka sama..."
"Gue nggak punya masalah sama sekali sama penampilan loe," potong Naraya sebelum Antoni ngelantur ke mana-mana. "Dan kalo gue bisa suka sama loe itu nggak ada hubungannya sama penampilan. Gue bahkan udah suka sama loe sejak lama. Sejak kita masih satu sekolah. Loe nya aja yang nggak nyadar mentang-mentang jadi anak paling pinter. Loe malah bisa pergi sekolah ke luar negeri sana tanpa pamit sama sekali sama gue. Setelah ngilang nggak ada kabar, tiba - tiba muncul seenaknya sebagai temen sekampus. Loe bahkan nggak ngerasa perlu repot repot nyapa gue selalu tetangga. And sekarang..." Jeda sejenak di manfaatkan oleh Naraya untuk menghela nafas. "Loe main rubah rubah penampilan dan menjudge gue sembarangan. Mau loe apa sih?"
Antoni sama sekali tidak menjawab. Sepertinya ia tidak menduga akan mendengar kalimat barusan. Kalo boleh jujur, Naraya juga tidak pernah punya niat ngomong begitu. Tapi mau gimana lagi. Udah terlanjur.
Jengah dengan jeda yang tercipta, Naraya berniat untuk berlalu. Percuma juga ia lama lama di sini karena yang ada justru malah memalukan diri sendiri. Namun ia kalah cepat dengan Antoni yang berjalan mendekat. Memangkas habis jarak dengan menariknya dalam pelukan.
"Sorry. Gue nggak tau."
"Apa yang loe lakuin sama gue itu jahat tau nggak. Memangnya mau loe apa sih?"
Sepertinya Naraya ikut menjadi korban meme meme yang bertebaran. Kenapa juga mulutnya bisa ngomong gitu. Tadi di tanya jawabannya enggak, sekarang malah ngaku.
Oh satu lagi, Naraya bahkan lupa kalau saat ini mereka masih berada di lingkungan kampus. Ck, kalo ada yang bikin video bisa bisa jadi viral. Drama banget.
"Loe nanya mau gue apa?" tanya Antoni sambil melepaskan pelukannya. Matanya mencari pandangan Naraya yang menunduk. Tangannya terulur mengusap air mata yang entah sejak kapan mengalir di wajah Naraya. Sementara Naraya sendiri merutuk dalam hati. Sialan, kenapa ia malah nangis?
“Gue mau leo nolak si Vano. Loe nggak boleh jadi pacarnya dia. Dan loe juga nggak boleh jalan bareng sama dia saat tahun baru besok,” bisik Antoni lirih sambil menangkupkan kedua tangannya di pipi Naraya.
“Kenapa?”
“Karena gue juga suka sama loe. Dan gue mau loe jadi pacar gue,” sahut Antoni lirih namun tegas.
Naraya terdiam. Mengamati wajah Antoni secara seksama. Mencoba mencari sebuah kebohongan dari tatapan matanya. Namun yang ia dapati justru tatapan tulus dan penuh kesungguhan.
Jadi apalagi yang bisa Naraya lakukan selain mengangguk. Anggukan yang langsung di balas dengan pelukan. Pelukan yang sebenarnya terkesan memalukan namun ntah kenapa justru malah membuat Naraya merasa nyaman yang berlanjut dengan merekahnya senyuman.
Ngomong - ngomong, tahun baru punya pacar baru? KENAPA ENGGAK!
Ending....
Detail Cerbung
Love like Choklat |
Begitu kelas berakhir, Naraya berniat untuk segera menghampiri Antoni. Sayangnya pria itu sudah lebih dulu berlalu. Belum lagi rekannya yang lain yang mendadak jadi ngerubungi tu orang yang mengikuti kemana dia pergi. Udah kayak yang mendadak tenar aja.
Yang lebih ngeselin lagi adalah ketika Naraya mendapati kalau dua orang sahabatnya juga mendadak raib. Main ngilang begitu aja karena katanya ada urusan apalah gitu. Meninggalkan dirinya sendirian yang bingung mau ngapain.
Niatnya ingin ke kantin, Naraya malah membelokan langkahnya ke halaman belakang. Toh ia nggak lapar lapar banget. Mendingan santai, dengerin musik sambil namatin novel. Lagipula, kelas selanjutnya di mulai masih lama. Tapi sebelum itu ia menyempatkan diri beli cemilan.
Pucuk di cinta ulam pun tiba, Naraya tidak menduga kalau di tempat yang ingin ia tuju, Antoni sudah duduk nyeder dibawah pohon sambil merem. Sempet ragu, pada akhirnya Naraya melangkah menghampiri. Mumpung tu orang sendiri, juga kedua temannya sedang ntah di mana.
“Antoni."
Merasa di panggil, Antoni membuka matanya. Matanya menatap lurus kearah Naraya. Membuat gadis itu keki sendiri. Perasannya saja atau mungkin efek tanpa kacamata, tatapan Antoni kali ini terasa jadi lebih tajam sekaligus lebih dingin.
"Kenapa?"
"E..." kalimat yang sudah Naraya susun jadi menguap saat menyadari nada Antoni barusan. "Gue boleh ngomong sebentar."
Naraya makin keki ketika pria itu hanya mengangkat sebelah alisnya sebagai tanggapan. Wuii, mentang - mentang udah ganteng, kenapa jadi songong. Berniat untuk mengabaikannya, Naraya memilih to the point.
"Gue mau minta maaf."
"Untuk?"
"Yang kemaren - kemaren. Serius, gue nggak bermaksud gitu. Gue juga nggak pernah benci sama loe kok. Nggak mau aja loe ngerasa gitu, makanya gue mau minta maaf."
Antoni yang hanya diam membuat Naraya ikutan diam. Nggak tau lagi mau ngomong apa.
"Udah sih, gue cuma mau ngomong itu aja," selesai berkata, Naraya berbalik. Nggak ada untungnya juga ia berlama - lama disitu. Namun belum juga sempat berlalu, langkahnya sudah lebih dahulu terhenti karena Antoni sudah lebih dulu menarik tangannya, membuatnya mau nggak mau kembali berbalik.
"Kenapa?"
Naraya mengernyit. Aneh, ada juga dia yang harusnya nanya kenapa? Diajak ngomong diem aja, giliran mau pergi malah di tahan.
"Kenapa gue harus beneran berubah dulu baru loe mau nyamperin dan ngangep kalau gue ada."
Naraya bengong. Bengong yang asli beneran bengong. Antoni dengan kurang ajarnya segera berlalu setelah melemparkan kalimat tanpa prolognya barusan.
Lah, tu kalimat maksudnya apa?
*****
Merlin dan Alda saling pandang ketika tiba di kelas dan mendapati raut tak bersemangat Naraya. Hari masih pagi, besok minggu, libur kuliah. Besoknya lagi libur juga, karena tanggal merah yang bertepatan dengan tahun baru 1 Januari. Tapi sahabatnya itu masih belum berubah. Demen banget nempelin pipi di meja pagi - pagi.
"Perasaan seminggu ini muka loe makin kusut. Kenapa?" tanya Alda sambil duduk di bangkunya.
"Lusa tahun baru."
"Terus?"
Naraya tidak menjawab. Hanya tatapan tajam yang ia berikan sebagai isarat bahwa harusnya sudah langsung membuat Merlin mengerti apa maksudnya.
"Loe masih belum punya pacar alias jomblo?"
Gantian Alda yang mendapat giliran. Penting gitu harus dijabarkan dengan sedetail itu.
"Apa gue terima Vano aja kali ya. Ngomong - ngomong, dia nembak gue."
"Ha?" Alda dan Merlin saling pandang. Mereka hampir lupa, Naraya jomblo bukan faktor nasip. Emang dasarnya gadis itu aja yang kebanyakan gaya. Suka nolak anak orang sembarangan, tapi ujung ujungnya masih ngeluhin diri sendiri.
"Kok loe nggak cerita? Kapan? Gimana bisa gitu? Vano yang anak teknik yang jago basket itu kan?" Merlin membrondong dengan pertanyaan. Vano ganteng, jelas aja ia antusias. Naraya bodoh kalau sampai nolak. Cuma masalahnya, kalau sampai di terima, bisa kacau semua rencannya. Mereka udah janji mau bantuin Antoni.
"Iya. Makanya ini kan gue lagi cerita. Biar nggak jomblo, gue terima aja kali ya."
"Mana bisa loe main comot gitu," kata Alda cepat. "Memangnya loe suka sama dia?"
"Vino ganteng!"
"Nggak ada hubungannya!" Merlin ikut ikut keberatan. Membuat Naraya jadi curiga. Tepatnya dari kemaren - kemaren dia juga udah ngerasa. Aneh aja gitu, dua orang ini jadi makin kompak.
"Ada donk Merlin cantik. Ganteng itu sama dan sebangun sama kesehatan mata. Kan lumayan."
"Makin ngawur loe," kesel Alda. Naraya hanya tertawa. Dia kan hanya bercanda, kenapa kedua sahabatnya serius gitu. "Terus, beneran loe terima?"
Kali ini Naraya mengeleng. Ntah apa hubungannya, tapi Merlin dan Alda terlihat lega. "Syukurlah kalau loe tolak."
"Gue nggak nolak," sahut Naraya. Matanya menyipit kearah Alda dan Merlin. Apa jangan - jangan kedua sahabatnya berniat menjadikan ia jomblo seumur - umur ya? "Gue cuma belum ngasih jawaban aja."
"Jadi akan loe terima?"
"Mungkin!"
"NGGAK BISA!"
FIX, kecurigaan Naraya terbukti. Alda dan Merlin memang kompak berdua untuk berkolaborasi menjadikan dirinya jomblo sampai tahun depan. Mungkin malah sampai tahun depannya lagi. Dan depannya lagi. Memang dasar teman - teman unfaedah banget. Bisa bisanya mereka kompak melarang dia gitu. Maksudnya apa coba. "Loe bilang loe suka sama Antoni."
Naraya melotot. Penting gitu Alda ngomong gitu di kelas. Kalau temannya - temannya yang lain pada denger gimana. Oke, mereke jelas sudah denger. Terbukti beberapa dari mereka yang kini juga sedang melihatnya. Parahnya, Antoni juga ada. Ntah sejak kapan pria itu muncul.
"Perasaan gue ke Antoni nggak ada urusannya sama kalian."
Selesai berkata, Naraya segera berlalu keluar meninggalkan kelas. Sebodo kambing pelajaran mau di mulai. Yang jelas ia harus pergi. Malu nggak sih ketahuan naksir gitu? Mana belum sempet ngaku lagi.
"Naraya, tunggu!"
Mau tak mau Naraya menghentikan langkahnya. Pasalnya Antoni tidak hanya menghadang jalannya. Tapi pake narik tangannya segala. Membuatnya berbalik dan bertatapan langsung.
"Loe suka sama gue?"
"Nggak," balas Naraya cepat. Terlalu cepat malah. Tapi Antoni menatap nya dengan tatapan tak percaya.
"Jadi gue beneran harus berubah dulu, loe baru notice keberadaan gue ya? Gue harus ngerubah penampilan gini supaya loe mau ngelirik dan suka sama..."
"Gue nggak punya masalah sama sekali sama penampilan loe," potong Naraya sebelum Antoni ngelantur ke mana-mana. "Dan kalo gue bisa suka sama loe itu nggak ada hubungannya sama penampilan. Gue bahkan udah suka sama loe sejak lama. Sejak kita masih satu sekolah. Loe nya aja yang nggak nyadar mentang-mentang jadi anak paling pinter. Loe malah bisa pergi sekolah ke luar negeri sana tanpa pamit sama sekali sama gue. Setelah ngilang nggak ada kabar, tiba - tiba muncul seenaknya sebagai temen sekampus. Loe bahkan nggak ngerasa perlu repot repot nyapa gue selalu tetangga. And sekarang..." Jeda sejenak di manfaatkan oleh Naraya untuk menghela nafas. "Loe main rubah rubah penampilan dan menjudge gue sembarangan. Mau loe apa sih?"
Antoni sama sekali tidak menjawab. Sepertinya ia tidak menduga akan mendengar kalimat barusan. Kalo boleh jujur, Naraya juga tidak pernah punya niat ngomong begitu. Tapi mau gimana lagi. Udah terlanjur.
Jengah dengan jeda yang tercipta, Naraya berniat untuk berlalu. Percuma juga ia lama lama di sini karena yang ada justru malah memalukan diri sendiri. Namun ia kalah cepat dengan Antoni yang berjalan mendekat. Memangkas habis jarak dengan menariknya dalam pelukan.
"Sorry. Gue nggak tau."
"Apa yang loe lakuin sama gue itu jahat tau nggak. Memangnya mau loe apa sih?"
Sepertinya Naraya ikut menjadi korban meme meme yang bertebaran. Kenapa juga mulutnya bisa ngomong gitu. Tadi di tanya jawabannya enggak, sekarang malah ngaku.
Oh satu lagi, Naraya bahkan lupa kalau saat ini mereka masih berada di lingkungan kampus. Ck, kalo ada yang bikin video bisa bisa jadi viral. Drama banget.
"Loe nanya mau gue apa?" tanya Antoni sambil melepaskan pelukannya. Matanya mencari pandangan Naraya yang menunduk. Tangannya terulur mengusap air mata yang entah sejak kapan mengalir di wajah Naraya. Sementara Naraya sendiri merutuk dalam hati. Sialan, kenapa ia malah nangis?
“Gue mau leo nolak si Vano. Loe nggak boleh jadi pacarnya dia. Dan loe juga nggak boleh jalan bareng sama dia saat tahun baru besok,” bisik Antoni lirih sambil menangkupkan kedua tangannya di pipi Naraya.
“Kenapa?”
“Karena gue juga suka sama loe. Dan gue mau loe jadi pacar gue,” sahut Antoni lirih namun tegas.
Naraya terdiam. Mengamati wajah Antoni secara seksama. Mencoba mencari sebuah kebohongan dari tatapan matanya. Namun yang ia dapati justru tatapan tulus dan penuh kesungguhan.
Jadi apalagi yang bisa Naraya lakukan selain mengangguk. Anggukan yang langsung di balas dengan pelukan. Pelukan yang sebenarnya terkesan memalukan namun ntah kenapa justru malah membuat Naraya merasa nyaman yang berlanjut dengan merekahnya senyuman.
Ngomong - ngomong, tahun baru punya pacar baru? KENAPA ENGGAK!
Ending....
Detail Cerbung
- Judul : Love Like Choklat
- Penulis : Ana Merya
- Instagram : @anamerya
- Twitter : @ana_merya
- Genre : Romantis
- Status : Complete
- Length : 1.341 Words
Kakak sehat? Habis minum Pil Apa ne update kenceng amat hehe Ijin baca dl
ReplyDeleteWk wk wk... Idih gitu banget ya kan.
Delete