Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Novel online "Kazua mencari cinta " ~ 05 / 22

من العائدين والفائزين ya all. Mohon maaf lahir dan batin. Terutama untuk yang sesama muslim yang kebetulan baca. Rada telad si emang, yang secara mudik ke kampung emang selalu gitu #curcol. Oke, buat temen - temen yang udah penasaran sama kelanjutan Novel Online Kazua mencari cinta nih admin bawain lanjutannya. Nggak sadar udah part 5 aja.

Spesial karena lanjutannya rada lamaan, khusus part ini rada panjangan dari part sebelumnya. :D Satu lagi, biar nggak bingung sama ceritanya mendingan baca juga part sebelumnya disini. Happy reading....

Kazua Mencari Cinta
Sepulang sekolah tanpa menganti bajunya terlebih dahulu, Kazua segera merebahkan tubuhnya di atas kasur. Cape, sama kesel juga. Rasa lapar yang ia rasakan telah menguap seiring dengan rasa kesel yang memenuhi hatinya. Setelah jam kelas selesai tadi, Kazua memutuskan untuk tidak langsung pulang. Ia sengaja menunggu di halte bus untuk menanti kemunculan Zafran. Ia masih tidak terima pria itu menolak permintaannya tanpa alasan yang jelas.

Sayangnya ketika sedang menunggu, Zafran tidak juga muncul. Ia yang keasikan menunggu sambil mendengarkan music sembari menutup wajah dengan saputangan yang ia bawa tanpa sadar ia malah ketiduran. Dan ujung – ujunganya, bukannya bertemu Zafran justru malah ia yang ketinggalan bus. Ya salam…

Tepat saat ia merasa berada antara alam sadar dan mimpi, sebuah tangan mengoyang – goyangkan tubuhnya. Dengan berat ia mulai membuka mata.

“Kazua, bangun….”

“Haduh, apa lagi sih,” kata Kazua sambil bangkit walau dengan mata yang masih setengah terpejam. Mulutnya sendiri dengan santai terbuka lebar. Samar ia melihat bayangan Irma, tetangga depan rumahnya muncul di hadapan.

“Ih elo, sedari tadi gue treakin nggak kedengeran suaranya. Eh nggak taunya malah tidur.”

“Udah tau gue lagi tidur, terus loe ngapain main nyelonong. Satu lagi, gimana ceritanya loe bisa masuk. Pintu depan kan di kunci?” tanya Kazua setengah mengerutu.

“He he he, tadi tante pulang. Katanya ada yang ketinggalan gitu. Ya sudah gue masuk,” balas Irma sambil nyengir tak bersalah. Walau gadis itu lebih muda darinya, tapi sepertinya ia sama sekali tidak merasa takut pada Kazua.

“Terus loe ngapain kesini?”

“Bosen di rumah,” Irma angkat bahu. “Lagian ngapain coba tidur mulu. Buruan bangun, mana baju sekolahnya belom di ganti lagi.”

“Haduh, gue ngantuk,” kesel Kazua sambil mengaruk – garuk kepalanya. Sesekali mulutnya juga tanpak terbuka lebar.

Irma tidak membalas, tapi gadis itu justru malah memberikan death glare pada Kazua yang cukup untuk membuat gadis itu bangkit berdiri walau tak urung dalam hati mengerutu. Kenapa ada aja orang yang nggak suka liat dirinya santai. Selang beberapa saat gadis itu sudah tampil dengan mengunakan kaos oblong yang biasa ia kenakan.

“Kazu, temenin gue ke supermarket yuk. Mo cari sabun mandi.”

“Kenapa gue harus?”

“Nggak cuma harus, tapi wajip. Gue males pergi sendiri. Lagian loe kan juga nggak ada kerjaan. Udah deh, buruan.”

Walau Kazua sangat ingin menolak tapi pada akhirnya gadis itu manut. Ia tau amat sangat mustahil menolak ajakan Irma. Gadis itukan gadis paling keras kepala yang ia kenal. Saking keras kepalanya sampai sampai ia dulu menolak untuk sekolah di tempat yang sama gara – gara selama di SMP Kazua nggak punya pacar. Ia takut kalau tetap deket dengan Kazua bisa bisa selama ia SMA ia tidak akan punya pacar juga. Heh, entah dapat rumus dari mana gadis itu bisa menyimpulkan hal konyol tersebut.

Setelah memarkirkan motor di halaman supermarket yang berada tidak jauh dari rumahnya, keduanya melangkah masuk. Sembari melangkah, Irma tanpak clingak clinguk kesana kemari.

“Nyariin siapa loe?” tanya Kazua merasa heran.

“Kali aja ada cowok cakep lewat.”

Kazua langsung pura – pura pasang tanpang mau muntah mendengarnya.

“Ih serius tau. Kemaren itu gue nggak sengaja ketemu cowok disini. Cakep bangets. Kan ceritanya gue mau bayar tuh. Nah, pas gue berbalik. Ada cowok di depan gue, Ya Allah tatapan matanya itu lho. Tajem banget, saking tajemnya sampe langsung menembus ke jantung gue," cerita Irma antusias kearah Kazua yang berjalan di sampingnya.

"Lebay, kalau jantung loe tembus gimana ceritanya loe sekarang masih hidup,” balas Kazua santai.

"Ih, loe ini. Nggak asik banget si, itu kan cuma perumpamaan. Umpama you know!!" balas Irma tampak cemberut.

"Iya deh, terus gimana? Loe kenalan sama tu cowok?."

Kali ini Irma tampak menghembuskan nafas lesu sambil kepalanya mengeleng berlahan. "Gimana gue bisa kenalan, liatnya aja cuma lima detik doank. Abis itu doi pergi deh."

Kazua tampak memutar mata. Kisah macam apa itu.... #ditabokIrma.

"Tapi gue janji, kalau sampe gue ketemu dia lagi. Gue akan langsung ajak dia kawin.”

Mulut Kazua melongo mendengar kalimat tegas yang keluar dari mulut Irma yang tampak mengepalkan tangannya. Mengekspresikan langsung atas ucapan yang baru saja terlontar dari mulutnya.

"Loe serius?"

"Tentu saja bohong. Cantik cantik ternyata dudul juga ya loe. Mana mungkin gue lakuin itu. Yang ada gue bakal diangap gila sama tu orang," terang Irma sewot yang hanya dibalas gumaman lirih Kazua.

"Loe kan emang kadang rada gila.” Namun tentu saja Irma sama sekali tidak mendengar gumannya. Kazua cukup tau diri apa yang akan ia dapatkan sekiranya sahabatnya itu mendengarnnya.
“Oh ya, ngomong – ngomong loe mau beli apaan?” tanya Irma sambil mendorong keranjang belanjaan.

“He?” Kazua mengernyit. Lah yang mau belanja siapa? Dia kan cuma di paksa nemenin. Namun tak urung tangan gadis itu terulur meraih sabun mandi saat mereka melewati lorong demi lorong. Lagipula sabun mandinya juga memang sudah habis, jadi sekalalian. Tak lupa diambilnya shampoo dari rak yang sama. Saat ia sedang berpikir antara mengambil gosok gigi atau tidak tiba tiba handphond Irma berbunyi. Mengabaikan urusan gadis itu, Kazua berjalan ke lorong sebelah. Dimana tanpak berjejer makanan ringan yang tertata rapi.

“Astaga, Kazua. Mampus gue,” kata Irma begitu menutup telponnya. Raut panic jelas terukir disana.

“Loe kenapa? Kayak kambing kebakarang jengot gitu?”

“Gue lupa kalau gue ada janji sama temen gue buat kumpul untuk ngebahas acara sekolah. Hadeh, kacau kacau. Kayaknya gue harus pergi sekarang.”

“Sekarang?” ulang Kazua tak percaya.

Irma dengan cepat mengangguk. “Iya, gue harus pergi sekarang. Jadi sory ya, lain kali aja gue nemenin loe belanja. Dan ngomong – ngomong, motornya gue bawa dan gue juga nggak sempet nganterin loe. Jadi nanti loe pulang naik angkot aja ya. Sory banget,” selesai berkata Irma dengan cepat berlalu, meninggalkan Kazua yang masih terpaku. Sibuk mencerna maksut ucapan sahabatnya barusan.

“Tunggu bentar, maksutnya sekarang ini gue ditinggal?” gumam Kazua sendiri. Dengan cepat ia menoleh kearah Irma sembari berteriak “Hei, Irma tunggu dulu.”

Tapi yang Kazua dapatkan hanyalah lambain tangan dari si Irma yang terus melangkah, bahkan sama sekali tidak menoleh. Membuat Kazua benar – benar berniat untuk membunuh sahabat sekaligus tetangganya yang satu itu. Setelah menganggu acara tidur siangnya, memaksa berbelanja dengan seenak jidat, dan kini malah ia yang di tinggal sendiri? Wah hebat! Di dunia sebelah mana lagi sih bisa di temukan sahabat model ginian?

Merasa percuma untuk memanggil sahabatnya yang satu itu, terlebih beberapa pengunjung supermarket itu juga tanpak menoleh kearahnya dengan heran atas teriakan yang ia lakukan, Kazua akhirnya lebih memilih untuk meneruskan berbelanja walau tak urung dalam hati terus merutuk.

Bahkan Kazua masih terus merutuk dalam hati saat ia mengantri di kasir. Masih tidak percaya akan tindakan tega dari si Irma padanya. Apa salah dan dosanya Tuhan sampai sampai ia harus punya sahabat nggak jelas seperti itu.

“Total belanjaannya semua Rp. 199.800,-.”

Samar Kazua mendengar suara lembut dari sang penjaga kasir pada pelangan yang berdiri dengan membelakangi tepat di hadapannya. Seorang pria dengan jaket hitam, bahkan topinya juga sekalian ia kenakan. Tapi entah bagaiman melihat itu, Kazua jadi sedikit mengernyit. Kenapa sekilas ia merasa seperti mengenali sosok itu ya.

“Eh, dompet gue mana ya?” kata pria itu sambil meraba – raba pakaiannya.

Mendengar suara itu, Kazua langsung yakin dengan dugaanya. Tanpa melihat siapa orang itu, dengan santai mulutnya ber ujar.

“Zafran?”

Dugaan Kazua terbukti benar seiring dengan kepala yang menoleh kearahnya. Akh, pantes saja ia kenal, ternyata itu benar – benar Zafran, teman sekolahnya.

“Maaf, sebentar ya mbak. Kok dompet gue nggak ada ya?” gumam Zafran kearah penjaga kasir. Pria itu juga hanya menoleh sekilas kearah Kazua.

“Ya sudah, kalau pake uang gue dulu gimana?”

Kali ini Zafran benar – benar menoleh kearah Kazua. Kerutan di keningnya sudah cukup menunjukan kalau pria itu merasa heran.

“Ntar kalau dompet loe udah ketemu loe bisa bayar sama gue. Lagian datanya juga sudah di input ditambah loe nggak liat nih antrian panjang gini?” sambung Kazua lagi.

Walau masih merasa ragu, Zafran pada akhirnya mengangguk. Terlebih ketika ia menyadari kalau apa yang gadis itu ucapkan ada benarnya. Akhirnya dengan berat hati ia membiarkan Kazua membayar semua belanjaannya.

“Ma kasih,” kata Zafran lirih.

“Iya, sama – sama,” balas Kazua sambil tersenyum.

Mau tak mau Zafran ikut tersenyum. Setelah terlebih dahulu mengangguk, pria itu segera berlalu meninggalkan Kazua yang masih harus membayar belanjaannya sendiri.

Begitu urusanya selesai, dengan santai Kazua melangkah keluar. Saat tiba di luar, tak segaja matanya terhenti pada pedangan majalah di emperan yang biasa ia beli. Tanpa pikir panjang gadis itu segera menghampiri, memilih alakadarnya. Selesai membayar ia segera memutuskan untuk langsung pulang.

“Dasar si Irma rese. Hufh, gara – gara dia jalan kaki deh gue,” gerutu Kazua sendiri ketika mengingat kenapa ia bisa terjebak disana. Matanya menoleh ke kiri dan kanan, memastikan jalanan sepi sebelum memutuskan untuk menyeberang.

“Loe udah mau pulang?”

“Eh?” secara otomatis Kazua menoleh ketika telinganya menangkap suara yang begitu dekat. Sedikit terkejut ketika menyadari entah sejak kapan pria itu sudah berdiri di sampingnya.

“Kok loe masih disini? Bukannya tadi udah duluan pulang?” tanya Kazua balik bertanya.

Zafran hanya angkat bahu. Sama sekali tidak membalas. Tapi matanya tampak menatap kearah Kazua. Mengamati belanjaan yang ia bawa lebih tepatnya.

“Loe mau pulang jalan kaki?” tanya Zafran lagi.

Kali ini Kazua membalas dengan anggukan. Ia tidak ingin ajang pertemuan mereka hanya di penuhi dengan kalimat saling tanya tanpa ada pihak yang bersedia menjawabnya.

“Lagian rumah gue deket. Kalau jalan kaki palingan 20 menitan sampe,” jelas Kazua menambahkan.

“Jalan kaki 20 menit loe bilang deket?” ulang Zafran lagi. Gantian Kazua yang angkat bahu. Kemudian tanpa kata gadis itu segera melangkah cepat karena kebetulan jalanan sedang sepi. Diluar dugaan Zafran berjalan mengekori.

“Untuk seseorang yang mampu berlari mengelilingi lapangan 30 kali sepertinya berjalan 20 menit bukan hal yang sulit,” gumam Zafran lirih. Saat itu keduanya sudah berjalan di trotoar seberang dengan santai.
Mendengar kalimat lirih Zafran, Kazua menghentikan langkahnya. Ia cukup tau kalau pria itu sedang menyindir.

“Terus ngapain loe ikut – ikutan jalan?”

“Seengaknya rumah gue lebih deket dari rumah loe,” balas Zafran tanpa menghentikan langkahnya. Kazua hanya mencibir, tak berniat untuk bertanya lagi.

“Oh ya, uang loe besok gue ganti. Sepertinya dompet gue ternyata beneran ketinggalan,” pada akhirnya Zafran kembali buka mulut.

“Untuk saku anak SMA kaya gue, uang 200 rebu emang lumayan besar. Jadi emang seharusnya loe ganti,” balasan santai Kazua cukup untuk membuat langkah Zafran terhenti dan menoleh kearah dirinya.

“Kalau loe nggak iklas kenapa tadi mau bantuin segala?”

“Gue bilang loe harus ganti, bukan gue bilang nggak iklas,” balas Kazua meralat. Lagian bukannya Zafran sendiri yang bilang mau ganti, diiyain kenapa malah sewot.

“Tadi gue liat loe beli beberapa majalah bukannya buku pelajaran. Ternyata loe boros juga ya,” komentar Zafran mengalihkan pembicaraan.

“Yee, siapa bilang gue boros. Gue beli majalah juga buat belajar tau.”

“He,” Zafran hanya mencibir. Jelas tidak percaya.

“Eh dia nggak percaya. Gue serius tau.”

“Apa yang bisa di pelajarin seorang anak SMA dari majalah coba?” tanya Zafran lagi.

“Oh banyak!” sahut Kazua cepat dengan penuh percaya diri. “Misalnya tentang….”

Zafran menoleh dengan kening berkerut. Merasa heran dengan Kazua yang tiba – tiba menghentikan ucapannya. “Misalnya tentang?”

“Kenapa gue harus ngasi tau loe?”

“Emp,” Zafran tanpak berpikir. “Nggak harus kok. Nggak di kasih tau juga nggak rugi,” balas pria itu santai sambil angkat bahu.

Kazua melongo. Wah, ni orang sedikit songong juga ternyata. Tapi melihat hal itu sebersit pikiran mampir di ingatannya.

“Sebenernya gue beli itu majalah fasion. Ya gue kan udah bilang, kalau gue pengen merubah penampilan. Gue minta tolong sama loe, loe tolak. Ya sudah gue belajar sendir,” aku Kazua kemudian.

“Emang seberapa pentingnya sih merubah penampilan?” tanya Zafran dengan tatapan menyelidik.

“Penting banget,” sahut Kazua cepat. “Soalnya kata Keysia kalau tampilan gue gini – gini aja, gue nggak akan dapat pacar.”

“Huwahahahha,” jawaban polos Kazua sukses membuat tawa pecah dari mulut Zafran. Pria itu sama sekali tidak menduga kalau gadis di sampingnya benar – benar akan menjawab jujur semuanya.

“Please deh ya, nggak ada yang lucu,” gerut Kazua sewot. “Dan ngomong – ngomong kenapa sih, loe nolak permintaan gue?” tanya Kazua mengalihkan pembicaraan.

“Jelas aja gue tolak. Cewekkan selalu merepotkan. Suka semaunya sendiri, nggak mau dengerin penjelasan orang. Menyebalkan.”

“Apa? ENAK AJA,” bantah Kazua sewot tapi Zafran tidak membalas. Pria itu justru malah menatap jauh.

“Terus kenapa loe pengen cari pacar?” tanya Zafran kemudian.

“Tentu saja supaya gue nggak jomblo.”

“Dan loe pengen cowok kayak apa?”

“Emp,” Kazua tanpak berpikir. “Sebenernya gue belum mikir sampe kesono. Gue cuma baru mikir buat nyari pacar aja,” sambung Kazua sambil mengaruk – garuk kepalanya yang tidak gatal.

“Loe tau, sebuah hubungan bukanlah sesuatu yang selamanya indah.”

“Eh?” Kazua mengernyit bingung. Kepalanya menoleh kearah Zafran, tapi yang dilirik sama sekali tidak menatapnya. Justru tatapannya menerawang jauh entah kemana.

“Rumah loe lewat sana kan? Gue belok sini. Jadi sampai ketemu besok ya.”

Tanpa menunggu kalimat balasan, Zafran membelokan langkahnya. Masuk kearah gank yang memang berlawanan dari rumah Kazua yang berada di sebelah kiri. Sementara Kazua masih berdiri ditempat yang sama sambil terus memandang punggung Zafran yang semakin menjauh. Setelah beberapa saat kemudian barulah gadis itu berbalik dan melanjutkan langkah kerumahnya.

Next to Kazua mencari cinta ~ 06
Detail Cerpen
Ana Merya
Ana Merya ~ Aku adalah apa yang aku pikirkan ~

Post a Comment for "Novel online "Kazua mencari cinta " ~ 05 / 22"