Cerpen pendek "Kebetulan yang kebetulan berlanjut"

I'm Back...!!. With short story series again. He he he. Kan adminya kemaren udah bilang, khusus cerpen yang ini nggak di bikin part satu or dua nya. Langsung di end tapi kalau ada sesuatu yang menarik minat lagi, tetep di lanjutin. Makannya di kasih 'label' series.

Masih inget urutannya kan? Kalau lupa Admin ingetin lagi deh. Yang pertama ada Short story be friend forever, terus lanjut dengan Arti sebuah senyuman. Dan kali ini, Kebetulan yang kebetulan berlanjut. Judulnya sesuatu yak?. #plaks

Yang namanya takdir kadang emang nggak bisa di tebak. Karena kenyataannya, hanya menyusun rencana yang bisa kita lakukan. Namun, apapun yang terjadi nantinya, pastikan senyuman selalu menyertaimu. Oke?

"Nay, abis kelas entar temenin aku ke mall yuk. Aku pengen cari gantungan aksesoris."

Aktifitas Naysila yang sedang merapikan buku - bukunya terhenti. Kepalanya menoleh kesamping. Tampak wajah Zofa yang kini sedang menatapnya penuh harap.

"Gantungan aksesoris?" gumam Naysila mengerutkan kening samar.

Kepala Zofa mengangguk membenarkan. "Iya, kamu kan tau aku punya koleksi gelang sama liontin bejibun. Nah, dari pada berantakan mending ku beliin tempat gantungannya. Kemaren ku udah nyari online, sekitar 70rebuan. Cuma, kan ntar kena ongkir lagi. Jadi kayaknya lebih bagusan kalau aku nyari langsung aja deh," jelas Zofa menambahkan.

"Emang di mall ada?" tanya Naysila lagi.

"Ya enggak tau. Makanya kita nyari dulu. Sekalian aku mau nyari kipas juga."

Nasysila masih mengernyit bingung. Kipas? Ah sahabatnya yang satu ini ada ada aja yang mau di cari. Tapi ia diam saja. Kepalanya sibuk menimbang nimbang ajakan itu. Kalau di pikir - pikir lagi, sepertinya itu juga ide yang bagus. Terlebih pikirannya sendiri juga saat ini sedang suntuk.

"Oke deh, syip."

Dan seperti yang di janjikan, sepulang kuliah keduanya melangkah menuju ke Nagoya Hill. Salah satu Mall terbesar yang ada di kota Batam. Demi memenuhi ajakan Zofa, dari satu tempat ke tempat yang lain mereka kunjungi namun tetap pada akhirnya yang di cari belum di temukan. Kecuali kipas yang kini sedang Naysila gunakan. Tadinya ia berpikir kipas yang di maksut adalah kipas angin, ternyata kipas yang benar - benar kipas. Bahkan harganya juga cuma 10ribuan.

"Yah, Nay. Kok nggak ada ya, kemana lagi nih kita?" tanya Zofa lirih.

"Hypermart," balas Naysila singkat.

"Hypermart? Emangnya disana ada?" tanya Zofa lagi.

"Kalau gantungan yang kamu cari sih, aku nggak yakin. Tapi kalau bakso gajah mungkur kayaknya disana buka standnya deh."

"Bakso'?" ulang Zofa makin heran.

"Iya. Bakso. Asal tau aja aku belum makan siang sedari tadi. Dan perut aku sekarang laper. Tapi aku lagi nggak napsu makan nasi. Makanya kita makan bakso aja," jelas Naysila kemudian.

"Ooo, kirain. Ya sudah ayo. Cuma karena aku masih kenyang ditambah tadi juga aku makannya banyak, kali ini aku nemenin aja deh. Aku mau pesen jus alpukat aja."

"Terserah kamu aja kalau gitu."

Selesai makan, acara belanja mereka di lanjutkan. Namun bukannya kembali mencari yang diniatkan, keduanya malah masuk ke bagian buah. Sibuk memilih kesana sini, bahkan keranjang yang Naysila bawa hampir penuh. Membuat Zofa sesekali melirik kearahnya.

"Kenapa?" tanya Naysila pada akhrinya.

"Busyet, makanan semua. Yang benar aja lah," komentar Zofa.

Naysila terdiam. Matanya mengikuti pandangan Zofa yang terjurus kearah keranjang bawaannya. Ah, benar. Memang makanan semua. Lagipula memangnya ia harus belanja apa? Toh niat awalnya ia kan hanya menemani. Tapi dari pada pulang dengan tangan kosong, bukannya lebih bagus kalau ia juga ikutan belanja ya?

"He he he, biarin. Soalnya aku lagi patah hati tau."

"Patah hati?" ulang Zofa, Naysila hanya angkat bahu sambil kembali melangkah. Matanya menatap kearah anggur yang tampak sedang diskon 30 %. Dalam hati ia berfikir, wah anggur aja pake diskon. Lumayan juga tuh kayaknya.

"Karena Arya ya?"

Langkah Naysila terhenti seiring dengan pertanyaan yang dilontarkan sahabatnya barusan. Saat berbalik, matanya menatap penuh tanya kearah Zofa.

"Semua orang juga bisa melihatnya dengan jelas kali," komentar Zofa santai sembari angkat bahu.

Semua orang bisa melihatnya dengan jelas. Kalimat itu kembali terniang di benak Naysila. Membuat gadis itu mencibir sinis. Semua orang? Semua orang katanya. Heh, jika memang semua orang bisa melihatnya kenapa Arya tidak? Buktinya pria itu dengan bodohnya memperkenalkan gadis yang disukai nya yang ternyata bukan dia. Jika memang semua orang bisa tau kalau ia menyukai Arya, apa mungkin Arya pura pura tidak tau kalau ia menyukainya? Jika memang begitu, bukankah itu artinya Arya begitu kejam padannya? Tidak, itu mustahil.

"Kalau Arya pengecualian," sambung Zofa seolah mampu membaca apa yang Naysila pikirkan. "Aku nggak tau, tu orang emang bego apa stupid. Atau jangan jangan doi malah buta, masa dia nggak bisa liat kamu yang jelas jelas suka sama dia dan bisa bisa nya dia malah jadian sama...."

"Kamu suka anggur juga nggak, kita pilih yuk. Mumpung murah, khusus anggurnya biar aku yang bayarin. Tapi jangan banyak - banyak yak," potong Naysila sambil berjalan cepat meninggalkan Zofa yang hanya bisa menghembuskan nafas berat melihat ulah sahabatnya yang jelas menghindari pembicaraannya barusan.

"Ngomong ngomong Nay, hubungannya patah hati sama makanan itu apa si?" tanya Zofa sambil sibuk memilah milah diantara buah lenkeng yang ada dihadapannya. Jujur saja, menurutnya buah lenkeng yang ada dihadapannya lebih menarik dari pada anggur yang sedang dipilih sahabatnya.

"Ya kalau lagi sedih, kesel atau kecewa, aku emang biasanya suka ngemil makanan," sahut Naysila tanpa menoleh.

"Makan?" ulang Zofa, Naysila hanya mengangguk. Tak perduli Zofa melihat anggukannya atau tidak.

"Aneh, bukannya kebanyakan kita itu biasa harusnya nangis ya?"

"Heh, maksut kamu aku itu keluar dari kebiasaan?" tanya Naysila. "Enggak juga kali. Setiap orang kan punya caranya sediri untuk mencari solusi dalam hidupnya. Tak terkecuali aku. Lagian apa untungnya si nangis, yang ada juga malah cape, membuat kita malah terlihat semakin menyedihkan. Please deh ya, nggak banget."

"Tapi nangis itu kan manusiawi," Zofa masih kukuh dengan pendapatnya.

"Aku kan nggak bilang kalau nangis itu nggak manusiawi. Aku cuma bilang kalau cara tiap orang itu beda beda," balas Naysila. "Lagian, mungkin kayaknya dulu waktu aku kecil ketika nangis, ortuku selalu nyodorin makanan kali ya."

"Lah, apa hubungannya?" kali ini Zofa menoleh bertepatan dengan Naysila yang juga sedang menoleh kearahnya.

"Nggak ada. Aku cuma mau ngomong aja," sahut Naysila santai yang di balas tatapan cengo oleh Zofa.

"Eh, masih mau belanja lagi nggak? Kalau nggak kita langsung bayar aja yuk. Kaki ku juga udah pegel nih, mana yang dicari sedari tadi nggak ada lagi," sambung Naysila sebelum Zofa sempat buka mulut.

"Iya sih, abis ini kita langsung pulang aja deh. Kayaknya aku emang lebih baik beli online aja. Ternyata nyarinya susah," jawab Zofa membuat Naysila menganguk setuju.

Selesai membayar di kasir keduanya bersiap melangkah meninggalkan Mall, namun belum juga sempat langkah keduanya melewati pintu barat, Naysila sudah terlebih dahulu menghentikan langkahnya dengan pandangan terjurus kedepan. Membuat Zofa ikut melakukan hal yang sama.

"Kenapa?" tanya Zofa heran.

"Eh, beli popcron dulu yuk."

"Ha?" mulut Zofa mangap keheranan sementara Naysila justru pasang senyum polos andalannya.

"Tapi itu kan adanya dilantai dua."

"Kita naik bentar aja nggak papa deh. Ya, please?" pinta Naysila lagi.

"Oke deh, ayo" Zofa akhirnya ngalah membuat Naysila tersenyum sumringah. Dengan semangat ia berjalan mendahului Zofa menaiki tangga eskalator.

"Tapi, kenapa tiba tiba kamu mau makan popcron si?" tanya Zofa mengutarakan rasa herannya.

"Soalnya hari ini ada filmnya Raditya dika. Manusia setengah salmon," sahut Naysila yang bukannya membuat Zofa mengerti tapi justru malah kebingungan.

"Terus apa hubungannya?"

"Nggak ada. Aku cuma mau ngomong aja."

Lagi lagi jawaban itu. Membuat Zofa benar benar berniat untuk menjitak kepala sahabatnya saat itu juga. Untung saja kedua tangannya membawa belanjaan jika tidak, sepertinya Naysila akan mengaduh kesakitan saat itu juga.

"Yah, kita kan nggak nonton filmnya, minimal kita makan popcornnya lah," jelas Naysila saat melihat raut cemberut di wajah Zofa. Tapi sahabatnya hanya membalas dengan cibiran. Naysila juga tidak tertarik mempermasalahkannya. Terlebih kini ia sudah tiba di hadapan penjual popcornnya. Setelah membayar, keduanya kembali melangkah menuju ketangga eskalator guna langsung pulang.

Langkah Naysila yang tiba tiba kembali terhenti membuat Zofa menghembuskan nafas lelah. Belum sempat mulutnya bertanya Naysila sudah terlebih dahulu mengingatkannya.

"Kita balik lagi," ajak Naysila sambil berbalik, tapi Zofa bukannya nurut justru malah menghadang langkahnya.

"Kenapa? Kita mau kemana?"

"Ntar aku jelasin. Sekarang kita pergi dari sini. Cepet"

"Nggak, kamu jawab dulu kenapa?"

Naysila membergut sebel. Ah, sahabatnya yang satu ini, apa susahnya nurut sebentar. Dasar payah, tepat saat ia berniat untuk menjelaskan sebuah suara terdengar menyapa dengan menyebutkan namanya.

"Naysila? Ketemu lagi. Wah, kebetulan sekali sepertinya."

Zofa terlebih dahulu menoleh sebelum kemudian Naysila melakukan hal yang sama. Walau cangung ia mencoba melemparkan senyuman manis di bibirnya. Percuma, sekarang ia tidak bisa lagi berpura - pura tidak melihatnya.

"Defrin? Ngapain disini?" tanya Naysila berbasa basi. Lirikan dari Zofa di abaikannya.

"Mau nonton. Kamu sendiri?" balas Defrin balik bertanya.

"Nemenin temen," sahut Naysila cepat sambil menoleh kearah Zofa. "Belanja bulanan."

"O," kepala Defrin mengangguk angguk paham.

"Eh, ya sudah kalau begitu kita duluan ya," kata Naysila pamit mengundurkan diri.

"Eh, tunggu dulu," tahan Defrin cepat.

"Ya?" tanya Naysila heran.

Defrin tidak langsung menjawab. Tanpa diberi tahu, Naysila bisa melihat pria itu terlihat sedikit gugup. Matanya menoleh kearah Naysila dan Zofa secara bergantian.

"Oh, sory. Nggak papa kok. Kalau gitu kalian duluan aja. Hati - hati dijalan."

Setelah mengangguk, Naysila segera mengajak Zofa berlalu. Sahabatnya itu hanya menurut walau sesekali masih menoleh kebelakang. Memastikan bahwa Defrin masih berada ditempat yang sama dengan tatapan yang terjurus kearah mereka.

"Tu cowok siapa?" tanya Zofa akhirnya.

"Defrin."

"Defrin siapa?" tanya Zofa lagi.

"Aku juga nggak tau Defrin siapa lengkapnya. Yang aku tau itu namanya dia. Beberapa waktu ini, kita emang sempet ketemu secara kebetulan," sahut Naysila.

"Oh ya?"

"Iya!" tandas Naysila cepat.

"Kebetulan gimana?"

"Ya kebetulan kayak tadi, tiba - tiba ketemu. Dan kebetulan kemaren kita juga ketemu di mega mall, waktu makan Es krim, kebetulan doi baru putus dari pacarnya. Terus kebetulan lagi kita juga pernah ketemu di pantai, dan..."

"Kamu yakin itu kebetulan?" potong Zofa tiba - tiba.

"Ya?" Naysila mengertukan kening bingung.

"Yang sering nonton drama kan kamu. Tentunya kamu lebih sering liat donk scene-scene kebetulan disana. Kalau cewek ketemu cowok secara kebetulan gimana. Ya persis yang di drama korea itu.”

“Nggak usah ngaco,” gerut Naysila kesel.

“Bukan ngaco, tapi emang nyata. Nggak mungkin kan ini cuma kebetulan yang kebetulan berlanjut. Jangan – jangan emang kalian yang jodoh.”

Langkah Naysila terhenti. Matanya menatap lurus kearah Zofa yang sudah terus berjalan di hadapannya. Pikiran Naysila melayang mengulang kalimat yang di lontarkan sahabatnya barusan. Walau awalanya ragu, pada akhirnya ia mencoba menoleh ke belakang. Hanya sedetik sebelum kemudian ia kembali menatap kedepan. Defrin masih di tempat yang sama. Astaga, dengan tergesa ia mensejajarkan kembali langakhnya dengan Zofa.

“Jodoh? Yah kita lihat saja nanti,” gumam Naysila lirih, membuat Zofa terenyum simpul mendengarnnya.

Melihat senyum itu, Naysila ikut tersenyum sembari bergumam. Kali ini hanya dalam hati.

“Dan ngomong – ngomong, jika memang berjodoh sama Defrin, sepertinya aku tidak beratan.”

Ending…..

Detail Cerpen

• Judul Cerpen : Kebetulan yang kebetulan berlanjut
• Penulis : Ana Merya
• Instagram : @anamerya
• Status : Serial Short Stories
• Genre : Cerpen, Cerpen pendek, Cerpen sahabat
• Words : 1.696 Kata

Lanjut Baca : || ||

Ana Merya ~ Aku adalah apa yang aku pikirkan ~

Share :