Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerpen {Bukan} Sahabat Jadi Cinta ~ 08 / 10

Udah pada nggak sabar nunggu lanjutan dari cerpen {Bukan} sahabat jadi cinta? Tenang, nih admin mucul lagi. He he he. Cerpen ini juga nggak terlalu panjang kok. Palingan tinggal 3 ato 4 part lagi nemu ending. Bisa jadi malah kurang dari itu. Nah, biar nyambung sama jalan ceritanya. Bagusan lagi kalau baca part sebelumnya. Dan untuk mempermudah silahkan langsung klik disini.

Cerpen {Bukan} Sahabat Jadi Cinta

“Maksut loe?” gantian Reihan yang mengerutkan kening heran.

Ishida tidak langsung menjawab. Gadis itu hanya tersenyum. Senyum yang sama yang ditujukan Reihan beberapa saat yang lalu. Senyum sinis. Senyum sinis untuk dirinya sendiri.

“Ehem, jadi ngomong – ngomong loe lagi patah hati ni?” tanya Ishida mencoba mengalihkan perhatian.

“Bisa di bilang gitu sih. Ngenes ya? Padahal sempet jadian juga belum eh, malah sudah patah hati duluan.”

“Tapi loe nggak niat buat bunuh diri kan?” tanya Ishida lagi. Kali ini gadis itu menatap dengan tatapan menyelidik.

“Sialan loe. Ya enggak lah,” bantah Reihan yang di balas tawa yang pecah dari mulut Ishida.

“Padahal gue udah rencana buat nebak dia besok. Gue udah siapian acara buat kita jalan. Bahkan gue juga udah beli tiket untuk nonton segala,” gumam Reihan sambil mengeluarkan tiket nonton dari saku celana yang ia kenakan.

“Terus?”

“Nggak ada terusannya. Batal. Udah gitu aja.”

Untuk sejenak Ishida terdiam sembari menatap iba pada pria yang berada disampingnya. Sungguh ia tau bagaimana berada dalam posisi seperti itu. Bukankah saat ini ia juga sedang berada dalam kondisi yang sama. Atau mungkin lebih buruk. Setidaknya Reihan tidak perlu memutuskan persahabatan mereka bukan. Walau sebenernya ia tidak yakin juga sih. Kalau tetap bersahabat dengan orang yang disukai yang teryata jadi pacar sahabat kita sendiri itu terlihat lebih baik.

“Ehem, dari pada tu tiket mubazir. Gimana kalau buat gue aja?”

Reihan menoleh dengan kening sedikit berkerut. Ishida sendiri tidak bisa menebak apa yang di pikirkan oleh pria itu. Tapi karena ia tidak ingin dikira macam – macam makanya dengan cepat ia menambahkan.

“Makut gue, loe jalannya sama gue aja.”

“Loe ngajakin gue kencan?” tanya Reihan tak mampu menahan rasa kaget di wajahnya.

Tanpa sadar Ishida pun pasang tampang yang sama. Sungguh, bukan itu maksutnya. Tapi kalau di pikir – pikir lagi, siapa pun mungkin akan berpendapat yang sama jika mendengar ucapannya barusan.

“Bukan. Bukan itu maksut gue,” bantah Ishida cepat. “Tapi… Jadi gini. Emp, anggap aja gue cuma mau bantu menghibur loe. Jangan salah sangka dulu. Gue bilang gitu bukan karena gue suka sama loe.”

Reihan tidak membalas, tapi dari tatapan yang ia lemparkan pada Ishida sudah cukup meyakinkan Ishida kalau pria itu tidak mempercayai ucapannya.

“Dan sebenernya gue juga lagi sedih. Gue juga butuh hiburan. Temen gue yang udah sekian lama deket sama gue, tiba – tiba mutusin persahabatan sama gue gara – gara dia deket sama cewek lain. Mungkin karena dia nggak mau tu cewek salah paham sama gue kali ya?” terang Ishida lagi.

“Atau kalau loe keberatan, loe bisa nolak kok,” tambah Ishdia ketika mendapati kalau Reihan masih terdiam.

“Oke deh, gue setuju. Tapi….”

“Tapi?” kejar Ishida karena Reihan tanpak mengantungkan ucapannya.

“Tapi gue nggak mau ya kalau sampai tiba – tiba gue di tonjok sama orang cuma gara – gara ngajak ceweknya jalan.”

“Ha ha ha,” rasa penasaran diwajah Ishida langsung menghilang digantikan gelak tawa ketika mendengar kalimat yang meluncur dari mulut pria disampingnya tersebut. “Ya enggaklah. Tenang aja lagi. Gue belum punya pacar.”

“Dan gue juga sama sekali nggak tertarik buat jadi pacar loe,” Ishida dengan cepat menambahkan sebelum mulut Reihan kembali terbuka. Mendengar itu mau tak mau Reihan ikut tersenyum karenannya.

“Baiklah, kalau gitu gue minta nomor handphon loe. Biar besok sekalian gue jemput loe langsung kerumah. Oke?” kata Reihan akhirnya.

“Syip,” balas Ishida sambil menyebutkan nomor hendphonnya.

Selang beberapa saat kemudian, suara klakson menginterupsi keduanya. Secara refleks keduanya menoleh kesumber suara.

“Kakak gue udah jemput tuh. Loe?”

“Oh ya sudah. Duluan aja. Gue masih nungguin temen gue buat njemput gue. Soalnya gue mau sekalian ke bengkel buat ngambil motor gue.”

“Oke deh kalau gitu. Gue duluan ya?” pamit Ishida yang hanya di balas anggukan oleh Reihan.Mega Mall, salah satu mall yang ada di pulau Batam terlihat ramai. Terutama dihari libur. Kebanyakan pengunjung dipenuhi oleh anak - anak remaja yang memang sengaja menghabiskan hari untuk hangout bersama. Hal yang sama di lakukan oleh Arsyil. Bedanya ia kesana bukan untuk hangout bareng temen, karena kebetulan ia memang sendiri. Ia sengaja mengunjungi mall yang satu itu adalah untuk melihat - lihat gedget keluaran terbarunya.

“Arsyil, loe ngapain disini?”

Merasa ada yang memanggil namanya Arsyil menoleh. Senyum mengembang di bibirnya saat melihat Arumy berdiri tepat di hadapan.

“Arumy, loe sendiri ngapain disini?” Arsyil balik bertanya.

“Ye, di tanya malah balik nanya,” cibir Arumy tapi tak urung gadis itu menjawab. “Biasalah. Belanja bulanan cewek,” kata Arumy sambil menunjukan plasik belanjaannya. Arsyil hanya tersenyum sambil mengeleng saat melihat aneka kosmetik yang ada disana.

“ Ooh. Gue mah jalan aja. Suntuk di rumah.”

Gantian Arumy yang mengangguk – angguk membenarkan.

“Kok sendirian?”

Keduanya saling pandang sebelum kemudian tertawa ketika menyadari kalau mereka menanyakan hal yang sama secara serentak.

“Tadinya gue pengen ngajakin Ishida. Eh, tu anak malah nggak bisa. Dia bilang hari ini dia ada urusan apa gitu.”

“O,” Arsyil mengangguk angguk paham.

“Ehem,” Arumy tampak sediki salah tingkah. “Emp… Arsyil. Soal Ishida. Sory ni ya, gue bukan mau masuk campur. Cuma gue ngerasa ada yang salah aja. Loe sama Ishida masih belum baikan ya?” sambung Arumy hati – hati.

Arsyil menoleh, menatap kearah Arumy yang masih menantikan jawaban darinya. Akhirnya dengan berlahan kepalanya menggeleng berlahan. Melihat itu, mau tak mau Arumy ikutan bungkam.

“Oh ya, dari pada kita ngobrol disini,gimana kalau gue traktir loe makan?” ajak Arsyil mengalihkan pembicaraanya.

Arumy tersenyum sebelum kemudian mengangguk setuju. Selang beberapa saat kemudian keduanya sudah duduk santai.

“Ngomong – ngomong soal Ishida, sebenarnya kalian berdua punya masalah apa si?” tanya Arumy beberapa saat kemudian.

Arsyil tidak langsung menjawab. Justru pria itu malah terlihat menghebuskan nafas berat.

“Sebenarnya gue sendiri juga nggak tau kita punya masalah apa,” aku Arsyil terlihat bimbang. “Gue selalu merasa walaupun kami sudah kenal sudah cukup lama, gue masih tetap nggak bisa mahamin dia.”

“Jangankan elo, gue yang kena lebih lama aja nggak bisa,” balas Arumy setengah bergumam.

“Tapi soal Laura, loe beneran jadian sama dia ya?”

“Tentu saja tidak,” sahut Arsyil cepat. Terlalu cepat malah, sampai sampai Arumy saja terlihat sedikit terkejut.

“Maksut gue, gue nggak pernah jadian sama dia,” terang Arsyil. Kali ini dengan nada yang sedikit santai.

“Ye, biasa aja kali jawabnya. Toh gue kan cuma nanya,” komentar Arumy sambil tersenyum. “Jadi…?”

“Jadi…” ulang Arsyil dengan kening berkerut.

“Ya jadi sebenernya gimana. Hubungan kalian itu gimana. Gosip di sekolah aja sudah heboh. Bahkan gue pribadi aja sempet mikir kalau kalian berdua jadian beneran.”

“Ha ha ha. Ya enggak lah. Yah walaupun gue tau Laura beneran suka sama gue sih. Tapi gue cuma menganggap dia temen. Nggak lebih. Beberapa waktu ini kita emang deket, soal nya gue udah nggak tau lagi gimana menghindari dia. Secara dia gencar banget ngejar – ngejar gue,” terang Arsyil panjang lebar yang di balas cibiran oleh Arumy yang merasa kalau pria itu sedikit berlebihan walau tak urung dalam hati ikut membenarkan.“Lagian elo si. Kenapa coba loe nggak trima aja dia? Padahal dia kan cantik. Sebagai sesama cewek aja gue bisa mengakui kelebihannya yang satu itu,” selidik Arumy lagi.

“Nggak bisa sembarangan gitu juga donk. Dia memang cantik, tapi dia bukan tipe gue. Lagian….” Arsyil tanpak mengantungkan ucapannya.

“Lagian loe sudah punya tipe cewek yang loe sukai bukan?” tebak Arumy yang hanya di balas senyuman misterius oleh Arsyil. Tanpa menjawab, pria itu mulai menyeruput minumannya.

“Dan kalau gue boleh nebak, cewek tersebut Ishida . Bener kan?”

“Uhuk uhuk uhuk.”

Melihat reaksi Arsyil barusan, Arumy langsung yakin kalau tebakannya benar.

“Loe tau?” tanya Arsyil.

“Ya ela, cuma orang bego kali yang nggak tau. Secara loe kan cakep, pinter olah raga juga, baik lagi. Eh tapi sejak pertama kita sekolah perasaan gue nggak pernah liat loe deket cewek mana pun kecuali Ishida. Yah walaupun belakangan ada gossip loe deket sama Laura, tetep aja loe barusan bilang kalau loe nggak suka sama dia,” terang Arumy.

Arsyil tersenyum malu. “Jadi maksut loe Ishida bego?”

“Oh kalau tu cewek pengecualian,” sahut Arumy cepat. Kali ini Arsyil menanggapinya dengan tawa.

“Tapi kenapa loe nggak mau ngaku aja si sama dia?” tanya Arumy setelah tawanya mereda.

Arsyil mengeleng. “Gue bukan nggak mau. Cuma gue takut aja. Loe inget sendiri kan, Ishida pernah bilang, kalau sampai gue jatuh cinta sama dia. Maka persahabatan kami akan berakhir.”

“Jadi loe mau hanya tetap jadi sahabatnya dia?” tanya Arumy langsung. Arsyil mengernyit heran.

“Maksut loe?”

“Loe nggak pengen status kalian berganti jadi pasangan? Maksut gue, jadi pacarnya dia mungkin?” tanya Arumy lagi.

“Akh satu lagi. Bukannya kemaren loe sendiri yang bilang kalau loe nggak mau jadi sahabatnya dia lagi,” kata Arumy mengingatkan.

Kali ini Arsyil benar – benar bungkam seribu bahasa.

“Dengar ya Arsyil. Gue sendiri juga nggak tau, kenapa Ishida memberikan syarat yang aneh buat loe dulu. Bahkan sampe sekarang gue juga masih nggak ngerti. Cuma, menurut gue. Kalau loe emang suka sama dia, lebih baik loe mengaku aja. Soalnya kalau gue pikir – pikir lagi, kalau kalian pacaran bukannya itu artinya persahabatan kalian juga berakhir ya?”

“Gue…” Arsyil tanpak kebingungan. “Gue nggak pernah berpikir sampai kesana.”

“Tadinya gue juga nggak kepikiran sampai kesana. Cuma gue inget, dulu Ishida pernah bilang. Kalian tetap bersahabat karena loe yang menginginkanya begitu.”

“Jadi maksut loe, Ishida juga suka sama gue?” tanya Arsyil kemudian.

Arumy mengeleng. “Kalau soal itu gue juga nggak tau. Kayaknya lebih baik kalau loe tanya langsung sama orangnya deh.”

Arsyil mengangguk membenarkan. Sepertinya itu ide yang bagus.

“Ishdia?” gumam Arumy lirih membuat Arsyil mengernyit. Jangan bilang kalau Ishida ada disini. Tapi ketika melihat raut terpaku yang tergambar di wajah Arumy yang sama sekali tidak mengalihkan tatapannya, dengan ragu Arsyil berbalik. Dan…

Next part {Bukan} Sahabat Jadi Cinta 09

Detail Cerpen
Ana Merya
Ana Merya ~ Aku adalah apa yang aku pikirkan ~

Post a Comment for "Cerpen {Bukan} Sahabat Jadi Cinta ~ 08 / 10"